Oleh:
20174011065
Pembimbing:
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Nama: Rijal Dwika Saputro
No. Mahasiswa: 20174011065
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Kamis, 19 Oktober 2017
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 60 tahun
No. RM : 13-14-246215
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Seorang wanita berusia 6o tahun datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan
muntah darah satu kali sesaat sebelum masuk RS. Beliau mengaku bahwa yang
dimuntahkan adalah makanan yang sebelumnya dimakan dan bercampur dengan darah
yang berwarna hitam seperti petis. Dada terasa panas, dan bagian ulu hati terasa perih.
Beliau merasa lemas dan pusing seperti berputar juga. Selain itu, pasien merasa mual
dan pada saat setelah sampai di bangsal, beliau muntah darah kembali dengan warna
kehitaman. Pasien juga mengaku BAB berdarah dan berwarna hitam seperti petis.
Pasien mengaku bahwa sebelum muntah darah, pasien terlambat makan. Pasien juga
mengaku memiliki riwayat penyakit DM dan pegal-pegal. Pasien juga menyatakan
bahwa beliau control rutin dan meminum obat gula dan obat untuk meredakan pegal-
pegal sejak sekitar 4 bulan terakhir ini.. Setelah dicek gula darahnya ternyata hasilnya
118 mg/dl. Pada bulan maret tahun 2017, pasien mengaku pernah diopname dengan
diagnosis penyakit liver dan penyakit lambung.
Pasien tinggal Bersama anak, menantu, dan cucunya. Pasien sekarang hanya
bekerja sebagai ibu rumah tangga, hanya melakukan pekerjaan rumah yang ringan dan
mengasuh cucunya. kondisi sosial ekonomi cukup.
E. Anamnesis Sistem
Kepala leher : pusing berputar
THT : tidak ada keluhan
Respirasi : tidak ada keluhan
Gastrointestinal : mual, muntah darah berwarna hitam, dan nyeri di
perut bagian atas
Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Perkemihan : tidak ada keluhan
BAB : BAB berwarna hitam seperti petis
Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan
Kulit dan Ekstremitas : tidak ada keluhan.
Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,2 ºC
Mata
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri),
reguler, ronchi -/- (negatif di lapang paru kanan dan kiri), wheezing-/-
(tidak terdengar dikedua lapang paru).
BJ I, BJ II regular, punctum maksimum pada linea midclavicula kiri SIC
5, murmur (-), gallop (-), splitting (-)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut tampak distensi minimal, pinggang tampak simetris dari
anterior dan posterior
Venektasi (-), caput medusae (-)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Palpasi
Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-)
Ditemukan nyeri tekan epigastrikum, hipokondriaka dextra dan
hipogastrikum
Hepar dan lien tidak teraba
Test undulasi (+)
Perkusi
Pekak pada semua lapang perut diduga cairan
Pekak pada area traube, diduga terdapat pembesaran lien
Shifting dullness (+)
Ekstermitas
Inspeksi
Tidak Tampak kelainan pada extremitas
Palpasi
nyeri tekan (-)
akral hangat
pitting edema - -
- -
KIMIA
Glukosa Darah Sewaktu 95 <140 mg/dL
Ureum 62 10-50 mg/dL
Creatinin 1.0 0.6-1.1 1 mg/dL
SGOT 26 <31 U/L
SGPT 23 <32 U/L
IMUNO/SEROLOGI
HBs Ag (Rapid) Positive Negative
Anti HCV Total Negative Negative
Hasil :
Esophagus: Mukosa utuh, erosi -, ulkus-, varises esophagus Lm, F2, CB+, RCs –
Fundus dan corpus: mucosa hiperemis+, edema +, erosi +, snake skin appearance +
farises fundus –
Duodenum: bulbus dan part II utuh dilakukan biopsy dari antrum (PA)
VII. PENATALAKSANAAN
IGD
- Inf. RL 15 tpm + Neurobion drip
- Inj. Ondansetron 4mg/2ml
- Inj. Omeprazole 40 mg
- Inj. As. Tranexamat 500mg
- Curcuma 3x1 PO
- Lesipam 2x1 PO
- Spironolacton 1 x 25 mg PO
BANGSAL
- Inf. Asering 20 tpm
- Transfuse PRC 2 kolf (tanpa premedikasi)
- Inj. Propranolol 3x20mg
- Inj Ondancetron 1 amp/8jam
- Inj. Vit K 3x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. As. Tranexamat 3x500mg
- Inj. Spironolactone 100 mg
- Grapalac 3xC 1
- Esofagogastroduodenoskopi dengan ligasi varises esophagus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hematemesis Melena
a. Definisi
Saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan tempat yang sering mengalami
perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber
perdarahannya berasal dari esofagus,gaster dan duodenum.
Penampilan klinis pasien dapat berupa
Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam sepertibubuk kopi
Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal
Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai
pada pasien-pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang
pendek Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas
hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti
penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb1,2.
b. Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000
penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi
tidak diketahui. Dari catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit
dalam RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998,pasien yang dirawat
karena perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
bagian penyakit dalam1.
c. Pendekatan diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam
melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang
sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama1.
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,
riwayat dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu –
jamuan,obat untuk penyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat
penyakit ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya.
Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung
kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss. Dalam pemeriksaan fisik yang
pertama harus dilakukan adalah penilaian ABC, pasien-pasien dengan
hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal
ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami
penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi)
perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan.
Perdarahan < 8% hemodinamik stabil
Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
Perdarahan 15-25% renjatan (shock)
Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran
Perdarahan >40% moribund
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati
kronis( kterus,spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema
tungkai),masa abdomen,nyeri abdomen,rangsangan peritoneum, penyakit paru,
penyakit jantung,penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan
adalah colok dubur.Warna feses ini mempunyai nilai prognostic2.
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube
(NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,aspirat
berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan
arteri.Seperti halnya warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi
mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan
tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT1.
Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang Antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal
ginjal ,gula darah ,elektrolit , golongan darah,RÖ dada dan elektrokardiografi1,2.
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold
standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk
terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera ( bukan prosedur emergensi),
dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan
hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan
dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-
pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat ditentukan
lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya2.
Lokasi dan sumber perdarahan
Esofagus : Varises,erosi,ulkus,tumor
Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy, varises,
gastropati kongestif
Duodenum : Ulkus, erosi, tumor, diverticulitis
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur
varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non
variceal bleeding). Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking.
Yaitu dengan menentukan besarnya varises(F1-F2-F3), jumlah kolom(sesuai jam),
lokasi di esofagus(Lm,Li,Lg) dan warna ( biru,cherry red,hematocystic)1.
Klasifikasi varises esophagus
Tingkat 1 : Varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus oleh udara
Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3
Tingkat 4 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus.
Klasifikasi histologik
- Sirosis bilier (periporta) PBC, EHBA,
SBC, PSC
- Sirosis paska nekrotik VH, AIH
- Sirosis kardiak VO, BC
- Sirosis porta ALD, MLD
Kelainan Nutrisi
Total parental alimentation
Mal nutrisi
Idiopatik
d. Patogenesis
Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati
dapat menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling
berhubungan, yaitu reaksi sistem imun, peningkatan sintesis matrik dan
abnormalitas perkembangan sel hati yang tersisa. Perlukaan terhadap sel
hati dapat menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti terjadinya
jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut
selanjutnya akan menyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan
hipertensi porta3.
Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi,
bahan racun (toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia5.
b. Stadium dekompensata.
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata
melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan
saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada
pasien sirosis dapat terjadi akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu
atau akibat mal-nutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena
gall-stones, refluk gastroesophageal atau karena pembesaran hati.
Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi karena pecahnya varises
esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta7.
Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan
gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas
karena menurunnya daya perfusi pulmonal, terjadinya kolateral
portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta terdapatnya asites
dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan perobahan
perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-
30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena
hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik7.
Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-
kadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama
pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering
juga didapatkan spider angiomata5.
i. Prognosis
Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang
menyebabkannya, perubahan histopatologis yang ada serta komplikasi
yang terjadi. Pasien sirosis memang merupakan salah satu indikasi untuk
dilakukan transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak dapat
disembuhkan3.
Salah satu pegangan untuk memper-kirakan prognosis penderita
dapat menggunakan kriteria Child yang dihubung-kan dengan
kemungkinan meng- hadapi operasi. Untuk Child A, mortalitas antara
10%-15%, Child B kira-kira 30% dan Child C lebih dari 60%4.
Klasifikasi
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg3.
Patogenesis
Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis,
sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder
dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktif- kan sel stelata
dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor
(norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh
vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra
hepatik disebabkan juga oleh ke tidak seimbangan antara vasokontriktor dan
vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan
vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik5.
Secara umum gejala klinis hipertensi portal dapat di lihat pada tabel.
hepatomegali
Hematemesis hipersplenisme
Melena asites
Ensepalopati hepatis
Diagnosis
Hipertensi portal harus difikirkan bila pada anak terjadi perdarahan saluran
cerna, terutama jika di dukung data splenomegali. Pemeriksaan fisik harus diarahkan
untuk melihat tanda-tanda penyakit kronis yaitu gagal tumbuh, kelemahan otot,
telengktasi dan caput meduse, ikterik, asites atau ensepalopati. Laboratorium termasuk
darah lengkap, trombosit, faal hepar, PT-APTT, albumin dan amonia. Pada kasus
dewasa radiologi secara akurat bisa menunjang diagnosis hipertensi portal, namun pada
anak sedikit penelitian tentang pemeriksaan radiologi. Ultra sografi bisa menentukan
bila terdapat hipertensi porta. CT scan memberi informasi yang sama dengan USG.
Endos-kopi adalah pemeriksaan yang paling dapat di percaya untuk mendeteksi varises
esofagus4.
Penatalaksanaan
Saat ini obat yang lebih banyak dipakai adalah analog somatostatin octreotide
karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Dengan ditemukannya analog
somatostatin yang umumnya ber-hasil menghentikan perdarahan akut maka jarang
diperlukan endoskopi emergensi. Pemberiannya adalah memberikan bolus 25 ug
dilanjutkan selama 48 jam dengan dosis 15-20 ug/jam. Somatostatin dan analognya
(octriotide) sama efektifnya dengan vaso-pressin tetapi dengan efek samping yang
lebih sedikit4.
Terapi utama dari kasus ini ialah mencegah perdarahan terjadi kembali yaitu dari
perdarahan karena varises esophagus. Varises esophagus sangat mudah pecah dan bisa
mengakibatkan anemia yang berkepanjangan atau sampai anemia berat. Oleh karena itu perlu
penatalaksanaan pengikatan varises esophagus menggunakan ligase dengan dibantu oleh
endoskopi. Dengah hal tersebut maka, insidensi pecahnya pembuluh darah esophagus bisa
diminimalisasi.
Prognosis pada pasien ini sesua dengan kriteria child pugh ialah sebagai berikut.
No Poin 2 Poin 3
1. Asites Dapat Dapat Tidak
dikontrol dikontrol
2. Nutrisi Sedang sedang Jelek
3. Encephalopathy Tidak ada Mild- Severe
hepatikum moderate
4. Bilirubin Tidak di 2-3 >3
(mg%) cek
5. Albumin (g%) 2,8 2,8-3,5 <2,8
Total nilainya ialah 2 + 2 +1 + 0 + 2 = 7, hal tersebut menandakan bahwa
prognosisnya ialah moderate.
BAB IV
KESIMPULAN
Ny. S didiagnosis hematemesis melena et causa variceal esophagus bleeding
dengan sirosis hepatis. Penatalaksanaan yang digunakan pada pasien ini ialah
mencegah bleeding menggunakan ligase varises esophagus dengan mengikat vena-
vena yang terdapat di esophagus. Terapi yang lain ialah berfungsi untuk menurunkan
tekanan vena porta dan mencegah berbagai komplikasi dari sirosis hepatis seperti
asites. Terapi simtomatis juga diperlukan guna memberikan rasa nyaman pada pasien.