DAN KRONIS)
2. PENYEBAB DIARE
Penyebab diare yang utama adalah infeksi parasit, virus maupun bakteri. Penyebab lain
diare antara lain : efek samping obat-obatan tertentu, pemberian makan per selang, gangguan
metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorpsi, paralitik ileus dan obstruksi usus.
Ditinjau dari sudut patofisiologinya, diare dibadakan menjadi diare sekresi dan diare osmotik.
Diare sekresi disebabkan oleh :
a. Infeksi (virus,bakteri dan parasit).
b. Hiperperistaltik usus (akibat bahan-bahan kimia, makanan, gangguan psikis, gangguan
saraf, hawa dingin alergi dan sebagainya).
c. Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan
berlipatgandanya bakteri/flora usus dan jamur terutama candida.
Diare osmotik disebabkan oleh :
a. Malabsorpsi makanan (karbohidrat,lemak,protein,vitamin dan mineral).
b. Kekurangan kalori protein (KKP).
3. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral melalui makanan atau minuman yang tercemar.
Di negara berkembang tingginya prevalensi penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber
air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan
tubuh.
Dalam penelitian di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur 1993 – 1994) terhadap
123 pasien diare dewasa yang di rawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi dengan
E. coli (38,29%), V cholerae (18,29%), Aeromonas sp (14,29%) sebagai tiga penyebab
terbanyak.
4. PATOFISIOLOGI
Diare sekresi merupakan diare dengan volume banyak yang disebabkan oleh peningkatan
produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalam lumen usus. Diare
osmotik terjadi bila air terdorong ke dalam lumen usus oleh tekanan osmotik dari partikel
yang tidak dapat diabsorpsi, sehingga reabsorpsi air menjadi lambat.
Sebagai akibat dari diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
a.Kehilangan air (dehidrasi). Dehidrasi terjadi akibat pengeluaran air lebih banyak dari
pemasukan air, merupakan penyebab kematian pada diare.
b.Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), terjadi karena kehilangan natrium
bikarbonat bersama tinja, penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan, produk
metabolism yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan ginjal
(oligouria/anuria), pemindahan ion natrium dari ekstrasel kedalam intrasel. Secara klinis
asidosis dapat dilihat dari pernapasan Kussmaul.
c.Gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare dengan atau tanpa muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat dan dapat mengakibatkan perdarahan otak,
kesadaran menurun dan bila tidak ditangani segera akan terjadi kematian.
Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah keperawatan dapat
dilihat pada lampiran.
WOC
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Frekuensi defekasi meningkat dengan konsistensi cair.
b. Pasien mengeluh nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, distensi, gemuruh usus
(borborigimus), dan demam.
c. Kekurangan cairan dapat menyebabkan rasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor
kulit menurun, serta suara menjadi serak.
d. Pernapasan Kussmaul sebagai tanda asidosis metabolic.
e. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus)
dapat terjadi setiap defekasi.
f. Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (>120 kali per menit), tekanan
darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis.
g. Kekurangan kalium dapat menyebabkan aritmia jantung.
h. Perfusi ginjal yang menurun dapat terjadi anuria.
Gejala klinis pasien tergantung pada derajat dehidrasi yang dialami :
Derajat Dehidrasi
Gejala Klinis Ringan Sedang Berat
Keadaan Umum
Kesadaran Baik ( CM ) Gelisah Apatis – koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi Normal (80x/mnt) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kuszmaull
Kulit
Mata Agak cekung Cekung Cekung sekali
Turgor & Tonus Biasa Agak kurang Kurang sekali
Diuresis Normal Oligouria Anuria
Selaput lendir Normal Agak kering Kering/Asidosis
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang
tepat sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan. Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
1) Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis.
Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.
Tes resistensi untuk mencari berbagai kuman penyebab.
pH dan kadar gula jika dicurigai ada intoleransi glukosa.
2) Pemeriksaan darah.
Darah lengkap.
pH, cadangan alkali, dan elektrolit untuk menentukan ganguan keseimbangan asam basa.
Kadar ureum untuk mengetahui faal ginjal.
3)Duodenal intubation.
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare
kronik.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama. Hal penting yang perlu diperhatikan :
1) Dehidrasi ringan diberikan oralit. Diberikan cairan Ringer Laktat, bila tak tersedia dapat
diberikan cairan NaCl isotonikditambah 1 ampul natrium bikarbonat 7, 5 % 50 ml.
2) Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan. Dapat dihitung
dengan cara (Metoda Pierce), dimana kebutuhan cairan dari masing-masing derajat dehidrasi
adalah : dehidrasi ringan (5% X BB), sedang (8% X BB), berat (10% X BB).
3) Cara pemberian dapat dipilih oral atau IV.
b. Identifikasi penyebab infeksi untuk pemberian antibiotic.
c. Terapi simtomatik seperti obat antidiare diberikan dengan sangat hati-hati dengan
pertimbangan yang rasional. Anti motilitas dan sekresi usus seperti loperamid sebaiknya
jangan dipakai pada infeksi salmonella, shigela, dan colitis pseudomembran kare akan
memperburuk diare. Bila pasien amat kesakitan dapat diberikan antimotilitas usus dalam
jangka pendek selama 1 – 2 hari saja. Pemberian antiemetik pada anak dan remaja dapat
menimbulkan kejang akibat rangsangan ekstrapiramidal.
4. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi hasil yang diharapkan dari tindakan diatas adalah ;
1) Melaporkan pola defikasi normal.
2) Mempertahankan keseimbangan cairan :
Mengkonsumsi cairan peroral dengan adekuat.
Melaporkan tidak adanya keletihan dan kelemahan otot.
Memperlihatkan membran mukosa lembab dan turgor normal.
Mengalami keseimbangan masukan dan haluaran.
Mengalami berat jenis urine normal.
3) Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
4) Mengalami penurunan tingkat ansietas.
5) Mempertahan integritas kulit :
Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defikasi.
Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kulit.
6) Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh (tidak terjadi hipertermia)
7) Melaporkan nyeri yang terkontrol
8) Menunjukkan tindakan yang mendukung pencegahan penularan.
9) Tidak mengalami komplikasi :
Elektolit tetap dalam batas normal.
Tanda vital stabil.
Tidak ada pernapasan kussmaul.
A. Pengertian
Diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan fungsi sekresi (Wong, 2001 :
883).
Diare adalah pasase feses dan konsistensi lunak atau cair, sering dengan atau tanppa
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh efek-efek kemoterapi pada apitelium (Tusker, 1998 :
816).
Diare adalah kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja (Behiman, 1999 :
1273).
Diare adalah keadanan frekuensi air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari
3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau adapat pula bercampur
lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997 : 143).
Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
dengan bagian feces tidak terbentuk (Nettina, 2001 : 123).
Jadi diare adalah gejala kelainan pencernaan berupa buang air besar dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cair dengan frekuensi lebih dari 3 x sehari pada anak sehingga
mengacu kehilangan cairan dan elektrolit.
B. Klasifikasi
Diare dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Diare akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan kualitas
defekasi.
2. Diare kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari 2 minggu.
C. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1. Faktor infeksi
a. Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai berikut:
- Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler, tersinia, aeromonas, dsb.
- Ifeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere, poliomyelitis), adenovirus, rotavirus,
astrovirus dan lain-lain
- Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles, protzoa (Entamoeba
histolytica, Giarella lemblia, tracomonas homonis), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti : otitis media akut
(OMA), tonsilitist tonsilofasingitis, bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),
mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan terseirng intoleransi laktasi.
- Malabsorbsi lemak
- Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare tidak karena
peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiper akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan,
sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
E. Pathway
7. Kurang
pengetahuan
F. Manifestasi Klinis
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nasfu makan
berkurang atau tidak ada.
- Kemudian disertai diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir darah.
- Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu
- Anus dan daerah sektiar timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam sehingga akibat makin lama makin asam sehingga akibat makin banyak asam laktat
yang berasal dari latosa yang tidak di absorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
pasien banyak kehilangan cairan dan elektrolit, mata dan ubun-ubun cekugn (pada bayi)
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 1997).
G. Penatalaksanaan
Medik :
Dasar pengobatan diare adalah :
1. Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.
2. Dietetik (cara pemberian makanan)
3. Obat-obatan.
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatiakn derajat dehidrasinya dan keadaan
umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi rignan dan sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut dan karena pada anak di
atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. pada anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan /
sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula lengkap sering disebut : oralit.
b. Cairan parontenal
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai engan kebutuhan pasien, tetapi
kesemuanya itu tergantugn tersedianya cairan stempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat
(RL) diberikan tergantung berat / rignan dehidrasi, yang diperhitugnkan dengan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan BB-nya.
- Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
- Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral
selanjutnya : 125 ml / kg BB / hari
- Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde)
selanjutnya 125 ml / kg BB / hari
- Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien.
2. Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg jenis
makanan :
- Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak
jenuh, misalnya LLM, al miron).
- Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak tidak mau
minum susu karena di rumah tidak biasa.
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu dengan tidak
mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang / tidak sejuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan / tanpa
muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras sbb).
- Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
- Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladora,
opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti
kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak
diberikan lagi.
- Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas bila penyebabnya
kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari.
Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis, bronkitis /
bronkopneumonia.
H. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi sebagai berikut :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Rinjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala miteorismus, hipotoni otot, lemak, bradikardia, perubahan
elektrokardiagram).
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktasi.
6. Kejang-kejang pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
(Ngastiyah, 1997 : 145)
I. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata umum
Tempat tinggal : di daerah sanitasi buruk.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat gastroenteritis, glardiasis, penyakit seliakus, sindrom iritabilitas kolon, otitis media
akut, tondilitas, ensefalitis dan lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah mengalami diare, pernah menderita penyakit pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pernah menderita penyakit saluran pencernaan.
5. Keluhan utama
Anak sering menangis, tidam mau makan dan minum, badan lemas.
6. Pola kesehatan fungsional
a. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene anak kurang : kebiasaan ibu memelihara kuku anak, cuci tangan sebelum
makan, makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan basi.
b. Nutrisi dan metabolik
Hipertermi, penuturan berat badan total sampai 50%, dnoteksia, muntah.
c. Eliminasi BAB
Feces encer, frekuensi bervariasi dari 2 sampai 20 per hari.
d. Aktifitas
Kelemahan tidak toleran terhadap aktifitas.
e. Sensori
Nyeri ditandai dengan menangis dan kaki diangkat ke abdomen.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tampak lemah dan kesakitan.
b. Tanda vital
Berat badan menurun 2% dehidrasi ringan
Berat badan menurun 5% dehidrasi sedang
Berat badan menurun 8% dehidrasi berat
TD menurun karena dehidrasi
RR meningkat karena hipermetabolisme, cepat dan dalam (kusmoul)
Suhu meningkat bila terjadi reaksi inflmasi
Nadi meningkat (nadi perifer melemah)
c. Mata: cekung
d. Mulut: mukosa kering
e. Abdomen: turgor jelek
f. Kulit: kering, kapilari refil > 2’
b. Diagnosa keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake
dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandi dengan kerusakan pada mukosa usus.
4. Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar anus
5. Gangguan tidur berhubungan dengan rasa nyaman ditandai dengan sering defekasi.
6. Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada anak.
7. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi.
c. Fokus Intervensi
1. Diagnosa : Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan seringnya
buang air besar dan encer.
Tujuan : Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal.
Hasil yang diharapkan :
a. Pengisien kembali kapiler < dari 2 detik
b. Turgor elastik
c. Membran mukosa lembab
d. Berat badan tidak menunjukkan penurunan.
Intervensi :
- Kaji intake dan output, otot dan observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan
faktor pencetus
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan.
- Kaji TTV
Rasional : membantu mengkaji kesadaran pasien.
- Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuan cairan.
- Ukur BB setiap hari
Rasional : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
- Anak diistirahatkan
Rasional : meningkatkan sirkulasi.
- Kolaborasi dengan pemberian cairan parenteral
Rasional : meningkatkan konsumsi yang lebih.
- Pemberian obat antidiare, antibiotik, anti emeti dan anti piretik sesuai program.
Rasional : menurunkan pergerakan usus dan muntah.
4.Diagnosa : Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar anus
Tujuan : integritas kulit normal.
Hasil yang diharapkan :
- Iritasi berkurang
Intervensi :
- Kaji kerusakan kulit / iritasi setiap buang air besar
Rasional : menentukan intervensi lebih lanjut.
- Gunakana kapas lembab dan sabun bayi (pH normal) untuk membersihkan anus setiap
buang air besar.
Rasional : menghindari resiko infeksi kulit.
- Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.
Rasional : mengurangi infeksi secara dini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di era globalisasi ini penyakit diare semakin meningkat, hal ini dikarenakan masyarakat
kurang menjaga kebersihan lingkungan dan kebiasaan makan makanan yang hygiennya
kurang serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diare dan pencegahannya.
Dampak dari penyakit diare dapat menyebabkan berbagai masalah pada anak seperti aktivitas
anak berkurang, kebutuhan nutrisi tidak seimbang sehingga menyebabkan tumbuh kembang
anak terganggu.
Diare terjadi pada balita dan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan.
Saran
Diharapkan orang tua mengetahui tentang diare dan cara mengatasinya.
Hendaknya orang tua mengajarkan cara personal hygiene yang baik pada anak.
Apabila anak mengalami diare, penanganan pertama yang dilakukan adalah dengan
memberikan oralit.
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien, keluarga dan
masyarakat bagaimana cara mencegah dan mengatasi diare.
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing. (Ed. 6).
Missouri : Mosby.
Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan, dkk.
Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis,
dan Evaluasi. (ed. 5). Alih Bahasa Yasmin Asih,dkk. Jakarta : EGC.
Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2. Edisi 15. Alih
Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.
Dinas Kesehatan RI
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
A. DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi” yang
berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu
frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air
dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah
berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat
menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia,
2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari
biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-
anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan
orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang
abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita
diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan
lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi
diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air
lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit
dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini
paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus
dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa
terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi diare
Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis lamanya
lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward,
1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant,
2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi,
volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume
tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare.
Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.
B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai
pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari,
dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih
dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan
muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi,
iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare
yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah,
terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung
tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit
berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan
masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan
tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan
manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atauwater
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
b. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan
elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush
border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses
perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan
menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih
belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip denganShigella.
Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang
disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon.
Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan
kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor
virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas
endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang
bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui
makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat
menyebar melalui kontak langsungperson to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare
melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan,
yaitu cytotoxindan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan
proses ulcerative colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri
ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to personjarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, sepertiaccessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens
toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang
dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan
terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa :
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum
jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi
melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis
dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah
dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang
dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di
seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik
(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai
disentri yang fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare
pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih
besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan
biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada
penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih
berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d. Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk
intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan
inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat
menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal,
1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto Sparidium)
b) Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a) Jazad renik, Algae
b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan pada
bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari pada bayi yang
diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh Kuman ,
karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada
suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau
pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa tinja
bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi
kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v cholerae
b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-
anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung lama
seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak imunosupresi
berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan mungkin juga berlangsung
lama,
e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3. Faktor lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi
bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula. Yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna.
Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas
pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 citSinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan hidrolisa
bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir usus
ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan
ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran
gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau
longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat
aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang
masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus
halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali
cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya
usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat
waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim
dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami
gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare, maka
patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare,
misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah
empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar
dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di
jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena
adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga
bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik
tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada
mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi
pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan tercampur
baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang cukup tercerna.
Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus
diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya
berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah
reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor
yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat
menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau
atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena
rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan
efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara
aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu
mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari
pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat arang,
lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal,
sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada
umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam
hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di
absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa
menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul
inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare. Defisiensi
laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi disakharidase
(meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada
mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush
border epitel mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan
tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..
PATHWAY DIARE
Pathway Diare
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
2.Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal
dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila
keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah
dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena
dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa
alkali.
3. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah.
Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah,
terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung
tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit
berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan
masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan
tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI,
2001cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa
Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan asam basa
disebabkan oleh:
1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi cairan.
2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
1) Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea)karena, gangguan
fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya kontak
makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan
mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan dalam
lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya substansi reduksi dari
fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)
2) Masukan cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia
b) Muntah
c) Pembatasan makan (minuman)
d) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
b. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
1) Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau
dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah juga
merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan.
2) Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro maupun
makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak yang kemudian
dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-kadang akan
terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak
(vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
a) Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
(1) Fermentasi karbohidrat
(2) Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan kemudian
terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan berkurangnya
permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi karbohidrat,
lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak akan dapat
memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun diarenya
sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan
absorpsi lemak hanya 50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin, pada
penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak
peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron, hormon
anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan jumlah
kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi peningkatan
kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit
intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan diare
karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus keadaan ini dapat
diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah
timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan
hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan
merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh
lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan
memberi kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan
asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan
tersebut dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.
G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996;
Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak
oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC
dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejunibeberapa minggu
sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi
mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD
Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk
yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah
cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain
yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor.
Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain
(proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain
yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru
lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui
mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik
meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian
ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan
lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang
dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi.
Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok
yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut
dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-
minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang
air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai
dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena
tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus
dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak
terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak
segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah
diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya,
maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap
rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti
lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan
gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah
penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan
setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh
pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar
tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan
penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat
mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat
perindukan nyamuk.
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan
mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.
ORALIT
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi
dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan
menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67
% (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak
diare.
ZINK
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan
darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-
obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian
besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi
Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
b. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam
pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan dilapangan, berikan
oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence
penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar
terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama
dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih
dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan
sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala,
lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang
.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan
pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai / kebun,
personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman terakhir yang
dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan, alergi, minum ASI atau
susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan berlebihan, efek samping obat,
jumlah cairan yang masuk selama diare, makan / minum di warung ?
c. Pola eleminasi
a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola persepsi diri dan konsep diri
i. Pola seksual dan reproduksi
DIARE
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek samping obat,
kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas,
parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi, tidak
familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
M. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN
4. PK: Syok hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindak-an1./ Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan be
dehidrasi penanganan selama 1 jam2. Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pa
diharapkan klien mempunyai mental, keluaran urin menurun.
perfusi yang adekuat, dengan 3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telen
criteria : arteri ginjal yang adekuat.
4. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk menentukan kea
Kriteria hasil : menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan
- Amplitudo nadi perifer5. Observasi terhadap indicator perfusi serebral menurun :
meningkat pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pa
- Pengisian kapiler singkat6. Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun
(< 2 detik) 7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan
- Tekanan darah dalam 8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan
rentang normal frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hiperna
- CVP > atau = 5 cm H2O 9. Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volum
- Frekuensi jantung teratur10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU
- Berorientasi terhadap
waktu, tempat, dan orang
- Keluaran urin > atau = 30
ml/jam
- Akral hangat
- Nadi teraba
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit normal
- Berat badan stabil dan
dalam batas normal
- Kelopak mata tidak
cekung
- Tidak demam
- Tidak ada rasa haus yang
sangat
- Tidak ada napas pen-dek
/kusmaul
5 Takut b.d tindakan inva- Setelah dilakukan tindak-an Coping enhancement (5230)
sif, hospitalisasi, penga-keperawatan selama … X 24 1. Kaji respon takut pasien : data objektif dan subyektif
laman lingkungan yang jam rasa takut klien
2. Jelaskan klien / keluarga tentang proses penyakit
kurang bersahabat.
berkurang, dengan criteria : 3. Terangkan klien / keluarga tentang semua pemeriksaan d
(00148) 4. Sampaikan sikap empati (diam, memberikan sen-tuhan, m
Fear control (1404) : 5. Dorong orang tua untuk selalu menemani anak
Batasan karakteristik : - Klien tidak menyerang 6. Berikan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan
- Panik atau menghindari sumber 7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sosial dan komu
- Teror yang menakutkan 8. Dorong penggunaan sumber spiritual
- Perilaku menghindar- Klien menggunakan tek-
atau menyerang nik relaksasi untuk me- Anxiety Reduction (5820)
- Impulsif ngurangi takut 1. Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang mungk
- Nadi, respirasi, TD - Klien mampu mengontrol 2. Berikan objek yang memberikan rasa aman
sistolik meningkat respon takut 3. Berbicara dengan pelan dan tenang
- Anoreksia - Klien tidak melarikan4. Membina hubungan saling percaya
- Mual, muntah diri 5. Jaga peralatan pengobatan di luar penglihatan klien
- Pucat - Durasi takut menurun 6. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
- Stimulus sebagai an-- Klien kooperatif saat di-7. Dorong klien mengungkapkan perasaan, persepsi dan tak
caman lakukan perawatan dan8. Berikan aktivitas / peralatan yang meng-hibur untuk men
- Lelah pengobatan 9. Anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi
- Otot tegang 10. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan kesukaan
- Keringat meningkat Anxiety control (1402) 11. Mengusahakan untuk tidak mengulang pengambilan darah
- Gempar - Tidur pasien adekuat 12. Libatkan orang tua dalam perawatan dan pengobatan
- Ketegangan mening-kat
- Tidak ada manifestasi 13. Berikan lingkungan yang tenang
- Menyatakan takut fisik 14. Batasi pengunjung
- Menangis - Tidak ada manifestasi
- Protes perilaku
- Melarikan diri - Klien mau berinteraksi
sosial
6. Cemas orang tua b.d Setelah dilakukan tindakan Coping enhancement (5230)
perkembangan penyakit keperawatan selama … X 1. Kaji respon cemas orang tua
anaknya (diare, muntah, per-temuan kecemasan2. Jelaskan orang tua tentang proses penyakit anaknya
panas, kembung) orang tua berkurang, dengan 3. Bantu orang tua untuk mengenali penyebab diare.
criteria: 4. Terangkan orang tua tentang prosedur pemeriksaan dan p
Batasan karakteristik : 5. Beritahu dan jelaskan setiap perkem-bangan penyakit ana
- Orang tua sering Anxiety control (1402) 6. Dorong penggunaan sumber spiritual
bertanya - Tidur adekuat
- Orang tua meng-- Tidak ada manifestasi Anxiety Reduction (5820)
ungkapkan perasaan cemas fisik 1 Jelaskan semua prosedur termasuk pera-saan yang mungk
- Khawatir - Tidak ada manifestasi 2 Berikan objek yang dapat memberikan ra-sa aman
- Kewaspadaan me- perilaku 3 Berbicara dengan pelan dan tenang
ningkat - Mencari informasi untuk 4 Membina hubungan saling percaya
- Mudah tersinggung mengurangi cemas 5 Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gelisah - Menggunakan teknik re- 6 Ciptakan suasana saling percaya
- Wajah tegang, me- laksasi untuk mengurangi 7 Dorong orang tua mengungkapkan pera-saan, persepsi da
merah cemas 8 Berikan peralatan / aktivitas yang meng-hibur untuk men
- Kecenderungan me-
- Berinteraksi sosial 9 Anjurkan untuk menggunakan teknik re-laksasi
nyalahkan orang lain 10 Berikan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
Aggression Control (1401)
- Menghindari kata yang
meledak-ledak
- Menghindari perilaku
yang merusak
- Mampu mengontrol ung-
kapan verbal
Coping (1302)
- Mampu mengidentifikasi
pola koping yang efektif dan
tidak efektif
- Mampu mengontrol ver-
bal
- Melaporkan stress / ce-
masnya berkurang
- Mengungkapkan mene-
rima keadaan
- Mencari informasi ber-
kaitan dengan penyakit dan
pengobatan
- Memanfaatkan dukungan
social
- Melaporkan penurunan
stres fisik
- Melaporkan peningkatan
kenyamanan psikisnya
- Mengungkapkan membu-
tuhkan bantuan
- Melaporkan perasaan ne-
gatifnya berkurang
- Menggunakan strategi ko-
ping efektif
7 Kurang pengetahuan kli-en Setelah dilakukan penjelasan Teaching : Disease Process (5602)
/ orang tua tentang diare selama … X pertemuan klien 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien / ora
b.d kurang informa-si, / orang tua mengetahui dan 2. Jelaskan patofisiologi diare dan ba-gaimana hal ini berhu
keterbatasan kognisi, tak memahami tentang penya- 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada dia
familier dengan sum-ber kitnya, dengan criteria : 4. Gambarkan proses penyakit diare dengan cara yang sesua
informasi. 5. Identifikasi kemungkinan penyebab de-ngan cara yang te
Knowledge : 6. Bantu klien / orang tua mengenali faktor penyebab diare
Disease
Batasan Karakteristik : Process (1803) : 7. Berikan informasi upaya-upaya mencegah diare : selalu
- Mengungkapkan ma-
- Mengetahui jenis / nama digunakan, memperhatikan kebersihan lingkungan dll
salah penyakitnya 8. Berikan informasi pada klien / orang tua tentang kondisi
- Tidak tepat mengiku-ti- Mampu menjelaskan pro- 9. Sediakan informasi tentang pengukuran diagnostik yang
perintah ses penyakit 10. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperluk
- Tingkah laku yang - Mampu menjelaskan fak- 11. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
berlebihan (histeris, tor resiko 12. Gambarkan pilihan rasional rekomendasi manajemen tera
bermusuhan, agitasi,
- Mampu menjelaskan efek 13. Dukung klien/ orang tua untuk meng-eksplorasikan atau m
apatis) penyakit 14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan c
- Mampu menjelaskan tan- 15. Instruksikan klien / orang tua mengenai tanda dan gejala u
da dan gejala penyakit 16. Kuatkan informasi yang disediakan tim kesehatan yang la
- Mampu menjelaskan
komplikasi Teaching Procedur / Treatment (5618)
- Mampu menjelaskan ba- 1. Informasikan kepada klien dan orang tua kapan prosedur
gaimana mencegah kom- 2. Informasikan seberapa lama prosedur pengobatan akan d
plikasi 3. Informasikan tentang peralatan yang akan digunakan dala
4. Informasikan kepada orang tua siapa yang akan melakuk
Knowledge : Health be- 5. Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan prosedur pengobata
havors (1805) 6. Anjurkan kepada klien untuk kooperatif saat dilakukan p
- Mampu menjelaskan pola 7. Jelaskan tentang perasaan yang mungkin akan dialami se
nutisi yang sehat
- Mampu menjelaskan ak-
tifitas yang bermanfaat
- Mampu menjelaskan cara
pencegahan diare
- Mampu menjelaskan tek-
nik manajemen stress
- Mampu menjelaskan efek
zat kimia
- Mampu menjelaskan ba-
gaimana mengurangi re-siko
sakit
- Mampu menjelaskan ba-
gaimana menghindari
lingkungan yang berba-haya
(sanitasi kurang)
- Mampu menjelaskan cara
pemakaian obat sesuai resep
8. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Airway manajemen ( 3140)
b.d hiperventilasi perawatan selama … X 241 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrus
jam pola nafas efektif, 2 Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : dengan criteria : 3 Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan napas bua
- Penurunan tekanan 4 Pasang mayo bila perlu
inspirasi / ekspirasi Respiratory status : Airway5 Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Penurunan ventilasi per patency (0410) : 6 Keluarkan secret dengan batuk atau suction
menit - Suara napas bersih 7 Auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan
- Penggunaan otot na-fas - Tidak ada sianosis 8 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
tambahan - Tidak sesak napas 9 Monitor respirasi dan status oksigen
- Pernafasan nasal fla- - Irama napas dan frekuensi
ring napas dalam rentang nor-mal Respirasi Monitoring (3350)
- Dispneu - Pasien tidak merasa ter-1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
- Ortopneu cekik 2 Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot
- Penyimpangan dada - Tidak ada sianosis 3 Monitor crowing, suara ngorok
- Nafas pendek - Tidak gelisah 4 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apno
- Posisi tubuh menun- - Sputum berkurang 5 Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya men
jukkan posisi 3 poin 6 K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau crak
- Nafas pursed-lip (de- Respiratory status 7: Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
ngan bibir) ventilation (0403) 8 Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
- Ekspirasi memanjang - Respirasi dalam rentang 9 Catat karakteristik dan durasi batuk
- Peningkatan diame-ter normal 10 Monitor secret di saluran napas
anterior-posterior - Ritme dalam batas normal11 Monitor adanya krepitasi
- Frekuensi nafas - Ekspansi dada simetris 12 Monitor hasil roentgen thorak
Bayi : < 25 atau > 60 - Tidak ada sputum di jalan
13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila
1-4 th : < 20 atau > 30 napas 14 Resusitasi bila perlu
5-14 th : < 14 atau > 25 - Tidak ada penggunaan 15 Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau
> 14 th : < 11 atau > 24 otot-otot tambahan
- Kedalaman nafas - Tidak ada retraksi dada Cough Enhancement (3250)
Volume tidal de-wasa saat - Tidak ditemukan dispneu1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas vital, dan inspirasi m
istira-hat 500 ml - Dispneu saat aktivitas ti-
2 Dorong pasien melakukan nafas dalam, ditahan 2 detik la
Volume tidal ba-yi 6-8 dak ditemukan 3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan de
ml/kg BB - Napas pendek-pendek ti-
- Penurunan kapasitas dak ditemukan Terapi Oksigen (3320)
vital - Tidak ditemukan taktil 1. Bersihkan secret di mulut, hidung dan tra-khea / tenggoro
- Timing rasio fremitus 2. Pertahankan patensi jalan nafas
- Tidak ditemukan suara 3. Jelaskan pada klien / keluarga tentang pentingnya pembe
napas tambahan 4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan : kanul nasal 1-3 l/mnt,
6. Monitor aliran oksigen
7. Monitor selang oksigen
8. Cek secara periodik selang oksigen, air humidifier, aliran
9. Observasi tanda kekurangan oksigen : gelisah, sianosis d
10. Monitor tanda keracunan oksigen
11. Pertahankan oksigen selama dalam trans-portasi
12. Anjurkan klien / keluarga untuk menga-mati persediaan o
DAFTAR PUSTAKA
Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.
NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN
1. Diare b.d faktor psiko- Setelah dilakukanManajemen Diare (0460)
logis (stress, cemas), tindakan perawatan
1. Identifikasi faktor yang mungkin me-nyebabkan diare (bakte
faktor situasional (kera- selama … X 24 jam 2. Evaluasi efek samping obat
cunan, kontaminasi, pem- pasien tidak me-ngalami 3. Ajari pasien menggunakan obat diare dengan tepat (smekta d
berian makanan melalui diare / diare berkurang, 4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat warna, volume,
selang, penyalahgunaan dengan criteria : 5. Dorong klien makan sedikit tapi sering (tambah secara berta
laksatif, efek samping 6. Anjurkan klien menghindari makanan yang berbumbu dan m
obat, travelling, malab- Bowel Elemination 7. Sarankan klien untuk menghindari ma-kanan yang banyak m
sorbsi, proses infeksi, (0501) 8. Monitor tanda dan gejala diare
parasit, iritasi) - Frekuensi bab normal 9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-tugas setiap episode
< 3 kali / hari 10. Observasi turgor kulit secara teratur
Batasan karakteristik : - Konsistensi feses
11. Monitor area kulit di daerah perianal dari iritasi dan ulserasi
- Bab > 3 x/hari normal (lunak dan
12. Ukur diare / keluaran isi usus
- Konsistensi encer / cair berbentuk) 13. Timbang Berat Badan secara teratur
- Suara usus hiperaktif - Gerakan usus tidak 14. Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
- Nyeri perut me-ningkat (terjadi tiap 15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan suara usus
- Kram 10 -30 detik) 16. Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
- Warna feses normal 17. Anjurkan diet rendah serat
- Tidak ada lendir, darah
18. Anjurkan untuk menghindari laksatif
- Tidak ada nyeri 19. Ajari klien / keluarga bagaimana meme-lihara catatan makan
- Tidak ada diare 20. Ajari klien teknik mengurangi stress
- Tidak ada kram 21. Monitor keamanan preparat makanan
- Gambaran peristaltic
tidak tampak Manajemen Nutrisi (1100)
- Bau fese normal (tidak1. Hindari makanan yang membuat alergi
amis, bau busuk) 2. Hindari makanan yang tidak bisa di-toleransi oleh klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan ka
4. Berikan makanan secara selektif
5. Berikan buah segar (pisang) atau jus buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang dibutuhka
4. PK: Syok hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindak- 1. Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan berma
dehidrasi an / penanganan selama 2. Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada p
1 jam diharapkan klien keluaran urin menurun.
mempunyai perfusi yang 3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telentang
adekuat, dengan criteria : ginjal yang adekuat.
4. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk menentukan keade
Kriteria hasil : menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan ke
- Amplitudo nadi
5. Observasi terhadap indicator perfusi serebral menurun : ge
perifer meningkat pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pada
- Pengisian kapiler
6. Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : n
singkat (< 2 detik) 7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kr
- Tekanan darah dalam 8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan ,
rentang normal frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hipernatrem
- CVP > atau = 5 cm 9. Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volume
H2O 10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU
- Frekuensi jantung
teratur
- Berorientasi terhadap
waktu, tempat, dan orang
- Keluaran urin > atau =
30 ml/jam
- Akral hangat
- Nadi teraba
- Membran mukosa
lembab
- Turgor kulit normal
- Berat badan stabil dan
dalam batas normal
- Kelopak mata tidak
cekung
- Tidak demam
- Tidak ada rasa haus
yang sangat
- Tidak ada napas pen-
dek /kusmaul
5 Takut b.d tindakan inva- Setelah dilakukan tindak- Coping enhancement (5230)
sif, hospitalisasi, penga-an keperawatan selama … 1. Kaji respon takut pasien : data objektif dan subyektif
laman lingkungan yang X 24 jam rasa takut klien2. Jelaskan klien / keluarga tentang proses penyakit
kurang bersahabat.
berkurang, dengan criteria
3. Terangkan klien / keluarga tentang semua pemeriksaan dan
(00148) : 4. Sampaikan sikap empati (diam, memberikan sen-tuhan, men
5. Dorong orang tua untuk selalu menemani anak
Batasan karakteristik : Fear control (1404) : 6. Berikan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan
- Panik - Klien tidak menyerang7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sosial dan komunita
- Teror atau menghindari sumber 8. Dorong penggunaan sumber spiritual
- Perilaku menghindar yang menakutkan
atau menyerang - Klien menggunakan Anxiety Reduction (5820)
- Impulsif tek-nik relaksasi untuk 1. Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang mungkin d
- Nadi, respirasi, TD me-ngurangi takut 2. Berikan objek yang memberikan rasa aman
sistolik meningkat - Klien mampu 3. Berbicara dengan pelan dan tenang
- Anoreksia mengontrol respon takut 4. Membina hubungan saling percaya
- Mual, muntah - Klien tidak melarikan5. Jaga peralatan pengobatan di luar penglihatan klien
- Pucat diri 6. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
- Stimulus sebagai an-- Durasi takut menurun7. Dorong klien mengungkapkan perasaan, persepsi dan takut
caman - Klien kooperatif saat8. Berikan aktivitas / peralatan yang meng-hibur untuk mengur
- Lelah di-lakukan perawatan dan 9. Anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi
- Otot tegang pengobatan 10. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan kesukaan da
- Keringat meningkat 11. Mengusahakan untuk tidak mengulang pengambilan darah
- Gempar Anxiety control (1402) 12. Libatkan orang tua dalam perawatan dan pengobatan
- Ketegangan mening-kat
- Tidur pasien adekuat 13. Berikan lingkungan yang tenang
- Menyatakan takut - Tidak ada manifestasi14. Batasi pengunjung
- Menangis fisik
- Protes - Tidak ada manifestasi
- Melarikan diri perilaku
- Klien mau berinteraksi
sosial
Aggression Control
(1401)
- Menghindari kata yang
meledak-ledak
- Menghindari perilaku
yang merusak
- Mampu mengontrol
ung-kapan verbal
Coping (1302)
- Mampu
mengidentifikasi pola
koping yang efektif dan
tidak efektif
- Mampu mengontrol
ver-bal
- Melaporkan stress /
ce-masnya berkurang
- Mengungkapkan mene-
rima keadaan
- Mencari informasi ber-
kaitan dengan penyakit
dan pengobatan
- Memanfaatkan
dukungan social
- Melaporkan
penurunan stres fisik
- Melaporkan
peningkatan kenyamanan
psikisnya
- Mengungkapkan
membu-tuhkan bantuan
- Melaporkan perasaan
ne-gatifnya berkurang
- Menggunakan strategi
ko-ping efektif
7 Kurang pengetahuan kli-en Setelah dilakukan Teaching : Disease Process (5602)
/ orang tua tentang diare penjelasan selama … X 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien / orang
b.d kurang informa-si, pertemuan klien / orang 2. Jelaskan patofisiologi diare dan ba-gaimana hal ini berhubun
keterbatasan kognisi, tak tua mengetahui dan
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada diare d
familier dengan sum-ber memahami tentang penya- 4. Gambarkan proses penyakit diare dengan cara yang sesuai
informasi. kitnya, dengan criteria : 5. Identifikasi kemungkinan penyebab de-ngan cara yang tepat
6. Bantu klien / orang tua mengenali faktor penyebab diare
Batasan Karakteristik : Knowledge : Disease 7. Berikan informasi upaya-upaya mencegah diare : selalu m
- Mengungkapkan ma- Process (1803) : digunakan, memperhatikan kebersihan lingkungan dll
salah - Mengetahui jenis 8./ Berikan informasi pada klien / orang tua tentang kondisi / pe
- Tidak tepat mengiku-ti nama penyakitnya 9. Sediakan informasi tentang pengukuran diagnostik yang ters
perintah - Mampu menjelaskan 10. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
- Tingkah laku yang pro-ses penyakit 11. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
berlebihan (histeris,
- Mampu menjelaskan 12. Gambarkan pilihan rasional rekomendasi manajemen terapi /
bermusuhan, agitasi, fak-tor resiko 13. Dukung klien/ orang tua untuk meng-eksplorasikan atau men
apatis) - Mampu menjelaskan 14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan cara
efek penyakit 15. Instruksikan klien / orang tua mengenai tanda dan gejala untu
- Mampu menjelaskan 16. Kuatkan informasi yang disediakan tim kesehatan yang lain d
tan-da dan gejala penyakit
- Mampu menjelaskan Teaching Procedur / Treatment (5618)
komplikasi 1. Informasikan kepada klien dan orang tua kapan prosedur pen
- Mampu menjelaskan 2. Informasikan seberapa lama prosedur pengobatan akan dilak
ba-gaimana mencegah 3. Informasikan tentang peralatan yang akan digunakan dalam
kom-plikasi 4. Informasikan kepada orang tua siapa yang akan melakukan p
5. Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan prosedur pengobatan
Knowledge : Health be- 6. Anjurkan kepada klien untuk kooperatif saat dilakukan prose
havors (1805) 7. Jelaskan tentang perasaan yang mungkin akan dialami selam
- Mampu menjelaskan
pola nutisi yang sehat
- Mampu menjelaskan
ak-tifitas yang bermanfaat
- Mampu menjelaskan
cara pencegahan diare
- Mampu menjelaskan
tek-nik manajemen stress
- Mampu menjelaskan
efek zat kimia
- Mampu menjelaskan
ba-gaimana mengurangi
re-siko sakit
- Mampu menjelaskan
ba-gaimana menghindari
lingkungan yang berba-
haya (sanitasi kurang)
- Mampu menjelaskan
cara pemakaian obat
sesuai resep