Anda di halaman 1dari 33

PLENARY DISCUSSION

TUTORIAL 2 ANGKATAN 2013


BLOK XVI (SISTEM KARDIOVASKULER DAN RESPIRASI)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya kami dapat
menyelesaikan proposal Plenary Discussion Blok 16 ini.

Tujuan dari pembuatan proposal ini adalah untuk memenuhi tugas yang telah diberikan dan
juga sebagai pertimbangan kelompok yang akan mempresentasekan hasil diskusinya.

Semoga proposal ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan menjadi pertimbangan
untuk di presentasekan pada plenary discussion, aamiin

Yogyakarta, 1 Maret 2016

Tutorial 2 Angkatan 2013


DAFTAR ISI

PLENARY DISCUSSION...................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
ANGGOTA TUTORIAL 2 ..................................................................................................................... 4
SKENARIO ............................................................................................................................................ 5
UNFAMILIAR TERMS ......................................................................................................................... 6
PROBLEM DEFINITION ...................................................................................................................... 7
ANALYZING ......................................................................................................................................... 8
CONCLUSION ..................................................................................................................................... 31
REFERENSI ......................................................................................................................................... 32
ANGGOTA TUTORIAL 2
ANGKATAN 2013

Amalia Nindya Ayuputri – 20130310037

Gisti Adiasta – 20130310043

Muhammad Akbar Fakhrurrozi – 20130310045

Aulia Rahmah – 20130310059

Kusumaningrum Wijaya - 20130310100

Yusroiz Aghna – 20130310108

Rizalurosidin - 20130310112

Mutiara Adnin Hilmy - 20130310166

Arnita Anindira – 20130310174

Aldila Istika – 20130310074

Firdha Kumala Indri - 20130310079

Irfan Rizaldy - 20130310131

Pradita Novadiana - 20130310113


SKENARIO

Seorang Wanita, umur 25 tahun, datang dengan sesak nafas yang memberat sejak 3 hari ini.
Sesak nafas dirasakan terutama saat pasien beraktivitas yang cukup berat, dan pasien sudah
tidak mampu berjalan jauh. Pasein juga terkadang mengalami serangan sesak nafas di malam
hari. Pasien saat ini sedang hamil 33 minggu, dan sesak nafas ini sudah sering dirasakan sejak
masuk bulan ke-5 kehamilannya. Riwayat sakit asma disangkal oleh pasien.

Pemeriksaan fisik didapatkan os tampak sesak. Tanda Vital : TD 130/80 mmHg, HR


100x/menit regular, RR 30x/menit. JVP 5 + 3. Ictus cordis teraba di SIC VI (2 Jari Lateral
LMCS). Bising sistolik derajat 3 punctum maksimum di apex, menjalar ke lengan kiri.

Pemeriksaan ekstremitas tampak kedua kaki bengkak. Pasien merasa sangat khawatir dengan
bayinya.
UNFAMILIAR TERMS
ASMA

Astma merupakan penyakit paru kronis yang mengiritasi dan menyempitkan jalan nafas. Astma
menyebabkan periode wheezing berulang, dada sesak, nafas pendek dan batuk pagi hari. Asthma
menyebabkan kekambuhan episodic wheezing, dada sesak, nafas pendek dan batuk malam atau pagi
hari. Astma dapat diderita oleh semua umur, tetapi kebanyakan diawali saat masa kanak-kanak

JVP 5+3

Jugular venous pressure (JVP) atau tekanan vena jugularis adalah tekanan sistem vena yang dapat
diamati secara tidak langsung. Pengukuran tekanan vena jugularis merupakan tindakan mengukur
besarnya jarak pertemuan dua sudut antara pulsasi vena jugularis dan sudut sternum yang berguna
untuk mengetahui tentang fungsi jantung.

Tekanan vena jugular biasanya diperiksa pada leher kanan pasien, rata-rata tekanan normal vena
jugular dinilai dari jarak vertical, diatas titik tengah atrium kanan adalah 6 – 8 cm H2O. Deviasi dari
angka normal menunjukan hipovolemik (rata-rata tekanan vena jugular <5cm H2O) atau terjadi
kelainan jantung (rata-rata tekanan vena jugular >9 cm H2O)

ICTUS CORDIS

Ictus kordis merepresentasikan pulsasi dini ventrikel kiri yang cepat pada saat denyutan ini bergerak
ke anterior ketika terjadi kontraksi dan menyentuh dinding dada.

BISING SISTOLIK

Bising jantung (cardiac murmur) timbul akibat aliran turbulen dalam bilik (dinding jantung) dan
pembuluh darah jantung, sumbatan terhadap aliran atau adanya aliran dari diameter kecil ke diameter
yang lebih besar.

Bising sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising selama mid-diastolik sesudah fase awal
kontraksi isovolumetrik, atau bisa juga dianggap sebagai bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh
sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut sebagai pansistolik atau holosistolik.
PROBLEM DEFINITION

1. Mengapa pasien merasakan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, terutama dirasakan saat
beraktivitas dan malam hari?
2. Mengapa pasien sesak nafas sejak bulan ke-5 kehamilannya dan kenapa pasien tidak
mampu berjalan jauh saat ini?
3. Bagaimanakah interpretasi dari pemeriksaan fisik, tanda vital, JVP, ictus cordis, dan
bising sistolik dari pasien ini?
4. Mengapa sakit yang dirasakan pasien menjalar ke lengan kiri dan kedua ekstremitas
bawahnya bengkak?
5. Apa sajakah diagnosis banding pada kasus diatas?
6. Apakah yang menjadi diagnosa kerja pada kasus diatas?
7. Bagaimanakah etiologi dan epidemiology dari diagnosa kerja?
8. Bagaimanakah patogenesis dari diagnosa kerja?
9. Apa sajakah factor resiko dan manifestasi klinis dari diagnosa kerja?
10. Bagaimanakah caranya mencegah dan mengatasi kasus diatas terutama mengelola
kehamilannya?
11. Bagaimanakah Prognosis dari kasus diatas dan apa sajakah yang dapat menjadi
komplikasinya?
ANALYZING

1. Sesak nafas pada Peripartum cardiomyopathy (PPCM), Gejalanya sama seperti pada
kondisi gangguan fungsi jantung seperti: sesak nafas, sesak nafas pada saat tidur
terlentang, pusing, dan berkurangnya kapasitas kemampuan fisik. secara medis,
penyebabnya belum diketahui secara pasti. Dicurigai akibat terdapatnya auto-antibodi
(sistem kekebalan tubuh yang terbentuk selama kehamilan) yang menyerang sel-sel
otot jantung. Faktor penyebab lain yang dicurigai juga termasuk adanya faktor genetik
dan infeksi virus Epstein Barr.

Kondisi ini bisa terjadi pada kehamilan tua atau sesudah melahirkan. Untuk
mendeteksi kondisi ini, maka apabila terdapat gejala-gejala yang disebutkan di atas,
akan dilakukan pemeriksaan rekam jantung (EKG) dan USG jantung
Faktor risiko pada disease ini meliputi obesitas, memiliki sejarah gangguan jantung
seperti miokarditis, penggunaan obat tertentu, merokok, alkoholisme, kehamilan
kembar, dan kurang gizi. Untuk itu sesak nafas ini tidak tergantung pada malam /
siang hari. Yang mempengaruhi adalah keparahannya, apabila pasien melakukan
aktivitas berat maka keraj jantung pun akan bertambah berat, maka suplai oksigen
yang banyak pun diperlukan dan dapat menyebabkan sesak nafas itu sendiri

2. Kehamilan memang banyak membawa banyak perubahan, terutama perubahan fisik.


Karena hormon akan mengalami beberapa perubahan yang pesat, dan hal ini
merupakan salah satu alasan mengapa terjadinya perubahan terhadap ibu hamil. Masa
kehamilan merupakan satu masa yang pastinya akan membawa sejumlah perubahan
internal ataupun perubahan eksternah saat hamil. Namun hal ini merupakan satu hal
yang wajar terjadi dan pastinya akan dialami oleh wanita hamil. Dan masalah yang
paling umum yang kerap terjadi pada wanita atau ibu hamil yaitu batuk juga pilek,
dan gejala-gejala ini akan menyerang ibu hamil selama kehamilan.

Beberapa penyebab sesak nafas pada saat hamil, yaitu :


 Penyebab utama terjadinya sesat nafas saat hamil muda yaitu karena adanya
tinjauan dari pilek serta hidung yang tersumbat selama kehamilan. Berdasarkan
hasil dari penelitian, kadar ekstrogen serta kadar progesterone akan terus
meningkat selama masa kehamilan. Oleh karena itu, selaput hidung menjadi
bengkak serta bisa mongering dengan mudah. Sementara itu, batuk juga pilek
yang menyerang ibu hamil bisa membuat dada menjadi terasa pengap, lantas
menyebabkan dada terasa sesak.
 Selama masa kehamilan, bayi akan terus tumbuh bahkan mulai menempati ruang
yang jauh lebih luas, dan ketika itu janin yang ada di dalam kandungan bisa
mendorong diafragma. Kondisi seperti ini mampu membatasi paru-paru menjadi
lebih kecil dari ukuran normal ruang, bahkan bisa mengurangi kapasitasnya.
 Volume darah yang ada di dalam tubuh akan mengalami peningkatan selama masa
kehamilan, sehingga bagian pembuluh darah juga kapilar akan dipompa lebih
sering jika di bandingkan ketika belum hamil. Dan hal ini bisa membuatnya
menjadi membengkak dan menyebabkan sesak nafas pada ibu hamil.
 Perubahan hormon juga mampu melemahkan sistem kekebalan tubuh ketika Anda
berada di masa kehamilan. Sistem kekebalan tubuh akan menjadi melemah selama
kehamilan.

Masalah yang sering muncul pada wanita hamil salah satunya adalah kelelahan.
Kelelahan tersebut meliputi kelelahan fisik dan psikologis. Kelelahan fisik terutama
disebabkan oleh pekerjaan rutin sehari-hari, seperti pekerjaan di kantor atau di rumah,
dan aktivitas-aktivitas lainnya. Sementara kelelahan psikologis sering disebabkan oleh
konflik akibat adanya masalah, stress, dan juga kecemasan akan kehamilannya.
Kelelahan juga dapat timbul akibat pengaruh hormone progesterone, hormone
kehamilan yang meningkat sangat cepat terutama pada masa trimester pertama
kehamilan. Selama masa ini tubuh Anda masih dalam tahapan/masa membentuk
plasenta yang sangat berguna untuk menyalurkan makanan dari ibu ke bayi.

Di sisi lain, kelelahan juga dapat terjadi pada masa trimester akhir kehamilan. Pada
periode akhir kehamilan ini kondisi kehamilan sudah semakin membesar, janin yang
dikandung pun sudah semakin berat. Keluhan ini akan membuat sering tidak bisa
tidur nyenyak di malam hari dan tidak mampu berjalan jauh. Hal ini tentu akan
menimbulkan kelelahan bagi ibu hamil.

3. Kesan : Tampak sesak nafas

Dyspnea selama kehamilan cukup sering ditemui, diperkirakan terjadi pada 60%
wanita hamil dengan aktifitas dan kurang dari 20% saat istirahat. Tidak seperti
dyspnea yang disebabkan oleh jantung, dyspnea pada kehamilan tidak memberat
seiring bertambahnya umur gestasi, dan tidak sampai mengganggu aktifitas sehari-
hari. Gejala-gejala yang seharusnya tidak ditemukan pada dyspnea terkait kehamilan,
dan membutuhkan penyelidikan lebih lanjut yakni, progresif orthopnea, paroxysmal
nocturnal dyspnea, hemoptysis, dan syncope. Mekanisme yang dianggap berperan
penting dalam dyspnea terkait kehamilan yakni akibat peningkatan kadar
progesterone selama kehamilan. Namun penting untuk dapat menentukan penyebab
dari dyspnea, karena bagaimanapun juga dapat mengarah ke kondisi yang berbahaya,
seperti pulmonary edema, pulmonary embolism, pneumothorax, pneumonia, atau
asma yang memberat. Wanita hamil juga dapat menderita penyakit jantung, atau
mungkin memiliki masalah hematologic yang dapat menyebabkan anemia signifikan
dan mengakibatkan dyspnea.

 Tekanan Darah = 130/80 mmHg

Berdasarkan JNC (Joint National Committee) 7, termasuk dalam kondisi


prehipertensi. Pada klasifikasi prehipertensi menunjukkan perlunya peningkatan
pemberian edukasi oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi tingkat tekanan darah
dan mencegah perkembangan hipertensi pada populasi umum.
Tabel 1. Klasifikasi dan Manajemen Tekanan Darah pada Orang Dewasa

Klasifikasi Tekanan Tekanan Modifikasi Terapi Obat Awal


Tekanan Darah Darah Sistol Darah Gaya Hidup
Tanpa indikasi Dengan
(mmHg) Diastol
yang memaksa. indikasi
(mmHg)
yang
memaksa

Normal <120 Dan <80 Dianjurkan Tidak ada obat Obat-obatan


anti hipertensi untuk
Prehypertension 120-139 Atau 80-89 Ya
yang indikasi
diindikasikan. yang
memaksa

Stage 1 140-159 Atau 90-99 Ya Paling banyak Obat-obatan


Hypertension digunakan untuk
diuretik indikasi
golongan yang
thiazide. Dapat memaksa.
dipertimbangkan Obat anti
penggunaan hipertensi
ACEI, ARB, lain
BB, CCB, atau (diuretic,
kombinasi. ACEI,
ARB, BB,
Stage 2 ≥160 Atau ≥100 Ya Kombinasi 2
CCB) sesuai
Hypertension obat (biasanya
kebutuhan.
diuretik
golongan
thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau
CCB).

(Disadur dari JNC 7)


 Heart Rate (HR) / Nadi = 100 x/menit

Berdasarkan National Institute of Health, rerata denyut jantung istirahat pada orang
dewasa yakni 60-100 kali per menit. Hal ini menunjukkan denyut jantung pasien
termasuk dalam batas normal.

 Respiratory Rate (RR) = 30 x/menit

Berdasarkan data pada Medscape, normal respiratory rate pada orang dewasa berada
pada rentang 16-20 kali per menit. Sehingga, dapat disimpulkan RR pasien
meningkat.

 JVP 5 + 3

Tujuan pengukuran JVP adalah untuk melihat adanya distensi vena jugularis dan
memperkirakan tekanan vena sentral (CVP). Distensi vena-vena di leher dapat
memperlihatkan adanya perubahan volume dan tekanan di dalam atrium kanan.
Pengukuran tekanan jugularis biasanya dilakukan dengan mengamati sisi kanan dari
leher pasien. Batas normal atas dari JVP adalah 4 cm diatas angulus sternalis, yang
berhubungan dengan tekanan vena sentral yakni sekitar 9 cm H2O, dimana atrium
kanan berada sekitar 5 cm dibawah angulus sternalis. Sumber lain menyebutkan
bahwa normal tekanan vena jugularis yang ditentukan dari jarak vertikal diatas midpoint
atrium kanan yakni sekitar 6-8 cm H2O. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa
JVP pasien dalam batas normal.

 Ictus cordis teraba di SIC VI (2 jari lateral LMCS)

Normalnya ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicularis kiri. Pada pasien
didapatkan ictus cordis berpindah ke sisi bawah dan lateral. Selama kehamilan,
jantung berpindah ke atas dan ke kiri, dan diasumsikan posisinya menjadi lebih
horizontal sementara apexnya berpindah menjadi lebih lateral. Perubahan posisi ini
disebabkan oleh peningkatan diafragma akibat perpindahan viscera abdominal karena
uterus yang mengembang. Selain itu, massa otot ventrikel pun meningkat, dan baik
atrium kiri maupun ventrikel kiri membesar sebanding dengan peningkatan sirkulasi
volume darah.
 Bising sistolik derajat 3 punctum maksimum di apex, menjalar ke lengan kiri

Selama kehamilan, beberapa wanita dapat mengalami bising ejeksi yang terdengar
lembut pada sic 2 di kanan atau kiri sternum. Bising fisiologis tersebut terjadi karena
peningkatan volume darah dan cardiac output (CO) yang menyebabkan peningkatan
kecepatan aliran darah melalui struktur yang normal.

Namun, bising yang dialami pasien terdengar di apex yang kemudian menjalar ke
lengan kiri. Bising ini merupakan karakter bising yang disebabkan oleh regurgitasi
katup mitral. Pada bising ini akan terdengar paling keras pada apex jantung yang
kemudian menjalar ke lengan kiri. Bising ini terjadi akibat adanya gangguan yang
menyebabkan katup mitral tidak tertutup sempurna. Sehingga selama fase sistolik,
darah yang dipompa akan kembali masuk ke atrium kiri. Gerakan turbulen dari darah
yang melewati katup yang tidak tertutup sempurna akan menyebabkan timbulnya
bising.

Intensitas bising dibagi menjadi beberapa derajat. Derajat 1 menunjukkan bising yang
sangat lemah sehingga hanya dapat didengar dengan usaha khusus. Bising derajat 2
terdengar lemah, tapi tiba-tiba mengeras. Pada derajat 3, bisingnya terdengar cukup
keras (moderate), sedangkan pada derajat 4 bising terdengar sangat keras. Bising
derajat 5 terdengar sangat keras dan dapat terdengar dengan salah satu ujung stetoskop
menyentuh dinding dada. Dan pada derajat 6 bising terdengar amat keras yang dapat
didengarkan dengan stetoskop yang sedikit dilepaskan dari dinding dada.

Beberapa gangguan yang menyebabkan regurgitasi katup mitral, antara lain


kardiomiopati, penyakit jantung iskemik, penyakit jantung infektif, penyakit jantung
reumatik, dan prolapse katup mitral.

4. Nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri berkaitan dengan masukan sensoris, setiap
daerah spesifik di tubuh yang dipersarafi oleh saraf spinalis tertentu yang disebut
dermatom. Saraf spinalis ini juga membawa serat-serat yang bercabang untu
mempersarafi organ-organ dalam, kadang-kadang nyeri yang berasal dari organ
tersebut dialihkan ke dermatom yang dipersarafi oleh saraf spinalis yang sama. Nyeri
yang seperti ini disebut nyeri alih. Nyeri yang berasal dari jantung mungkin terasa
berasal dari lengan dan bahu kiri yang mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Diperkirakan masukan yang berasal dari jantung sama-sama menggunakan suatu jalur
yang sama ke otak dengan masukan dari ekstremitas atas kiri. Pusat persepsi yang
lebih tinggi, karena lebih terbiasa menerima masukan sensorik dari lengan kiri dari
pada jantung, mungkin menginterpretasikan masukan dari jantung berasal dari lengan
kiri.

kedua ekstrimitas bawahnya bengkak, secara Umum ada bebrapa


mekanisme/penyebab edem diantaranya:

1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic


plasma. Penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih
tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal; dengan
demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang–ruang interstisium.
Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi
melalui beberapa cara: pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit
ginjal; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati (hati mensintesis hampir
semua protein plasma); makanan yang kurang mengandung protein; atau pengeluaran
protein akibat luka bakar yang luas .

2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang


keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh,
melalui pelebaran pori–pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera
jaringan atau reaksi alergi. Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang
menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan
interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium
meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan
edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya, lepuh) dan respon alergi
(misalnya, biduran).

3. Peningkatan tekanan vena, misalnya darah terbendung di vena, akan disertai


peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena.
Peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang
terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena
restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di
tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar
menekan vena–vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat
vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini
menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.

4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang


difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah
melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah
melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan
wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat
pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara.
Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic
yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis.
Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh
limfe sehingga terjadi gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama
skrotum dan ekstremitas, mengalami edema hebat. Kelainan ini sering disebut sebagai
elephantiasis,karena ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.

Tapi pada kasus hamil terdapat mekanisme, yaitu :

Kaki bengkak saat hamil dapat disebabkan oleh hal normal (fisiologis) dan tidak
normal (patologis). Pada saat hamil, secara normal terjadi penumpukan mineral
natrium yang bersifat menarik air, sehingga terjadi penumpukan cairan di jaringan.
Hal ini ditambah dengan penekanan pembuluh darah besar di perut sebelah kanan
(vena kava) oleh rahim yang membesar, sehingga darah yang kembali ke jantung
berkurang dan menumpuk di tungkai bawah. Penekanan ini terjadi saat ibu berbaring
terletang atau miring ke kanan. Oleh karena itu, ibu hamil trimester ketiga disarankan
berbaring ke arah kiri.

Pembengkakan yang tidak normal dapat disebabkan oleh preeklampsia, selulitis, dan
trombosis vena dalam. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kaki bengkak
pada kehamilan yang diwaspadai, karena memberikan risiko tinggi kepada ibu dan
bayi. Faktor risiko menderita preeklampsia adalah penderita tekanan darah tinggi
yang kronis, usia di bawah 17 tahun atau di atas 35 tahun, riwayat keluarga
preeklampsia, diabetes, kehamilan pertama, kehamilan kembar, serta gangguan
pembuluh darah.
Tanda bahaya pada ibu dengan pembengkakan tungkai antara lain: tekanan darah di
atas 140/90 mmHg, pembengkakan salah satu tungkai yang disertai rasa hangat atau
merah, serta adanyapada kasus ini, jika kita hanya melihat tekanan darah pasien yaitu
130/80 mmhg, bisa dikatakan ini merupakan edem yang fisiologis pada ibu hamil,
tetapi dengan adanya manifestasi klinis seperti dispneu, sakit yang menjalar ke lengan
kiri, ada bisisng sistolik, bisa disebabkan edem yang terjadi dikarena kelaianan pada
jantung (peningkatan tekanan vena dll)

5. Diagnosis Banding
A. KARDIOMIOPATI

Kardiomiopati adalah sekumpulan kelainan pada jantung dengan kelainan utama


terbatas pada miokardium. Kondisi ini seringkali berakhir dengan menjadi gagal
jantung.
Etiologi terkadang dapat diketahui tetapi tidak jarang pula etiologinya tidaklah jelas.
Yang tidak termasuk dalam klasifikasi penyakit ini tetapi sama-sama menganggu
miokardium dan dapat menimbulkan gagal jantung adalah kondisi seperti hipertensi,
penyakit katup atau penyakit arteri koroner.1,2 Kardiomiopati dapat dibagi menjadi
tiga berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu kardiomiopati dilatasi,
kardiomiopati hipertrofi dan kardiomiopati restriksi.
Kardiomiopati dilatasi
Kardiomiopati dilatasi adalah jenis kardiomiopati dengan ciri-ciri yaitu terdapatnya
dilatasi ruang ventrikel yang progresif dan disertai disfungsi dari kontraksi ventrikel
saat sistolik. Penyakit ini memiliki banyak etiologi antara lain: genetik, bahan toksik
(alkohol, doxorubicin), peripartum, miokarditis virus,
Kardiomiopati Hipertrofi
Kardiomiopati hipertrofi merupakan kardiomiopati dengan ciri yang dominan adalah
terjadinya hipertrofi otot jantung. Etiologinya adalah kelainan genetik dengan pola
penuruan autosomal dominan.3,4 Gambaran mikroskopis yang penting pada kelainan
ini adalah terjadinya: (1) hipertrofi miokardium yang ekstensif yang jarang dijumpai
pada keadaan lain, dengan diameter transversal miokardium >40 mikrometer dimana
nilai normalnya adalah kurang lebih 15 mikrometer (2) terjadi miofiber disarray yaitu
susunan miokardium yang berubah, antara lain miosit terlihat sendiri-sendiri dan
susunan yang tidak teratur (3) terjadinya fibrosis interstitial dan fibrosis penganti
jaringan yang rusak
Penyakit ini mendapat perhatian yang khusus karena merupakan penyebab umum
terjadinya kematian mendadak pada atlet.
Kardiomiopati restriktif
Kardiomiopati resktriktif merupakan kardiomiopati dengan ciri kekakuan ventrikel
yang abnormal serta gangguan dalam pengisian ventrikel. Angka kejadian
kardiomiopati jenis ini lebih jarang dibandingkan kedua jenis kardiomiopati lainnya.
Etiologi dari keadaan ini adalah idiopatik, genetik, radiasi, infiltrasi (amiloid,
sarkoidosis, hemokromatosis,glycogen), skleroderma.
Kekakuan ventrikel yang abnormal dan gangguan pengisian ventrikel disebabkan
karena terbentuknya banyak jaringan parut pada endokardium dan infiltrasi
miokardium oleh substansi yang abnormal3-5

B. COR PULMONAL
Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dariventrikel kanan yang
disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system pernapasan.Hipertensi pulmonal merupakan
factor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru dan jantung dalam cor pulmonal.
Kelainan pada ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanyakelainan utama pada ventrikel
kiri tidak dianggap sebagai cor pulmonal, tetapi cor pulmonaldapat berkembang dan menjadi
penyebab berbagai proses penyakit pada kardiopulmonal.Meskipun cor pulmonal seringkali
berlangsung kronis dengan progress yang lambat, onsetakut cor pulmonal dapat memburuk dengan
komplikasi yang dapat mengancam jiwa.

Etiologi dan Patogenesis


Cor pulmonale biasanya timbul kronis, namun terdapat 2 keadaan yang dapatmenyebabkan cor
pulmonale akut, antara lain : emboli paru (lebih sering) dan sindromgangguan pernapasan akut
(ARDS). Patofisiologi yang mendasari emboli paru dalammenimbulkan cor pulmonale adalah
adanya peningkatan mendadak resistensi pulmonal.Dalam ARDS terdapat dua factor yang
menyebabkan overload ventrikel kanan, yaitu prosespatologi dari sindrom itu sendiri dan adanya
mekanisme ventilasi. Pada mekanismeventilasi, volume udara tidal yang semakin meninggi
membutuhkan tekanan transpulmonalyang lebih tinggi.Dalam kasus cor pulmonale kronik pada
umumnya terjadi hipertropi ventrikel kanan.Dalam cor pulmonale akut dapat terjadi dilatasi ventrikel
kanan. Dalam kasus ARDS, corpulmonale dapat berpotensi meningkatkan kemungkinan pergeseran
shunt kanan ke kirimelalui paten foramen ovale dan mempunyai prognosis yang lebih
buruk.Pelebaran atau hipertropi ventrikel kanan pada cor pulmonale kronis adalah efek langsung dari
kompensasi ventrikel akibat vasokonstriksi pulmonal kronis dan hipertensiarteri pulmonalis yang
menyebabkan peningkatan beban kerja ventrikel kanan. Ketikaventrikel kanan tidak mampu lagi
mengimbangi beban kerja melalui dilatasi atau hipertropi,kegagalan ventrikel kanan dapat
terjadi.Beberapa mekanisme patofisiologis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal yangakan
menyebabkan cor pulmonale, mekanisme tersebut antara lain :
1. Vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia alveolar atau asidemia darah, hal ini
dapatmenyebabkan hipertensi pulmonal dan jika hipertensi pulmonal tersebut cukup parahakan
dapat menyebabkan cor pulmonale
2. Peningkatan viskositas darah yang menyebabkan kelainan pada darah seperti :polisitemia vera,
sickle cell disease, makroglobulinemia
3. Peningkatan aliran darah dalam vascular paru.
4. Hipertensi pulmonal idiopatik primerMekanisme diatas dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis.

C. REGURGITASI MITRAL
Regurgitasi mitral pada wanita muda disamping disebabkan oleh demam rematik juga
sering disebabkan prolaps katup mitral. Dan biasanya dapat ditoleransi semasa
kehamilan karena berkurangnya resistensi vaskular sistemik. Gejala yang timbul
sering dimanifestasikan dengan mudah capek dan dispnea. Pengobatan terhadap gagal
jantung harus diberikan dan salah satu komponen terapi yang diperlukan adalah
mengurangi beban afterload. Tetapi pemberian ACE inhibitors tidak boleh digunakan
karena mempunyai pengaruh tehadap kelainan perkembangan ginjal janin. Pada
penderita dengan prolaps katup mitral, kehamilan akan menyebabkan perobahan
tekanan dan volume darah sehingga akan merobah gambaran yang terjadi pada
pemeriksaan fisik. Komplikasi seperti aritmia, endokarditis, emboli serebral dan
regurgitasi hemodinamik yang signifikan biasanya jarang terjadi dan jarang terjadi
semasa kehamilan. Pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis, dan
pemeriksaan diagnostik lain seperti ekokardiogram sedikit membantu penderita.
Pemberian antibiotika profilaksis pada saat melahirkan direkomendasikan pada
penderita dengan bising jantung.

D. PENYAKIT JANTUNG KATUP PADA WANITA DENGAN KEHAMILAN


Penyakit jantung katup pada wanita muda paling sering disebabkan oleh penyakit
jantung rematik, kelainan kongenital, atau endokarditis sebelumnya, dan penyakit
jantung katup ini menambah resiko pada ibu dan janin yang dikandung pada saat
kehamilan. Pada wanita dengan manifestasi klinis miokarditis, demam rematik mesti
dipertimbangkan sebagai penyebab, terutama bila didapati demam, gangguan sendi,
nodul subkutan, critema marginatum, atau korea dan jika ada tanda-tanda infeksi
streptokokus grup A. Demam rematik paling sering sebagai penyebab timbulnya
stenosis katup mitral, kelainan regurgitasi katup mitral, aorta, dan tricuspid yang
tersendiri, kelainan ganda dan tripel. Mengenali demam rematik sebagai penyebab
penyakit jantung sangat penting, karena pada demam rematik diperlukan pemberian
antibiotika profilaksis untuk mencegah berulangnya serangan demam rematik.
Pemberian penisilin dua kali sehari merupakan terapi pilihan dan mesti dilanjutkan
semasa kehamilan. Kelainan morfologi katup dapat dideteksi dari pemeriksaan
ekokardiografi dan kelainan katup yang didapati berhubungan erat dengan jenis dan
derajat kelainan yang terjadi dan akan menyebabkan kelainan kapasitas fungsional,
gangguan fungsi ventrikel kiri dan tekanan di paru.
Oleh The American Heart Association dan American College of Cardiology telah
dibuat suatu klasifikasi yang berdasarkan tipe kelainan katup dan klas fungsional dari
New York Heart Association (NYHA) untuk menentukan resiko yang terjadi pada ibu
dan janin saat kehamilan, yang dapat dilihat pada tabel 2.1. e-USU

Tabel 2.1 Resiko pada lbu, Janin dan Neonatus berdasarkan klasifikasi lesi katup jantung
Resiko pada Ibu, Resiko Ibu dan Resiko Ibu tinggi Resiko Janin tinggi
Janin dan Neonatus Janin Fungsi sistolik Usia ibu <20 tahun
berdasarkan Tinggi ventrikel kiri atau > 35 tahun
klasifikasi lesi katup Stenosis aorta berat berkurang (fraksi Menggunakan terapi
jantung Resiko Ibu tanpa atau dengan ejeksi ventrikel kiri anti koagulan sampai
dan Janin simptom <40%) akhir kehamilan
rendah Regurgitasi aorta Gagal jantung Merokok semasa
Stenosis aorta dengan simptom sebelumnya kehamilan
asimtomatis dengan NYHA kelas III atau Stroke atau transient Kehamilan kembar
mean outflow IV ischemic attack
gradient ringan (<50 Stenosis mitral sebelumnya
mm Hg) dan fungsi dengan simptom
sistolik ventrikel kiri NYHA kelas III atau
normal IV Regurgitasi mitral
Regurgitasi aorta dengan simptom
dengan NYHA kelas NYHA kelas III atau
I atau II dengan IV
fungsi sistolik Kelainan aorta atau
ventrikel kiri normal mitral atau keduanya
Regurgitasi mitral dengan hipertensi
dengan NYHA kelas pulmonal berat
I atau II dengan (tekanan pulmonal >
fungsi sistolik 75% tekanan
ventrikel kiri normal sistemik)
Prolaps katup mitral Kelaianan aorta atau
tanpa regurgitasi mitral atau keduanya
mitral atau dengan dengan disfungsi
regurgitasi mitral sistolik ventrikel kiri
ringan-sedang dan (fraksi ejeksi < 0,40)
fungsi sistolik Ibu Sianosis
ventrikel kiri normal Berkurangnya status
Stenosis mitral fungsional (NYHA
ringan- sedang kelas III atau IV)
(mitral valve area >
2
1,5 cm , gradient <5
mm Hg) tanpa
hipertensi pulmonal
berat
Stenosis valvular
pulmonal ringan-
sedang
6. Diagnosa Kerja
Peripartum Cardiomyopathy

Kardiomiopati peripartum (peripartum cardiomyopathy, PPCM) adalah keadaan


kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai
gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan
terakhir kehamilan sampai 5 bulan postpartum. Merupakan diagnosis eksklusi pada
wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel kiri,
namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.
Presentasi klinis PPCM kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik sekunder
terhadap kardiomiopati. Tanda dan gejala awal PPCM biasanya menyerupai temuan
normal fisiologis kehamilan, termasuk oedem pedis, dyspneu d’effort, ortopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten.16,18 Tanda dan gejala tambahan
pasien PPCM adalah: abdominal discomfort sekunder terhadap kongesti hepar,
pusing, nyeri sekitar jantung dan epigastrium, palpitasi, pada stadium lanjut didapat
hipotensi postural, peningkatan tekanan vena jugularis, murmur regurgitasi yang tidak
ditemukan sebelumnya, serta gallop S3 dan S4 . 5,19
Kita juga harus mempertimbangkan kriteria berikut: keadaan kardiomiopati idiopatik,
berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena
disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan
sampai 5 bulan masa postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa
penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi
ejeksi biasanya selalu <45%.

7. Bagaimanakah etiologi dan epidemiology dari diagnosa kerja?


A. Etiology of Peripartum Cardiomyopathi

Faktor penyebab secara spesifik untuk peripartum cardiomyopathy (PPCM) belum


diketahui atau idiopatik. Ras kulit hitam, ibu mengandung lebih dari 30 tahun,
multiparity, kehamilan kembar, dan riwayat hipertensi, pre-eklamsia, dan eklamsia
diketahui berhubungan dengan kejadian cardiomyopathy. Namun penelitian terbaru
menunjukan adanya hubungan dengan proses inflamasi dan mekanisme genetik
dengan kejadian peripartum cardiomyopathy.
Beberapa hipotesis telah diajukan namun tidak ada yang dapat menjadi penjelasan
utama bagi semua kasus PPCM. PPCM diketahui mempunyai patogenesis yang
melibatkan banyak faktor.
1. Stres Oksidatif
Data baru menunjukkan keterlibatan stress oksidatif, prolactin-cleaving protease
cathepsin D, dan prolaktin pada patofi siologi PPCM. Stres oksidatif adalah suatu
stimulus poten untuk mengaktivasi Cathepsin D dan Matrix Metalloproteinase-2
(MMP-2), suatu enzim yang dapat menggenerasi prolaktin 16 kDa. Belakangan ini
ditemukan korelasi erat antara N-terminal brain natriuretic peptide (NTproBNP),
suatu marker tingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung, prolaktin, dan marker
untuk stres oksidatif (LDL teroksidasi dan inflamasi (interferon-gama).
2. Prolaktin, Prolaktin 16 Kda dan Katepsin D
Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi cathepsin D dalam kardiomiosit akan
memotong prolactin menjadi angiostatic and pro-apoptotic subfragment. Pasien
PPCM akut mempunyai kadar low density lipoprotein (LDL) serum tinggi (suatu
indikasi stres oksidatif tinggi) dan juga peningkatan kadar serum katepsin D yang
teraktivasi, prolaktin total dan fragmen prolaktin 16kDa yang bersifat angiostatik.
Pada penelitian mencit, fragmen prolaktin 16 kDa mempunyai efek merusak
kardiovaskular yang dapat menjelaskan patofisiologi PPCM. Fragmen tersebut
menginhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel, menginduksi apoptosis dan merusak
struktur kapiler yang telah terbentuk. Bentuk prolaktin ini meningkatkan
vasokonstriksi dan merusak fungsi kardiomiosit. Kadar prolaktin 16kDa yang tinggi
tanpa keadaan PPCM telah terbukti merusak mikrovaskuler jantung, menurunkan
fungsi jantung dan meningkatkan dilatasi ventrikel. Efek prolaktin 16kDa berlawanan
dengan efek kardioprotektif prolaktin bentuk lengkap. Prolaktin 16kDa tidak
berfungsi melalui reseptor prolaktin bentuk lengkap. Pro-apoptotic serum markers
(soluble death receptor sFas/Apo-1) telah ditemukan kadarnya meningkat pada pasien
PPCM. Marker ini juga dapat memprediksi status fungsional, dan mortalitas penderita
PPCM. Data eksperimental pada model mencit PPCM (mencit dengan
cardiomyocyterestricted deletion of the signal transducer and activator of
transcription-3, STAT3) menyatakan bahwa suatu mekanisme defensif terhadap
antioksidan yang rusak mungkin bertanggung jawab atas terjadinya PPCM.1 Hasil
penelitian ini ditunjang dengan data bahwa penekanan produksi prolaktin oleh agonis
reseptor dopamin D2, bromokriptin, dapat mencegah terjadinya PPCM.
3. Miokarditis
Selain stres oksidatif, infl amasi jantung disebut juga miokarditis, telah diketahui
berhubungan dengan PPCM. Salah satu penelitian hubungan miokarditis dengan
PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien, 8 pasien menunjukkan adanya viral
genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut antara lain, parvovirus B19, human
herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan human cytomegalovirus. Penelitian itu
berdasarkan hipotesis bahwa perubahan sistem imun saat hamil dapat
mengeksaserbasi infeksi de novo atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil,
menyebabkan miokarditis yang berujung pada kardiomiopati. Marker inflamasi yang
terdapat di serum (termasuk soluble death receptor sFas/Apo-1), C-reactive protein,
interferon gama (IFN- (γ), dan IL-6, ditemukan meningkat pada penderita PPCM.
Mekanisme ini didukung dengan non-randomized trial pada 58 pasien menggunakan
pentoxifylline. Juga ditemukan bahwa kegagalan perbaikan klinis behubungan dengan
kadar IFN-(γ) yang tetap tinggi; hal ini penting sebagai faktor penentu prognosis
PPCM. Infeksi virus pada jantung merupakan salah satu etiologi yang mungkin
menyebabkan inflamasi peripartum. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sejenis
cardiotropic enterovirus bertanggung jawab atas terjadinya PPCM.
4. Autoimun
Serum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit in vitro,
berbeda dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita PPCM
mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium yang tidak
terdapat pada pasien kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk. menyatakan bahwa tidak
seperti yang ditemukan pada DCM, yaitu up-regulation selektif G3 subclass
immunoglobulin (IgG3s), pada PPCM terdapat kenaikan kelas G dan semua subclass
immunoglobulin terhadap myosin heavy chain. Autoantibodi berasal dari sel fetal
(microchimerism) (yang dapat masuk ke dalam sirkulasi maternal), dan beberapa
protein (seperti aktin dan miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama proses
melahirkan telah terdeteksi pada pasien PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan
protein miokardium maternal yang kemudian menyebabkan PPCM. Multiparitas
adalah faktor risiko PPCM, menyimpulkan adanya pajanan terhadap antigen fetal atau
paternal dapat menyebabkan respon inflamasi miokardium abnormal.
5. Genetik
The European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM sebagai suatu bentuk
DCM nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi beberapa
kasus PPCM telah terbukti berhubungan dengan faktor genetik. Beberapa literatur
melaporkan wanita PPCM mempunyai ibu atau saudara perempuan didiagnosis
PPCM, ada pula yang melaporkan hubungan antara first-degree relative berjenis
kelamin perempuan. Ada juga yang melaporkan bahwa perempuan yang mempunyai
gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada PPCM setelah kehamilan
karena adanya stres hemodinamik. Selain itu, terdapat hubungan antara wanita dengan
keluarga laki-laki yang mempunyai DCM. Penelitian 90 keluarga familial DCM dan
PPCM mengungkapkan adanya causative mutation yang dapat dideteksi lebih awal
dengan penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya mutasi (c.149A>G,
p.Gln50Arg) di dalam gen yang mengkode cardiac troponin C (TNNC1).15 Adanya
variasi genetik dalam JAK/STAT signaling cascade juga dapat menjadi salah satu
penyebab PPCM.

B. Epidemiology
Data epidemiologi menunjukan kenaikan secara global pada negara berkembang.
Contohnya ada di Nigeria (1% kasus), Haiti (0,33 kasus), South Africa (0.1%), serta
United States (1:3,000–4,000 kasus)

8. Bagaimanakah Patofisiologi dari diagnosa kerja?


Penyebab pasti dari Peripartum Cardiomyopathy (PPCM) belum diketahui, dengan
syarat penyebab umum yaitu disfungsi sistolik dan edema paru harus disingkirkan
terlebih dahulu. Banyak kelainan gizi telah diusulkan sebagai salah satu penyebab,
tapi selain kelebihan garam, tidak ada penelitian epidemiologi yang telah
membuktikannya.
PPCM adalah suatu keadaan dimana serabut otot melebar sehingga bilik jantung
membesar dan otot melemah. Hal ini menyebabkan penurunan persentase darah yang
dikeluarkan dari ventrikel kiri jantung setiap kontraksi. Penurunan presentasi darah
akan menyebabkan kebutuhan organ tubuh akan oksigen tidak terpenuhi. Sebagai
kompensasi, paru-paru, hati dan sistem tubuh lainnya harus bekerja ekstra.
Abnormalitas fungsi otot jantung pada PPCM ini diperkirakan berawal dari proses
inflamasi yang menurut penelitian ditemukan pada 75% kasus PPCM. Proses
inflamasi akan membuat serabut otot rusak sehingga semakin luas proses
inflamasinya semakin luas pula kerusakannya. Selain itu, kekurangan gizi juga
diperkirakan menjadi alasan terjadinya PPCM pada beberapa kasus. Pada kondisi
kekurangan gizi, asupan mineral dan kalsium akan terganggu sehingga pasokan untuk
otot terutama otot jantung yang pada ibu hamil bekerja lebih keras dari biasanya
sangat sedikit, maka dari itu terjadi kelemahan otot jantung yang akan menyebabkan
kontraktilitasnya menurun, dan siklus suplai darah inadekuat akan terulang.
Beberapa telah memperkirakan microchimerism (sel-sel janin yang ada dalam sistem
ibu) yang mendapatkan respon inflamasi, bisa menjadi faktor potensial untuk
perkembangan PPCM. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko lainnya termasuk
hipertensi, primipara, dan kehamilan multifetal.

9. Apa sajakah factor resiko dan manifestasi klinis dari diagnosa kerja?
a. Manifestasi Klinis
Wanita dengan Perpartum Cardiomyopati biasanya menunkan gejala berupa:
 Dyspnea
 Dizziness
 Nyeri dada
 Batuk
 Orthopnea
 Paroxysmal nocturnal dyspnea
 Hemoptysis
 Distensi vena pada leher
 Peripheral edema
 Dapat juga memiliki arrhythmias, embolic, disfungsi ventrikel kiri, infark
miokardial akut.
 Dapat juga memiliki indikasi gagal jantung, seperti: hypoxia, distensi vena
jugularis, S3 dan S4 gallop, hepatomegaly.
 Tekanan darah biasanya normal atau menurun
 Tachycardia

b. Faktor Resiko
 Ibu hamil dengan usia lanjut
 Kehamilan multijanin (kembar dan kembar tiga)
 Preeklamsia
 Ibu hamil dengan hipertensi gestasional memiliki insidensi lebih tinggi
 Afrika ras Amerika
 Obesitas
 Ibu hamil dengan penyalah gunaan obat (kokain) dan alcohol
 Merokok
 Terapi tokolitik jangka panjang

10. Bagaimanakah caranya mencegah dan mengatasi kasus diatas terutama mengelola
kehamilannya?
a. PENCEGAHAN

Beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

1.Makan makanan dengan gizi seimbang

2.Rajin olahraga untuk meningkatkan kebugaran jantung dan pembuluh darah

3.Hindari rokok dan alkohol

Jika seseorang sebelumnya telah mengalami gagal jantung saat kehamilan, maka ia
disarankan untuk tidak hamil lagi.

b. PENATALAKSANAAN

Sasaran yang ingin dicapai pada penatalaksanaan medis pasien PPCM


mencakuptindakan peningkatan oksigenasi dan pemeliharaan cardiac output supaya
dapat memperbaiki keadaan ibu dan janin. Tindakan intervensi dibutuhkan untuk
mengurangi beban preload danafterload supaya dapat memperbaiki kontraksi
jantung.Berat ringannya gejala dapat diatasi dengan istirahat, pembatasan konsumsi
garam danterapi diuretik. Oksigen dapat diberikan melalui masker atau pemberian
tekanan positif secarakontinus, asalkan tidak mengganggu cardiac output. Pembatasan
konsumsi garam dapat mencegah terjadi retensi air lebih lanjut dan penggunaan
diuretik dapat mengurangi kongesti paru. Pengurangan cairan tidak diperlukan pada
pasien gagal jantung ringan atau sedang.Hydralazine dan nitrat dapat mengurangi
beban afterload dan merupakan terapi utama gagal jantung pada wanita hamil. Blok
kanal kalsium (CCB), kecuali amlodipin mempunyai efek inotropik negatif dan harus
dihindari. Amlodipin dapat digunakan pada pasien PPCM dengan preeklampsia untuk
mengontrol tekanan darahnya. Penghambat ACE, kerja langsung atau blok reseptor,
sekalipun merupakan lini pertama penatalaksanaan pada pasien gagal jantung
dengansebab apapun, merupakan kontraindikasi pada wanita hamil karena
memberikan efek toksik pada janin.akan tetapi, obat-obat tersebut dapat digunakan
pada semua pasien yang sudahmelahirkan dan aman pada janin yang menyusui. Obat
penyekat beta (beta-blockers) sepertimetoprolol mengurangi denyut jantung,
meningkatkan fungsi diastolik ventrikel kiri danmelindungi terhadap aritmia, tetapi
hanya boleh digunakan sebagai terapi lini kedua karena pemakain jangka panjang
pada masa perinatal dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah(BBLR). Akan tetapi
dianggap aman digunakan pada saat menyusui. Digoxin digunakan sebagaiinotropik
positif pada beberapa pasien. Meskipun obat ini tergolong aman digunakan
padawanita hamil dan masa nifas, tetapi kadarnya dalam plasma dalam pemberian
dosis terapi harusdiawasi dengan ketat.pemberian antikoagulan dianjurkan pada
pasien PPCM, terutama ketikafraksi ejeksi kurang dari 35% yang disertai beberapa
faktor resiko seperti pelebaran ventrikelyang berat, fibrilasi atrium, dan terdapatnya
trombus mural pada saat dilakukan ekokardiografiatau riwayat episode tromboemboli
sebelumnya. Faktor resiko tromboemboli vena meningkat pada wanita hamil, gagal
jantung dan baring lama (apabila disarankan pada pasiengagal jantung) dapat
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi ini.Warfarin bersifatteratogenik apabila
diberikan pada awal masa kehamilan dan dapat menyebabkan sindromwarfarin pada
janin ( fetal warfarin syndrome), apabila diberikan pada trimester 2 dan 3
dapatmenyebabkan perdarahan otak,microcephaly(kepala kecil), kebutaan, ketulian
dan gangguan pertumbuhan pada janin. Sedangkan,Unfractioned heparin memiliki
bioavailabiliti yang rendah pada wanita hamil dan dapat menyebabkan
trombositopenia. Sehingga, lebih disukai penggunaan low-molecular weight heparin
pada wanita hamil karena tidak melewati plasenta, low-molecular weight heparin
memiliki efek yang lebih rendah untuk terjadi osteoporosis dan trombositopeniaserta
bioavailabilitinya lebih bisa diperhitungkan. Pada saat masa postpartum, apabila
dibutuhkan penggunaan tromboprofilaksis bisa dilanjutkan menggunakan warfarin
karena jumlahnya dalam ASI sangat rendah.Apabila pasien berada dalam keadaan
kegagalan yang bersifat akut, sangat penting untuk melakukan langkah-langkah urgen
agar didapatkan hasil yang memuaskan. Pasien sebaiknyadirawat diruangan intensif
dengan posisi kepala agak ditinggikan dan apabila diperlukan pengawasan
hemodinamik dan oksigenasi bisa menggunakan kanulasi vena dan arteri
sentral.Kateter arteri pulmonal mungkin juga dibutuhkan pada pasien yang
membutuhkan infus berbagaiobat jantung dengan dosis tinggi. Ventilasi noninvasif
dengan menggunakan tekanan akhir ekspirasi positif dapat dimulai apabila saturasi
oksigen dengan masker gagal mencapai kadar lebih dari 95%. Pada kasus yang
dibutuhkan penggunaan ventilasi secara invasif, tindakan pencegahan awal terhadap
aspirasi pada wanita hamil sebaiknya dilakukan. Diuretik kuatmungkin lebih dapat
diterima pada pasien dengan kegagalan yang bersifat akut karena dianggap berhasil.
Nitrogliserin dapat diberikan secara intravena untuk mengurangi beban
afterloadapabila tekanan darah sistolik lebih dari 110 mmHg. Nitroprusside, walaupun
merupakankontraindikasi relatif pada wanita hamil dimana dapat terjadi akumulasi
tiosianat dan sianida pada janin. Nitrogliserin (NTG) sebaiknya dititrasi untuk
mendapatkan efek yang baik, dimulaidari dosis 10-20 mikrogram/menit ditingkatkan
sampai maksimal 200 mikrogram/menit.Dobutamin, dopamin dan milrinon dapat
digunakan untuk memberikan efek inotropik padakegagalan jantung. Efek
inotropiknya hampir sama pada nitrogliserin dan dapat digunakan padawanita hamil
apabila kondisi memungkinkan untuk digunakan.Levosimendan merupakanagen
kardiotropik yang baru dimana efeknya meningkatkan cardiac output melalui
peningkatanrespon dari miofilamen terhadap kalsium intrasel, tidak seperti obat
inotropik tradisional yangtelah disebutkan sebelumnya dimana mereka melakukan
peningkatan kalsium intrasel sendiri.Levosimendan telah terbukti efektif untuk
meningkatkan cardiac output dan dapat mengurangiangka kematian pada pasien
dengan kegagalan cardiac output yang berat; akan tetapi,keamanannya dan
keberhasilannya pada pasien PPCM belum dievaluasi melalui penelitiansecara acak
walaupun telah dilaporkan dalam literatur bahwa obat ini berhasil digunakan pada
pasien PPCM. Levosimendan digunakan secara intravena dengan dosis 0,1-
0,2mikrogram/kg/menit pada pasien gagal jantung dengan atau tanpa loading dose 3-
12mikrogram/kg/menit selama 10 menit. wanita hamil dengan hemodinamik yang
tidak stabil dimana telah menggunakan berbagai obat sebaiknya dilakukan
pengawasan intensif terhadap janinya dan dilanjutkan evaluasi oleh ahli kandungan
untuk mencegah kematian janin.Penggunaan alat bantu mekanik dan lapisan
oksigenator ekstrakorporeal harus digunakan pada pasien dengan PPCM apabila
penatalaksanaan medis gagal meningkatkan kondisi jantungnya. Alat ini dapat
digunakan sebagai terapi penghubung pada sebagian besar pasiendimana diharapkan
dalam satu tahun setelah persalinan, pasien dapat sembuh secara parsial atautotal.
Sebanyak 11% pasien PPCM nantinya akan membutuhkan transplantasi jantung.

11. Bagaimanakah Prognosis dari kasus diatas dan apa sajakah yang dapat menjadi
komplikasinya?
Pasien PPCM selama kehamilan memerlukan perawatan bersama spesialis jantung
dengan spesialis obstetri ginekologi. Kecuali terdapat penurunan kondisi maternal
atau fetal, tidak diperlukan terminasi kehamilan lebih awal. Persalinan darurat tanpa
memikirkan umur CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015 359 TINJAUAN PUSTAKA
gestasi, hanya dipertimbangkan pada PPCM berat dan status hemodinamik tidak
stabil. Kemungkinan terbaik untuk ibu dan anak harus didiskusikan oleh tim yang
terdiri dari kardiolog, ahli kandungan, anestesiologis, neonatologis, dan internis.
Pada dasarnya, melahirkan spontan per vaginam lebih dianjurkan untuk wanita PPCM
dengan kondisi jantung terkontrol dan fetus sehat. Sectio caesarea terencana
dianjurkan untuk wanita dalam keadaan kritis dan memerlukan terapi inotropik atau
support mekanis. Pada kala II melahirkan spontan dapat dibantu menggunakan forsep
atau vakum untuk mempersingkat waktu melahirkan dan mengurangi beban jantung.
Komplikasi kardiovaskuler selama proses melahirkan diantaranya supine hypotension,
peningkatan cardiac output, dan kehilangan darah. Cairan intravena beserta
continuous urinary catheter harus terpasang untuk mencegah overload cairan dan
edema pulmoner. Fetus harus dipantau dengan kardiotokografi . Posisi left lateral
decubitus (LLD) lebih dianjurkan untuk memastikan venous return yang memadai
dari vena cava inferior.1,2 Analgesik epidural lebih dianjurkan pada kala 1 karena
dapat menstabilisasi cardiac output. Pada sectio caesarea continuous spinal anesthesia
dan kombinasi anestesi spinal dan epidural telah dianjurkan.1,11 Kala III dalam fase
melahirkan dapat dibantu dengan pemberian oxytocin IM. Ergometrin merupakan
kontraindikasi. Setelah melahirkan, auto transfusi darah dari ekstremitas bawah dan
uterus yang berkontraksi dapat meningkatkan preload secara signifi kan, dianjurkan
pemberian furosemide iv

KEHAMILAN SELANJUTNYA
Karena sedikitnya data tentang PPCM, sulit melakukan konseling individual, tetapi
ada nya LVEF 25% pada saat terdiagnosis atau LVEF tidak kembali normal setelah
melahirkan, pasien dengan riwayat PPCM disarankan untuk tidak hamil lagi. Semua
pasien harus diberi informasi bahwa kehamilan mempunyai efek negatif terhadap
fungsi jantung, dan dapat terjadi gagal jantung yang berujung pada kematian.1
Wanita dengan riwayat PPCM harus disarankan menggunakan metode kontrasepsi
karena menghentikan kehamilan mungkin tidak dapat mencegah PPCM.15
Intrauterine device/ IUD (copper dan progesterone releasing IUD) adalah tipe yang
paling efektif dan pada jangka panjang tidak meningkatkan risiko trombo-embolisme.
Kontrasepsi yang mengandung hormon kombinasi (estrogen dan progestin - bentuk
sintetik progesteron) harus dihindari. Estrogen dapat meningkatkan risiko trombo-
embolisme dan harus dihindari, tetapi pemberian progesteron saja aman dipakai.
Metode barrier tidak disaran kan karena tingginya tingkat kegagalan. Pilihan untuk
sterilisasi dapat dipertimbangkan, seperti vasektomi, tubal ligation, dan insersi tubal
stent.
Jika ingin hamil lagi, dianjurkan menjalani tes echocardiography yang dapat disertai
dobutamin stress test. Dobutamine stress echocardiography dapat digunakan untuk
menetapkan daya kontraksi ventrikel kiri pasien yang telah sembuh dari PPCM.
Wanita yang sebelumnya mempunyai riwayat PPCM dan fungsi ventrikel kiri telah
dibuktikan kembali normal pada dobutamin stress echocardiography, mempunyai
kemungkinan 35% untuk kembali mengidap PPCM pada kehamilan berikutnya.15
Jika hasil yang didapat adalah abnormal atau tidak ter dapat perbaikan, maka
kehamilan berikut nya sangat tidak disarankan.
CONCLUSION

Hubungan keadaan pasien dengan kehamilan

Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri dada.
Berhubung karena gejala ini juga berhubungan dengan kehamilan normal maka
perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan apakah gejala ini
sudah tidak berhubungan dengan kehamilan normal. Bising sistolik dapat
ditemukan pada 80% wanita hamil, umumnya berhubungan dengan peningkatan
volume aorta dan arteri pulmonalis. Tipe bising ini adalah derajat 1 atau 2,
midsistolik, paling keras pada basal jantung, tidak berhubungan dengan kelainan
fisik yang lain. Pada pasien dengan bising sistolik akan terdengar pemisahan bunyi
jantung dua yang keras. Setiap bising diastolik dan bising sistolik yang lebih keras
dari derajat 3/6 atau menjalar ke daerah karotis harus dianggap sebagai patologis.
Pada wanita yang diduga mengalami kelainan jantung maka perlu dilakukan
evaluasi yang cermat terhadap denyut vena jugularis, sianosis pada daerah perifer,
clubbing dan ronki paru.

WORKING DIAGNOSE : Peripartum Cardiomyopathy


REFERENSI

 http://www.nhs.uk/
 www.uptodate.com
 www.medscape.com
 http://m.medicastore.com
 http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/asthma
 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK300/
 http://m.medicastore.com
 https://www.academia.edu/4356164/Manajemen_Anestesi_pada_Pasien_Kardiomiop
ati_Peripartum
 http://www.scribd.com/doc/121434402/Pemeriksaan-JVP#scribd
 http://www.ukrida.ac.id/download/Patofisiologi-dan-Patogenesis-Kardiomiopati.pdf
 http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/Cardiomyopathy/Peripartum-
Cardiomyopathy-PPCM_UCM_476261_Article.jsp
 http://circ.ahajournals.org/content/127/20/e622.long
 http://emedicine.medscape.com/article/153153-overview
 https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000188.htm
 https://www.academia.edu/4356164/Manajemen_Anestesi_pada_Pasien_Kardiomiop
ati_Peripartum
 http://www.kalbemed.com/Portals/6/11_228Penatalaksanaan%20Kardiomiopati%20Peripart
um.pdf

 JNC 7

 American Heart Association. Target Heart Rates

 Medscape. Pulmonary Disease and Pregnancy. 2015

 Naveen Garg, Nitish Garg. Jugular Venous Pulse : An Appraisal. 2000

 Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition.
1990

 Mark Denis etc. Mechanism of Clinical Signs. 2012


 Steven G, Gabbe,Jennifer R, et al. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies.
2012

 Merck Manuals. Cardiovascular examination.

 Charles R. B. Beckmann. Obstetrics and Gynecology. 2010

 Gei A, Hankins G. Medical complications of pregnancy cardiac disease


and pregnancy. Obstet and gynecol clin 2001;28 (3):1-42.

 Peripartum Cardiomyopathy, Volume 39, Number 1, 2012. School of Public Health,


The University of Texas \

 Definisi, Etiopatogenesis, dan Diagnosis Kardiomiopati Peripartum, CDK-218/


vol. 41 no. 7, th. 2014, RS St. Gabriel Kewapante, Maumere, Flores, Nusa Tenggara
Timur, Indonesia, Continuing Medical Education

 Leah Johnson-Coyle, R. M. (2012). Peripartum Cardiomyopathy: Review and Practise


Guideline. Cardiovascular Critical Care, 91-92.

 VN Mishra, N. M. (2013). Peripartum Cardiomyopathy. association of Physician, 42.

Anda mungkin juga menyukai