Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningioma adalah neoplasma jinak intrakranaial yang paling

sering terjadi. Kejadianya kurang lebih 18% dari keseluruhan neoplasma

intracranial.1 Meningioma merupakan tumor tersering setelah glioma.

Dengan usia penderita rata-rata 41-48 tahun. Insiden lebih tinggi terjadi

pada wanita (61%), dan lebih sering unilateral (95%).2

Nervus opticus dibungkus oleh 3 lapisan selubung yang

merupakan lanjutan dari ketiga lapisan selubung pada otak (duramater,

arakhnoid dan piamater). Meninges biasanya merupakan tumor primer

orbita yang berasal dari selubung nervus optikus, dari sel-sel

meningoendotelial arakhnoid. Meningioma berhubungan dengan tidak

seimbangnya hormone progesterone dan esterogen. Disini kadar esterogen

sangat tinggi, padahal di sel-sel meningoendothelial terdapat reseptor

hormone tersebut sehingga sel-sel cenderung berpoliferasi secara

berlebihan. Tumor ini dapat menyebabkan kelainan lapang pandang dan

gangguan fungsi otot-otot ekstraokular. Tumor ini mempunyai

kecenderungan tumbuh ke belakang, masuk rongga otak dan banyak

dijumpai pada wanita paruh baya.3

Apabila dibandingkan dengan neoplasma lain, meningioma tumbuh

lebih lambat dan potensial dapat sembuh sempurna dengan pembedahan.

Meningioma orbita sangat menarik karena lokasinya. Tumor dapat

1
menekan saraf optic, isi intraorbita, isi dari fisura orbita superior, sinus

cavernosus dan lobus frontal serta temporal.1

Meningioma orbita dianggap menarik selain karena lokasinya juga

karena hingga saat ini terutama dalam hal penatalaksanaan masih

kontroversial.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Meningioma (meninges + oma) adalah tumor meningen jinak,

tumbuh lambat, biasanya dekat duramater, kemungkinan berasal dari sel

yang berhubungan dengan vili arakhnoid. Dapat mengikis tulang-tulang

tengkorak atau menyebabkan hyperostosis dan peningkatan tekanan

intracranial. Umumnya pengklasifikasian berdasarkan lokasi anatomisnya.

Meninges sendiri meliputi tiga membrane yang membungkus otak dan

medulla spinalis, yaitu duramater, arakhnoid dan piamater.5

Meningioma orbita merupakan salah satu tumor intracranial.

Intrakranial meningioma biasanya terjadi pada wanita usia paruh baya.

Defek lapangan pandang dan gambaran klinisnya tergantung pada lokasi

tumor. Misalnya tumor pada sphenoidal ridge dapat menekan saraf optic

lebih awal bila lokasinya berada di tengah dan lebih lambat bila aspek

lateral tulang sphenoid dan fossa cranial terkait. Penemuan klasiknya

adalah rasa penuh pada fossa temporal sebagai hasil dari hyperostosis. 6

Nervus opticus dibungkus oleh 3 lapisan selubung yang merupakan

lanjutan dari ketiga lapisan selubung pada otak. Meningioma pada rongga

bola mata atau meningioma orbita biasanya merupakan tumor primer

orbita yang berasal dari perselubungan saraf optic. Hal ini dapat

3
menyebabkan kelainan lapang pandang dan gangguan fungsi otot-otot luar

mata.3

2.2 Klasifikasi

1. Meningioma Orbita Primer

Pada keadaan ini terjadi penurunan atau kehilangan penglihatan

pada satu mata yang perlahan namun progresif tanpa rasa nyeri,

dengan disertai propetosis. Tumor yang tumbuh berawal dari

parsorbitalis akan lebih cepat menimbulkan propetosis daripada yang

berawal dari apex atau pars kanalis. Namun gangguan penglihatan

timbul mendahului proptosis pada tumor yang muncul di apex atau di

kanal. Proptosis dan gangguan penglihatan terjadi hampir bersamaan

pada tumor pars orbital.

Lapang pandang bisa mengalami gangguan dengan wujud skotoma

sekosentral atau konstriksi perifer. Selain itu pasien bias juga

mengeluhkan sakit kepala yang tumpul atau rasa tidak enak di

belakang mata terdapat edema palpebra, kemosis,konjungtiva bias

muncul pada meningioma orbita. Pemeriksaan pupil akan dan

menunjukkan defek pupil aferen. Meningioma intracranial bisa

menimbulkan sindrom Foster-Kennedy yaitu atrofi optic ipsilateral dan

edema papil kontralateral. Sindrom ini tidak terjadi pada meningioma

yang terbatas pada rongga orbita.

Funduskopi bisa mengungkap adanya edema papil dan bendungan

vena dan gambaran ini menyerupai keadaan neuritis optic idiopatik.

4
Seiring waktu edema papil akan berkurang dan menghilang dengan

diikuti atrofi optic. Selain itu bisa juga ditemukan vasa kolateral

retinokoroid atau disebut juga pembuluh pirau optosiler(optocilliary

shunt).3,7

2. Meningioma Orbita Sekunder

Tumor ini hampir selalu berawal di tulang sphenoid sehingga

kadang disebut sebagai meningioma sphenoid yang kemudian berlanjut

ke orbita. Meningioma sphenoid menyebabkan hyperostosis area

sekitar apex dan akibatnya penglihatan serta lokomosi bola mata

terganggu sejak dini. Manifestasi umum lainya adalah proptosis,

edema palpebra, nyeri, blefaroptosis, defek pupil aferen dan defek

lapang pandang prekiasmal.3,7

2.3 Epidemiologi

Meningioma mencakup kurang lebih 18-20% dari seluruh tumor

intrakaranial dan merupakan neoplasma jinak intracranial yang paling

sering ditemukan serta tumor intracranial kedua dari seluruh tumor

intracranial. Diperkirakan insidensi meningioma intracranial terjadi pada

2.1/100.000 orang. 1

Meningioma orbita mengambil bagian sekitar 3-9% dari seluruh

tumor orbita. Meningioma orbita primer sekitar 0.4-2% dan meningioma

orbita sekunder 16-20% dari seluruh meningioma.1

Kejadianya lebih sering pada wanita (73-84%), namun demografi

dan distribusi usianya masih kontroversial. Pada beberapa literatur

5
menyebutkan sebagian besar terjadi terutama pada wanita usia paruh

baya.8

2.4 Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari meningioma orbita tidak berubah sejak

didiskripsikan oleh Chusing dan Eisenhardt pada tahun 1938. Hilangnya

penglihatan unilateral dan progresif serta eksoftalmos (proptosis)

merupakan gambaran yang paling sering disebutkan pada berbagai

literatur. Keterkaitan ketajaman mata biasanya terjadi lebih awal daripada

manifestasi eksoftalmos.8 Adanya kompresi saraf optik dapat

menyebabkan blurrines, penglihatan terhadap warna berkurang dan defek

pupil aferen. Kehilangan penglihatan biasanya terjadi secara bertahnap

tanpa rasa sakit, dan biasanya dimulai satu sampi lima tahun sebelumnya.2

Gambaran klinis yang lain adalah adanya perubahan pada optic

disc , diplopia, nyeri kepala,mual dan muntah. Perubahan pada saraf optic

dapat terjadi karena hipertensi intracranial yang menyebabkan papiledema.

Perubahan dapat terjadi pula karena penekanan tumor pada saraf optik

sehingga menghasilkan papiledema atau atrofi optik. Intrakranial

hipertensi dapat pula menyebabkan papiledema pada mata kontralateral.

Diplopia muncul kemungkinan diakibatkan oleh neuropati atau oleh

ganggauan pada otot rektus. 1

2.5 Diagnosis dan Penemuan Radiologis

6
Diagnosis meningioma orbita dapat diduga dari gambaran klinis

dan didukung oleh hasil pencitraan orbita. Pada sebagain besar kasus,

ditemukan adanya kehilangan penglihatan secara progresif, pembengkakan

pada optic disk atau atrofi optik.8 Penegakan diagnosis meningioma orbital

bisa dibantu dengan pemeriksaan USG, rontgenografi, CT scan dan MRI.

Pada CT scan bisa tampak bayangan saraf optic negative linear dalam

pusat lesi atau disebut juga “railroad sign”.3

Meningioma pembungkus saraf optik akan tampak normal pada

pemeriksaan radiologis X-ray pada awal perkembangan tumor. Pada

perkembangan lanjut dapat ditemukan pembesaran kanal optik atau

hyperostosis. Pemeriksaan Computerized Tomography (CT-scan) dengan

atau tanpa medium kontras dapat mengungkap perluasan tumor

intracranial.1 Hiperostosis yang berkaitan dengan erosi tulang dan tumor

padat berkalsifikasi adalah tanda utama meningioma pada pemeriksaan


9
radiologic. Pemeriksaan MRI akan mendapatkan hasil yang lebih baik

terutama dari segi lokasi anatomisnya.1 Pada beberapa kasus yang tidak

pasti, pemeriksa bisa melakukan aspirasi jarum halus untuk membantu

penegakan diagnosis.3

2.6 Penatalaksanaan

Pengelolaan meningioma orbita tergantung pada visus, ukuran

tumor, lokasi tumor, usia dan keadaan umum pasien.3

Beberapa terapi meningioma orbita adalah:

1. Pembedahan

7
Terapi pembedahan merupakan pilihan namun perlu

dipertimbangkan karena sering diikuti dengan komplikasi seperti


8
penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan. Bila meningioma

terbatas pada saraf optic tanpa gangguan visus, maka dilakukan

observasi. Bila ada progresifitas tumor, misal dengan memburuknya

pengelihatan, dokter bisa mempertimbangkan untuk melakukan

pembedahan dengan orbitotomi lateral atau orbitotomi transfrontal.

Pertama-tama bisa dilakukan dekompresi selubung saraf optic. Apabila

tumor progresif, bisa dilakukan pengangkatan en block bersama saraf

optiknya juga. Apabila ada perluasan intraocular, dokter mata bisa

melakukan eksenterasi modifikasi dan kadang perlu dilakukan

pembedahan ulang. 3

Pembedahan dengan dilakukan endovascular preoperatif

embolization atau embolisasi endovascular preoperasi memberikan

hasil yang cukup baik. Embolisasi ini dengan menggunakan kateter

khusus pada pembuluh darah yang mensuplai tumor. Setelah

diposisikan, material embolik dimasukkan agar terbentuk gumpalan

bekuan dan thrombus. Keuntunganya adalah menurunkan jumlah

kehilangan darah selama operasi, menutunkan kejadian komplikasi dan

mempersingkat waktu operasi.1

Radiosurgery atau pembedahan dengan radiasi menunjukkan hasil

yang efektif dalam mengontrol pertumbuhan tumor. Pada pembedahan

ini digunakan pisau gamma (gamma knife). Penggunaan Intraoperative

8
computer-assisted image guidance dapat membantu dalam visualisasi

saat operasi berlangsung. 1

Pembedahan adalah pilihan yang tepat saat kehilangan ketajaman

mata semakin progresif atau telah terjadi kebutaan dengan tujuan untuk

mengurangi rasa sakit atau eksoftalmosnya.1

2. Radioterapi

Terapi radiasi merupakan terapi pilihan untuk meningioma baik

sebagai terapi utama maupun sebagai terapi adjuvant. Penggunaan

radioterapi post operasi dapat menurunkan angka rekurensi sebesar 14-

29%. Menurut penelitian Boulas, Paul. et al (1995), pada 99 pasien

penderita meningioma, dengan radioterapi 63% mengalami penurunan

ukuran, 32% tidak ada perubahan dan 5% mengalami pembesaran.1

Dosis tinggi radioterapi (antara 50-100 Gy) digunakan untuk

menghambat pertumbuhan meningioma. Menurut Rose, Goffery

(1993), penggunaan radioterapi ini juga memiliki resiko yaitu

menginduksi keganasan yang lainya seperti sarcoma. 10

3. Terapi Hormon

Secara epidemiologis lebih dari beberapa dekade dipercaya bahwa

pertumbuhan menigioma intrakraniak terkait dengan hormone

kewanitaan. Tumor lebih banyak terjadi pada wanita daripada pada

pria, beberapa tumor membesar selama kehamilan dan menecil setelah

persalinan. Diketahui pada meningioma, predominanya mengandung

lebih banyak progestron daripada esterogen (reseptor progesterone

9
>70% sedangkan reseptor esterogen <20%). Hal ini mendasari

pemikiran penggunaan terapi hormonal pada jenis tumor ini. 10

Penggunaan antiprogesteron (mifepristone) menunjukkan

penurunan ukuran tumor secara signifikan dan menurunkan gejala

tumor seperti rasa nyeri, namun 5 dari 13 pasien menunjukkan adanya

efek samping seperti mual, muntah, mudah leleh, hot flushes, alopesia

serta ginekomastia. Penyelidikan lebih lanjut tentang penggunan terapi

antiprogesteron masih dilakukan. Hal ini terkait dengan adanya dugaan

antiprogesteron dapat memicu tumor yang lain serta efek

sampingnya.10

2.7 Prognosis

Prognosis ad vitam meningioma orbita pada tumor di apex adalah

buruk. Untuk yang berasal dari bagian lateral sayap sphenoid prognosisnya

lebih baik. Namun demikian, tumor dari daerah lateral sphenoid ini

memiliki ancaman tersendiri akibat kemungkinan keterlibatan arteri

karotis, sinus kavernosus, dan struktur penting lain. Penting untuk diingat

bahwa meningioma baik yang sekunder maupun primer bersifat jinak

(sitologis) dan tidak mengalami metastasis jauh.3 merupakan tumor yang

perkembanganya lambat namun progresif. Mortalitas pada meningioma

orbita sangan rendah dan hampir tidak ada .4 Rekurensi setelah

pembedahan berkisar 10-23%. 1

10
BAB III

KESIMPULAN

Meningioma orbita merupakan salah satu tumor jinak intracranial. Dapat

diklasifikasikan menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Meningioma orbita

mengambil bagian sekitar 3-9% dari seluruh tumor orbita. Meningioma orbita

primer sekitar 0.4-2% dan meningioma orbita sekunder 16-20% dari seluruh

meningioma. Kejadianya lebih sering pada wanita daripada pria.

Hilangnya penglihatan unilateral dan progresif serta eksoftalmos

(proptosis) merupakan gambaran yang paling sering disebutkan pada berbagai

literatur. Keterkaitan ketajaman mata biasanya terjadi lebih awal daripada

manifestasi eksoftalmos. Pemeriksaan dengan CT scan dan MRI memberikan

visualisasi yang baik pada tumor ini.

Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan, radioterapi dan

terapi hormonal. Pembedahan terbaru dapat dilakukan dengan embolisasi

endovascular preoperative maupun radiosurgery dengan hasil yang lebih baik

daripad bedah konvensional. Meningioma baik yang sekunder maupun primer

bersifat jinak (sitologis), tidak mengalami metastasis jauh, perkembanganya

lambat namun progresif.

Mortalitas pada meningioma orbita sangan rendah dan hampir tidak ada

namun rekurensi setelah pembedahan cukup tinggi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Boulus, Paul, et al. 2001. Meningiomas of the Orbit: Contemporary


Consideration. Neurosurg Focus Volume 10, Virginia US

2. Gasshibi, M.P., Ulloa-Padila, J. P., Dubovy, S.R., 2017. Neural Tumors of the
Orbit- What is New?. Asia-Pacific Journal of Opthalmology 6 (3).p.273-282

3. Suhardjo dan Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
4. Merchandeti, Michael. 2017. Tumors, Orbita. eMedicine webMD. America.
https://emedicine.medscape.com/article/1218892-overview diakses pada 18
Juli 2018.
5. Newman, Dorland. 2003. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC,
Jakarta
6. Kanski, J.,1994 Clinical Ophtalmology, edisi 3. Butterworth – Heinemann,
Oxford.
7. Mansur,A. P., 2017. Karakteristik Penderita Tumor Mata di RSUP Dr
Wahidin Sudiro Husodo periode 2014-2016. Universitas Hasanudin.
8. Bojic, Lovro, et al. 2007. Orbital Meningiomas-Clinical Observation. Acta
Clinic :46, Croatia.
9. Vaughan,D.G, Asbury,T. dan ,Eva,P.R. 2000. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Widya Medika, Jakarta
10. Rose, Geoffery. 1993. Orbital Meningiomas: Surgery, Radiotherapy or
Hormones?. British Journal of Ophtalmology:77. England.

12

Anda mungkin juga menyukai