Anda di halaman 1dari 15

Makalah Keperawatan Anak

“ASFIKSIA”

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

Dosen : Hermani TriRedjeki,S.Kep.Ns,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Catharina Mutiarani S (P17420713001)


2. Devi Sulistya Rini (P17420713002)

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MAGELANG


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2013/2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. (Hutchinson,1967)
Keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang
dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel
Duc,1971).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk
apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi
gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan
bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.
Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar
yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan
angka kematian yang tinggi Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan
perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Asfiksia?
2. Apa saja Manifestasi Klinis Asfiksia?
3. Apa Penyebab/etiologi Asfiksia?
4. Bagaimana Patofisiologi Asfiksia?
5. Bagaimana Pathway Asfiksia?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Asfiksia?
7. Apa saja Komplikasi Asfiksia?
8. Bagaimana Pemeriksaan Fisik Asfiksia?
9. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dengan Asfiksia?
10. Bagaimana Terapi dengan Asfiksia?
11. Apa saja Diagnosa dengan Asfiksia?
12. Bagaimana Intervensi dengan Asfiksia?

C. Tujuan Umum
Dapat memahami apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang
menyangkut asuhan keperawatannya.
Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui Pengertian Asfiksia
2. Untuk Mengetahui Penyebab /etiologi Asfiksia
3. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Asfiksia
4. Untuk Mengetahui Patofiologi Asfiksia
5. Untuk Mengetahui Pathway Asfiksia
6. Untuk Mengetahui Tentang Penatalaksanaan Asfiksia
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Asfiksia
8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Asfiksia
9. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dengan Asfiksia
10. Untuk Mengetahui Terapi dengan Asfiksia
11. Untuk Mengetahui Diagnosa dengan Asfiksia
12. Untuk Mengetahui Intervensi dengan Asfiksi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. (Hutchinson,1967)
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk
apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi
gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B. Penyebab / etiologi

Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :

1. Asfiksia dalam kehamilan


a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan


a. Kekurangan O2

1. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)


2. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri.
3. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
4. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
5. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
6. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
7. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan


1. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
2. Trauma dari dalam : akibat obat bius.

a. Faktor ibu
i. Hipoksia ibu
ii. Keracunan CO
iii. Hipotensi akibat perdarahan
iv. Gangguan kontraksi uterus
v. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
vi. Hipertensi pada penyakit eklampsia
b. Faktor plasenta
i. Plasenta tipis
ii. Plasenta kecil
iii. Plasenta tidak menempel
iv. Perdarahan plasenta
c. Faktor fetus
i. Kompresi umbilikus
ii. Tali pusat menumbung
iii. Tali pusat melilit leher
iv. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor neonatus
i. Prematur
ii. Kelainan kongential
iii. Pemakaian obat anestesi
iv. Trauma yang terjadi akibat persalinan

C. Manifestasi Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara
barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi :
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.

Gejala lanjut pada asfiksia :


a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
j. Pernafasan terganggu
k. Detik jantung berkurang
l. Reflek / respon bayi melemah
m. Tonus otot menurun
n. Warna kulit biru atau pucat

CONTOH GAMBAR :

D. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO₂ bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga denyut jantung janin menjadi lambat jika kekurangan
O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga denyut jantung janin menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan itrauterin dan
bila diperiksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelaktasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat bernafas kembali secara
teratur bayi mengalami afiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menerus disebabkan karena terjadi metabolisme anaerob yaitu glikolisis
glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena
gangguan metabolisme asam basa, biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang –
berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan diotak
terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. ( Rustam, 1998)
E. Pathway

F. Penatalaksanaan
Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia )
- Siapkan obat
- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
• Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
• Tabung O2 terisi
• Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.
- Pada waktu bayi lahir : Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung
dan mulut, hisap lendir secara hati-hati.

Penatalaksanaan untuk Asfiksia :


Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.
Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.

- Apgar Score I 7 – 10 :
a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya
atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai
nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung
meconeum.
b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut
kepala.
c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
- Apgar Score I 4 – 6 :
i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik
iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong
( lebih baik yang dihangatkan )
- Apgar Score I 4 – 6 dengan detik jantung > 100
i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
- Apgar Score I 0 – 3 :
i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan
segala akibatnya.
ii. Jangan diberi rangsangan taktil.
iii.Jangan diberi obat perangsang napas.
iv. Segera lakukan resusitasi.

RESUSITASI
Apgar Score 0 – 3 :
- Jangan diberi rangsangan taktil
- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
- Mouth to tube atau pulmonator to tube
- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration atau mask and pulmonator respiration,
kemudian bawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat.
Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat
dengan dosis 2
4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.

G. Komplikasi
a. Sembab otak
b. Pendarahan otak
c. Anuria atau Oliguria
d. Hyperbilirubinemia
e. Obstruksi usus yang fungsional
f. Kejang sampai koma
g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri: Pneumothorax
(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)

H. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c. Mata : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan
refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
e. Mulut : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
g. Leher : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h. Thorax : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari
100 x/menit.
i. Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma,
bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering
terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-
tanda infeksi pada tali pusat.
k. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan
lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeces.
m. Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari
tangan serta jumlahnya.
n. Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah tulang.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1. Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit.
2. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
3. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
4. Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering
terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
1. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
2. pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik
sering terjadi hiperapnea.
3. pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif.
4. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

c. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
1. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
2. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
3. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

d. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

J. Penanganan Terapi

a. Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :

1. Memastikan saluran nafas terbuka :


 Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
 Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
 Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka

2. Memulai pernapasan :
 Lakukan rangsangan taktil
 Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3. Mempertahankan sirkulasi darah :


 Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.

4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )

b. Terapi Medikamentosa
1. Epinefrin
Indikasi:
a. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
b. Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v
atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2. Volume Ekspander
Indikasi:
a. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
b. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai
dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
c. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml /
kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
d. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.

3.Bikarbonat
Indikasi:
a. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
b. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus
disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan
secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.

K. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4) Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan
pada agen-agen infeksius.
5) Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
6) Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan koping keluarga adekuat.

L. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Tentukan kebutuhan 1. pengumpulan
tidak efektif b.d tindakan keperawatan oral/ suction tracheal.
data untuk
produksi mukus selama proses 2. Auskultasi suara
banyak. keperawatan nafas sebelum dan perawatan optimal
Tujuan : Setelah diharapkan jalan nafas sesudah suction .
2. membantu
dilakukan tindakan lancar.1. Tidak 3. Bersihkan daerah
keperawatan selama menunjukkan demam. bagian tracheal setelah
proses keperawatan 2. Tidak menunjukkan suction selesai mengevaluasi
diharapkan jalan nafas cemas. dilakukan.
keefektifan upaya
lancar. 3. Rata-rata repirasi 4. Monitor status
dalam batas normal. oksigen pasien, status batuk klien
4. Pengeluaran sputum hemodinamik segera
3. meminimaliasi
melalui jalan nafas. sebelum, selama dan
5. Tidak ada suara sesudah suction. penyebaran
nafas tambahan.
mikroorganisme
4. untuk mengetahui
efektifitas dari
suction.
Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1) Pertahankan 1. untuk
efektif b.d tindakan keperawatan kepatenan jalan nafas
membersihkan jalan
hipoventilasi. selama proses dengan melakukan
keperawatan pengisapan lendir. nafas
diharapkan pola nafas 2) Pantau status
2. guna
menjadi efektif. pernafasan dan
Kriteria hasil : oksigenasi sesuai meningkatkan kadar
1. Pasien dengan kebutuhan.
oksigen yang
menunjukkan pola 3) Auskultasi jalan
nafas yang efektif. nafas untuk bersirkulasi dan
2. Ekspansi dada mengetahui adanya
memperbaiki status
simetris. penurunan ventilasi.
3. Tidak ada bunyi 4) Kolaborasi dengan kesehatan
nafas tambahan. dokter untuk
3. membantu
4. Kecepatan dan pemeriksaan AGD dan
irama respirasi dalam pemakaian alat bantu mengevaluasi
batas normal. nafas
keefektifan upaya
5) Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan. batuk klien
4. perubahan AGD
dapat mencetuskan
disritmia jantung.
5. terapi oksigen
dapat membantu
mencegah gelisah
bila klien menjadi
dispneu, dan ini
juga membantu
mencegahedema
paru.
Kerusakan pertukaran Tujuan : Setelah 1) Kaji bunyi paru, 1. membantu
gas b.d dilakukan tindakan frekuensi nafas,
mengevaluasi
ketidakseimbangan keperawatan selama kedalaman nafas dan
perfusi ventilasi. proses keperawatan produksi sputum. keefektifan upaya
diharapkan pertukaran 2) Auskultasi bunyi
batuk klien
gas teratasi. nafas, catat area
Kriteria hasil : penurunan aliran udara 2. membantu
1. Tidak sesak nafas dan / bunyi tambahan.
mengevaluasi
2. Fungsi paru dalam 3) Pantau hasil Analisa
batas normal Gas Darah keefektifan upaya
batuk klien
3. perubahan AGD
dapat mencetuskan
disritmia jantung.
Risiko cedera b.d Tujuan : Setelah 1. Cuci tangan setiap 1. untuk mencegah
anomali kongenital dilakukan tindakan sebelum dan sesudah
infeksi nosokomial
tidak terdeteksi atau keperawatan selama merawat bayi.
tidak teratasi proses keperawatan 2. Pakai sarung tangan 2. untuk mencegah
pemajanan pada agen- diharapkan risiko steril.
infeksi nosokomial
agen infeksius. cidera dapat dicegah. 3. Lakukan pengkajian
Kriteria hasil : fisik secara rutin 3. untuk mencegah
1. Bebas dari cidera/ terhadap bayi baru
keadaan yang kebih
komplikasi. lahir, perhatikan
2. Mendeskripsikan pembuluh darah tali buruk.
aktivitas yang tepat pusat dan adanya
4. untuk
dari level anomali.
perkembangan anak. 4. Ajarkan keluarga meningkatkan
3. Mendeskripsikan tentang tanda dan
pengetahuan
teknik pertolongan gejala infeksi dan
pertama melaporkannya pada keluarga dalam
pemberi pelayanan
deteksi awal suatu
kesehatan.
5. Berikan agen penyakit.
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari vaksin
hepatitis
Risiko Tujuan : Setelah 1. Hindarkan pasien 1. untuk menjaga
ketidakseimbangan dilakukan tindakan dari kedinginan dan
suhu tubuh agar
suhu tubuh b.d keperawatan selama tempatkan pada
kurangnya suplai O2 proses keperawatan lingkungan yang stabil.
dalam darah. diharapkan suhu tubuh hangat.
2. untuk mendeteksi
normal. 2. Monitor gejala yang
Kriteria Hasil : berhubungan dengan lebih awal
1. Temperatur badan hipotermi, misal
perubahan yang
dalam batas normal. fatigue, apatis,
2. Tidak terjadi perubahan warna kulit terjadi guna
distress pernafasan. dll.
mencegah
3. Tidak gelisah. 3. Monitor TTV.
4. Perubahan warna 4. Monitor adanya komplikasi
kulit. bradikardi.
3. peningkatan suhu
5. Bilirubin dalam 5. Monitor status
batas normal. pernafasan. dapat menunjukkan
adanya tanda-tanda
infeksi
4. penurunan
frekuensi nadi
menunjukkan
terjadinya asidosis
resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.
Proses keluarga Tujuan : Setelah 1. Tentukan tipe 1. untuk mengetahui
terhenti b.d pergantian dilakukan tindakan proses keluarga.
tindakan yang tepat
dalam status keperawatan selama 2. Identifikasi efek
kesehatan anggota proses keperawatan pertukaran peran untuk diberikan
keluarga. diharapkan koping dalam proses keluarga.
2. untuk
keluarga adekuat. 3. Bantu anggota
Kriteria Hasil : keluarga untuk mempersiapkan
1. Percaya dapat menggunakan
psikologi keluarga
mengatasi masalah. mekanisme support
2. Kestabilan prioritas. yang ada. 3. untuk
3. Mempunyai 4. Bantu anggota
memanfaatkan
rencana darurat. keluarga untuk
4. Mengatur ulang merencanakan strategi dukungan yang ada
cara perawatan. normal dalam segala
dari keluarga.
situasi.
4. untuk mengatasi
situasi yang tidak
terduga.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. (Hutchinson,1967)

Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :

1. Asfiksia dalam kehamilan


a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan


a. Kekurangan O2

1. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)


2. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri.
3. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
4. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
5. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
6. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
7. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan


1. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
2. Trauma dari dalam : akibat obat bius.

B. Saran
Demi kepentingan bersama dan kesempurnaan makalah ini, kritik, saran dan masukan
yang bermanfaat dari teman – teman sangat kami butuhkan. Mohon dibaca dengan teliti,
cermat dan dimengerti.
DAFTAR PUSTAKA

Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) : Jakarta

A. Samik Wahab. Jilid 1. Jakarta : EGC

Berhman, Kliegman & Arvin.( 1996 ). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Alih Bahasa:

Manuaba, 1998.Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 3. Jakarta: FKUI

Buku Diagnosa Keperawatan Nanda NOC-NIC

Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta

Kapita Selekta Kedokteran / editor, Mansjoer Arief…(et al.), ed. 3, cet I, Jakarta. Media Aesculapius, 2000

http://irsalcimura.blogspot.com/2012/11/askep-asfiksia.html diakses tgl 8 Januari 2014 jam 11.31

Parcis mary H. (1999). Dasar – Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta :

EGC

Purnawan J, DKK.(1989). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Jakarta : media

aeusculapius FKUI

Staf pengajar IKA FKUI. ( 1995 ). Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. Jakarta : IKA

FKUI

Anda mungkin juga menyukai