Anda di halaman 1dari 56

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An.G
Umur : 1 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Alamat : RT 32 kel. Bagan Pete kec. Alam Barajo
Agama : Kristen
Bangsa : Indonesia
Masuk RS : 13 Juni 2018

2.1 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Perut membesar sejak ± 2 bulan SMRS

Riwayat penyakit sekarang:


Os datang dengan keluhan perut membesar sejak ±2 bulan SMRS. Semakin
lama perut semakin membesar, ±1 minggu yang lalu BAB tidak lancar ±3 hari
sekali, sedikit, bulat-bulat, bewarna hitam. ±3 hari yang lalu pasien mual, ± 1 hari
yang lalu os muntah isi makanan yang dimakan. Ibu pasien mengatakan bahwa
sekitar rongga mulut anaknya terdapat bercak kemerahan ± 1 bulan ini. Gusi
berdarah (+), flatus (+). Ibu Os juga mengatakan terdapat lebam pada tangan dan
kaki anaknya sejak ±2 bulan yang lalu. muntah darah (-). demam (-), batuk(-),
riwayat perut di urut disangkal, riwayat perut terbentur disangkal,BAK kemerahan
disangkal.

1
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat operasi pada perut disangkal.

Riwayat penyakit keluarga:


Riwayat kelainan darah pada keluarga disangkal

Riwayat persalinan dan tumbuh kembang :


Pasien lahir normal, cukup bulan, lahir di bidan dengan berat badan lahir 2500
gram, panjang badan 42 cm. Riwayat mulai makan nasi umur 4 bulan.

1.3.Pemeriksaan Fisik
TANDA VITAL
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 151 x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 36,5 ºC

STATUS GENERALISATA

Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang
Simetris muka : Simetris
Rambut : Tampak hitam tumbuh merata
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)

2
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (+/+)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)

Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)

Mulut
Bibir : Mukosa bibir tampak anemis (+)
Gusi : Berdarah (+)
Lidah : Tremor (-)
Rongga mulut : tampak bercak kemerahan pada palatum durum (+)

Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)

Thorax
Bentuk : Simetris
 Paru-paru
 Inspeksi : Pernafasan simetris
 Palpasi : Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : Sonor (+/+)
 Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

3
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea
midclavicula sinistra
 Perkusi batas jantung
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
 Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Cembung, distensi abdomen, darm kontur (-),
darm staifung (-)
 Auskultasi : Bising usus meningkat
 Palpasi : perut teraba keras (+) seluruh abdomen, nyeri
tekan seluruh lapangan abdomen (+), hepar dan lien sulit
dinilai, masa tidak teraba
 Perkusi : timpani di regio kuadran kanan atas (+), redup
pada kuadran abdomen lainnya.

Genetalia Eksterna
Dalam batas normal
Ekstremitas atas
Akral hangat, CRT < 2 detik, tampak anemis (+/+)
Extremitas bawah
Akral hangat, CRT <2 detik, tampak anemis (+/+)

4
1.2 Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (13-06-2018)
WBC : 12,81 109/L (4-10)
RBC : 1,58 1012/L (3,50- 5,50)
HGB : 4,1 g/dl (11,0-16,0)
HCT : 12,5 % (35-50)
PLT : 16 9/L (100-300)
MCV : 78,9 fL (88-99)
MCH : 25,9 pg (26-32)
MCHC : 328 g/dl (320-360)
GDS : 96 mg/dl (<200)
Elektrolit (13-06-2018)
Na : 136,93mmol/L (135-148)
K : 4,08 mmol/L (3,5-5,3)
Cl : 105,31 mmol/L (98-110)
Ca : 1,27 mmol/L (1,19-1,23)

Foto Pasien

5
Kesan : - distribusi udara dalam usus tak sampai ke distal
- Tak tampak air fluid level maupun udara bebas
- Tampak distensi dan penebalan dinding usus

1.3 Diagnosa Kerja


Ileus obstruksi + suspek hemofilia

1.4 Diagnosis Banding


- Ileus obstruktif
- Ileus paralitik
- Hemofilia
- Tumor abdomen

6
1.5 Penatalaksanaan
- IVFD D5 10 tpm
- Transfusi PRC 130 cc
- Inj. Ceftriaxone 2x700 mg
- Rawat Picu

1.6 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan USG abdomen

7
TGl S O A P
14/06/18 - Perut KU : Tampak sakit Abdomen Asites masif + anemia - IVFD D5% 16 tpm
membesar (+) sedang I: distensi (+) - Transfusi PRC 3x130 cc
- BAB (+) GCS : E4V5M6 A: BU (+) selama 3 hari
sedikit, warna N: 122 x/mnt P: perut teraba - Boleh diet susu bertahap
kecoklatan, RR : 26 x/mnt keras (+), masa mulai dari 50 cc
darah (-) T : 36,8ºC sulit dinilai,
- flatus (+) lingkar perut 54 Hb: 4,1
- muntah (-), cm Leu : 12,810
- demam (-) P: timpani kuadran Trom : 16.000
kanan atas, redup SADT : anemia
pada regio lainnya mikrositik dgn
leukositosis dan
trombositopenia
15/06/18 - Perut membesar KU : tampak sakit Abdomen suspek Advice dr, Sp. A
(+), berat I : Distensi (+) hemofilia+anemia+ - Transfusi FFP 1x100 cc
- hematom pada GCS : E4V5M6 A : BU (+) ITP  12 jam  prc 1x75
mata kanan (+), RR : 28 x/mnt P : perut teraba cc dan prc 2x100 cc
- BAB (+) N : 128 x/mnt keras (+), masa - Transfusi TC 2X50 cc
T : 36,4ºC sulit dinilai, - IVFD kaen 3B 10 tpm
P : timpani - Inj. Lasix 15 mg post
kuadran kanan PRC
atas, redup pada
regio lainnya -

8
16/06/18 - Perut KU : Tampak sakit Abdomen Suspek - IVFD kaen 3B 10
membesar berat I : Distensi (+) hemofilia+anemia+ITP tpm
- mata merah, GCS : E4V5M6 A : BU (+) - PRC lanjut
- gusi berdarah N: 118 x/mnt melemah - Inj. Omeprazole 1x
(+) RR : 23x/mnt P : : perut teraba 25 mg + NS 2 cc
- BAB (+) T : 36,2ºC keras (+) - Inj. Dexametasone
P : timpani 1/3 amp + NS 3 cc
kuadran kanan sebelum transfusi
atas, redup pada - Inj. Asam
regio lainnya traneksamat 3x100
gr

17/06/18 - Perut KU : Tampak sakit Abdomen : Suspek - IVFD kaen 3A 30


membesar berat, GCS 15 Distensi, BU (+) hemofilia+anemia+ITP cc/jam
- BAB/BAK N : 115 x/mnt - Transfusi TC 1x50 cc
spontan RR: 25x/mnt - Transfusi prc 1x100 cc
- perdarahan T : 36,2 º C - Asam traneksamat oral
gusi (+) - Dexametason oral
- R/ usg abdomen

Hasil USG :
- Terdapat masa padat
besar yang
memenuhi
hemiabdomen kiri,
melewati midline
hingga ke
hemiabdomen kanan

9
dan mencapai regio
abdomen bawah,
suspek maligna,
DD/neuroblastoma

18/06/18 Pasien Plus

Hasil USG Abdomen


Hasil USG-abdomen :
- Terdapat masa padat besar yang memenuhi hemiabdomen kiri, melewati midline hingga ke hemiabdomen kanan dan
mencapai regio abdomen bawah, suspek maligna, DD/neuroblastoma
- Asites minimal di perivesika

10
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi 3
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal.Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi).Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum.Pembagian ini
agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relative
lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi.Duodenum panjangnya sekitar 25 cm,
mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.Pemisahan duodenum dan jejunum
ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada
crus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum.Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung).Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.Jejenum terletak di region
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan.Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai mesenterium usus halus.Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan
diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis
berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah
articulatio sacroiliaca kanan.Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang membentuk mesenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter

12
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.

Gambar 1. Gambaran Usus Halus


Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum.Pada sekum terdapat
katup ileocaecal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar.Katup ileocaecal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum.Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens,
transversum, desendens dan sigmoid.Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum
ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis
kanan.Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk
fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).Kolon transversum menyilang abdomen
pada regio umbilikalis dari fleksura coli dekstra sampai fleksura koli
sinistra.Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke
bawah, membentuk fleksura coli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian
menjadi kolon descendens.Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.Kolon
sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens.Ia tergantung ke bawah dalam
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di
depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas
dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan
pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai
anus dalam perineum.

13
Gambar 2.Sistem saluran pencernaan

a. Histologi
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:5
1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas
duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, pengecualian
pada sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum
bersatu pada tepi usus.
2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk
tunica muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan
berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale
dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa
dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe
terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari dari jaringan ikat longgar
yangterletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina
muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini
berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping
itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior
duodenum, tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang
berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup

14
dengan tonjolan, villi.. Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang
sangat menambah luas permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang
merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular
yang dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol
ke dalam lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata
pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum.
Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
b. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus.
Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata
telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
c. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang
sekitar 1 μ pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat
dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada
mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka
luas permukaannya hanyalah sekitar 2 cm². Valvula koniventes, vili
dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan absorpsi
sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali lipat.3
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
halus.Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar
saja.Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul
dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli.Taenia bersatu pada sigmoid
distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal
yang lengkap.Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan
usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang
berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia.Lapisan mukosa usus besar jauh
lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi
atau rugae. Kriptus lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan
mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.3

15
b. Suplai Vaskuler3,6
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta
tepat dibawah A. Soeliaka.Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis
Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis.Sedangkan separuh bawah
Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang
A. Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi
Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk
serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A.
Ileocolica.Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu
dengan V. lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum): (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan Arteri
Mesenterika Inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) :
(1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.
c. Pembuluh limfe3,6
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe:
(1) Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan (2) ke
bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici
mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
superior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior.Pembuluh
limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan
akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior.Pembuluh limfe
untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di
sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua
pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici

16
mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon
transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici
mesentericus inferior.
d. Persarafan3,6
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(n.vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf
untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus
vagus) dari pleksus mesentericus superior.Rangsangan parasimpatis
merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus.Serabut - serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur
refleks usus.Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan
melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus
Meissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol
voluntar.Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf
simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus
superior.Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus
dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.Serabut simpatis berjalan dari pleksus
mesentericus superior dan inferior.Serabut - serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal
dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.Sedangkan pada kolon
descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf
mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.Perangsangan
simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan.

17
3.2. FISIOLOGI 3,7
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan – bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai
dalam mulut dan lambung oleh kerja enzim ptialin, asam klorida dan pepsin
terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama
oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret
pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja
enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi
kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental
usus halus akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal
dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah
dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh.Selain itu, air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorbsi.

Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan –
bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri
dari :
 Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang
mencampur makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah
untuk dicerna dan diabsorbsi.
 Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke
arah usus besar.

18
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler.Otot
yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen
usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya
semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan
selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat
yang merupakan Basic Electric Rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan
sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong
makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana
pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini
sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 - 5 cm.
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur
oleh adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang
disebabkan oleh adanya sel – sel pacemaker yang terdapat pada dinding usus
halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan
hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga
menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus.
Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan
pergerakan usus halus.Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan
usus halus.
Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat
selama beberapa jam sampai seseorang makan lagi.Pada saat tersebut, refleks

19
gastrileal meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati
katup ileocaecal menuju ke kolon.Makanan yang menetap untuk beberapa lama
pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat
diabsorbsi pada daerah ini.Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan
kembali dari caecum masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila
tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi
sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang
sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada
caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme,
dan ileum akan mengalami paralisis sehingga pengosongan ileum sangat
terhambat.

3.3. PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
maupun fungsional. Perbedaan utama adalah pada obstruksi mekanik (ileus
obstruksi) yaitu peristaltik mula – mula kuat kemudian intermittent dan kemudian
menghilang.Sedangkan pada ileus paralitik, peristaltik dari awal sudah tidak ada.
Perubahan patofisiologik pada obstruksi usus dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.2,3
Patofisiologik obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan
perubahan fungsi dari usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal.Bila
terjadi obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi
gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal,
hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus menurun,
sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Awalnya,
peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat untuk melawan adanya
hambatan.Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pecah,
dimana frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus
berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal

20
dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak
teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi
menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena.Dinding usus menjadi
udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah.Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala
sistemik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai
absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.3

Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai


gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi
usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya
kolaps.Fungsi sekresi dan absorpsi membran mukosa usus menurun dan dinding
usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan
sendirinya secara terus – menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan
fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik,
nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.2,11
Pada obstruksi strangulata, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang
kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udem dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene
dan perforasi. 2,11

21
Gambar 3.Patologi ileus obstruktif3

3.4. ETIOLOGI
a. Ileus Obstruksi
Penyebab obstruksi pada usus halus dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 5,9,10
1. Obstruksi ekstraluminal (lesi ekstrinsik) :
adhesi (postoperatif), hernia (inguinal, femoral, umbilical),
neoplasma (karsinoma), abses intraabdominal.
2. Obstruksi intrinsik (lesi intrinsik) pada dinding usus :
kongenital (Atresia, stenosis, Divertikulum Meckel), inflamasi
(Chron’s disease, diverticulitis, Drug-induced, Infeksi, Coli ulcer),
neoplasma, traumatic (Intramural Hematom), intussusepsi.
3. Dan obstruksi intraluminal :
enteroliths, gallstones dan adanya benda asing (iatrogenic,cacing),
pengaruh cairan (barium, feses, mekonium).

22
Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering
menyebabkan obstruksi.pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba – tiba dengan
keluhan perut membesar dan nyeri perut. Dari 60% kasus ileus obstruksi di
USA, penyebab terbanyak adhesi yaitu pada operasi ginekologik,
appendektomi dan reseksi kolorektal.4
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi.Adhesi umumnya
berasal dari rongga peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum atau
pasca operasi.Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk
tunggal atau multipel.1

Gambar 4. Penyebab ileus obstruktif

b. Ileus Paralitik : 9
1. Pembedahan abdomen: biasanya timbul 24-72 jam pasca pembedahan
2. Trauma abdomen & cedera usus
3. Infeksi : appendicitis, peritonitis & diverticulitis
4. Pneumonia
5. Sepsis
6. Serangan jantung
7. Ketidakseimbangan elektrolit darah : natrium, rendah kalium, tinggi
kalsium
8. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
9. Obat-obatan: narkotika, antihipertensi, spasmolitik

23
10. Mesenteric ischemia
11. Aterosklerosis : menyebabkan berkurangnya aliran darah ke usus
12. Gagal ginjal
13. Kelenjar tiroid yang kurang aktif

3.5. KLASIFIKASI8,9,10
Berdasarkan kausa/penyebab, ileus dapat dibagi tiga, yaitu:8
1. Ileus obstruksi/Ileus mekanik yaitu ileus yang terjadi karena obstruksi
mekanis.
Ileus ini merupakan ileus yang terbanyak.Terjadi karena adanya
gangguan mekanis berupa sumbatan/obstuksi pada usus.
 Berdasarkan lokasi ileus obstruksi, dibagi atas : 8,9,10
a. Ileus letak tinggi : duodenum, jejunum, dan ileum (Ileus obstruktif
usus halus)
Ileus ini terutama ditandai dengan muntah terus-menerus.Perut
pasien biasanya tidak kembung.Kembungnya cuma terjadi di
ventrikel, padahal ventrikel letaknya cuma di abdomen sebelah kiri
atas, sehingga abdomen justru terlihat kempes, karena makanan
tidak masuk ke segmen distal.
b. Ileus letak rendah : kolon, sigmoid, dan rektum (Ileus obstruktif
usus besar)
Ileus ini tanda utamanya adalah kembung.Muntah biasanya tidak
terjadi dan kalau terjadipun baru pada tahap lanjut kalau seluruh
usus sudah penuh terisi makanan sehingga akhirnya dimuntahkan.
 Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok: 9
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya adanya fekalit, benda asing,
bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau
intususepsi.

24
 Berdasarkan stadium obstruksi, dibagi menjadi : 9
a. Parsial : menyumbat sebagian lumen usus
b. Simpel / komplit : menyumbat lumen usus secara total
c. Strangulasi : sumbatan simpel disertai jepitan vasa
 Ileus obstruktif dibagi juga menjadi tiga jenis dasar: 10
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala
umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan
masuk dan keluar suatu gelung usu tersumbat, dimana paling
sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
2. Ileus neurogenik karena sebab nerogenik.8,9
Ileus ini juga banyak terjadi, meskipun tidak sebanyak ileus
mekanik/obstruksi.Ileus ini disebabkan karena gangguan persarafan pada
usus yaitu saraf otonom parasimpatis dari serabut postganglioner sacral II-
IV. Ileus neurogenik ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Ileus paralitik/adinamik
Ileus ini disebabkan oleh lesi saraf yang biasanya terjadi karena
radang, terjepit akibat kecelakaan ataupun usus yang kelelahan akibat
kontraksi terus menerus (ileus paralitik sekunder).Kelumpuhan saraf
menyebabkan otot tidak dapat berkontraksi sehingga makanan tidak
dilewatkan ke distal.
b. Ileus spastik/dinamik
Ileus ini terjadi karena rangsangan saraf akibat keracunan, histeri, atau
neurasteni.Prosesnya adalah kebalikan dari ileus paralitik.Pada ileus
spastik rangsangan parasimpatisnya sangat kuat sehingga terjadi
kontraksi otot polos yang bersamaan di beberapa tempat.Akibatnya
makanan tidak dapat dilewatkan, sehingga terjadi ileus.

25
3. Ileus vaskuler karena sebab vaskuler.8,9
Ileus ini terjadi akibat gangguan vaskularisasi saluran cerna.Biasanya
berhubungan dengan penyakit jantung.Awalnya terdapat trombus/embolus
yang menyebabkan sumbatan pada vasa yang memvaskularisasi usus,
yaitu arteri mesenterika inferior dan superior serta cabang-cabangnya,
sehingga terjadi iskemi dinding usus.Iskemi berlanjut menjadi gangren,
nekrosis dan akhirnya perforasi.Nekrosis dinding usus, menyebabkan usus
tidak dapat bekerja, makanan tidak dapat dilewatkan, sehingga terjadi
ileus.

3.6. MANIFESTASI KLINIS10


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif:
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Muntah terjadi
setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat telah
terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal.Mual muntah umumnya terjadi pada
obstruksi letak tinggi (di bagian proksimal).Bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala yang dominant adalah nyeri abdomen.Obstruksi letak tinggi juga
ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat
malodorus.Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian
proksimal usus menjadi sangat dilatasi.5

26
Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik
turun.Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
(jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap.Pada
tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit,
maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi
postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat meningkat.10
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium.Pasien dengan obstruksi partial bisa
mengalami diare.Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba.Obstruksi pada
kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi
pada usus halus.Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi
dan distensi abdomen.Muntah jarang terjadi. 11
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial.Defekasi masih terjadi
pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi.
Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.10
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri
khas dari obstruksi parsial.Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta
yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi.Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan
nyeri pada bagian tengah abdomen.Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik
juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah
terjadi strangulasi dan infark.10
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda
awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi.Massa yang teraba
dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi.
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud,
high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya
obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi
telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark.Seiring waktu,

27
dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak.
Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk
mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.10
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri terus menerus, demam,
takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat menunjukkan adanya
obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak
distensi dan peristaltic meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut dimana
obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feses
bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya
keganasan dan intusepsi.Nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien.
Sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan.10
Berbagai keadaan yang dapat dijumpai pada ileus paralitik adalah sebagai
berikut:9
 Keadaan umum penderita sakit ringan sampai berat, dapat disertai
gangguan kesadaran.
 Mual dan muntah, bisa disertai diare.
 Perut kembung.
 Nyeri dan keram perut.
 Bising usus menurun atau menghilang.
 Pada colok dubur, rektum tidak kolaps dan tidak ada kontraksi.

3.7. DIAGNOSIS
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari:

28
1. Anamnesis5,9
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.Pada ileus obstruksi usus halus
kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar
kolik dirasakan di sekitar suprapubik.Muntah pada ileus obstruksi usus halus
berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik5,9
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit, mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat
adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat
dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa berkorelasi dengan mulainya nyeri
kolik yang disertai mual dan muntah.Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik.
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani
(hipertympani) yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari
adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa
tenang.Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
tersebut telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (juga bising usus) bisa
tidak ada atau menurun parah.Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rectum dan pelvis.Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta
tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif

29
usus halus. Jika darah makroskopik atau feses positif banyak ditemukan di
dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas
lesi intrinsik di dalam usus.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya
ileus dan membantu dalam resusitasi.Pada tahap awal, ditemukan hasil
laboratorium yang normal.Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi,
leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau
strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non- strangulata. Hematokrit yang
meningkat dapat timbul pada dehidrasi.Selain itu dapat ditemukan adanya
gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis
metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda
shock, dehidrasi dan ketosis.9Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat
mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50%
pasien.10
b. Pemeriksaan Radiologi 2,8,9,10,12
1. Pada foto abdomen/BNO 3 posisi :
 Ileus obstruktif letak tinggi8
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di
iliocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.Penebalan
dinding usus halus yang terdilatasi memberikan gambaran “Herring-bone
appearance”, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra (dari ikan), muskulus yang sirkuler
menyerupai kostanya.Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek
yang berbentuk seperti tangga disebut juga “step ladder appearance” karena
cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.

30
 Ileus obstruktif letak rendah8
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan
kolaps usus di bagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang
mengalami dilatasi memberikan gambaran “Herring-bone appearance”, karena
dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran
penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen. Tampak
gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga
disebut juga “step ladder appearance” karena cairan transudasi berada dalam
usus halus yang mengalami distensi dan air fluid level yang panjang di kolon.
 Ileus paralitik/adinamik8
Terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster sampai rectum.
Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran
“Herring-bone appearance”, karena dua dinding usus halus yang menebal dan
menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler
menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi
tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-
pendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga “step ladder appearance”
karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi dan
air fluid level yang panjang di kolon.
Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi
usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya
mucosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada
foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus.Penggunaan kontras
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya
perforasi.
Pada Foto polos abdomen 3 posisi (foto posisi supine/AP, posisi tegak
abdomen/duduk atau setengah duduk dan posisi dekubitus/lateral kanan atau
kiri) untuk obstruksi usus halus ditemukan dilatasi usus halus ( diameter> 3
cm ). Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:10

31
1. Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2. Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3. Posisi duduk/setengah duduk atau dekubitus/LLD: Air-fluid levels
4. Posisi supine/AP dapat ditemukan :
a. distensi usus
b.step-ladder sign
5. String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet.
6. Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara
dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus
yang oedem.
7. Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.10

A B

Gambar 5. (A) dilatasi usus; (B) foto posisi tegak memperlihatkan multipel air
fluid level. Sejumlah gas yang terperangkap diantara plika sirkularis pada bagian
kiri abdomen tengah memperlihatkan gambaran “string of pearls” sign. 10

32
A B C

Gambar 6. (A) herring bone appearance; (B) coffee bean appearance; (C).Step
ledder sign10

2. Enteroclysis (Barium Enema)10


Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total.Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis
menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak
spesifik.Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena
metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi.Enteroclysis
memberikan nilai prediksi negatif yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua
kontras.Barium merupakan kontras yang sering digunakan.Barium sangat
berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia
usus maupun perforasi.Namun, penggunaan barium berhubungan dengan

33
terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi
perforasi.
Pemeriksaan radiologi dengan barium enemamempunyai suatu peran
terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian enema barium
terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak pada
pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi,
pemeriksaan enema barium tidaklah hanya sebagai diagnostik tetapi juga
mungkin sebagai terapi.9
3. CT-Scan10
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika
klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan
penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab
ekstrinsik dan neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik.
Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian
proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-90% untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi
dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas.CT scan juga dapat
memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung
tertutup.Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk
U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada
tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding usus,
intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan
kurangnya uptake kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang
affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen
dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.

34
4. CT enterography (CT enteroclysis)10
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan
klinis.Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau
pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi
besar).Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus
dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak
perinerfon.Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai
dengan penggunaan kontras dalam jumlah besar.CT enteroclysis lebih akurat
dibanding dengan pemeriksaan CT biasa dalam menentukan penyebab
obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).
5. MRI10
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari
obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau
dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan
inflamasi.
6. USG10
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus.Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi.USG dapat
dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti
teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini
dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik.
Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan,
dan spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%.
7. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intusscepsi, volvulus malrotation dan adhesi.

35
3.8. PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal3
a. Konservatif/Resusitasi
Penatalaksanaan konservatif ileus antara lain :9
 Penderita dirawat di rumah sakit & dipuasakan.
 Penderita dipuasakan (tidak makan & minum) sampai krisisnya teratasi.
Biasanya minimal 3 hari, luka operasi pada saluran cerna dapat sembuh.
 Kontrol status airway, breathing and circulation.
 Dekompresi dengan nasogastric tube.
 Intravenous fluids and electrolyte.
 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
 Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda
vital, dehidrasi dan syok.Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat.Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.9,10
Dekompresi berguna untuk mengurangi tekanan dan peregangan dengan
mengeluarkan gas dan cairan.Kadang sebuah selang dimasukkan ke dalam usus
besar melalui anus untuk mengurangi tekanan.Sedangkan selang lainnya yang
dihubungkan dengan alat penghisap, dimasukkan melalui hidung menuju ke
lambung. 9
b. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis ileus antara lain :9

36
 Antibiotik spektrum luas untuk bakteri anaerob dan aerob sebagai
profilaksis.
 Analgesik apabila nyeri.
 Antiemetik untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Penatalaksanaan operatif ileus antara lain : 9
 Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
 Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis
obstruksi kolon.
 Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
 Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi selama laparotomi.
 Lisis pita untuk band.
 Herniorepair untuk hernia inkarserata.
 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
 Reseksi usus dengan anastomosis.
 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
Tindakan operasi berdasarkan situasi : 9
1. Situations necessitating emergent operation
 Incarcerated, strangulated hernias
 Peritonitis
 Pneumatosis cystoides intestinalis
 Pneumoperitoneum
 Suspected or proven intestinal strangulation
 Closed-loop obstruction
 Nonsigmoid colonic volvulus
 Sigmoid volvulus associated with toxicity or peritoneal signs
 Complete bowel obstruction

37
2. Situations necessitating urgent operation
 Progressive bowel obstruction at any time after nonoperative measures are
started
 Failure to improve with conservative therapy within 24-48 hr
 Early postoperative technical complications
3. Situations in which delayed operation is usually safe
 Immediate postoperative obstruction
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi,
maka tindakan lisis yang dianjurkan.Jika terjadi obstruksi stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus :13
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati”
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. 9,13

38
3.9 Hemofilia

3.9. 1 Defenisi 14

Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan,


berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang
artinya mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun
kata hemofilia tetap dipakai.
Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di abad
kedua oleh Kerajaan Babilonia. Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan adanya
kemungkinan basis genetik untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun 1950an
transfusi fresh frozen plasma (FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik
rekombinan DNA untuk memproduksi faktor VIII (F VIII) dan faktor IX (F IX)
mulai diterapkan. Pada kurang lebih 20% kasus tidak ditemukan riwayat keluarga.
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked
resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit
ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada
hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada
hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup
80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.
Faktor VIII adalah suatu glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati.
Produksi F VIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. Di dalam
sirkulasi F VIII akan membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor
von Willebrand adalah protein dengan berat molekul besar yang dibentuk di sel
endotel dan megakariosit. Fungsinya sebagai protein pembawa F VIII dan
melindunginya dari degradasi proteolisis. Di samping itu faktor von Willebrand
juga berperan pada proses adhesi trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur
intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk F IXa dalam proses
aktivasi F X. Pada orang normal aktivitas faktor VIII berkisar antara 50-150%.
Pada hemofilia A, aktivitas F VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut
yaitu protein yang kadarnya meningkat jika terdapat kerusakan jaringan,

39
peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII yang tinggi merupakan faktor resiko
trombosis.
Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati dan memerlukan
vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup vitamin K atau
ada antagonis vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang mirip F IX
tetapi tidak dapat berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak pada
kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu
mengaktifkan faktor X menjadi Xa. Nilai rujukan aktivitas F IX berkisar antara
50-150%. Aktivitas F IX yang rendah bisa dijumpai pada hemofilia B, defisiensi
vitamin K, pemberian antikoagulan oral dan penyakit hati.
Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia
sedang dan hemofilia berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan
yang bersangkutan.

3.9.2 Patofisiologi
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh
darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan
darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan,
dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan
pembuluh darah.19
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von
Willebrand (FvW) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini,
adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan
granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan
perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan
tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai
kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.17,18

40
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun
1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik
dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan,
kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai
dalam praktek sehari-hari.19
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah
terlambat dan tidak stabil.
Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih
cepat, hanya perdarahan sulit
berhenti. Pada perdarahan
dalam ruang tertutup seperti
dalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat
efek tamponade. Namun pada
luka yang terbuka dimana
efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang
terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis
alami atau trauma ringan.19

41
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F VIII dan F IX.
Gen F VIII terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28,
sedangkan gen F IX terletak di regio Xq27. Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi
yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F VIII merupakan mutasi yang
paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat.
Mutasi gen F VIII dan F IX ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak
laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga
kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat
keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.17

3.9.3 Gejala Klinis


Manifestasi klinis hemofilia A serupa dengan hemofilia B yaitu perdarahan
yang sukar berhenti. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi
a. Hemofilia ringan (konsentrasi FVIII dan F IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-
40%),
b. Hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL atau 1-5%)
c. Hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL atau di
bawah 1%)18,19
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi. Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada
hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam
sendi, otot dan organ dalam.18,19
Gejala-gejala dan tanda klinis untuk hemofilia biasanya sangat spesifik dan
umumnya penderita hemofilia mempunyai gejala-gejala klinis yang sama,
hemofilia A dan hemofilia B secara klinis sangat sulit untuk dibedakan. Keluhan-
keluhan dan tanda-tanda klinis penderita hemofilia sering diinterpretasikan kurang
tepat oleh para dokter sehingga kadang-kadang dapat membahayakan si penderita
sendiri.14

42
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada
kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma
ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak.
Manifestasi klinik tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor
pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis,
hematom subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan
intrakranial, epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang
berkelanjutan pasca operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).14
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut
sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan
lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan
sendi peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan
menyudut pada saat gerakan voluntar maupun involunter, sedangkan sendi peluru
lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.14
Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada
otot betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom
kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.14
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi
spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang
membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupan. Hematuria masif sering
ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam
kehidupan. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai
beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.14

3.9.4 Diagnosis
Sampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik untuk
melakukan tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun terdapat 20-30%
kasus hemofilia terjadi akibat mutasi spontan kromosom X pada gen penyandi F
VIII/F IX. Seorang anak laki-laki diduga menderita hemofilia jika terdapat
riwayat perdarahan berulang (hemartrosis, hematom) atau riwayat perdarahan

43
memanjang setelah trauma atau tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat
keluarga. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebelum memutuskan
pemeriksaan penunjang lainnya.14
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini,
perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau
spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan
perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga mendukung ke arah
hemofilia.14
Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia
A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa
thromboplastin parsial teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan
thromboplastin abnormal. Masa perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya
normal.19
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A
dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal.
Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan
diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis,
hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia B, oleh karena itu diperlukan
pemeriksaan khusus F VIII dan IX.19
Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VII/F IX, dan
jika sarana pemeriksaan sitogenik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda
gen F VIII/F IX. Aktivitas F VIII/F IX dinyatakan dalam U/mL dengan arti
aktivitas faktor pembekuan dalam 1 mL plasma normal adalah 100%. Nilai
normal aktivitas F VIII/F IX adalah 0,5-1,5 U/mL atau 50-150%. Harus diingat
adalah membedakan hemofilia A dengan penyakit von Willebrand, dengan
melihat rasio F VIII C:F VIII AG dan aktivitas FvW (uji Ristosetin) rendah.14
Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F
VIII yang bisa di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII
dengan antigen faktor von Willebrand (FVIII/FvW:Ag ratio) yang kurang dari 1.

44
Sedangkan wanita pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas F
IX yang dapat menurun atau pemeriksaan genetik.19

Table 2. Gambaran Klinis dan Laboratoris pada Hemofilia A, Hemofilia B, dan


Penyakit von Willebrand
Hemofilia A Hemofilia B Penyakit von
Willebrand

Pewarisan X-linked recessive X-linked recessive Autosomal


dominant

Lokasi Sendi, otot, Sendi, otot, Mukosa, kulit


perdarahan pascatrauma/operasi pascatrauma/operasi post trauma
utama operasi

Jumlah Normal Normal Normal


trombosit

Waktu Normal Normal Memanjang


perdarahan

PPT Normal Normal Normal

aPTT Memanjang Memanjang Memanjang/


normal

F VIII C Rendah Normal Rendah

F VIII AG Normal Normal Rendah

F IX Normal Rendah Normal

Tes ristosetin Normal Normal Terganggu

45
3.10 Tumor Abdomen

Ada beberapa jenis tumor yang dapat ditemui pada anak-anak yaitu seperti
hemangioma, neuroblastoma, tumor wilms, rhabdomiosarkoma, teratoma
sacrococcygeal, hepatoblastoma. Namun dari beberapa jenis tumor tersebut
neuroblastoma merupakan tumor yang paling umum pada kanak-kanak dan tumor
ganas yang paling umum pada pasien lebih muda dari umur 1 tahun.

3.10.1 Defenisi 20

Neuroblastoma adalah tumor neuroblastik dari sel neural crest primordial


yang terdapat disepanjang sistem saraf simpatis. Neuroblastoma adalah tumor
padat ganas ekstrakranial yang paling umum pada kanak-kanak dan tumor ganas
yang paling umum pada pasien lebih muda dari umur 1 tahun. Selain itu,
neuroblastoma mewakili 8% sampai 10% dari semua keganasan pediatrik dan
merupakan tumor padat ekstrakranial yang paling banyak pada usia lebih muda
dari 15 tahun dan bertanggung jawab untuk sekitar 15% dari semua kematian
kanker pediatrik. Namun, neuroblastoma adalah penyakit heterogen. Tumor dapat
regresi spontan atau matur, atau dapat sangat agresif, malignant fenotip.
Presentasi neuroblastoma tergantung dari lokasi anatomis di sistem saraf simpatis
dimana tumor primer berkembang dan status metastase. Neuroblastoma ini
merupakan tumor yang paling sering pada dekade awal kehidupan, sekitar 80%
pada anak-anak dibawah usia 4 tahun.

Presentasi yang paling umum adalah masa abdomen, dengan 35% kasus
yang timbul dari sel adregenik pada medula adrenal, 35% pada ganglia paraspinal,
20% pada mediastinum posterior dan 5% pada pelvis dan 5% dileher.

3.10.2 Embriologi 20

Pembentukan kelenjar adrenal berasal dari dua sel yang berbeda yaitu
korteks dan medula. Korteks adrenal dibentuk dari sel yang berasal dari lapisan
mesodermal, sedangkan medula adrenal berkembang dari sel neural crest.

46
Perjalanan sel neural crest ini, dimulai dari migrasi sel-sel neuroektodermal yang
berasal dari dalam neural tube, ke arah ventrolateral, sekitar minggu ke-3 gestasi.
Sel neural crest ini terbagi menjadi 2 kelompok besar sel saraf, yaitu berkembang
menjadi ganglia sensoris saraf-saraf kranial dan saraf spinal, serta bermigrasi ke
bagian lain didalam tubuh untuk membentuk melanosit dan ganglia simpatis.
Yang pertama kali terbentuk adalah korteks adrenal, biasanya pada minggu
keenam gestasi. Minggu ketujuh gestasi, sel neural crest dari ganglia simpatis
bermigrasi membentuk masa pada sisi medial korteks yang sedang berkembang.
Beberapa bulan berikutnya sampai kelahiran, korteks janin akan tumbuh dan
berdiferensiasi, sekaligus membungkus dirinya disekitar masa sel-sel neural crest.
Ketika sel-sel neural crest ini dikelilingi oleh korteks adrenal, mereka akan
berdiferensiasi ke dalam sel-sel sekretori dari medula adrenal. Pada usia sekitar 1
tahun, pembentukan kelenjar adrenal telah lengkap dan memiliki 3 lapisan korteks
adrenal yang mengelilingi sel-sel matur dari medula adrenal.

3.10.3 Patogenesis 20

Neuroblastoma timbul dari primordial sel pial neural yang bermigrasi


selama embriogenesis untuk membentuk medula adrenal dan ganglia simpatik.
Sebagai hasilnya neuroblastoma terjadi di medula adrenal atau dimana saja
sepanjang simpatik ganglia, terutama di retroperitoneum dan mediastinum
posterior. Nomenklatur luas neuroblastoma didasarkan pada spektrum diferensiasi
selular. Neuroblastoma merupakan tumor yang ganas dan buruk sedangkan
ganglioneuroma merupakan tumor yang jinak dan tidak berbahaya.
Ganglioneuroblastoma mewakili keduanya karena memiliki diferensiasi buruk
dari neuroblasts dan sel ganglion matur.

 Histologi 21

Neuroblastoma terdiri dari neuroblasts kecil matur, sel seragam padat, inti
dan sitoplasma yang sedikit hiperkromatik. Diferensiasi sel memiliki penampilan
sel ganglion lebih matur dengan baik didefinisikan dan nukleolus eosinofilik
sitoplasma.10 Banyaknya neutrofil juga merupakan ciri khas dari pembedaan

47
tumor. Klasifikasi Shimada telah banyak digunakan untuk mengkarakterisasi dan
memprediksi perilaku tumor dengan mempertimbangkan usia pasien bersama
dengan fitur histologis seperti tingkat Schwannian stroma, diferensiasi selular dan
indeks mitosis-karyorrhexis. Klasifikasi Shimad nonamplification 4S dan N-myc.
Faktor prognosis baik lainnya adalah diferensiasi dan indeks mitosis karyorrhexis
yang rendah (kurang dari 100 mitosis atau sel karyorrhectic per 5000 sel).7,8,10

 Penanda biologis Menggunakan teknologi analisis gen, sejumlah calon


penanda prognostik untuk neuroblastoma telah diidentifikasi termasuk BIRC
(terkait dengan apoptosis), CDKN2D (terkait dengan siklus sel) dan SMARCD3
(terkait dengan aktivasi transkripsi).11 Demikian pula ekspresi profil data yang
telah digunakan untuk menjelaskan mekanisme genetik dibalik aktivitas
telomerase dalam sel neuroblastoma. Secara khusus gen yang terlibat dengan
diferensiasi dan pertumbuhan yang erat kaitannya dengan aktivitas telomerase
yang rendah di neuroblastoma, sedangkan ekspresi yang berlebihan dari gen yang
terkait siklus sel dan transkripsi faktor yang terkait dengan aktivitas telomerase
yang tinggi.12Full-length telomerase reverse transcriptase mRNA ditemukan
menjadi faktor prognostik independen dalam neuroblastoma.13 Identifikasi
anomali kariotipe konstitusional dapat menyebabkan penemuan onkogen dan
tumor suppressor gen. Kelainan yang paling umum di neuroblastoma adalah
penambahan pada 17q. Perubahan genetik ini dikaitkan dengan hasil yang kurang
baik.14 Kehilangan heterozigositas di beberapa situs juga telah diidentifikasi
dalam neuroblastoma. Penghapusan lengan pendek kromosom 1 terjadi pada 30
sampai 50% dari tumor primer, biasanya 1p36 dan sangat berkorelasi dengan
amplifikasi N-myc dan prognosis yang buruk.14 Suatu kelompok studi kanker
pada anak baru-baru ini menunjukkan bahwa delesi di 1p adalah faktor prediksi
independen penurunan angka survival bebas tumor, meskipun bukan dari angka
survival.15 Hilangnya heterozigositas di 11q dan 14q juga telah dijelaskan. Delesi
di 11q diidentifikasi dalam hampir setengah dari semua sampel neuroblastoma.
Meskipun berbanding 8 terbalik dengan amplifikasi N-myc, delesi pada 11q
dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.14 Beberapa tahun terakhir kasus

48
baru neuroblastoma dengan kelainan kromosom lainnya telah dilaporkan,
termasuk mosaicism untuk monosomi 22, penghapusan interstitial 11q dan
Robertson translokasi.

3.10.4 Presentasi Klinis20

Gejala-gejala pada tumor ini bervariasi dan tergantung pada usia pasien
saat pertama kali terdiagnosis, lokasi tumor dan keterlibatan metastasis.
Kebanyakan neuroblastoma ditemukan pada anak-anak dibawah 1 tahun, dan
dapat juga terlihat pada USG saat kehamilan, sekitar minggu ke-33 gestasi, dan
merupakan kasus fetal neuroblastoma yang sangat jarang. 65% neuroblastoma di
kavum abdomen, berasal dari kelenjar adrenal, walaupun angka ini akan
meningkat sampai 90% untuk tumor-tumor yang terdiagnosa pada bulan pertama
kelahiran. Organ Zuckerkandl di pelvis deket bifurkasio aorta juga merupakan
lokasi kedua paling sering tumor ini berasal.

Jika tumor berasal dari kavum abdomen, gejala-gejala klinis yang


dirasakan pasien adalah nyeri abdomen, distensi abdomen, dan adanya
perubahan pola diet dan buang air besar. Pada pasien-pasien dengan distensi
yang berat, dapat menunjukkan adanya gejala distres respirasi yang merupakan
sekunder dari keterlibatan hepar yang masif, gangguan gerak otot-otot diafragma,
dan hilangnya volume kavitas abdomen.

Tumor-tumor yang berasal dari organ Zuckerkandl, dapat


menganggu peristaltik usus dan/ atau kandung kemih, sehingga
menyebabkan obstruksi saluran kemih atau saluran pencernaan. Tumor yang
berasal dari paraspinal, dapat menyebar sampai ke dalam foramen dan/ atau
pleksus saraf, sehingga dapat menimbulkan gejala parastesia dan sangat mungkin
paralisis. Jika durameter ikut terlibat, dapat menyebabkan kompresi spinal cord,
yang memerlukan pemberian steroid secara emergensi dan kemoterapi.
Penyebaran metastasis ke daerah periorbital dan retrobulbar mata, dapat
menimbulkan gambaran “racoon eyes” yang memberikan kesan adanya trauma
wajah pada anak penderita.

49
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan perut yang membesar sejak ±2 SMRS.
Setelah dilakukan anamnesis lebih lengkap, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis ileus obstruksi ec tumor
abdomen suspek neuroblastoma + suspek hemofilia
Diagnosa itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang
didapat pada anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik serta hasil lain yang mendukung dari pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah
pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak ± 1-2 bulan SMRS. ± 1
minggu yang lalu BAB tidak lancar, mual (+), ± 1 hari SMRS os muntah 1x,
gusi berdarah (+), flatus (+), gejala lain ditemukan terdapat bercak kemerahan
± 1 bulan ini pada rongga mulut, dan terdapat lebam pada tangan dan kaki.
muntah darah (-). demam (-), batuk(-), riwayat perut di urut disangkal, riwayat
perut terbentur disangkal, BAK kemerahan disangkal.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada mata terdapat conjungtiva
anemis (+/+), pada mulut terdapat bercak kemerahan pada rongga mulut dan
gusi berdarah, regio abdomen terlihat Inspeksi cembung dan distensi, pada
auskultasi terdapat bising usus meningkat, Palpasi perut teraba keras (+)
seluruh abdomen, nyeri tekan seluruh lapangan abdomen (+), hepar dan lien
sulit dinilai, masa tidak teraba dan Perkusi terdapat suara timpani di regio
kuadran kanan atas (+), redup pada kuadran abdomen lainnya.

50
Pemeriksaan Penunjang
Terjadi peningkatan dari WBC yaitu 12.81, dan terjadi penurunan dari
RBC yaitu 1,58 HGB 4,1 HCT 12,5 PLT 16 dan MCV 78,9. pada pemeriksaan
rontgen abdomen terlihat kesan sub ileus obstruktif dan acites intra abdomen.
Pada pemeriksaan CT-scan abdomen tanpa kontras didapatkan terdapat masa
padat besar yang memenuhi hemiabdomen kiri, melewati midline hingga ke
hemiabdomen kanan dan mencapai regio abdomen bawah, suspek maligna,
DD/neuroblastoma dan Asites minimal di perivesika

Diagnosa
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang diatas didapatkan beberapa kemungkinan diferential diagnosis
yaitu : ileus obstruktif, ileus paralitik, hemofilia dan neuroblastoma.
Diagnosa pada pasien ini adalah ileus obstruksi ec tumor abdomen suspek
neuroblastoma.

Analisis kasus
Pada pasien diatas didapatkan pasien datang dengan keluhan utama perut
membesar sejak ±2 bulan SMRS. Keluhan disertai dengan nyeri perut, BAB tidak
lancar, perdarahan gusi, terdapat lebam-lebam ditubuh kadang-kadang, pasien
masih bisa kentut dan muntah 1x sehari SMRS.

Dari data anamnesis diatas, keluhan perut membesar pada anak usia <2 tahun
secara epidemiologi sering ditemui pada kasus neuroblastoma. Selain itu keluhan
lain yang dirasakan yaitu BAB tidak lancar, nyeri perut dan muntah pada anak < 2
tahun juga sering ditemui akibat ileus baik obstruksi maupun paralitik. Keluhan
lainnya yaitu perdarahan gusi dan kadang-kadang terdapat lebam di tubuh pada
anak <2 tahun dicurigai adanya gangguan pembekuan darah, penyebab tersering
akibat hemofilia.

51
Berdasarkan anamnesis diatas didapatkan empat differential diagnosa yang
mungkin menjadi penyebab sakit pada pasien ini. Yaitu neuroblastoma, ileus
obstruksi, ileus paralitik dan hemofilia. Untuk dapat menyingkirkan diagnosa
banding diatas dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.

Data yang didapatkan dari pemeriksaan fisik yang memperkuat diagnosis


diantaranya:
Conjungtiva anemis, bibir pucat, perdarahan gusi, dan tampak bercak
kemerahan dirongga mulut sesuai dengan kondisi hemofilia. Dimana pada
hemofilia terjadi gangguan faktor pembekuan darah kongenital yang
mengakibatkan manifestasi perdarahan.
Selain itu, pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut cembung,
distensi, bising usus meningkat, perut teraba keras, nyeri tekan pada abdomen dan
terdapat suara timpani pada regio kanan atas dan redup pada regio lainnya. Hal ini
juga dapat ditemukan pada kasus ileus obstruksi maupun ileus paralitik. Namun
tanda khas lainnya pada kasus ileus seperti darm kontur, darm staifung dan
metalic sound tidak ditemukan pada pasien ini. Perut cembung, distensi, perut
teraba keras dan nyeri tekan abdomen juga dapat ditemukan pada kasus
neuroblastoma.
Untuk menyingkirkan berbagai kemungkinan diagnosis dilakukan
pemeriksaan penunjang. Diantaranya rontgen dan USG abdomen, dengan hasil
sebagai berikut :
Interpretasi rontgen
- Distribusi udara dalam usus tak sampai ke distal
- Tak tampak air fluid level maupun udara bebas
- Tampak distensi dan penebalan dinding usus

52
Interpretasi USG abdomen
- Terdapat masa padat besar yang memenuhi hemiabdomen kiri, melewati
midline hingga ke hemiabdomen kanan dan mencapai regio abdomen
bawah, suspek maligna, DD/neuroblastoma
- Asites minimal di perivesika

Dari hasil pemeriksaan penunjang diatas beberapa differential diagnosis


dapat disingkirkan dengan alasan pada interpretasi rontgen abdomen tidak tampak
air fluid level maupun udara bebas yang merupakan gambaran dari ileus obstruksi
dan tidak tampak distensi dan penebalan dinding usus yang merupakan gambaran
dari ileus paralitik. Dan hasil interpretasi USG abdomen didapatkan masa padat
besar yang memenuhi hemiabdomen kiri, melewati midline hingga ke
hemiabdomen kanan dan mencapai regio abdomen bawah, dan asites minimal di
perivesika dengan kecurigaan terdapat maligna et causa neuroblastoma.
Diagnosa hemofilia tidak dapat disingkirkan pada pasien ini karna tidak
dilakukan pemeriksaan PT/PTT (prothrombin time-activated parsial
tromboplastin time).
Dapat ditarik kesimpulan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang pada pasien ini lebih banyak mendukung penegakkan
diagnosis neuroblastoma.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :


EGC,2003.
2. Anonymous. Ileus. [Online].2007 September 13 [cited 2018 June 20].
Available from URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html
3. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA,
Wilson LM,editor. Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit.
Alih bahasa: dr.Peter Anugerah. Jakarta: EGC;1995. Hal.389 – 412.
4. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. Acute mechanical bowel obstruction:clinical
presentation, etiology, management and outcome. World Journal of
gastroenterology. 2007 January 21;13(3):432-437. [cited 2011 March 20].
Available from:URL:http://www.wjgnet.com
5. Faradilla, N. Ileus Obstruksi. (diunduh 20 Juni 2018). Diunduh dari URL:
http://www.scribd.com/doc/37250440-Belibis-A17-Ileus-Obstruksi
6. Snell, R. S. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.
7. Siregar H, Yusuf I, Sinrang AW, Gani AA. Fisiologi Gastro-intestinal.
Ed.1. Ujung Pandang: Fak. Kedokteran Unhas;1995.
8. Malueka, R.D (editor). Radiologi Diagnostik. Yogjakarta: Pustaka
Cendekia Press Yogjakarta, 2008. Hal 28-32.
9. Subarkah, A. Ileus. (diunduh 20 Juni 2018). Diunduh dari URL:
http://http://www.scribd.com/doc/46943944-Ileus.
10. Anonim. Ileus Obstruksi. (diunduh 20 Juni 2018). Diunduh dari URL:
http://http://www.scribd.com/doc/45192026-ileus-obstruksi
11. Ansari P. Intestinal obstruction. [Online]. 2007 September [cited 2018
June 20];[4 screens]. Available from:
URL:http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html.
12. Mukherjee S. Ileus. [Online]. 2008 January 29 [cited 2018 June 20];[7
screens]. Available from:
URL:http://www.emedicine.com/med/topic1154.htm.

54
13. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran
No.29 [Online]. 1983 [cited 2018 June 20];[3 screens]. Available from:
URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.
14. Rotty LWA. Hemofilia A dan B. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, and Setiati S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
2 Edisi V. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, 1307-1312.
15. Kavakli K, Nisli G, Aydinok Y,Cetingul N, Yilmaz D, Kavakli T.
Acquired hemophilia in pediatric population. Turk J Haematol. 2002:19
(2): 199-202.
16. Widjajanto PH. Mengenal hemofilia: kumpulan pertanyaan sehari-hari
tentang hemophilia cetakan kedua. Yogyakarta: Penerbit Sumber Aksara;
2011.
17. Franchini M dan Mannucci PM. Acquired haemophilia a: a 2013 update.
Thromb Haemost. 2013; 110: 1114–1120.
18. Smith J, Smith OP. Hemophilia A and B. Dalam: Arceci RJ, Hann IM,
Smith OP, penyunting. Pediatric Hematology. Edisi ke-3. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2006. h.585-97
19. Gatot D, Moeslichan S. Gangguan pembekuan darah yang diturunkan
Hemofilia. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E,
Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Cetakan
ke-3. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h.174-7
20. Gaol Leecarlo M, Marpaung H, Sitorus P, Ilmu bedah anak: kasus harian
UGD, bangsal dan kamar operasi. Cetakan pertama. Jakarta: EGC;2016
21. Luh w, Neuroblastoma di unduh 20 June 2018
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/10ef55672bc038626
bf8f4a379ae1ce3.pdf

55
56

Anda mungkin juga menyukai