Latar Belakang
Cedera servikal merupakan salah satu cedera tulang belakang terbanyak pada penderita
trauma. Di Amerika Serikat tahun 2008 dari 100.000 kasus cedera tulang belakang, 2/3
merupakan kasus cedera servikal. Penilaian awal dilakukan berdasarkan American Spinal
Cord Injury Association (ASIA) Impairment Score, sedangkan hasil setelah
penatalaksanaannya sering diabaikan untuk evaluasi keberhasilan ahli di rumah sakit.
Cedera servikal merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan
setelah trauma. Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3,
C4, C5, C6 dan C7. Benturan keras atau benda tajam yang mengenai tulang servikal ini tidak
hanya akan merusak struktur tulang saja namun dapat menyebabkan cedera pada medulla
spinalis apabila benturan yang disebabkan ini sampai pada bagian posterior tulang servikal.
Struktur tulang servikal yang rusak dapat menyebabkan pergerakan kepala menjadi
terganggu. Sedangkan apabila mengenai serabut saraf spinal dapat menghambat impuls
sensorik dan motorik tubuh.
Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan
stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini
karena trauma langsung medulla pinalis, 2% karena multiple trauma. Insidensi trauma pada
laki- laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord
injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan
kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5
dan C6 terutama pada usia decade 3.
Karena sangat pentingnya peranan tulang servikalis pada fungsional tubuh manusia maka
evaluasi dan pengobatan pada cedera servikal memerlukan pendekatan yang terintegrasi.
Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan pemeliharaan aligment dan stabilitas
merupakan kunci keberhasilan manajemen. Penanganan rehabilitas spinal cord dan kemajuan
perkembangan multidisipliner tim trauma dan perkembangan metode modern dari fusi
servikal dan stabilitas merupakan hal penting harus dikenal masyarakat. Oleh karena itu,
perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu menguasai dan memmahami pengetahuan
tentang asuhan keperawatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan pada pasien dengan
cedera servikalis. Sehingga pada tatanan praktiknya, perawat mampu mengaplikasikan teori
dengan baik dan terampil.
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup
pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu,
keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat, keperawatan pada dasarnya
adalah human science and human care and caring menyangkut upaya memperlakukan klien
secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya dan kita
ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem yang saling menunjang, di antara sistem tersebut
adalah sistem neurobehavior (Potter & Perry, 2006).
Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya tulang
vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang
yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera pada bagain servikal
akan mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma servikal merupakan keadaan
cidera pada tulang bekalang servikal dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi,
sublukasi atau frakutur vertebra servikalisdan di tandai kompresi pada medulla spinal daerah
servikal (Muttaqin, 2011).
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat.
Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000
populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab tersering adalah
kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga
(10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla
spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan
terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya
perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$
1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih
kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Emma, 2011).
Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit
jantung, kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3%
penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2% karena multiple trauma.
Insiden trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot
melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka
tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi cervical paling sering
pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Emma, 2011).
Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal, hipoventilasi,
hiperfleksia autonomic, gangguan pada pernafasan, gangguan fungsi saraf pada jari-jari
tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher. Akibat atau dampak lebih lanjut dari
trauma servikal yaitu kematian.
Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna mencengah
komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang trauma servikal.
Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas masalah asuhan keperawatan
kegawatdaruratan dengan masalah trauma servikal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher,
punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi
vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan
berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra
dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.
Atlas bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan
tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih besar. C1 dan
C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.
Atlas tidak memiliki tubuh. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah lengkungan dan dua
massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral pada kedua sisi lateral
menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina melintang terletak pada aspek
lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan parsaticularis memisahkan unggulan dari
proses artikularis inferior. Prosesus yang mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2
sampai 3 cm corticocancellous panjang dengan pinggang menyempit dan ujung menebal.
Kortikal berasal dari arah rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra.
Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang
belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat pada tulang servikal
antara lain adalah :
ligamen’ta fla’va : serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan memperluas
antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari sumbu ke sacrum..
Namanya Latin untuk “ligamen kuning,” dan ini terdiri dari elastis jaringan ikat membantu
mempertahankan postur tubuh ketika seseorang sedang duduk atau berdiri tegak.
Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior proses spinosus dari tulang belakang, yang
merupakan tulang Prongs memancing ke bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang
flava ligamenta membentuk dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal
ini juga mencakup dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum ,
tulang ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul.
Pada ujung atas, setiap flavum ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari
vertebra di atasnya. lamina ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk
dua jembatan mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses
spinosus belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus
menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis tengah
tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka membentuk
melebar “V” yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang .
Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas, untuk batas
bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari sumbu .
Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas bawah lengkung
anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini diperkuat di garis tengah dengan
kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari
sumbu, dan merupakan kelanjutan ke atas dari ligamentum longitudinal anterior .
Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di cincin dari
atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan lengkung anterior.
Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi dua bagian yang tidak setara: ini,
posterior dan lebih besar berfungsi untuk transmisi dari medula spinalis dan membran dan
saraf aksesori.
1. Definisi
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,
sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang.
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat
trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (
Sjamsuhidayat, 1997).
Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis
oksiput hingga C2.
Trauma leher adalah suatu benturan yang mengenai bagian leher ( tenggorokan ) sebagai
akibat terkena benda tumpul ataupun benda tajam.
1. Etiologi
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah
raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan
langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut
rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan
lunak yang luas.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal
terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh
tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
BAB III
1. PENGKAJIAN DATA
2. Data subjektif
1. Data objektif
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada leher
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk bernafas, batuk dan
menelan akibat trauma leher
4. Nyeri akut b/d adanya perlukaan pada leher
5. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher
6. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan mengeluarkan suara
1. Resiko tinggi aspirasi kedalam paru – paru b/d adanya perdarahan pada leher
Kriteria evaluasi :
1. Perdarahan berhenti
2. Tidak ada lagi cyanosis
3. Klien tidak pucat
Intervensi keperawatan
Rasional : Perdarahan yang banyak dapat memberikan efek yang berbahaya sehingga harus
selalu dipantau untuk memberikan tindakan dengan cepat dan tepat
Rasional : Tanda – tanda vital merupakan indicator untuk menegtahui bila terjadi penurunan
kesadaran secara progresif
Rasional : Untuk mencegah terjadinya aspirasi dan pengumpulan secret/ darah pada leher
Rasional : Tindakan trakeatomi dapat membersihkan/ mencuci luka, dieksplorasi dan luka
dijahit kembali sehingga perdarahan berhenti
5. Jelaskan kepada klien tentang pentingnya membatasi gerakan dari kepala dan leher
Rasional : Untuk meningkatkan pemahaman klien tentang apa yang dialami dan mau
bekerjasama dalam memecahkan masalahnya
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan kemampuan untuk bernafas, batuk dan
menelan akibat trauma leher
Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan bunyi nafas bersih/ jelas
Kriteria evaluasi :
Klien tidak sukar bernafas
Klien tidak cyanosis
Klien tidak pucat dan gelisah
Intervensi keperawatan
Rasional : Perubahan pada pernafasan dapat terjadi akibat obstruksi sehingga pola nafas
tidak efektif
Rasional : Pemberian oksigen dan pemasangan intubasi trakeal akan membantu kebutuhan
oksigen klien
Rasional : Untuk mengajarkan pada klien bahwa dengan batuk efektif akan memudahkan
dalam bernafas
Kriteria evaluasi :
Intervensi keperawatan
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana nyeri dirasakan klien sehingga dapat memberikan
intervensi yang tepat
2. Sokong kepala dan leher dengan bantal, tunjukkan klien bagaimana menyokong leher
selama aktivitas
Rasional : Kurangnya sokongan, meningkatkan ketidaknyamanan dan dapat memperparah
luka yang ada
3. Berikan tindakan nyaman ( pijatan punggung, perubahan posisi ) dan aktivitas hiburan
(melihat televisi, membaca, duduk )
Rasional : Meningkatkan rileksasi dan membantu klien memfokuskan perhatian pada sesuatu
disamping diri sendiri/ ketidaknyamanan dapat menurunkan dosis/ frekuensi analgetik
1. Kerusakan integritas kulit/ jaringan b/d aedanya luka trauma pada leher
Kriteria evaluasi :
Intervensi
1. Kaji warna kulit/ suhu dan pengisian kapiler pada area luka
Rasional : Kulit harus berwarna merah mudah atau mirip dengan warna kulit sekitarnya
sehingga bila ada kelainan perlu dicurigai adanya iskemi/ nekrosis jaringan
1. Lindungi luka pada kulit dan jahitan dari tegangan dan tekanan
Rasional : Tekanan plester atau tegangan pada jahitan dapat menganggu sirkulasi
Rasional : Antibiotik akan mencegah terjadinya infeksi dan dapat menyembuhkan luka
dengan cepat
1. jelaskan tentang pentingnya melindungi luka pada kulit dan jahitan dari tegangan dan
tekanan
Rasional : Memberikan pemahaman pada klien bahwa luka harus dilindungi dari tegangan
atau tekanan untuk memudahkan penyembuhan
Kriteria evaluasi :
Intervensi
Rasional : Untuk mengidentifikasi sejauh mana gangguan yang dialami klien sehingga dapat
memilih tehknik komunikasi yang tepat
Rasional : Kehilangan bicara dan stress menganggu komunikasi dan menyebabkan frustasi
dan hambatan ekspresi
1. Dorong komunikasi, terus menerus dengan dunia luar ( contoh : koran, televisi, radio,
kalender dan jam
Rasional : Untuk memberi kemampuan menggunakan pilihan suara dan metode bicara
1. Jelaskan pada keluarga untuk selalu berkomunikasi dengan klien setiap saat
Rasional : Untuk memberikan pemahaman pada keluarga klien bahwa Klien sangat
memerlukan bantuan dari orang terdekatnya
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat dapat diakibatkan
oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan
atau tekanan, fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, edema, memar/ ekimosis, spasme otot, penurunan
sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik.
Setelah primery survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan eksternal, tahap berikutnya
adalah evaluasi radiografik tercakup di dalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography
CT-scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.
1. Saran
DAFTAR PUSTAKA
489. Syamsu Hidayat dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Buku kedokteran
EGC Edisi 2, Hlm 489.
1. Nurbaiti Iskandar. Prof, Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorokan, Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia, Hlm 366 dan hlm 411