Anda di halaman 1dari 5

Taman siswa berdiri pada 3 juli 1992 pendirinya adalah Raden Mas Soewardi

Soeryaningrat atau yang biasa di kenal dengan ki Hajar dewantara.Awal pendirian


Taman siswa diawali dengan ketidak puasan dengan pola pendidikan yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial yang memberikan fasilitas pendidikan yang
baik kepada Negara jajahannya. Seperti yang dikatakan oleh ahli sosiol amerika
“pengajaran merupakan dinamit bagi system kasta yang di pertahankan dengan
keras di dalam daerah jajahan” .
Oleh sebab itu didirikan lah taman siswa ,berdirinya taman siswa
merupakan salah stu tantangan terhadap politik pengajaran kolonial dengan
mendirikan pranata tandingan . Taman siswa adalah badan perjuangan kebudayaan
dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas
untuk mencapai cita-citanya. Bagi taman siswa , pendidikan bukan lah tujuan tetapi
media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia
yang merdeka lahir dan batin nya
Dengan proses berdirinya taman siswa ki Hajar dewantara telah
mengesampingkan pendapat revolusionir pada masa itu , tetapi dengan seperti itu
secara langsung usaha ki Hajar merupakan lawan dari politik pengajaran kolonial.
Lain dari pada itu kebangkitan bangsa-bangsa yang di jajah dan perlawanan
terhadap kekuasaan kolonial umumnya disebut dengan istilah nasionalisme atau
paham kebangsaan menuju kemerdekaan . Taman Siswa mencita-citakan
terciptanya pendidikan nasional , yaitu pendidikan yang beralas kebusayan sediri .
dalam pelaksanaan nya pendidikan Taman siswa akan mengikuti Garis
keudayaan nasional dan berusaha mendidik angkatan muda di dalam jiwa
kebangsaan . pendidikan taman siswa berdasar system Among,yaitu suatu system
pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan
kemerdekaan. Dalam system ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak
24 jam setiap harinya untuk memberiakan pelayanan kepada anak didik sebagai
mana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anak nya.
System among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut system tutwuri
handayani. Dalam system ini orientasai pendidikan adalah pada anak didik , yang
dalam terminology adalah Student Centered di dalam system ini pelaksanaan
pendidikan lebih di dasarkan pada minat dan potensi apa yang di miliki oleh anak ,
bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki pendidik. Apabila minat
anak didik ternyata akan keluar “rel” atau pengembangan potensi anak didik yang
di jalan salah maka pendidik berhak meluruskannya.
Untuk mencapai tujuan pendidikannya Taman siswa menyelenggarakan
kerja sama yang selaras antar tiga pusat pendidik yaitu lingkungan
keluarga,lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat pusat pendidikan yang
satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi
kekurangan yang yang ada. Penerapan system seperti ini yang dinamakan system
trisentra pendidikan atau tripusat pendidikan.
Pendidikan Taman siswa berciri khas pancadarma, yaitu kodrat Alam
(memperhatikan sunatullah ) , kebudayaan (menerapkan teori trikon), kemerdekaan
(memperhatikan potensi dan minat masing-masing individu dan kelompok),
kebangsaan (berorientasi kepada keutuhan bangsa dan suku ), dan kemanusiaan
(menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

C.REAKSI PEMERINTAH KOLONIAL TERHADAP TAMANSISWA

Taman Siswa bisa dianggap sebagai tempat pemupukan kader masyarakat


Indonesia dimasa mendatang dan yang sudah pasti akan berusaha pula untuk
menumbangkan kekuasaan kolonial. Oleh karena itu pemerintah kolonial berusaha
untuk menghalang-halangi perkembangan Taman Siswa khususnya, dan sekolah-
sekolah partikelir umumnya. Sejak itu, Taman Siswa menghadapi perjuangan
asasi, melawan politik pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1931 timbul
pendapat dikalangan orang Belanda yang memperingatkan pemerintah, bahwa
apabila tidak diadakan peninjauan kembali, Taman Siswa akan menguasai keadaan
dalam tempo sepuluh tahun.

Pemerintah konservatif Gubernur Jenderal de jonge menyambut kegelisahan orang


Belanda dengan mengeluarkan “ordonansi pengawasan” yang dimuat dalam
Staatsblad no. 494 tanggal 17 September 1932. Isi dan tujuan dari ordonansi itu
ialah memberi kuasa kepada alat-alat pemerintah untuk mengurus wujud dan isi
sekolah-sekolah partikelir yang tidak dibiayai oleh negeri. Sekolah partikelir harus
meminta izin lebih dahulu sebelum dibuka dan guru-gurunya harus mempunyai
izin mengajar. Rencana pengajaran harus pula sesuai dengan sekolah-sekolah
negeri, demikian juga peraturan-peraturannya. Ordonansi itu menimbulkan
perlawanan umum dikalangan masyarakat Indonesia dan dimulai oleh prakarsa Ki
Hajar Dewantara yang mengirimkan protes lewat telegram kepada Gubernur
Jenderal di Bogor pada tanggal 1 Oktober 1932.

Pada tanggal 3 Oktober 1932 Ki Hajar Dewantara mengirimkan maklumat kepada


segenap pimpinan pergerakan rakyat, dan menjelaskan lebih lanjut sikap yang
diambil Taman Siswa. Aksi melawan ordonansi ini disokong sepenuhnya oleh 27
organisasi, antara lain Istri sedar, PSII, Dewan Guru Perguruan Kebangsaan di
Jakarta, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Persatuan Mahasiswa, PPPI, Partindo,
Muhammadiyah, dan lain-lainnya. Golongan peranakan Arab dan Tionghoa juga
menyokong aksi ini. Pers nasional tidak kurang menghantam ordonansi itu melalui
tajuk rencananya. Mohammad Hatta sebagai pemimpin Pendidikan Nasional
Indonesia, menganjurkan supaya mengorganisasi aksi yang kuat. Pada bulan
Desember 1932, Wiranatakusumah, anggota Volksraad mengajukan pertanyaan
pada pemerintah dan disusul pada bulan Januari 1933 dengan sebuah usul inisiatif.

Usul inisiatif yang disokong oleh kawan-kawannya di Volksraad, berisi: menarik


kembali ordonansi yang lama serta mengangkat komisi untuk merencanakan
perubahan yang tetap. Budi Utomo dan Paguyuban Pasundan mengancam akan
menarik wakil-wakilnya dari dewan-dewan, apabila ordonansi ini tidak dicabut
pada tanggal 31 Maret 1933. Juga dikalangan para ulama aksi melawan ordonansi
sekolah liar ini mendapat sambutan, terbukti dengan adanya rapat-rapat
Persyarikatan Ulama di Majalengka dan Ulama-ulama Besar di Minangkabau.
Pemerintah terkejut akan tekad perlawanan akan masyarakat Indonesia dan setelah
mengeluarkan beberapa penjelasan dan mengadakan pertemuan dengan Ki Hajar
Dewantara, akhirnya dengan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 13 Februari
1933 ordonansi Sekolah liar diganti dengan ordonansi baru.

Gambar: Kongres Taman Siswa Tahun 1930 di Yogyakarta

Perlawan Taman Siswa terhadap ordonansi sekolah liar merupakan masa gemilang
bagi sejarahnya, yang juga berarti mempertahankan hak menentukan diri sendiri
bagi bangsa Indonesia. Sesudah itu Taman Siswa akan mengadakan lagi
perlawanan terhadap peraturan pemerintah kolonial yang dapat dianggap
merugikan rakyat. Pada tahun 1935 Taman Siswa mempunyai 175 cabang yang
tersebar di sekolahnnya ada 200 buah, dari mulai sekolah rendah hingga sekolah
menengah.
D.SIKAP TAMAN SISWA PADA REVOLUSI DAN INDONESIA
MERDEKA

Pada saat setelah Indonesia merdeka Taman Siswa mengadakan Rapat Besar
(Konferensi) yang ke-9 di Yogyakarta. Tapi pada masa kemerdekaan ini tidak
semua guru Taman Siswa menyadari akan datang juga masa baru untuk Perguruan
nasional mereka. Dalam Rapat besar itu terdapat tiga pendapat dikalangan Taman
Siswa dalam menghadapi kemerdekaan.
Pertama, pendapat bahwa tugas Taman Siswa telah selesai dengan tercapainya
Indonesia merdeka. Karena menurut pendukung pendapat ini, peran taman siswa
sebagai penggugah keinsafan nasional sudah habis, dan faktor melawan
pemerintah jajahan tidak ada lagi.

Kedua, Taman Siswa masih perlu ada, sebelum pemerintah Republik dapat
mengadakan sekolah-sekolah yang mencukupi keperluan rakyat. Lagi pula isi
sekolah-sekolah negeri pun belum dapat diubah sekaligus sebagai warisan sistem
pengajaran yang lampau.

Ketiga, sekolah-sekolah partikelir yang memang mempunyai dasar sendiri tetap


diperlukan, walaupun nantinya jumlah sekolah sudah cukup dan isinya juga sudah
nasional.

Perbedaan pendapat dikalang Taman Siswa membawa dampak yang tidak bisa
dielakan, para pendukung pendapat pertama banyak yang meninggalkan Taman
Siswa. Taman Siswa banyak ditinggalkan oleh pendukung akatif yang tahan uji.
Namun hal ini tidak mengherankan karena sebenarnya orang-orang Taman Siswa
hanya berpindah tempat mengisi kemerdekaan. Misal saja bapak Taman Siswa
sendiri, Ki Hajar Dewantara, pada awal kemerdekaan menjadi Mentri Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama didalam pemerintahan. Bagi Taman
Siswa sendiri yang terpenting ialah pembentukan panitia yang berkewajiban
meninjau kembalinya peraturan Taman Siswa dengan segala isinya. Panitia ini
diketuai oleh S. Manggoensarkoro dan kesimpiulan panitia ini diterima dalam
Rapat Besar Umum (Kongres) V di Yogyakarta pada bulan Desember 1947.

Pada masa itu, Belanda sudah memulai aksi militernya yang pertama pada 21 Juli
1947, sehingga Rapat Besar Umum, membahas tentang kedudukan cabang-cabang
di daerah pendudukan. Di daerah pendudukan Belanda muncul sebutan “sekolah
liar” tapi tidak hanya sekolah partikelir saja tapi sekolah republik pun dinyatakan
“sekolah liar” ketika sekolah di Jakarta ditutup, maka gedung Taman Siswa di
jalan Garuda 25 dibanjiri oleh murid-murid. Semangat yang luar biasa ditunjukan
oleh sekolah Taman Siswa yang berada di daerah pendudukan, mereka berusaha
mempertahankan sekolah mereka meski Majelis Luhur di Yogyakarta tidak
menyetujui diteruskanya sekolah di daerah pendudukan. Tapi akhirnya majelis
Luhur mengizinkan untuk membuka terus cabang-cabang Taman Siswa di daerah
pendudukan.

E.TAMAN SISWA SETELAH KEMERDEKAAN


Salah satu masalah yang dihadapi Taman Siswa setelah kemerdekaan ialah
meninjau kembali hubungan dengan pemerintah kita sendiri, terutama dalam hal
penerimaan subsidi. Di kalang perguruan tinggi, banyak perbedaan dalam
menghadapi masalah ini, yaitu mereka yang dapat menerima subsidi itu dan
digunakan untuk pengelolaan sekolah tapi tetap melihat berapa besar pengaruhnya
agar tidak menggangu prinsip “merdeka mengurus diri sendiri” dan mereka yang
beranggapan agar melepas sikap oposisi seperti pada masa kolonial karena
dianggap tidak cocok saat Indonesia merdea. Pada tahun 1946, sempat ada
keterbukaan untuk menghadapi masa kemerdekaan untuk merumuskan kembali sas
dan dasar , namun dalam pelaksanaanya mengenai subsidi ini masih banyak yang
ingin memelihara keadaan seperti yang lalu.

Di kalangan para pemimpin sedikitnya tedapat dua aliran. Yang pertama aliran
yang memnginginkan Taman Siswa terlepas dari sistem pendidikan pemerintah,
merupakan lembaga pendidikan yang independen, hidup dalam cita-citanya sendiri
dan terus berusaha agar sebagian masyarakat menerima konsep pendidikan
nasional. Caranya ialah dengan tetap mempertahankan sistem pondok yang relatif
terasing dari masyarakat sekitarnya. Aliran pemikiran yang kedua ialah mereka
yang berpendapat bahwa perkembangan masyarakat Indonesia baru sangat berbeda
dengan keadaan zaman kolonial, oleh karena perubahan perlu dihadapi dengan
pemikiran baru. Taman Siswa dapat menyumbangkan pengalaman dan keahlian
untuk Menteri Pendidikan dalam usahanya mengembangkan kebijaksanaan politik
pendidikan nasional.

Anda mungkin juga menyukai