Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIARE (AKUT

DAN KRONIS)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI / PENGERTIAN
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1985 dalam
Kapita Selekta Kedokteran FKUI 2001).
Diare akut adalah diare awalnya mendadak dan berlangsung singkat,dalam beberapa jam
sampai 7 atau 14 hari. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu
pada orang dewasa dan dua minggu pada bayi anak-anak (Kapita selekta kedokteran, FKUI
2001).

2. PENYEBAB DIARE
Penyebab diare yang utama adalah infeksi parasit, virus maupun bakteri. Penyebab lain
diare antara lain : efek samping obat-obatan tertentu, pemberian makan per selang, gangguan
metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorpsi, paralitik ileus dan obstruksi usus.
Ditinjau dari sudut patofisiologinya, diare dibadakan menjadi diare sekresi dan diare osmotik.
Diare sekresi disebabkan oleh :
a. Infeksi (virus,bakteri dan parasit).
b. Hiperperistaltik usus (akibat bahan-bahan kimia, makanan, gangguan psikis, gangguan
saraf, hawa dingin alergi dan sebagainya).
c. Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan
berlipatgandanya bakteri/flora usus dan jamur terutama candida.
Diare osmotik disebabkan oleh :
a. Malabsorpsi makanan (karbohidrat,lemak,protein,vitamin dan mineral).
b. Kekurangan kalori protein (KKP).

3. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral melalui makanan atau minuman yang tercemar.
Di negara berkembang tingginya prevalensi penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber
air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan
tubuh.
Dalam penelitian di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur 1993 – 1994) terhadap
123 pasien diare dewasa yang di rawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi dengan
E. coli (38,29%), V cholerae (18,29%), Aeromonas sp (14,29%) sebagai tiga penyebab
terbanyak.

4. PATOFISIOLOGI
Diare sekresi merupakan diare dengan volume banyak yang disebabkan oleh peningkatan
produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalam lumen usus. Diare
osmotik terjadi bila air terdorong ke dalam lumen usus oleh tekanan osmotik dari partikel
yang tidak dapat diabsorpsi, sehingga reabsorpsi air menjadi lambat.
Sebagai akibat dari diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
a.Kehilangan air (dehidrasi). Dehidrasi terjadi akibat pengeluaran air lebih banyak dari
pemasukan air, merupakan penyebab kematian pada diare.
b.Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), terjadi karena kehilangan natrium
bikarbonat bersama tinja, penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan, produk
metabolism yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan ginjal
(oligouria/anuria), pemindahan ion natrium dari ekstrasel kedalam intrasel. Secara klinis
asidosis dapat dilihat dari pernapasan Kussmaul.
c.Gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare dengan atau tanpa muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat dan dapat mengakibatkan perdarahan otak,
kesadaran menurun dan bila tidak ditangani segera akan terjadi kematian.
Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah keperawatan dapat
dilihat pada lampiran.

WOC

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Frekuensi defekasi meningkat dengan konsistensi cair.
b. Pasien mengeluh nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, distensi, gemuruh usus
(borborigimus), dan demam.
c. Kekurangan cairan dapat menyebabkan rasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor
kulit menurun, serta suara menjadi serak.
d. Pernapasan Kussmaul sebagai tanda asidosis metabolic.
e. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus)
dapat terjadi setiap defekasi.
f. Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (>120 kali per menit), tekanan
darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis.
g. Kekurangan kalium dapat menyebabkan aritmia jantung.
h. Perfusi ginjal yang menurun dapat terjadi anuria.
Gejala klinis pasien tergantung pada derajat dehidrasi yang dialami :

Derajat Dehidrasi
Gejala Klinis Ringan Sedang Berat
Keadaan Umum
Kesadaran Baik ( CM ) Gelisah Apatis – koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi Normal (80x/mnt) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kuszmaull
Kulit
Mata Agak cekung Cekung Cekung sekali
Turgor & Tonus Biasa Agak kurang Kurang sekali
Diuresis Normal Oligouria Anuria
Selaput lendir Normal Agak kering Kering/Asidosis

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang
tepat sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan. Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
1) Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis.
Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.
Tes resistensi untuk mencari berbagai kuman penyebab.
pH dan kadar gula jika dicurigai ada intoleransi glukosa.
2) Pemeriksaan darah.
Darah lengkap.
pH, cadangan alkali, dan elektrolit untuk menentukan ganguan keseimbangan asam basa.
Kadar ureum untuk mengetahui faal ginjal.
3)Duodenal intubation.
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare
kronik.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama. Hal penting yang perlu diperhatikan :
1) Dehidrasi ringan diberikan oralit. Diberikan cairan Ringer Laktat, bila tak tersedia dapat
diberikan cairan NaCl isotonikditambah 1 ampul natrium bikarbonat 7, 5 % 50 ml.
2) Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan. Dapat dihitung
dengan cara (Metoda Pierce), dimana kebutuhan cairan dari masing-masing derajat dehidrasi
adalah : dehidrasi ringan (5% X BB), sedang (8% X BB), berat (10% X BB).
3) Cara pemberian dapat dipilih oral atau IV.
b. Identifikasi penyebab infeksi untuk pemberian antibiotic.
c. Terapi simtomatik seperti obat antidiare diberikan dengan sangat hati-hati dengan
pertimbangan yang rasional. Anti motilitas dan sekresi usus seperti loperamid sebaiknya
jangan dipakai pada infeksi salmonella, shigela, dan colitis pseudomembran kare akan
memperburuk diare. Bila pasien amat kesakitan dapat diberikan antimotilitas usus dalam
jangka pendek selama 1 – 2 hari saja. Pemberian antiemetik pada anak dan remaja dapat
menimbulkan kejang akibat rangsangan ekstrapiramidal.

B. KONSEP DASAR ASKEP


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Riwayat kesehatan untuk mengetahui awitan dan pola diare serta pola eliminasi pasien
sebelumnya, terapi obat-obatan saat ini, riwayat medis dan bedah terdahulu, asupan diet
harian.
Ditanyakan tentang kram abdomen dan nyeri, frekuensi dan dorongan mengeluarkan feses,
adanya feses cair atau berminyak, mukus, pus dan darah dalam feses.
Pengkajian obyektif mencakup penimbangan BB, mengkaji adanya hipotensi postural,
takikardia, dan inspeksi feses dalam hal konsistensi bau dan warna.
Auskultasi abdomen menunjukkan bising usus dan karakternya.
Distensi abdomen dan nyeri tekan perlu dikaji, membran mukosa dan kulit perlu diinspeksi
untuk menentukan status hidrasi.
Kulit perianal diinspeksi terhadap adanya iritasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN/POTENSIAL KOMPLIKASI


1) Diare b.d infeksi, ingesti makanan pengiritasi, atau gangguan usus.
2) Kurang volume cairan b.d kehilangan cairan aktif akibat diare dan muntah.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d asupan nutrisi tak adekuat akibat mual
dan anoreksia.
4) Risiko terhadap kurang volume cairan b.d pasase feses yang sering dan kurangnya asupan
cairan.
5) Ansietas b.d eliminasi yang sering dan tidak terkontrol.
6) Risiko kerusakan integritas kulit b.d pasase feses yang sering dan encer.
7) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d efek dehidrasi akibat diare.
8) Kurang pengetahuan tentang pencegahan penularan b.d informasi yang tak adekuat.
9) Nyeri akut b.d terangsangnya reseptor nyeri akibat peningkatan peristaltik.
10) PK : Asidosis Metabolik.
3.RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Diare (mengontrol diare)
Pantau konsistensi dan frekuensi defekasi.
Dorong pasien beristirahat di tempat tidur selama periode akut.
Anjurkan minum cairan dan makan makanan rendah serat selama periode akut.
Anjurkan diet saring dari semi padat hingga padat jika asupan makanan ditoleransi.
Batasi minuman yang mengandung kafein dan karbonat.
Anjurkan pasien menghindari makanan terlalu panas atau terlalu dingin.
Batasi pemberian susu, lemak, buah segar dan sayuran selama beberapa hari.
Kolaborasi pemberian anti diare.
2) Mempertahankan keseimbangan cairan.
Kaji tanda-tanda dehidrasi (penurunan turgor kulit, takikardi, nadi lemah, penurunan natrium
serum dan haus).
Pantau intake dan output cairan.
Pantau berat jenis urine
Timbang BB setiap hari.
Anjurkan asupan cairan oral (air, jus, kaldu, atau jenis minuman lain yang dijual).
Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
3) Meningkatkan keseimbangan nutrisi.
Kaji faktor-faktor yang menurunkan nafsu makan.
Pantau jumlah asupan nutriasi.
Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang adekuat untuk mempecepat penyembuhan.
Diskusikan diet yang diperbolehkan.
Dorong pasien makan secara bertahap sesuai batasan diet.
Kolaborasi pemberian vitamin.
4) Mengurangi ansietas.
Berikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan rasa takut dan kekhawatirannya akibat
kurang terkontrolnya eliminasi usus.
Bantu pasien mengidentifikasi makanan pengiritasi dan stressor yang mencetuskan diare.
Dukung pasien untuk menggunakan mekanisme koping.
5) Perawatan kulit.
Pantau tanda-tanda iritasi kulit perianal.
Instruksikan pasien untuk melakukan perawatan kulit perianal seperti mengelap atau
mengeringkan area setelah defikasi.
Berikan pelindung kulit dan barier pelembab sesuai kebutuhan.
6) Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh.
Pantau tanda-tanda peningkatan suhu tubuh.
Diskusikan kemungkinan penyebab kenaikan suhu tubuh seperti infeksi, dehidrasi.
Pertahankan hidrasi yang adekuat.
Kolaborasi pemberian anti piretika.
7) Meningkatkan pengetahuan tentang cara penularan.
Kaji tingkat pemahaman pasien/keluarga tentang cara penularan diare.
Jelaskan cara penularan diare.
Anjurkan pasien/keluarga meningkatkan kewaspadaan umum (universal precaution) untuk
mencegah penyebaran penyakit seperti mencuci tangan dengan sabun, membersihkan pakaian
dan linen terkontaminasi dengan deterjen.
8) Mengatasi nyeri
Kaji toleransi pasien terhadap nyeri (PQRST).
Jelaskan penyebab nyeri abdomen.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Kolaborasi pemberian analgetika.
9) Pemantauan dan penanganan komplikasi : asidosis metabolik.
Pantau kadar elektrolit serum setiap hari.
Pantau tanda vital terutama adanya pernapasan kussmaul.
Kolaborasi pemberian elektrolit sesuai program.

4. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi hasil yang diharapkan dari tindakan diatas adalah ;
1) Melaporkan pola defikasi normal.
2) Mempertahankan keseimbangan cairan :
Mengkonsumsi cairan peroral dengan adekuat.
Melaporkan tidak adanya keletihan dan kelemahan otot.
Memperlihatkan membran mukosa lembab dan turgor normal.
Mengalami keseimbangan masukan dan haluaran.
Mengalami berat jenis urine normal.
3) Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
4) Mengalami penurunan tingkat ansietas.
5) Mempertahan integritas kulit :
Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defikasi.
Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kulit.
6) Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh (tidak terjadi hipertermia)
7) Melaporkan nyeri yang terkontrol
8) Menunjukkan tindakan yang mendukung pencegahan penularan.
9) Tidak mengalami komplikasi :
Elektolit tetap dalam batas normal.
Tanda vital stabil.
Tidak ada pernapasan kussmaul.
A. Pengertian
Diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan fungsi sekresi (Wong, 2001 :
883).
Diare adalah pasase feses dan konsistensi lunak atau cair, sering dengan atau tanppa
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh efek-efek kemoterapi pada apitelium (Tusker, 1998 :
816).
Diare adalah kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui tinja (Behiman, 1999 :
1273).
Diare adalah keadanan frekuensi air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari
3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau adapat pula bercampur
lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997 : 143).
Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
dengan bagian feces tidak terbentuk (Nettina, 2001 : 123).
Jadi diare adalah gejala kelainan pencernaan berupa buang air besar dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cair dengan frekuensi lebih dari 3 x sehari pada anak sehingga
mengacu kehilangan cairan dan elektrolit.

B. Klasifikasi
Diare dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Diare akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan frekuensi dan kualitas
defekasi.
2. Diare kronis
Diare kronis yaitu diare yang lebih dari 2 minggu.

C. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1. Faktor infeksi
a. Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai berikut:
- Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler, tersinia, aeromonas, dsb.
- Ifeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere, poliomyelitis), adenovirus, rotavirus,
astrovirus dan lain-lain
- Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles, protzoa (Entamoeba
histolytica, Giarella lemblia, tracomonas homonis), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti : otitis media akut
(OMA), tonsilitist tonsilofasingitis, bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),
mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan terseirng intoleransi laktasi.
- Malabsorbsi lemak
- Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare tidak karena
peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiper akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan,
sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Patogenesis diare akut :


- Masuknya jada renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung.
- Jasad renik tersebut berkembangbiak (multiplikasi) di dalam usus halus.
- Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
- Akibat toksin hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Patogenesis diare kronis :


Lebih koplek dan faktor-faktor yang menimbulkan wabah infeksi, bakteri, parasit,
malabsorbsi, malnutrisi, dll.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
- Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengatakan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa (osidosis, metabolik, hipokalamia).
- Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran
bertambah).
- Hipoklikemia
- Gangguan sirkulasi darah (FK UI, 1995).

E. Pathway
7. Kurang
pengetahuan

F. Manifestasi Klinis
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nasfu makan
berkurang atau tidak ada.
- Kemudian disertai diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir darah.
- Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu
- Anus dan daerah sektiar timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam sehingga akibat makin lama makin asam sehingga akibat makin banyak asam laktat
yang berasal dari latosa yang tidak di absorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
pasien banyak kehilangan cairan dan elektrolit, mata dan ubun-ubun cekugn (pada bayi)
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 1997).

G. Penatalaksanaan
Medik :
Dasar pengobatan diare adalah :
1. Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberianya.
2. Dietetik (cara pemberian makanan)
3. Obat-obatan.

1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatiakn derajat dehidrasinya dan keadaan
umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi rignan dan sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut dan karena pada anak di
atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. pada anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan /
sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula lengkap sering disebut : oralit.
b. Cairan parontenal
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai engan kebutuhan pasien, tetapi
kesemuanya itu tergantugn tersedianya cairan stempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat
(RL) diberikan tergantung berat / rignan dehidrasi, yang diperhitugnkan dengan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan BB-nya.
- Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
- Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral
selanjutnya : 125 ml / kg BB / hari
- Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde)
selanjutnya 125 ml / kg BB / hari
- Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien.

2. Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg jenis
makanan :
- Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak
jenuh, misalnya LLM, al miron).
- Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak tidak mau
minum susu karena di rumah tidak biasa.
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu dengan tidak
mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang / tidak sejuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan / tanpa
muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras sbb).
- Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
- Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladora,
opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti
kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak
diberikan lagi.
- Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas bila penyebabnya
kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari.
Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis, bronkitis /
bronkopneumonia.

H. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi sebagai berikut :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Rinjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala miteorismus, hipotoni otot, lemak, bradikardia, perubahan
elektrokardiagram).
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktasi.
6. Kejang-kejang pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
(Ngastiyah, 1997 : 145)
I. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata umum
Tempat tinggal : di daerah sanitasi buruk.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat gastroenteritis, glardiasis, penyakit seliakus, sindrom iritabilitas kolon, otitis media
akut, tondilitas, ensefalitis dan lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah mengalami diare, pernah menderita penyakit pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pernah menderita penyakit saluran pencernaan.
5. Keluhan utama
Anak sering menangis, tidam mau makan dan minum, badan lemas.
6. Pola kesehatan fungsional
a. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene anak kurang : kebiasaan ibu memelihara kuku anak, cuci tangan sebelum
makan, makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan basi.
b. Nutrisi dan metabolik
Hipertermi, penuturan berat badan total sampai 50%, dnoteksia, muntah.
c. Eliminasi BAB
Feces encer, frekuensi bervariasi dari 2 sampai 20 per hari.
d. Aktifitas
Kelemahan tidak toleran terhadap aktifitas.
e. Sensori
Nyeri ditandai dengan menangis dan kaki diangkat ke abdomen.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tampak lemah dan kesakitan.
b. Tanda vital
Berat badan menurun 2% dehidrasi ringan
Berat badan menurun 5% dehidrasi sedang
Berat badan menurun 8% dehidrasi berat
TD menurun karena dehidrasi
RR meningkat karena hipermetabolisme, cepat dan dalam (kusmoul)
Suhu meningkat bila terjadi reaksi inflmasi
Nadi meningkat (nadi perifer melemah)
c. Mata: cekung
d. Mulut: mukosa kering
e. Abdomen: turgor jelek
f. Kulit: kering, kapilari refil > 2’

b. Diagnosa keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake
dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandi dengan kerusakan pada mukosa usus.
4. Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar anus
5. Gangguan tidur berhubungan dengan rasa nyaman ditandai dengan sering defekasi.
6. Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada anak.
7. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi.

c. Fokus Intervensi
1. Diagnosa : Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan seringnya
buang air besar dan encer.
Tujuan : Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal.
Hasil yang diharapkan :
a. Pengisien kembali kapiler < dari 2 detik
b. Turgor elastik
c. Membran mukosa lembab
d. Berat badan tidak menunjukkan penurunan.
Intervensi :
- Kaji intake dan output, otot dan observasi frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan
faktor pencetus
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan.
- Kaji TTV
Rasional : membantu mengkaji kesadaran pasien.
- Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuan cairan.
- Ukur BB setiap hari
Rasional : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
- Anak diistirahatkan
Rasional : meningkatkan sirkulasi.
- Kolaborasi dengan pemberian cairan parenteral
Rasional : meningkatkan konsumsi yang lebih.
- Pemberian obat antidiare, antibiotik, anti emeti dan anti piretik sesuai program.
Rasional : menurunkan pergerakan usus dan muntah.

2. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


menurunnya intake absorbsi makanan.
Tujuan : Anak-anak toleran diet yang sesuai.
Hasil yang diharapkan :
- BB dalam batas normal
- Tidak terjadi kekambuhan diare.
Intervensi :
- Timbang BB tiap hari
Rasional : mengevaluasi keefektifan dalam pemberian nutrisi./
- Pembatasan aktifitas selama fase sakit akut
Rasional : mengurangi reyurtasi.
- Jaga kebersihan mulut pasien
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
- Monitor intake dan output
Rasional : observasi kebutuhan nutrisi.

3.Diagnosa : Hiperermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan kerusakan pada


mukosa usus.
Tujuan : mengembalikan suhu tubuh menjadi normal.
Hasil yang diharapkan :
- Suhu tubuh kembali normal 36-37oC
Intervensi :
- Hindarkan dan cegah penggunaan sumber dari luar
Rasional : mengurangi resiko vasodilatasi perifer dan kolaps paskuler.
- Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan peningkatan dari nilai dasar suhu normal
pasien.
Rasional : mendeteksi peningkatan suhu tubuh dan mulainya hipertermi.
- Anjurkan pada anak agar tidak memakai pakaian / selimut tebal.
Rasional : mengurangi peningkatan suhu tubuh.
- Kolaborasi pemberian obat anti infeksi anti gronik.

4.Diagnosa : Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar anus
Tujuan : integritas kulit normal.
Hasil yang diharapkan :
- Iritasi berkurang
Intervensi :
- Kaji kerusakan kulit / iritasi setiap buang air besar
Rasional : menentukan intervensi lebih lanjut.
- Gunakana kapas lembab dan sabun bayi (pH normal) untuk membersihkan anus setiap
buang air besar.
Rasional : menghindari resiko infeksi kulit.
- Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.
Rasional : mengurangi infeksi secara dini.

5.Diagnosa : Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sering defekasi ditandai


dengan mata merah dan sering menguap
Tujuan : Agar pola tidur pasien dapat terpenuhi.
Hasil yang diharapkan :
- Pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam
- Secara verbal mengatakan dapat lebih rileks dan lebih segar.
Intervensi :
- Berikan susu hangat sebelum tidur
Rasional : meningkatkan tidur
- Anjurkan makanan yang cukup satu jam sebelum tidur.
Rasional : meningkatkan tidur.
- Keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih dan bantal yang nyaman.
Rasional : meningkatkan tidur.
- Lakukan persiapan untuk tidur malam sesuai dengan pola tidur pasien.
Rasional : mengatur pola tidur.

6.Diagnosa : Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada anak


Tujuan : Anak dan orang tua menunjukkan rasa cemas atau takut berkurang.

Hasil yang diharapkan :


- Orang tua aktif marawat anak dan bertanya dengan perawat atau dokter tentang kondisi
atau klasifikasi dan anak tidak menangis.
Intervensi :
- Anjurkan pada orang tua mengekspresikan perasaan rasa takut dan cemas, dengarkan
keluhan orang tua dan bersikap empati dengan sentuhan terapeutik.
Rasional : mengurangi rasa cemas dan takut yang dialami oleh orang tua.
- Gunakan komunikasi terapeutik, kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan.
Rasional : orang tua anak merasa diperhatiakn akan rasa cemas yang dihadapinya.
- Jelaskan setiap prosedur yang akan dlakukan pada anak kepada orang tua.
Rasional : mengurangi rasa cemas orang tua.
- Libatkan orang tua dalam perawatan anak
Rasional : anak tidak merasa kehilangan perhatian akan orang lain.
- Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan
Rasional : meningkatkan pengetahuan orang tua dan agar orang tua mengetahui kondisi anak.

7.Diagnosa : Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya


informasi.
Tujuan : Agar keluarga mengetahui informasi tentang diare.
Hasil yang diharapkan :
- Keluarga mengerti tentang diare
- Keluarga mengetahui cara pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan apabila
terjadi lagi diare.
Intervensi :
- Kaji tingkat pemahaman orang tua
Rasional : ajarkan orang tua tentang pentingnya cuci tangan untuk mengetahui kontaminasi.
- Jelaskan pentingnya kebersihan
- Ajarkan tentang positif diet dan kontrol diare
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan cara mencegah diare.
- Membiasakan bersih agar air di jamban dan jamban harus selalu bersih agar tidak ada
lalat.
Rasional : Mencegah penyebaran kuman dan diare

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Di era globalisasi ini penyakit diare semakin meningkat, hal ini dikarenakan masyarakat
kurang menjaga kebersihan lingkungan dan kebiasaan makan makanan yang hygiennya
kurang serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diare dan pencegahannya.
Dampak dari penyakit diare dapat menyebabkan berbagai masalah pada anak seperti aktivitas
anak berkurang, kebutuhan nutrisi tidak seimbang sehingga menyebabkan tumbuh kembang
anak terganggu.
Diare terjadi pada balita dan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan.
Saran
Diharapkan orang tua mengetahui tentang diare dan cara mengatasinya.
Hendaknya orang tua mengajarkan cara personal hygiene yang baik pada anak.
Apabila anak mengalami diare, penanganan pertama yang dilakukan adalah dengan
memberikan oralit.
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien, keluarga dan
masyarakat bagaimana cara mencegah dan mengatasi diare.
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, E. Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. dan Eaton, M. H…(et all). 2001. Wong’s Essentials of Pediatric Nursing. (Ed. 6).
Missouri : Mosby.

Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan, dkk.
Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis,
dan Evaluasi. (ed. 5). Alih Bahasa Yasmin Asih,dkk. Jakarta : EGC.

Behrman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2. Edisi 15. Alih
Bahasa A. Samik Wahab. Jakarta : EGC.

Dinas Kesehatan RI
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE

A. DEFINISI
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroi” yang
berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu
frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada kandungan air
dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah
berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat
menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat (Yayasan Spiritia,
2011)
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari
biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-
anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan
kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan
orang tua (USAID, 2009)
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang
abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita
diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan
lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi
diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air
lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit
dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini
paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus
dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa
terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4 Diare terbagi menjadi diare
Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis lamanya
lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward,
1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Guerrant,
2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi,
volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume
tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare.
Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.

B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai
pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari,
dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih
dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan
muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi,
iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare
yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah,
terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung
tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit
berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan
masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan
tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.

C. ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan
manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atauwater
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
b. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor
kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan
enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan
elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush
border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses
perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan
menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih
belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip denganShigella.
Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang
disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon.
Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan
kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor
virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktifitas
endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang
bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung
dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui
makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat
menyebar melalui kontak langsungperson to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare
melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan,
yaitu cytotoxindan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan
proses ulcerative colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri
ini akan menularkan kolera. Penularan melalui person to personjarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile
toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, sepertiaccessory cholera enterotoxin (ACE) dan zonular occludens
toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang
dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan
terjadi bloody diarrhea
c. Protozoa :
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih belum
jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi
melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis
dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah
dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang
dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,nyeri perut dan gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di
seluruh dunia. Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik
(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai
disentri yang fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare
pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih
besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan
biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti pada
penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih
berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d. Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk
intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan
inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat
menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut: (Lebenthal,
1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto Sparidium)
b) Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
c) Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
b. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
c. Alergi: alergi makanan
d. Keracunan :
1) Keracunan bahan-bahan kimia
2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a) Jazad renik, Algae
b) Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
e. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
f. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan pada
bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari pada bayi yang
diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh Kuman ,
karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada
suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau
pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari
tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa tinja
bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya
diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi
kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v cholerae
b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-
anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung lama
seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome ) pada anak imunosupresi
berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan mungkin juga berlangsung
lama,
e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3. Faktor lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi
bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula. Yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)

E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel,
pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna.
Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas
pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 citSinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan hidrolisa
bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir usus
ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga
makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan menghasilkan
ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-80%. Dalam saluran
gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau
longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat
aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang
masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus
halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali
cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya
usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat
waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu sentuhan khim
dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami
gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare, maka
patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare,
misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah
empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar
dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di
jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena
adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga
bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik
tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada
mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi
pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan tercampur
baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan yang cukup tercerna.
Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus halus
diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus kemampuannya
berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah
reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor
yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat
menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau
atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi karena
rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan
efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara
aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu
mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari
pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat arang,
lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal,
sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada
umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam
hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di
absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa
menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-molekul
inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga terjadi diare. Defisiensi
laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas sebagai defisiensi disakharidase
(meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada
mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush
border epitel mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan
tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..
PATHWAY DIARE
Pathway Diare

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
2.Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal
dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila
keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah
dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena
dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa
alkali.
3. Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah.
Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih
dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang muntah,
terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai
menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau langsung
tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit
berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan
masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan
pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada
keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan
tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai
apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI,
2001cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam basa
Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan asam basa
disebabkan oleh:
1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi cairan.
2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
1) Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea)karena, gangguan
fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya kontak
makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan
mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan dalam
lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya substansi reduksi dari
fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)
2) Masukan cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia
b) Muntah
c) Pembatasan makan (minuman)
d) Keluaran yang berlebihan (panas tinggi, sesak nafas)
b. Gangguan gizi sebagai "kelaparan" (masukan kurang dan keluaran berlebihan)
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi karena:
1) Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala penyakit) atau
dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua, karena ketidaktahuan. Muntah juga
merupakan salah satu penyebab dari berkurangnya masukan makanan.
2) Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien mikro maupun
makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan fruktosa) dan lemak yang kemudian
dapat berkembang menjadi malabsorpsi asarn amino dan protein. Juga kadang-kadang akan
terjadi malabsorpsi vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak
(vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
a) Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
(1) Fermentasi karbohidrat
(2) Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan kemudian
terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan berkurangnya
permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi karbohidrat,
lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak akan dapat
memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan walaupun diarenya
sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen hanya akan mencapai 76% dan
absorpsi lemak hanya 50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi endokrin, pada
penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak
peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron, hormon
anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan jumlah
kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat memberi peningkatan
kebutuhan energy dari penderita dan akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit
intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan diare
karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare
mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus keadaan ini dapat
diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah
timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga dapat menimbulkan peningkatan
hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan
merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh
lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan
memberi kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga terjadi peningkatan
asam empedu yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan
tersebut dapat pula disertai dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik
yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.

G. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996;
Ciesla et al, 2003)
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004)
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak
oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC
dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejunibeberapa minggu
sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi
mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD
Wates (2001), Komplikasi Diare yaitu:
Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYA


Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik.
Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan
parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat
antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau
imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga
ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses >300/g24jam
mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sektori.
Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak
feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang pandang dari
sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak.
Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap
akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal
sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare
sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal
adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi
elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat
diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion
gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai
pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika
feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare
dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori.
Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika
pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi
noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing
enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan
karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang
larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak
pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin
sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat
penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti
serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan
NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab
lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat
mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.

Pemeriksaan Penunjang Lain


1. Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat dijelaskan atau
steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang mungkin menggambarkan
absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c) Osteoporosis idiopatik yang
menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,
melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu ayng
terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa keseluruhan
bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan
interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian
diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa
diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika diindikasikan.
Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi pankreatitis kronis. Studi
Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat membantu dalam mengevaluasi Chron’s
disease, Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD.
Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat
penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna
pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT
Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus halus
bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah kurang dari 4
gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi pada renal insufisiensi,
hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat, dimana
akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen Breath Test akan
mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6 jam pada pasien dengan
defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan defisiensi lactase dan insufisiensi
pancreas, pemberian enzim pancreas akan menurunkan Breath hydrogen.
b. Test Menilai Fungsi pancreas
1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan B12
sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas berat kan
menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO) dengan isotop
yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada insufisiensi pancreas CO
tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau sekretin
atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan pancreas diaspirasi
melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim pancreas spesifik. Tidak
adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas setelah distimulasi menunjukkan
insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum
proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian ddiaspirasi.
Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.

I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk
yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah
cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain
yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor.
Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain
(proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain
yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru
lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui
mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik
meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian
ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan
lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang
dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi.
Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok
yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut
dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-
minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai risiko
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Ambil air dari sumber air yang bersih
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang
air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan
angka kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai
dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena
tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus
dibuang secara benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak
terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak
segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah
diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya,
maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap
rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti
lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan
gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah
penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan
setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh
pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar
tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan
penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat
mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat
perindukan nyamuk.

J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan
mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang
hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan
dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.

ORALIT
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama
diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi
dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan
menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67
% (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak
diare.

ZINK
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita
yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan
darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-
obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian
besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.

Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi
Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi

Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :


1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit, makanan
cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus diberikan hingga
diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Ddiberikan Setiap Bab Yang Disediakan

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)


1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari
Cara memberikan oralit :
o Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
o Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
o Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok teh tiap
1-2 menit)
o Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain
atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
o Teruskan pemberian ASI
o Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu yang
dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
o Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
- Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-
kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
- Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan tambahan setiap
hari selama 2 minggu.
- Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak mengalami :
bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum sedikit, demam, tinja
berdarah

b. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3 jam
pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan dilapangan, berikan
oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml


Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk melanjutkan
pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan makanan,
susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB cairan RL,
Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa tidak boleh
diberikan).
Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB

< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian


> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian
ehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B, C untuk
melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium),
adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak boleh
lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10 menit
sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence
penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai
terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar
terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama
dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih
dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan
sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala,
lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35
x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang
.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c,
akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan
pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa
perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban / sungai / kebun,
personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
b. Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman terakhir yang
dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan, alergi, minum ASI atau
susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan berlebihan, efek samping obat,
jumlah cairan yang masuk selama diare, makan / minum di warung ?
c. Pola eleminasi
a. Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b. Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
d. Pola aktifitas dan latihan : travelling
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola persepsi diri dan konsep diri
i. Pola seksual dan reproduksi

DIARE
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek samping obat,
kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas,
parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam mekanisme
pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan kognisi, tidak
familiar dengan sumber informasi
8. Resiko kelebihan volume cairan b.d overhidrasi
9. Penurunan cardiac output b.d penurunan suplai cairan/darah
10. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
11. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

M. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN

1. Diare b.d faktor psiko- Setelah dilakukan tindakanManajemen Diare (0460)


logis (stress, cemas), perawatan selama … X 24 1. Identifikasi faktor yang mungkin me-nyebabkan diare (ba
faktor situasional (kera- jam pasien tidak me-ngalami 2. Evaluasi efek samping obat
cunan, kontaminasi, pem- diare / diare berkurang, 3. Ajari pasien menggunakan obat diare dengan tepat (smek
berian makanan melalui dengan criteria : 4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat warna, volum
selang, penyalahgunaan 5. Dorong klien makan sedikit tapi sering (tambah secara be
laksatif, efek samping Bowel Elemination (0501) 6. Anjurkan klien menghindari makanan yang berbumbu da
obat, travelling, malab- - Frekuensi bab normal < 7. 3 Sarankan klien untuk menghindari ma-kanan yang banya
sorbsi, proses infeksi, kali / hari 8. Monitor tanda dan gejala diare
parasit, iritasi) - Konsistensi feses normal 9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-tugas setiap episo
(lunak dan berbentuk) 10. Observasi turgor kulit secara teratur
Batasan karakteristik : - Gerakan usus tidak me- 11. Monitor area kulit di daerah perianal dari iritasi dan ulsera
- Bab > 3 x/hari ningkat (terjadi tiap 10 -30 12. Ukur diare / keluaran isi usus
- Konsistensi encer / cair detik) 13. Timbang Berat Badan secara teratur
- Suara usus hiperaktif - Warna feses normal 14. Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
- Nyeri perut - Tidak ada lendir, darah 15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan suara usus
- Kram - Tidak ada nyeri 16. Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
- Tidak ada diare 17. Anjurkan diet rendah serat
- Tidak ada kram 18. Anjurkan untuk menghindari laksatif
- Gambaran peristaltic
19. Ajari klien / keluarga bagaimana meme-lihara catatan ma
tidak tampak 20. Ajari klien teknik mengurangi stress
- Bau fese normal (tidak 21. Monitor keamanan preparat makanan
amis, bau busuk)
Manajemen Nutrisi (1100)
1. Hindari makanan yang membuat alergi
2. Hindari makanan yang tidak bisa di-toleransi oleh klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan
4. Berikan makanan secara selektif
5. Berikan buah segar (pisang) atau jus buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang dibutu
Bowel Incontinence Care (0410)
1. Tentukan faktor fisik atau psikis yang menyebabkan diar
2. Terangkan penyebab masalah dan alasan dilakukan tinda
3. Diskusikan prosedur dan hasil yang diharapkan dengan k
4. Anjurkan klien / keluarga untuk mencatat keluaran feses
5. Cuci area perianal dengan sabun dan air dan keringkan se
6. Gunakan cream di area perianal
7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan kering

Perawatan Perineal (1750)


1. Bersihkan secara teratur dengan teknik aseptik
2. Jaga daerah perineum selalu kering
3. Pertahankan klien pada posisi yang nyaman
4. Berikan obat anti nyeri / inflamasi dengan tepat

2. Hipertermi b.d dehidrasi, Setelah dilakukan tindakan Pengaturan Panas (3900)


peningkatan metabolik, perawatan selama … X 24 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
inflamasi usus jam suhu badan klien normal,2. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
dengan criteria : 3. Monitor suhu dan warna kulit
Batasan karakteristik : 4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi
- Suhu tubuh > normal Termoregulasi (0800) 5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat
- Kejang - Suhu kulit normal 6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang tinggi
- Takikardi - Suhu badan 35,9˚C-7. Berikan obat antipiretik
- Respirasi meningkat 37,3˚C 8. Berikan obat untuk mencegah atau mengontrol menggig
- Diraba hangat - Tidak ada sakit kepala
- Kulit memerah - Tidak ada nyeri otot Pengobatan Panas (3740)
- Tidak ada perubahan war-1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
na kulit 2. Monitor IWL
- Nadi, respirasi dalam ba-
3. Monitor suhu dan warna kulit
tas normal 4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
- Hidrasi adekuat 5. Monitor derajat penurunan kesadaran
- Pasien menyatakan nya- 6. Monitor kemampuan aktivitas
man 7. Monitor leukosit, hematokrit
- Tidak menggigil 8. Monitor intake dan output
- Tidak iritabel / gragapan
9. Monitor adanya aritmia jantung
/ kejang 10. Dorong peningkatan intake cairan
11. Berikan cairan intravena
12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah pasien menggigi
15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres dingin diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu
18. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu
19. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut
20. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis dan

Manajemen Lingkungan (6480)


1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan ny
3. Batasi pengunjung

Mengontrol Infeksi (6540)


1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum makan
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan p
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP
5. Berikan perawatan kulit di area yang odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik
8. Anjurkan koien minum antibiotik sesuai advis

3. Kekurangan volume ca- Setelah dilakukan tindakan M Monitor Cairan (4130)


iran b.d intake kurang, perawatan selama … X 241. Tentukan riwayat jenis dan banyaknya intake cairan dan
kehilangan volume cairan jam kebutuhan cairan dan 2. Tentukan faktor resiko yang menyebabkan ketidakseimba
aktif, kegagalan dalam elektrolit adekuat, dengan 3. Menimbang BB secara teratur
mekanisme pengaturan kriteria : 4. Monitor vital sign
5. Monitor intake dan output
Batasan karakteristik : Hidrasi (0602) 6. Periksa serum, elektrolit dan membatasi cairan bila diper
- Kelemahan - Hidrasi kulit adekuat 7. Jaga keakuratan catatan intake dan output
- Haus - Tekanan darah dalam ba- 8. Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
- Penurunan turgor tas normal 9. Monitor warna dan jumlah urin
kulit - Nadi teraba 10. Monitor distensi vena leher, krakles, odem perifer dan pe
- Membran mucus / kulit - Membran mukosa lembab11. Monitor akses intravena
kering - Turgor kulit normal 12. Monitor tanda dan gejala asites
- Nadi meningkat, te- - Berat badan stabil dan 13. Catat adanya vertigo
kanan darah menu-run, dalam batas normal 14. Pertahankan aliran infuse sesua advis dokter
tekanan nadi menurun - Kelopak mata tidak ce-
- Penurunan pengisian kung Manajemen Cairan (4120)
kapiler - Fontanela tidak cekung 1. Timbang berat badan dan monitor ke-cenderungannya.
- Perubahan status
- Urin output normal 2. Timbang popok
mental - Tidak demam 3. Pertahankan keakuratan catatan intake dan output
- Penurunan urin out-put- Tidak ada rasa haus yang4. Pasang kateter bila perlu
- Peningkatan konsen- sangat 5. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, d
trasi urin - Tidak ada napas pendek 6./ Monitor vital sign
- Peningkatan suhu tubuh kusmaul 7. Monitor tanda-tanda overhidrasi / ke-lebihan cairan (krak
- Hematokrit mening-kat 8. Berikan cairan intravena
- Kehilangan berat ba-Balance Cairan (0601) 9. Monitor status nutrisi
dan mendadak. - Tekanan darah normal 10. Berikan intake oral selama 24 jam
- Nadi perifer teraba 11. Berikan cairan dengan selang (NGT) bila perlu
- Tidak terjadi ortostatik12. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit
hypotension 13. Kolaborasi dokter jika ada tanda dan gejala kelebihan cair
- Intake-output
seimbang dalam 24 jam Manajemen Hipovolemia (4180)
- Serum, elektrolit dalam 1. Monitor status cairan intake dan output
batas normal. 2. Pertahankan patensi akses intravena
- Hmt dalam batas normal 3. Monitor Hb dan Hct
- Tidak ada suara napas 4. Monitor kehilangan cairan (muntah dan diare)
tambahan 5. Monitor tanda vital
- BB stabil 6. Monitor respon pasien terhadap perubahan cairan
- Tidak ada asites, edema7. Berikan cairan isotonic / kristaloid (Na-Cl, RL, Asering
perifer 8. Monitor tempat tusukan intravena dari tanda infiltrasi ata
- Tidak ada distensi vena
9. Monitor IWL (misalnya : diaporesis)
leher 10. Anjurkan klien untuk menghindari meng-ubah posisi den
- Mata tidak cekung 11. Monitor berat badan secara teratur
- Tidak bingung 12. Monitor tanda-tanda dehidrasi ( turgor kulit menurun, pe
- Rasa haus tidak berlebih-
13. Dorong intake oral (distribusikan cairan selama 24 jam d
an 14. Pertahankan aliran infus
- Membrane mukosa lem- 15. Posisi pasien Trendelenburg / kaki elevasi lebih tinggi dar
bab
- Hidrasi kulit adekuat Monitoring Elektrolit (2020)
1. Monitor elektrolit serum
2. Kolaborasi dokter jika ada ketidak-seimbangan elektrolit
3. Monitor tanda dan gejala ketidak-seimbangan elektroli
pernapasan, gangguan ira-ma jantung, penurunan kesadar

Manajemen Elektrolit (2000)


1. Pertahankan cairan infuse yang me-ngandung elektrolit
2. Monitor kehilangan elektrolit lewat suc-tion nasogastrik,
3. Bilas NGT dengan normal salin
4. Berikan diet makanan yang kaya kalium
5. Berikan lingkungan yang aman bagi klien yang mengalam
6. Ajari klien dan keluarga tentang tipe, penyebab, dan peng
7. Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala ketidakseimbang
8. Monitor respon klien terhadap terapi elektrolit
9. Monitor efek samping pemberian su-plemen elektrolit.
10. Kolaborasi dokter pemberian obat yang mengandung elek
11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat oral, NGT, atau in

4. PK: Syok hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindak-an1./ Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan be
dehidrasi penanganan selama 1 jam2. Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pa
diharapkan klien mempunyai mental, keluaran urin menurun.
perfusi yang adekuat, dengan 3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telen
criteria : arteri ginjal yang adekuat.
4. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk menentukan kea
Kriteria hasil : menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan
- Amplitudo nadi perifer5. Observasi terhadap indicator perfusi serebral menurun :
meningkat pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pa
- Pengisian kapiler singkat6. Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun
(< 2 detik) 7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan
- Tekanan darah dalam 8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan
rentang normal frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hiperna
- CVP > atau = 5 cm H2O 9. Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volum
- Frekuensi jantung teratur10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU
- Berorientasi terhadap
waktu, tempat, dan orang
- Keluaran urin > atau = 30
ml/jam
- Akral hangat
- Nadi teraba
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit normal
- Berat badan stabil dan
dalam batas normal
- Kelopak mata tidak
cekung
- Tidak demam
- Tidak ada rasa haus yang
sangat
- Tidak ada napas pen-dek
/kusmaul

5 Takut b.d tindakan inva- Setelah dilakukan tindak-an Coping enhancement (5230)
sif, hospitalisasi, penga-keperawatan selama … X 24 1. Kaji respon takut pasien : data objektif dan subyektif
laman lingkungan yang jam rasa takut klien
2. Jelaskan klien / keluarga tentang proses penyakit
kurang bersahabat.
berkurang, dengan criteria : 3. Terangkan klien / keluarga tentang semua pemeriksaan d
(00148) 4. Sampaikan sikap empati (diam, memberikan sen-tuhan, m
Fear control (1404) : 5. Dorong orang tua untuk selalu menemani anak
Batasan karakteristik : - Klien tidak menyerang 6. Berikan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan
- Panik atau menghindari sumber 7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sosial dan komu
- Teror yang menakutkan 8. Dorong penggunaan sumber spiritual
- Perilaku menghindar- Klien menggunakan tek-
atau menyerang nik relaksasi untuk me- Anxiety Reduction (5820)
- Impulsif ngurangi takut 1. Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang mungk
- Nadi, respirasi, TD - Klien mampu mengontrol 2. Berikan objek yang memberikan rasa aman
sistolik meningkat respon takut 3. Berbicara dengan pelan dan tenang
- Anoreksia - Klien tidak melarikan4. Membina hubungan saling percaya
- Mual, muntah diri 5. Jaga peralatan pengobatan di luar penglihatan klien
- Pucat - Durasi takut menurun 6. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
- Stimulus sebagai an-- Klien kooperatif saat di-7. Dorong klien mengungkapkan perasaan, persepsi dan tak
caman lakukan perawatan dan8. Berikan aktivitas / peralatan yang meng-hibur untuk men
- Lelah pengobatan 9. Anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi
- Otot tegang 10. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan kesukaan
- Keringat meningkat Anxiety control (1402) 11. Mengusahakan untuk tidak mengulang pengambilan darah
- Gempar - Tidur pasien adekuat 12. Libatkan orang tua dalam perawatan dan pengobatan
- Ketegangan mening-kat
- Tidak ada manifestasi 13. Berikan lingkungan yang tenang
- Menyatakan takut fisik 14. Batasi pengunjung
- Menangis - Tidak ada manifestasi
- Protes perilaku
- Melarikan diri - Klien mau berinteraksi
sosial
6. Cemas orang tua b.d Setelah dilakukan tindakan Coping enhancement (5230)
perkembangan penyakit keperawatan selama … X 1. Kaji respon cemas orang tua
anaknya (diare, muntah, per-temuan kecemasan2. Jelaskan orang tua tentang proses penyakit anaknya
panas, kembung) orang tua berkurang, dengan 3. Bantu orang tua untuk mengenali penyebab diare.
criteria: 4. Terangkan orang tua tentang prosedur pemeriksaan dan p
Batasan karakteristik : 5. Beritahu dan jelaskan setiap perkem-bangan penyakit ana
- Orang tua sering Anxiety control (1402) 6. Dorong penggunaan sumber spiritual
bertanya - Tidur adekuat
- Orang tua meng-- Tidak ada manifestasi Anxiety Reduction (5820)
ungkapkan perasaan cemas fisik 1 Jelaskan semua prosedur termasuk pera-saan yang mungk
- Khawatir - Tidak ada manifestasi 2 Berikan objek yang dapat memberikan ra-sa aman
- Kewaspadaan me- perilaku 3 Berbicara dengan pelan dan tenang
ningkat - Mencari informasi untuk 4 Membina hubungan saling percaya
- Mudah tersinggung mengurangi cemas 5 Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gelisah - Menggunakan teknik re- 6 Ciptakan suasana saling percaya
- Wajah tegang, me- laksasi untuk mengurangi 7 Dorong orang tua mengungkapkan pera-saan, persepsi da
merah cemas 8 Berikan peralatan / aktivitas yang meng-hibur untuk men
- Kecenderungan me-
- Berinteraksi sosial 9 Anjurkan untuk menggunakan teknik re-laksasi
nyalahkan orang lain 10 Berikan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
Aggression Control (1401)
- Menghindari kata yang
meledak-ledak
- Menghindari perilaku
yang merusak
- Mampu mengontrol ung-
kapan verbal

Coping (1302)
- Mampu mengidentifikasi
pola koping yang efektif dan
tidak efektif
- Mampu mengontrol ver-
bal
- Melaporkan stress / ce-
masnya berkurang
- Mengungkapkan mene-
rima keadaan
- Mencari informasi ber-
kaitan dengan penyakit dan
pengobatan
- Memanfaatkan dukungan
social
- Melaporkan penurunan
stres fisik
- Melaporkan peningkatan
kenyamanan psikisnya
- Mengungkapkan membu-
tuhkan bantuan
- Melaporkan perasaan ne-
gatifnya berkurang
- Menggunakan strategi ko-
ping efektif

7 Kurang pengetahuan kli-en Setelah dilakukan penjelasan Teaching : Disease Process (5602)
/ orang tua tentang diare selama … X pertemuan klien 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien / ora
b.d kurang informa-si, / orang tua mengetahui dan 2. Jelaskan patofisiologi diare dan ba-gaimana hal ini berhu
keterbatasan kognisi, tak memahami tentang penya- 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada dia
familier dengan sum-ber kitnya, dengan criteria : 4. Gambarkan proses penyakit diare dengan cara yang sesua
informasi. 5. Identifikasi kemungkinan penyebab de-ngan cara yang te
Knowledge : 6. Bantu klien / orang tua mengenali faktor penyebab diare
Disease
Batasan Karakteristik : Process (1803) : 7. Berikan informasi upaya-upaya mencegah diare : selalu
- Mengungkapkan ma-
- Mengetahui jenis / nama digunakan, memperhatikan kebersihan lingkungan dll
salah penyakitnya 8. Berikan informasi pada klien / orang tua tentang kondisi
- Tidak tepat mengiku-ti- Mampu menjelaskan pro- 9. Sediakan informasi tentang pengukuran diagnostik yang
perintah ses penyakit 10. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperluk
- Tingkah laku yang - Mampu menjelaskan fak- 11. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
berlebihan (histeris, tor resiko 12. Gambarkan pilihan rasional rekomendasi manajemen tera
bermusuhan, agitasi,
- Mampu menjelaskan efek 13. Dukung klien/ orang tua untuk meng-eksplorasikan atau m
apatis) penyakit 14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan c
- Mampu menjelaskan tan- 15. Instruksikan klien / orang tua mengenai tanda dan gejala u
da dan gejala penyakit 16. Kuatkan informasi yang disediakan tim kesehatan yang la
- Mampu menjelaskan
komplikasi Teaching Procedur / Treatment (5618)
- Mampu menjelaskan ba- 1. Informasikan kepada klien dan orang tua kapan prosedur
gaimana mencegah kom- 2. Informasikan seberapa lama prosedur pengobatan akan d
plikasi 3. Informasikan tentang peralatan yang akan digunakan dala
4. Informasikan kepada orang tua siapa yang akan melakuk
Knowledge : Health be- 5. Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan prosedur pengobata
havors (1805) 6. Anjurkan kepada klien untuk kooperatif saat dilakukan p
- Mampu menjelaskan pola 7. Jelaskan tentang perasaan yang mungkin akan dialami se
nutisi yang sehat
- Mampu menjelaskan ak-
tifitas yang bermanfaat
- Mampu menjelaskan cara
pencegahan diare
- Mampu menjelaskan tek-
nik manajemen stress
- Mampu menjelaskan efek
zat kimia
- Mampu menjelaskan ba-
gaimana mengurangi re-siko
sakit
- Mampu menjelaskan ba-
gaimana menghindari
lingkungan yang berba-haya
(sanitasi kurang)
- Mampu menjelaskan cara
pemakaian obat sesuai resep
8. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Airway manajemen ( 3140)
b.d hiperventilasi perawatan selama … X 241 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrus
jam pola nafas efektif, 2 Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : dengan criteria : 3 Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan napas bua
- Penurunan tekanan 4 Pasang mayo bila perlu
inspirasi / ekspirasi Respiratory status : Airway5 Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Penurunan ventilasi per patency (0410) : 6 Keluarkan secret dengan batuk atau suction
menit - Suara napas bersih 7 Auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan
- Penggunaan otot na-fas - Tidak ada sianosis 8 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
tambahan - Tidak sesak napas 9 Monitor respirasi dan status oksigen
- Pernafasan nasal fla- - Irama napas dan frekuensi
ring napas dalam rentang nor-mal Respirasi Monitoring (3350)
- Dispneu - Pasien tidak merasa ter-1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
- Ortopneu cekik 2 Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot
- Penyimpangan dada - Tidak ada sianosis 3 Monitor crowing, suara ngorok
- Nafas pendek - Tidak gelisah 4 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apno
- Posisi tubuh menun- - Sputum berkurang 5 Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya men
jukkan posisi 3 poin 6 K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau crak
- Nafas pursed-lip (de- Respiratory status 7: Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
ngan bibir) ventilation (0403) 8 Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
- Ekspirasi memanjang - Respirasi dalam rentang 9 Catat karakteristik dan durasi batuk
- Peningkatan diame-ter normal 10 Monitor secret di saluran napas
anterior-posterior - Ritme dalam batas normal11 Monitor adanya krepitasi
- Frekuensi nafas - Ekspansi dada simetris 12 Monitor hasil roentgen thorak
Bayi : < 25 atau > 60 - Tidak ada sputum di jalan
13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila
1-4 th : < 20 atau > 30 napas 14 Resusitasi bila perlu
5-14 th : < 14 atau > 25 - Tidak ada penggunaan 15 Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau
> 14 th : < 11 atau > 24 otot-otot tambahan
- Kedalaman nafas - Tidak ada retraksi dada Cough Enhancement (3250)
Volume tidal de-wasa saat - Tidak ditemukan dispneu1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas vital, dan inspirasi m
istira-hat 500 ml - Dispneu saat aktivitas ti-
2 Dorong pasien melakukan nafas dalam, ditahan 2 detik la
Volume tidal ba-yi 6-8 dak ditemukan 3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan de
ml/kg BB - Napas pendek-pendek ti-
- Penurunan kapasitas dak ditemukan Terapi Oksigen (3320)
vital - Tidak ditemukan taktil 1. Bersihkan secret di mulut, hidung dan tra-khea / tenggoro
- Timing rasio fremitus 2. Pertahankan patensi jalan nafas
- Tidak ditemukan suara 3. Jelaskan pada klien / keluarga tentang pentingnya pembe
napas tambahan 4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan : kanul nasal 1-3 l/mnt,
6. Monitor aliran oksigen
7. Monitor selang oksigen
8. Cek secara periodik selang oksigen, air humidifier, aliran
9. Observasi tanda kekurangan oksigen : gelisah, sianosis d
10. Monitor tanda keracunan oksigen
11. Pertahankan oksigen selama dalam trans-portasi
12. Anjurkan klien / keluarga untuk menga-mati persediaan o

9. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan Activity


tindakantherapy (4310)
ketidakseimbangan suplai keperawatan selama … x 24 1 Catat frekuensi jantung irama, perubahan tekanan darah
dan kebutuhan O2, jam, klien mampu mencapai 2 Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan berikan aktivitas
kelemahan : activity toleransi , dengan3 Batasi pengunjung
indikator : 4 Monitor / pantau respon emosi, fisik, sosial dan spiritual
Batasan Karakteristik : 5 Jelaskan pola peningkatan aktivitas secara bertahap
- Laporan kerja : kele- Activity tolerance (0005) 6 Bantu klien mengenal aktivitas dengan penuh arti
lahan dan kelemahan - Saturasi oksigen dalam 7 Bantu klien mengenal pilihan untuk baktivitas
- Respon terhadap akti- batas normal ketika 8 Bantu klien mengenal dan memperoleh akal, sumber yan
vitas menunjukkan na-di beraktivitas 9 Tentukan kien komitmen untuk me-ningkatkan frekuensi
dan tekanan darah
- HR dalam batas normal 10 Kolaborasi yang berhubungan dengan fisik, terapi rekreas
abnormal ketika beraktivitas 11 Bantu klien membuat rencana yang khusus untuk pengali
- Perubahan EKG me- - Respirasi dalam batas 12 Bantu klien / keluarga mengenal ke-kurangan mutu aktivi
nunjukkan aritmia / normal saat beraktivitas 13 Latih klien / keluarga mengenai peran fisik, sosial, spiritu
disritmia - Tekanan darah sistolik 14 Bantu klien / keluarga menyesuaikan ling-kungan dengan
- Dispneu dan ketidak- dalam batas normal saat 15 Berikan aktivitas yang meningkatkan perhatian dalam jan
nyamanan yang sangat beraktivitas 16 Fasilitasi penggantian aktivitas ketika klien sudah melewa
- Gelisah - Tekanan darah diastolik 17 Berikan lingkungan yang tidak berbahaya untuk berjalan
dalam batas normal saat 18 Berikan bantuan yang positif untuk partisipasi didalam ak
beraktivitas 19 Bantu klien menghasilkan motivasi sendiri
- EKG dalam batas normal20 Monitor emosi, fisik, sosial, dan spiritual dalam aktivitas
- Warna kulit 21 Bantu klien / keluarga monitor men-apatkan kemajuan un
- Usaha bernafas saat
beraktivitas Dysrhythmia management (4090)
- Berjalan di ruangan Aktivitas :
- Berjalan jauh 1. Mengetahui dengan pasti klien dan ke-luarga yang mem
- Naik tangga 2. Monitor dan periksa kekurangan oksigen keseimbangan a
- Kekuatan ADL 3. Rekam EKG
- Kemampuan berbicara4. Anjurkan istirahat setiap terjadi serangan.
saat latihan 5. Catat frekuensi dan lamanya serangan .
6. Monitor hemodinamik.

DAFTAR PUSTAKA

AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org


Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool children
of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology, No. 22, 40–46.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in an
Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad,
India. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas
Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas 2:
Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas,
Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF BACTERIAL PATHOGENS
ASSOCIATED WITH DIARRHEAL PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop. Med.
Hyg., 68(6) pp. 666–670.
The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses
pada www.healthinfotranslations.com

Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.
NO DIAGNOSA KEP NOC / TUJUAN
1. Diare b.d faktor psiko- Setelah dilakukanManajemen Diare (0460)
logis (stress, cemas), tindakan perawatan
1. Identifikasi faktor yang mungkin me-nyebabkan diare (bakte
faktor situasional (kera- selama … X 24 jam 2. Evaluasi efek samping obat
cunan, kontaminasi, pem- pasien tidak me-ngalami 3. Ajari pasien menggunakan obat diare dengan tepat (smekta d
berian makanan melalui diare / diare berkurang, 4. Anjurkan pasien / keluarga untuk men-catat warna, volume,
selang, penyalahgunaan dengan criteria : 5. Dorong klien makan sedikit tapi sering (tambah secara berta
laksatif, efek samping 6. Anjurkan klien menghindari makanan yang berbumbu dan m
obat, travelling, malab- Bowel Elemination 7. Sarankan klien untuk menghindari ma-kanan yang banyak m
sorbsi, proses infeksi, (0501) 8. Monitor tanda dan gejala diare
parasit, iritasi) - Frekuensi bab normal 9. Anjurkan klien untuk menghubungi pe-tugas setiap episode
< 3 kali / hari 10. Observasi turgor kulit secara teratur
Batasan karakteristik : - Konsistensi feses
11. Monitor area kulit di daerah perianal dari iritasi dan ulserasi
- Bab > 3 x/hari normal (lunak dan
12. Ukur diare / keluaran isi usus
- Konsistensi encer / cair berbentuk) 13. Timbang Berat Badan secara teratur
- Suara usus hiperaktif - Gerakan usus tidak 14. Konsultasikan dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
- Nyeri perut me-ningkat (terjadi tiap 15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan suara usus
- Kram 10 -30 detik) 16. Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala diare menetap.
- Warna feses normal 17. Anjurkan diet rendah serat
- Tidak ada lendir, darah
18. Anjurkan untuk menghindari laksatif
- Tidak ada nyeri 19. Ajari klien / keluarga bagaimana meme-lihara catatan makan
- Tidak ada diare 20. Ajari klien teknik mengurangi stress
- Tidak ada kram 21. Monitor keamanan preparat makanan
- Gambaran peristaltic
tidak tampak Manajemen Nutrisi (1100)
- Bau fese normal (tidak1. Hindari makanan yang membuat alergi
amis, bau busuk) 2. Hindari makanan yang tidak bisa di-toleransi oleh klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan ka
4. Berikan makanan secara selektif
5. Berikan buah segar (pisang) atau jus buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang dibutuhka

Bowel Incontinence Care (0410)


1. Tentukan faktor fisik atau psikis yang menyebabkan diare.
2. Terangkan penyebab masalah dan alasan dilakukan tindakan
3. Diskusikan prosedur dan hasil yang diharapkan dengan klien
4. Anjurkan klien / keluarga untuk mencatat keluaran feses
5. Cuci area perianal dengan sabun dan air dan keringkan setia
6. Gunakan cream di area perianal
7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan kering

Perawatan Perineal (1750)


1. Bersihkan secara teratur dengan teknik aseptik
2. Jaga daerah perineum selalu kering
3. Pertahankan klien pada posisi yang nyaman
4. Berikan obat anti nyeri / inflamasi dengan tepat

2. Hipertermi b.d dehidrasi, Setelah dilakukan Pengaturan Panas (3900)


peningkatan metabolik, tindakan perawatan
1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
inflamasi usus selama … X 24 jam suhu 2. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
badan klien normal,
3. Monitor suhu dan warna kulit
Batasan karakteristik : dengan criteria : 4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi
- Suhu tubuh > normal 5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat
- Kejang Termoregulasi (0800) 6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang tinggi
- Takikardi - Suhu kulit normal 7. Berikan obat antipiretik
- Respirasi meningkat - Suhu badan 35,9˚C-8. Berikan obat untuk mencegah atau mengontrol menggigil
- Diraba hangat 37,3˚C
- Kulit memerah - Tidak ada sakit kepala Pengobatan Panas (3740)
- Tidak ada nyeri otot 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
- Tidak ada perubahan 2. Monitor IWL
war-na kulit 3. Monitor suhu dan warna kulit
- Nadi, respirasi dalam4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
ba-tas normal 5. Monitor derajat penurunan kesadaran
- Hidrasi adekuat 6. Monitor kemampuan aktivitas
- Pasien menyatakan7. Monitor leukosit, hematokrit
nya-man 8. Monitor intake dan output
- Tidak menggigil 9. Monitor adanya aritmia jantung
- Tidak iritabel 10.
/ Dorong peningkatan intake cairan
gragapan / kejang 11. Berikan cairan intravena
12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah pasien menggigil / k
15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres dingin diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu ba
18. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila bila suhu ba
19. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut
20. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis dan me

Manajemen Lingkungan (6480)


1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyam
3. Batasi pengunjung

Mengontrol Infeksi (6540)


1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum makan
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan pera
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP
5. Berikan perawatan kulit di area yang odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik
8. Anjurkan koien minum antibiotik sesuai advis
3. Kekurangan volume ca- Setelah dilakukan
M Monitor Cairan (4130)
iran b.d intake kurang, tindakan perawatan1. Tentukan riwayat jenis dan banyaknya intake cairan dan keb
kehilangan volume cairan selama … X 24 jam 2. Tentukan faktor resiko yang menyebabkan ketidakseimbang
aktif, kegagalan dalam kebutuhan cairan dan 3. Menimbang BB secara teratur
mekanisme pengaturan elektrolit adekuat, dengan 4. Monitor vital sign
kriteria : 5. Monitor intake dan output
Batasan karakteristik : 6. Periksa serum, elektrolit dan membatasi cairan bila diperluk
- Kelemahan Hidrasi (0602) 7. Jaga keakuratan catatan intake dan output
- Haus - Hidrasi kulit adekuat 8. Monitor membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
- Penurunan turgor - Tekanan darah dalam 9. Monitor warna dan jumlah urin
kulit ba-tas normal 10. Monitor distensi vena leher, krakles, odem perifer dan penin
- Membran mucus / kulit - Nadi teraba 11. Monitor akses intravena
kering - Membran mukosa 12. Monitor tanda dan gejala asites
- Nadi meningkat, te- lembab 13. Catat adanya vertigo
kanan darah menu-run, - Turgor kulit normal 14. Pertahankan aliran infuse sesua advis dokter
tekanan nadi menurun - Berat badan stabil dan
- Penurunan pengisian dalam batas normal Manajemen Cairan (4120)
kapiler - Kelopak mata tidak 1. Timbang berat badan dan monitor ke-cenderungannya.
- Perubahan status ce-kung 2. Timbang popok
mental - Fontanela tidak
3. Pertahankan keakuratan catatan intake dan output
- Penurunan urin out-put cekung 4. Pasang kateter bila perlu
- Peningkatan konsen-- Urin output normal 5. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, den
trasi urin - Tidak demam 6. Monitor vital sign
- Peningkatan suhu tubuh - Tidak ada rasa haus 7. Monitor tanda-tanda overhidrasi / ke-lebihan cairan (krakles
- Hematokrit mening-kat yang sangat 8. Berikan cairan intravena
- Kehilangan berat ba- - Tidak ada napas9. Monitor status nutrisi
dan mendadak. pendek / kusmaul 10. Berikan intake oral selama 24 jam
11. Berikan cairan dengan selang (NGT) bila perlu
Balance Cairan (0601) 12. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit
- Tekanan darah normal13. Kolaborasi dokter jika ada tanda dan gejala kelebihan cairan
- Nadi perifer teraba
- Tidak terjadi ortostatikManajemen Hipovolemia (4180)
hypotension 1. Monitor status cairan intake dan output
- Intake-output 2. Pertahankan patensi akses intravena
seimbang dalam 24 jam 3. Monitor Hb dan Hct
- Serum, elektrolit 4. Monitor kehilangan cairan (muntah dan diare)
dalam batas normal. 5. Monitor tanda vital
- Hmt dalam batas 6. Monitor respon pasien terhadap perubahan cairan
normal 7. Berikan cairan isotonic / kristaloid (Na-Cl, RL, Asering) un
- Tidak ada suara napas8. Monitor tempat tusukan intravena dari tanda infiltrasi atau in
tambahan 9. Monitor IWL (misalnya : diaporesis)
- BB stabil 10. Anjurkan klien untuk menghindari meng-ubah posisi dengan
- Tidak ada asites,
11. Monitor berat badan secara teratur
edema perifer 12. Monitor tanda-tanda dehidrasi ( turgor kulit menurun, pengi
- Tidak ada distensi 13. Dorong intake oral (distribusikan cairan selama 24 jam dan
vena leher 14. Pertahankan aliran infus
- Mata tidak cekung 15. Posisi pasien Trendelenburg / kaki elevasi lebih tinggi dari k
- Tidak bingung
- Rasa haus tidak Monitoring Elektrolit (2020)
berlebih-an 1. Monitor elektrolit serum
- Membrane mukosa2. Kolaborasi dokter jika ada ketidak-seimbangan elektrolit
lem-bab 3. Monitor tanda dan gejala ketidak-seimbangan elektrolit (
- Hidrasi kulit adekuat pernapasan, gangguan ira-ma jantung, penurunan kesadaran

Manajemen Elektrolit (2000)


1. Pertahankan cairan infuse yang me-ngandung elektrolit
2. Monitor kehilangan elektrolit lewat suc-tion nasogastrik, dia
3. Bilas NGT dengan normal salin
4. Berikan diet makanan yang kaya kalium
5. Berikan lingkungan yang aman bagi klien yang mengalami g
6. Ajari klien dan keluarga tentang tipe, penyebab, dan pengob
7. Kolaborasi dokter bila tanda dan gejala ketidakseimbangan e
8. Monitor respon klien terhadap terapi elektrolit
9. Monitor efek samping pemberian su-plemen elektrolit.
10. Kolaborasi dokter pemberian obat yang mengandung elektro
11. Berikan suplemen elektrolit baik lewat oral, NGT, atau infus

4. PK: Syok hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindak- 1. Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan berma
dehidrasi an / penanganan selama 2. Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada p
1 jam diharapkan klien keluaran urin menurun.
mempunyai perfusi yang 3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telentang
adekuat, dengan criteria : ginjal yang adekuat.
4. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk menentukan keade
Kriteria hasil : menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan ke
- Amplitudo nadi
5. Observasi terhadap indicator perfusi serebral menurun : ge
perifer meningkat pengaman tempat tidur dan menempatkan tempat tidur pada
- Pengisian kapiler
6. Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : n
singkat (< 2 detik) 7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kr
- Tekanan darah dalam 8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan ,
rentang normal frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hipernatrem
- CVP > atau = 5 cm 9. Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volume
H2O 10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU
- Frekuensi jantung
teratur
- Berorientasi terhadap
waktu, tempat, dan orang
- Keluaran urin > atau =
30 ml/jam
- Akral hangat
- Nadi teraba
- Membran mukosa
lembab
- Turgor kulit normal
- Berat badan stabil dan
dalam batas normal
- Kelopak mata tidak
cekung
- Tidak demam
- Tidak ada rasa haus
yang sangat
- Tidak ada napas pen-
dek /kusmaul

5 Takut b.d tindakan inva- Setelah dilakukan tindak- Coping enhancement (5230)
sif, hospitalisasi, penga-an keperawatan selama … 1. Kaji respon takut pasien : data objektif dan subyektif
laman lingkungan yang X 24 jam rasa takut klien2. Jelaskan klien / keluarga tentang proses penyakit
kurang bersahabat.
berkurang, dengan criteria
3. Terangkan klien / keluarga tentang semua pemeriksaan dan
(00148) : 4. Sampaikan sikap empati (diam, memberikan sen-tuhan, men
5. Dorong orang tua untuk selalu menemani anak
Batasan karakteristik : Fear control (1404) : 6. Berikan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan
- Panik - Klien tidak menyerang7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas sosial dan komunita
- Teror atau menghindari sumber 8. Dorong penggunaan sumber spiritual
- Perilaku menghindar yang menakutkan
atau menyerang - Klien menggunakan Anxiety Reduction (5820)
- Impulsif tek-nik relaksasi untuk 1. Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang mungkin d
- Nadi, respirasi, TD me-ngurangi takut 2. Berikan objek yang memberikan rasa aman
sistolik meningkat - Klien mampu 3. Berbicara dengan pelan dan tenang
- Anoreksia mengontrol respon takut 4. Membina hubungan saling percaya
- Mual, muntah - Klien tidak melarikan5. Jaga peralatan pengobatan di luar penglihatan klien
- Pucat diri 6. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
- Stimulus sebagai an-- Durasi takut menurun7. Dorong klien mengungkapkan perasaan, persepsi dan takut
caman - Klien kooperatif saat8. Berikan aktivitas / peralatan yang meng-hibur untuk mengur
- Lelah di-lakukan perawatan dan 9. Anjurkan klien menggunakan teknik relaksasi
- Otot tegang pengobatan 10. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan kesukaan da
- Keringat meningkat 11. Mengusahakan untuk tidak mengulang pengambilan darah
- Gempar Anxiety control (1402) 12. Libatkan orang tua dalam perawatan dan pengobatan
- Ketegangan mening-kat
- Tidur pasien adekuat 13. Berikan lingkungan yang tenang
- Menyatakan takut - Tidak ada manifestasi14. Batasi pengunjung
- Menangis fisik
- Protes - Tidak ada manifestasi
- Melarikan diri perilaku
- Klien mau berinteraksi
sosial

6. Cemas orang tua b.d Setelah dilakukan Coping enhancement (5230)


perkembangan penyakit tindakan keperawatan
1. Kaji respon cemas orang tua
anaknya (diare, muntah, selama … X per-temuan2. Jelaskan orang tua tentang proses penyakit anaknya
panas, kembung) kecemasan orang tua3. Bantu orang tua untuk mengenali penyebab diare.
berkurang, dengan
4. Terangkan orang tua tentang prosedur pemeriksaan dan peng
Batasan karakteristik : criteria: 5. Beritahu dan jelaskan setiap perkem-bangan penyakit anakn
- Orang tua sering 6. Dorong penggunaan sumber spiritual
bertanya Anxiety control (1402)
- Orang tua meng-
- Tidur adekuat Anxiety Reduction (5820)
ungkapkan perasaan cemas- Tidak ada manifestasi 1 Jelaskan semua prosedur termasuk pera-saan yang mungkin
- Khawatir fisik 2 Berikan objek yang dapat memberikan ra-sa aman
- Kewaspadaan me-
- Tidak ada manifestasi 3 Berbicara dengan pelan dan tenang
ningkat perilaku 4 Membina hubungan saling percaya
- Mudah tersinggung - Mencari informasi
5 Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gelisah untuk mengurangi cemas6 Ciptakan suasana saling percaya
- Wajah tegang, me- - Menggunakan teknik 7 Dorong orang tua mengungkapkan pera-saan, persepsi dan c
merah re-laksasi untuk
8 Berikan peralatan / aktivitas yang meng-hibur untuk mengu
- Kecenderungan me- mengurangi cemas 9 Anjurkan untuk menggunakan teknik re-laksasi
nyalahkan orang lain - Berinteraksi sosial 10 Berikan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung

Aggression Control
(1401)
- Menghindari kata yang
meledak-ledak
- Menghindari perilaku
yang merusak
- Mampu mengontrol
ung-kapan verbal

Coping (1302)
- Mampu
mengidentifikasi pola
koping yang efektif dan
tidak efektif
- Mampu mengontrol
ver-bal
- Melaporkan stress /
ce-masnya berkurang
- Mengungkapkan mene-
rima keadaan
- Mencari informasi ber-
kaitan dengan penyakit
dan pengobatan
- Memanfaatkan
dukungan social
- Melaporkan
penurunan stres fisik
- Melaporkan
peningkatan kenyamanan
psikisnya
- Mengungkapkan
membu-tuhkan bantuan
- Melaporkan perasaan
ne-gatifnya berkurang
- Menggunakan strategi
ko-ping efektif
7 Kurang pengetahuan kli-en Setelah dilakukan Teaching : Disease Process (5602)
/ orang tua tentang diare penjelasan selama … X 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien / orang
b.d kurang informa-si, pertemuan klien / orang 2. Jelaskan patofisiologi diare dan ba-gaimana hal ini berhubun
keterbatasan kognisi, tak tua mengetahui dan
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada diare d
familier dengan sum-ber memahami tentang penya- 4. Gambarkan proses penyakit diare dengan cara yang sesuai
informasi. kitnya, dengan criteria : 5. Identifikasi kemungkinan penyebab de-ngan cara yang tepat
6. Bantu klien / orang tua mengenali faktor penyebab diare
Batasan Karakteristik : Knowledge : Disease 7. Berikan informasi upaya-upaya mencegah diare : selalu m
- Mengungkapkan ma- Process (1803) : digunakan, memperhatikan kebersihan lingkungan dll
salah - Mengetahui jenis 8./ Berikan informasi pada klien / orang tua tentang kondisi / pe
- Tidak tepat mengiku-ti nama penyakitnya 9. Sediakan informasi tentang pengukuran diagnostik yang ters
perintah - Mampu menjelaskan 10. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
- Tingkah laku yang pro-ses penyakit 11. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
berlebihan (histeris,
- Mampu menjelaskan 12. Gambarkan pilihan rasional rekomendasi manajemen terapi /
bermusuhan, agitasi, fak-tor resiko 13. Dukung klien/ orang tua untuk meng-eksplorasikan atau men
apatis) - Mampu menjelaskan 14. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan dengan cara
efek penyakit 15. Instruksikan klien / orang tua mengenai tanda dan gejala untu
- Mampu menjelaskan 16. Kuatkan informasi yang disediakan tim kesehatan yang lain d
tan-da dan gejala penyakit
- Mampu menjelaskan Teaching Procedur / Treatment (5618)
komplikasi 1. Informasikan kepada klien dan orang tua kapan prosedur pen
- Mampu menjelaskan 2. Informasikan seberapa lama prosedur pengobatan akan dilak
ba-gaimana mencegah 3. Informasikan tentang peralatan yang akan digunakan dalam
kom-plikasi 4. Informasikan kepada orang tua siapa yang akan melakukan p
5. Jelaskan tujuan dan alasan dilakukan prosedur pengobatan
Knowledge : Health be- 6. Anjurkan kepada klien untuk kooperatif saat dilakukan prose
havors (1805) 7. Jelaskan tentang perasaan yang mungkin akan dialami selam
- Mampu menjelaskan
pola nutisi yang sehat
- Mampu menjelaskan
ak-tifitas yang bermanfaat
- Mampu menjelaskan
cara pencegahan diare
- Mampu menjelaskan
tek-nik manajemen stress
- Mampu menjelaskan
efek zat kimia
- Mampu menjelaskan
ba-gaimana mengurangi
re-siko sakit
- Mampu menjelaskan
ba-gaimana menghindari
lingkungan yang berba-
haya (sanitasi kurang)
- Mampu menjelaskan
cara pemakaian obat
sesuai resep

8. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Airway manajemen ( 3140)


b.d hiperventilasi tindakan perawatan
1 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bi
selama … X 24 jam pola 2 Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : nafas efektif, dengan 3 Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan napas buatan
- Penurunan tekanan criteria : 4 Pasang mayo bila perlu
inspirasi / ekspirasi 5 Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Penurunan ventilasi per Respiratory status 6: Keluarkan secret dengan batuk atau suction
menit Airway patency (0410) :7 Auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan
- Penggunaan otot na-fas - Suara napas bersih 8 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
tambahan - Tidak ada sianosis 9 Monitor respirasi dan status oksigen
- Pernafasan nasal fla- - Tidak sesak napas
ring - Irama napas dan Respirasi Monitoring (3350)
- Dispneu frekuensi napas dalam 1 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
- Ortopneu rentang nor-mal 2 Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tam
- Penyimpangan dada - Pasien tidak merasa 3 Monitor crowing, suara ngorok
- Nafas pendek ter-cekik 4 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe
- Posisi tubuh menun- - Tidak ada sianosis 5 Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menuru
jukkan posisi 3 poin - Tidak gelisah 6 K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau crakles
- Nafas pursed-lip (de- - Sputum berkurang 7 Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
ngan bibir) 8 Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
- Ekspirasi memanjang Respiratory status 9: Catat karakteristik dan durasi batuk
- Peningkatan diame-ter ventilation (0403) 10 Monitor secret di saluran napas
anterior-posterior - Respirasi dalam11 Monitor adanya krepitasi
- Frekuensi nafas rentang normal 12 Monitor hasil roentgen thorak
Bayi : < 25 atau > 60 - Ritme dalam batas 13 Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila pe
1-4 th : < 20 atau > 30 normal 14 Resusitasi bila perlu
5-14 th : < 14 atau > 25 - Ekspansi dada simetris15 Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau ter
> 14 th : < 11 atau > 24 - Tidak ada sputum di
- Kedalaman nafas jalan napas Cough Enhancement (3250)
Volume tidal de-wasa saat - Tidak ada penggunaan 1 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas vital, dan inspirasi maks
istira-hat 500 ml otot-otot tambahan 2 Dorong pasien melakukan nafas dalam, ditahan 2 detik lalu
Volume tidal ba-yi 6-8 - Tidak ada retraksi 3 Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan deng
ml/kg BB dada
- Penurunan kapasitas
- Tidak ditemukan Terapi Oksigen (3320)
vital dispneu 1. Bersihkan secret di mulut, hidung dan tra-khea / tenggoroka
- Timing rasio - Dispneu saat aktivitas
2. Pertahankan patensi jalan nafas
ti-dak ditemukan 3. Jelaskan pada klien / keluarga tentang pentingnya pemberian
- Napas pendek-pendek 4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
ti-dak ditemukan 5. Pilih peralatan sesuai kebutuhan : kanul nasal 1-3 l/mnt, hea
- Tidak ditemukan taktil
6. Monitor aliran oksigen
fremitus 7. Monitor selang oksigen
- Tidak ditemukan suara8. Cek secara periodik selang oksigen, air humidifier, aliran ok
napas tambahan 9. Observasi tanda kekurangan oksigen : gelisah, sianosis dll
10. Monitor tanda keracunan oksigen
11. Pertahankan oksigen selama dalam trans-portasi
12. Anjurkan klien / keluarga untuk menga-mati persediaan oksi

9. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukantherapy (4310)


Activity
ketidakseimbangan suplai tindakan keperawatan1 Catat frekuensi jantung irama, perubahan tekanan darah seb
dan kebutuhan O2, selama … x 24 jam, klien 2 Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan berikan aktivitas se
kelemahan mampu mencapai 3: Batasi pengunjung
activity toleransi , dengan
4 Monitor / pantau respon emosi, fisik, sosial dan spiritual
Batasan Karakteristik : indikator : 5 Jelaskan pola peningkatan aktivitas secara bertahap
- Laporan kerja : kele- 6 Bantu klien mengenal aktivitas dengan penuh arti
lahan dan kelemahan Activity tolerance 7 Bantu klien mengenal pilihan untuk baktivitas
- Respon terhadap akti- (0005) 8 Bantu klien mengenal dan memperoleh akal, sumber yang d
vitas menunjukkan na-di - Saturasi oksigen dalam9 Tentukan kien komitmen untuk me-ningkatkan frekuensi da
dan tekanan darah batas normal ketika 10 Kolaborasi yang berhubungan dengan fisik, terapi rekreasi, p
abnormal beraktivitas 11 Bantu klien membuat rencana yang khusus untuk pengalihan
- Perubahan EKG me- - HR dalam batas 12 Bantu klien / keluarga mengenal ke-kurangan mutu aktivitas
nunjukkan aritmia / normal ketika beraktivitas13 Latih klien / keluarga mengenai peran fisik, sosial, spiritual ,
disritmia - Respirasi dalam batas14 Bantu klien / keluarga menyesuaikan ling-kungan dengan ke
- Dispneu dan ketidak- normal saat beraktivitas 15 Berikan aktivitas yang meningkatkan perhatian dalam jangka
nyamanan yang sangat - Tekanan darah sistolik16 Fasilitasi penggantian aktivitas ketika klien sudah melewati b
- Gelisah dalam batas normal saat 17 Berikan lingkungan yang tidak berbahaya untuk berjalan ses
beraktivitas 18 Berikan bantuan yang positif untuk partisipasi didalam aktivi
- Tekanan darah 19 Bantu klien menghasilkan motivasi sendiri
diastolik dalam batas 20 Monitor emosi, fisik, sosial, dan spiritual dalam aktivitas
normal saat beraktivitas 21 Bantu klien / keluarga monitor men-apatkan kemajuan untuk
- EKG dalam batas
normal Dysrhythmia management (4090)
- Warna kulit Aktivitas :
- Usaha bernafas saat 1. Mengetahui dengan pasti klien dan ke-luarga yang mempun
beraktivitas 2. Monitor dan periksa kekurangan oksigen keseimbangan asam
- Berjalan di ruangan 3. Rekam EKG
- Berjalan jauh 4. Anjurkan istirahat setiap terjadi serangan.
- Naik tangga 5. Catat frekuensi dan lamanya serangan .
- Kekuatan ADL 6. Monitor hemodinamik.
- Kemampuan
berbicara saat latihan

Anda mungkin juga menyukai