Anda di halaman 1dari 22

SURVEI BATHIMETRI

Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman dibawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai
samudera atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan
garis–garis kontur (Contour Lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contour atau isobath), dan
dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.

Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudera. Teknik–teknik awal batimetri
menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini
hanya dapat melakukan satu satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik
tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus.

Pekerjaan survei dan pemetaan laut (surta laut) pada dasarnya merupakan proses penggambaran keadaan
fisik daerah perairan melalui data ukuran hasil pengukuran di lapangan. Data-data tersebut merupakan
data-data yang memvisualisasikan kondisi perairan secara horisontal dan vertikal. Dengan demikian
berarti bahwa untuk setiap titik yang berada di dasar laut dapat diketahui berapa kedalaman dan dimana
letaknya pada satu sistem koordinat tertentu.

Pada dasarnya pekerjaan surta laut sangat luas cakupannya. Hal ini dapat dilihat dari definisi hidrografi
yang dikeluarkan oleh PBB : “Hidrografi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengukur
(measure), menjelaskan (describe) dan melukiskan (depict) tentang konfigurasi dasar laut (batimetri,
geologi dan geofisika), hubungan geografis daratan dan laut serta sifat dan dinamika air laut”. Dari
definisi ini tampak jelas bahwa spektrum kegiatan surta laut sangat luas diantaranya menyangkut survei
geologi, geodesi, geofisika dan oseanografi.

Dalam bidang geodesi pekerjaan paling utama dalam surta laut adalah survei batimetri. Kegiatan dalam
survei batimetri meliputi kegiatan-kegiatan seperti pengukuran kedalaman, pengamatan pasut, penentuan
posisi horisontal fix perum, pengukuran titik kerangka dasar dan lain-lain.

Survei batimetri atau sering disebut dengan pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk
memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses
penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasinya) disebut
sebagai survei batimetri.
Secara umum diagram alir pelaksanaan pekerjaan survei batimetri dapat dilihat pada gambar berikut
ini.

Perencanaan
Survei

Pengukuran
Kerangka Dasar
Geodesi

Pengukuran Posisi
Pengukuran Garis Pengukuran Pengamatan
Horisontal Fix
Pantai Kedalaman Pasut
Perum

Posisi Koreksi :
Angka - Barcheck Kedalaman Koreksi Mean Sea
Kedalaman - Draft Ukuran Pasut Level
(Track Plot) Transduser

Kedalaman Chart
Terkoreksi Datum

Kedalaman
Terhadap
Chart
Datum

Penggambaran
Lembar Lukis
Lapangan

Peta Batimetri
a. Pengukuran Kerangka Dasar Geodesi

Pengukuran kerangka dasar geodesi meliputi pengukuran kerangka dasar horisontal dan vertikal.
Tujuan dilakukan pengukuran kerangka dasar geodesi untuk keperluan survei batirnetri adalah agar hasil
survel batimetri baik posisi atau kedalaman dapat dinyatakan dalam sistem darat yaltu dengan jalan
diikatkan pada titik kerangka dasar geodesi tersebut.

Metode pengukuran kerangka dasar geodesi dipilih sedemikian rupa dan disesuaikan dengan kondisi
lapangan agar mudah dilakukan dan memberikan hasil ketelitian yang baik. Metode yang digunakan
antara lain; poligon, triangulasi, trilaterasi, sipat datar teliti dan satelit GPS.

b. Pengukuran Garis Pantai

Garis pantai didefinisikan sebagai garis batas air pasang tertinggi yang menggenangi daratan. Pada
daerah dengan pantai landai berpasir, garis pantai mudah ditentukan yaitu dengan melihat jejak/bekas
genangan saat air pasang. Untuk daerah dengan pantai berupa tebing terjal, maka bibir tebing tersebut
dianggap sebagai garis pantai. Sedang untuk daerah dengan pantai berupa rawa-rawa dengan tumbuhan
semak atau bakau, maka batas tumbuhan terluar ke arah laut dianggap, sebagai garis pantai.

Pengukuran garis pantai dapat dilakukan dengan metode dan alat sebagal berikut; tachymetri
(theodolit kompas atau Electronic Total Station (E.TS)), polygon (theodolit), perpotongan ke muka
(theodolit), dan satelit GPS, dengan menggunakan titik kerangka dasar geodesi sebagai titik ikat.

c. Pengukuran Posisi Horisontal Fix Perum

Tujuan dilakukan pengukuran posisi horisontal fix perum adalah agar kedalaman hasil survei
batimetri dapat diketahui posisi planimetriknya (x,y). Pengukuran posisi horisontal fix perum ini
diikatkan pada stasiun referensi di darat, agar hasil yang diperoleh berada dalam satu sistem.

Dalam pelaksanaan pengukuran posisi horisontal fix perum yang harus diperhatikan adalah
sinkronisasi antara data posisi horisontal fix perum dengan data kedalaman yang dapat dicapai apabila
pengukuran posisi horisontal fix perum dilakukan bersamaan dengan pengukuran kedalaman.

Dewasa ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang
geodesi maka sudah banyak sekali digunakan metode penetuqan posisi horisontal dengan menggunakan
teknologi satelit. Untuk penentuan posisi horisontal fix perum dengan menggunakan satelit, pada
dasarnya dapat digunakan metode penentuan posisi secara absolut (absolute positioning) dan metode
penentuan posisi diferensial (differential positioning). Kedua metode ini pada prinsipnya dapat
digunakan untuk menentukan posisi suatu titik yang diam (statik) maupun bergerak (kinematik).
1. Metode Absolut Positioning

Metode penentuan posisi ini umumnya mengganakan data pseudorange, dan metode ini tidak
dimaksudkan untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian yang tinggi sehingga metode ini sering
diaplikasikan untuk keperluan navigasi.

Prinsip penentuan posisi dari metode ini adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit sekaligus,
dan hanya membutuhkan satu receiver GPS.

Gambar Metode absolut positioning untuk penentuan posisi horisontal fix perum

2. Metode Differential Poistioning

Pada metode ini dapat digunakan data pseudorange atau pun data fase. Tingkat ketelitian yang
diperoleh dengan metode ini bervariasi dari tingkat menengah sampai tinggi, sehingga metode, ini sangat
cocok digunakan untuk survei geodesi, survei pemetaan, maupun. navigasi berketelitian tinggi.

Dengan metode differential positioning posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap base station.
Sedangkan jumlah minimal receiver yang dibutuhkan adalah dua buah.

Gambar Metode differential positioning untuk penentuan posisi horisontal fix perum
3. Pengukuran Posisi Horisontal Fix Perum Menggunakan Metode Kinematik DGPS

Pada dasarnya terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan posisi horisontal fix
perum, seperti yang telah di bahas secara singkat pada pembahasan sebelumnya. Pembahasan pada. tugas
akhir ini diarahkan pada, penggunaan metode kinematik DGPS untuk pengukuran posisi horisontal fix
perum. Pemilihan metode kinematik DGPS didasari atas pertimbangan bahwa metode kinematik DGPS
dewasa ini telah banyak digunakan untuk keperluan surta laut. Karena metode kinematik DGPS
mempunyai kehandalan dalam akurasi dan dengan tingkat kecepatan yang memadai.

Untuk aspek ketelitian atau akurasi, metode kinematik DGPS dengan menggunakan data psudorange
akan memberikan tingkat ketelitian dalam, level meter untuk apilkasi - aplikasi yang menuntut ketelitian
menengah dan ketelitian yang lebih tinggi (level cm) apabila digunakan data fase.

Dalam aspek kecepatan, dengan metode kinematik DGPS akan memberikan hasil jauh lebih cepat
dibanding metode optik dan elektronik, baik dari segi pengambilan data maupun pengotahan data. Pada
pengambilan data, dengan metode kinematik DGPS dapat diatur pengambilan datanya untuk selang waktu
tertentu dan tidak diperlukan lagi .pengukuran sudut dan jarak dalam mengambil posisi horisontal fix
perum. Sedangkan pada pengolahan datanya dapat dilakukan secara real time (pada saat survei) maupun
post processing (diolah di kantor). Untuk pengolahan data didukung oleh perangkat lunak (misal
perangkat lunak SKI, Bernesse, dan lain-lain) yang memungkinkan.pengolahan data posisi horisontal fix
perum secara cepat.

Menurut David Wells (1985) penentuan posisi kinematik berhubungan erat dengan aplikasi - aplikasi
dimana suatu bentuk lintasan akan ditentukan, misalnya lintasan kapal survei. Pada penentuan posisi
secara kinematik DGPS untuk penentuan posisi horisontal fix perum, posisi atau kedudukan kapal survei
ditentukan relatif terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (titik kontrol pantai).
Gambar Metode kinematik DGPS untuk penentuan posisi horisontal fix perum

Pada penentuan posisi secara diferensial ini jumlah minimum satelit yang tampak adalah empat buah.
Posisi horisontal fix perum dapat ditentukan secara langsung pada saat pengukuran (real time) atau dapat
ditentukan setelah survei berlangsung yaitu diolah di kantor (post processing). Dua cara ini pada
pelaksanaanya berbeda pada komponen sistern dalam teknik GPS diferensial. Pada metode penentuan
posisi secara post processing hanya diperlukan dua komponen sistem, yaitu; sistem GPS diferensial
stasiun acuan (berbasis di darat), dan sistem GPS diferensial stasiun pemakai (berbasis di kapal survei).
Sedangkan pada penentuan posisi secara real time diperlukan komponen tambahan yaitu sistem GPS
diferensial hubungan data untuk memancarkan data koreksi ke stasiun pemakai pada band frekuensi
tertentu. Sistem ini terpisahkan di dua lokasi, satu berbasis di darat (stasiun acuan) dan lainnya berbasis
di kapal survei (stasiun pemakai). Untuk melakukan komunikasi, masing-masing stasiun itu
memperlengkapi dirinya dengan modem dan radio. jenis hubungan komunikasi yang dipilih harus
mempertimbangkan secara optimal karakter pekerjaan di lingkungan survei.

d. Pengukuran Kedalaman (Pemeruman)

Tujuan dilakukan pengukuran kedalaman adalah untuk mengetahui profil dasar laut yang dinyatakan
oleh hasil kedalaman ukuran yang telah diberi koreksi. Peralatan yang digunakan antara lain dengan
tongkat penduga (metode manual) dan alat perum gema (metode akustik). Tahap - tahap pelaksanaan
pengukuran kedalaman secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Penentuan nilai kesalahan sarat (draft) transduser.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya draft transduser:


o Transduser dipasang dibawah permukaan air.

o Faktor statik, yaitu faktor yang menyebabkan lebih tenggelamnya wahana apung bersama
transduser akibat penambahan beban pada wahana apung, seperti orang dan bahan kelengkapan
survei.

o Faktor dinamik (adanya settlement dan squat).

Pengaruh dari settlement dan squat akan menyebabkan kapal akan lebih tenggelam pada saat
bergerak. Settlement merupakan sifat kapal yang seluruh badannya akan mengalami kedudukan
tenggelam pada saat sedang bergerak dibanding pada saat kapal berhenti. Sedangkan squat buritannya
akan tenggelam pada saat kapal berjalan. Faktor - faktor vang mempengaruhi besarnya settlement dan
squat meliputi; bentuk badan kapal, kecepatan kapal dan kedalaman laut di bavvah lunas kapal. Pengaruh
settlement dan squat akan besar bila; kapal berbadan lebar, kecepatati kapal tinggi, dan bila pengukuran
kedalaman dilalcukan di laut dangkal.

Secara praktis dalam pekeriaan pengukuran kedalaman, penentuan nilai settlemet dan squat jarang
dilakukan, hal ini disebabkan pengaruh yang ditimbulkannya dalam hasil ukuran kedalaman sangat kecil,
sehingga praktis dapat diabaikan.

2. Pengaturan garis awal transmisi kertas rekamau perum gema

Pada kertas rekaman perum gema terdapat garis bacaan nol skala dan garis awal transmisi
gelombang bunyi. Garis bacaan nol skala mewakili kedudukan permukaan laut, sedangkan garis awal
transmisi mewakili kedudukan transduser terhadap permukaan laut.

Pengaruh dari draft transduser, settlement dan squat dengan sendirinya akan menyebabkan
kedudukan garis awal transmisi tidak mewakili kedudukan transduser terhadap permukaan laut. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengaturan garis awal transmisi dengan memperhitungkan pengaruh draft
transduser serta settlement dan squat.

Pengaturan garis awal transmisi tersebut dilakukan secara bertahap, yaitu:

o Pengaturan garis awal transmisi untuk mengeliminir koreksi draft transduser dilakukan sebelurn
pelaksanaan kalibrasi kecepatan gelombang bunyi.

o Pengaturan garis awal transmisi untuk mengeliminir koreksi settlement dan squat dilakukan
setelah pelaksanaan kalibrasi kecepatan gelombang bunyi.
3. Barcheck

Metode barcheck merupakan metode yang dapat digunakan untuk menentukan koreksi kedalaman
akibat variasi cepat rambat gelombang akustik dan sekaligus dapat digunakan untuk mengeliminir
(mengkalibrasi) akibat kombinasi dari beberapa kesalahan sisternatis yang bersumber pada alat perum
gema. Metode barcheck ini hanya, dapat digunakan untuk daerah perairan dangkal.

Barcheck mempunyai panjang rantai maksimum berkisar antara 20 sampai 50 m, ketebalan 0,5 - 1
cm dan terbuat dari baja. Prinsip metode barcheck adalah membandingkan kedalaman suatu titik yang
telah ditentukan atau diketahui kedalamannya pada rantai barcheck dengan kedalaman titik tersebut dari
hasil pengukuran dengan alat perum gema. Selisihnya merupakan besarnya koreksi barcheck yang harus
diberikan pada data ukuran kedalaman.

e. Pengamatan Pasut

Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di suatu lokasi.
Berdasarkan hasiI pengamatan tersebut dapat ditetapkan datum vertikal tertentu yang sesuai untuk
keperluan-keperluan tertentu pula. Pengamatan pasut dilakukan dengan mencatat atau merekam data
tinggi muka air laut pada setiap interval waktu tertentu. Rentang pengamatan pasut sebaiknya dilakukan
selama selang waktu keseluruhan periodisasi benda-benda langit yang mempengaruhi terjadinya pasut
telah kembali pada posisinya 'semula'. Rentang waktu pengamatan pasut yang lazim dilakukan untuk
keperluan praktis adalah 15 atau 29 piantan (1 piantan = 25 jam). Interval waktu pencatatan atau
perkaman tinggi muka laut biasanya adalah 15, 30 atau 60 menit.

Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasut dilakukan dengan palem atau rambu pengamat
pasut. Tinggi muka air setiap jam diamati secara manual oleh operator (pencatat) dan dicatat pada suatu
formulir pengamatan pasut. Pada palem dilukis tanda-tanda skala bacaan dalam satuan desimeter.
Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi muka air laut relatif terhadap palem pada jam-jam tertentu
sesuai dengan skala bacaan yang tertulis pada palem. Muka air laut yang relatif tidak tenang membatasi
kemampuan pencatatan dalam menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup efektif untuk
memperoleh data pasut dengan ketelitian hingga sekitar 2.5 cm. Tinggi palem disesuaikan dengan
karakter tunggang air pada wilayah perairan yang diamati pola pasutnya, yang biasanya sekitar 4 hingga 6
meter.

Teknologi pengamatan pasut yang lebih maju tidak lagi menggunakan cara manual dan memerlukan
orang yang ditugasi untuk mengamati dan mencatat tinggi muka air. Sebuah alat pengamat pasut mekanik
yang digunakan untuk ini adalah tide gauge. Gerakan naik dan turunnya air laut dideteksi dengan sebuah
pelampung yang digantungkan pada kawat baja. Kawat baja tersebut digulungkan pada suatu silinder
penggulung. Sebuah sistem mekanik melakukan peredaman dan konversi gerakan silinder penggulung
kawat baja dari ke arah vertikal menjadi ke arah horisontal. Gerakan horisontal bolak-balik tersebut
kemudian disambungkan pada sebuah pena yang menggoreskan tinta pada gulungan kertas perekam data
yang digulungkan pada suatu silinder.

Kertas perekarn digerakkan dengan sistem mekanik bertenaga listrik sehingga memungkinkan
memberikan kecepatan sudut yang konstan dan setara dengan jam pengamatan. Pada kertas perekam juga
terdapat skala bacaan yang memungkinkan untuk melakukan kalibrasi dan pembacaan rekaman data yang
efisien. Tide gauge semacam ini disebut dengan tide gauge mekanik, karena sensor tinggi muka air dan
pencatatannya pun dilakukan secara mekanik. Pelampung biasanya diletakkan pada pipa dalarn sistem
bejana berhubungan untuk mereduksi gerak muka laut sesaat karena gelombang dan angin.
Pengembangan dari sistem ini adalah penggunaan sensor akustik atau optik (sebagai pengganti sensor
mekanik) untuk mengukur tinggi muka air dengan perekaman secara digital.

Untuk skala regional dan global, satelit altimetri Topex/Poseidon yang bekerja menggunakan pulsa
RADAR kini dapat dimanfaatkan untuk mengukur tinggi muka air laut yang berada jauh dari pantai.
Satelit altimetri adalah satelit pengamat global dan dipakai untuk memantau tinggi permukaan laut di
seluruh bagian bumi. Sistem ini mempunyai footprint beam pada radius sekitar 7 km dan sangat rentan
terhadap noise yang ditimbulkan oleh daratan, sehingga tidak memungkinkan untuk pemantauan lokal.
Sistem pengamatan pasut lokal dan dekat pantai yang paling maju saat ini adalah dengan suatu sebaran
stasiun pengamat pasut permanen dengan sensor laser dan perekaman secara digital. Data pengamatan
ditransmisikan melalui jaringan telepon atau gelombang radio ke suatu stasiun pusat pengolahan data.

1. Pengikatan Stasiun Pengamat Pasut

Pengikatan stasiun pengamat pasut adalah prosedur standar yang dilakukan untuk mengetahui
kedudukan nol palem relatif terhadap suatu titik di pantai yang ditetapkan untuk keperluan rekonstruksi.
Titik pengikatan nol palem tersebut perlu didokumentasikan (atau dibuat permanen sebagai bench mark)
dengan baik agar mudah ditentukan kembali. Pengikatan stasiun pengamat pasut dilakukan dengan
pengukuran sipat datar untuk menentukan beda tinggi nol palem relatif terhadap titik pengikat. Jika
selisih tinggi palem terhadap titik ikat diketahui, maka selisih tinggi tersebut nantinya akan digunakan
untuk mendefinisikan tinggi titik ikat itu sendiri setelah datum vertikal ditentukan dari pengamatan pasut.

Beberapa persyaratan untuk penempatan lokasi stasiun pasut yang harus dipenuhi antara lain adalah:

o Lokasi stasiun pasut harus menggambarkan karakteristik pasang surut di daerah sekitarnya.

o Tanah di daerah lokasi stasiun pasut harus keras (tidak berlumpur).


o Lokasi stasiun pasut sebaiknya jauh dari muara sungai, untuk menghindari pengaruh aliran
serta endapan dan sampah yang terbawa menuju ke laut.

o Perairan di lokasi stasiun pasut diupayakan bersih dan jernih serta tidak terganggu oleh
tetumbuhan laut yang ada di sekitarnya.

o Lokasi dicari sedemikian rupa agar memudahkan pengawasan dan pemeliharaan stasun pasut.

o Terlindung dari pengaruh ombak dan gelombang serta pengaruh lainnya secara langsung.

f. Tahapan Penggambaran Peta

Setelah pekerjaan pengolahan data selesai, tabel - tabel hasil pengolahan data; posisi horisontal fix
perum, kedalaman ukuran, koreksi barcheck, koreksi draft transduser, dan koreksi pasut disusun dalam
suatu tabel hasil survei dalam buku perum.

Dari tabel tersebut yang harus diperhatikan adalah bahwa data kedalaman ukuran pada kedalaman
minuten telah dihitung posisi horisontalnya, yaitu dengan melakukan interpolasi terhadap data posisi
horisontal. fix perum. Data kedalaman minuten ini pada brku perurn tidak ada no. fix nya.

Dari data-data yang diperoleh ini kemudian dilakukan proses penggambaran pada lembar peta.

1. Lembar lukis lapangan

Untuk membuat lembar lukis lapangan data-data yang harus dipersiapkan antara lain; data
kedalaman, data posisi horisontal fix perum, dan data - data atau catatan tentang obyek - obyek atau
gejala yang dianggap merupakan kelainan di daerah perairan yang terlihat pada waktu pengambilan data.

Tahapan pelaksanaan pembuatan lembar lukis lapangan adalah sebagai berikut :

o Pembuatan jaringan (grid atau graticule) peta.

o Pengeplotan titik-tlilk kerangka dasar dan titik-titik fix perum pada lembar pengeplotan (track
plot).

o Pengeplotan angka kedalaman dan detail lainnya pada. lembar lukis lapangan.

o Penggambaran garis-garis kedalaman (isobat).

Lembar lukis lapangan menyajikan angka - angka dan atau garis kedalaman. Lembar lukis lapangan
ini digunakan untuk mengontrol, secara kualitatif dan kuantitatif sejauh mana pekerjaan pemeruman telah
dilaksanakan setiap harinya. Lembar lukis lapangan ini dapat disebut sebagai peta manuskrip dalam
pekerjaaan survei batimetri.
2. Peta batimetri

Peta batimetri ini merupakan salah satu produk pekedaan sunei hidrografi yang menginformasikan
tentang kedalaman titik - titik pada dasar laut dan juga profil/topografi dasar laut yang ditunjukan oleh
angka dan kontur kedalaman sebagai informasi utama.

Pada peta batimetri ini segala aspek tentang pekerjaan kartografis dalam pembuatan peta telah
dilakukan, seperti :

o Skala peta.

o Sistern proyeksi peta.

o Format lembar peta.

o Klasifikasi data dan periyajian informasi.

o Informasi tepi.

g. Prosedur Pelaksanaan Survei Batimetri di Lapangan

Mengacu kepada kerangka acuan kerja (KAK) pada pekerjaan ini serta SP-44 IHO tentang standar
survei hidrografi maka pada kekegiatan ini konsultan mengusulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Klasifikasi survei dikategorikan termasuk orde-2

2. Standar ketelitian posisi titik kedalaman yaitu 5 m ± 5% d, dimana d adalah kedalaman

3. Lebar lajur maksimum untuk daerah survei 1 (100 ha) yaitu 25 m

4. Sedangkan lebar lajur maksimum untuk daerah survei 2 yaitu 100 m

5. Lebar lajur silang tidak lebih dari 10 kali lebar lajur utama

6. Pengukuran posisi horisontal fix perum menggunakan metode kinematik DGPS secara real time

7. Receiver GPS yang digunakan minimal 2 buah, 1 di base station (didarat) dan 1 di wahana
apung (perahu)

8. Receiver GPS yang digunakan yaitu minimal tipe geodetik dengan 1 frekuensi

9. Pengukuran kedalaman menggunakan echosunder Raytheon

10. Pengukuran barcheck dilakukan sebelum dan sesudah survei batimetri

11. Pengukuran barcheck dilakukan untuk kedalaman sampai dengan 30 meter sedangakan untuk
kedalaman lebih dari 30 meter digunakan velocimeter
12. Lokasi pelaksaanaan barcheck dilakukan pada wilayah perairan yang tenang

Analisa Data Hidro-Oseanografi


Uraian kegiatan analisis hodrometri adalah sebagai berikut
1) Review dan pengolahan data yang diperoleh antara lain pengukuran arus (data dari
perencanaan yang sudah ada)
2) Review dan Analisis sampel sedimen di laboratorium
3) Pelaporan
Data yang telah diperoleh dari lapangan (data sekunder dan primer) dan hasil analisis laboratorium
kemudian diolah, dianalisis dan dievaluasi untuk kemudian disusun dalam bentuk laporan sebagai
masukan bagi perencanaan teknis detail jaringan pengairan nanti.
Analisis data hasil pengukuran arus tetap/fix current adalah membuat tabel data hasil pengukuran
kecepatan dan arus setiap jam pada setiap titik-titik vertical pengukuran, yaitu pada 0,2d ; 0,6d ; 0,8d (d
= kedalaman pada lokasi pengukuran). Dari data hasil pengukuran yang diperoleh selanjutnya dibuat
kisaran besarnya kecepatan dan arah arus pada kedua lokasi tersebut. Kecepatan arus pasut akan
mencapai maksimum pada saat permukaan laut berada pada posisi duduk tengah (mean sea level) dan
semakin melemah pada waktu mendekati pasang tertinggi maupun surut terendah.
Hasil pengukuran arus di lokasi Pantai yang telah dilakukan pengukurannya pada waktu keadaan air
spring tide dan neap tide pada lokasi didepan rencana bangunan pengamanan pantai disajikan dalam
bentuk tabel.
Analisis dara Arus Sungai dengan membuat tabel kecepatan dan gambar grafik kecepatan arah arus,
pada posisi arus masuk dan arus keluar.
Selanjutnya dengan gambar profil sungai pada lokasi pengukuran arus didapat volume penampang
basah (F) untuk setiap perubahan tinggi muka air. Perhitungan debit (Q m3/det) untuk setiap jam
pengukuran dengan perubahan tinggi muka air digambarkan dalam grafik debit air.
Untuk analisis sedimen, semua sampel sedimen (sedimen dasar dan sedimen air), selanjutnya di periksa
di laboratorium untuk mendapatkan parameter-parameter yang diperlukan untuk menunjang pekerjaan
perencanan

Pemetaan (Review Peta Topografi dan Batimetri)


Data hasil pengukuran survei topografi dan batimetri direalisasikan dalam bentuk gambar/peta teknis.
Penggambaran akhir dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari direksi, setelah pekerjaan
lapangan disetujui oleh direksi pekerjaan, terutama yang berkaitan dengan perhitungan-perhitungan
data ukur dan hasil asistensi peta draft situasi hasil lapangan. Data dari hasil pengukuran yang telah
dihitung disajikan dalam bentuk peta Topografi dan Bathimetri serta gambar potongan melintang laut
serta pantai.
Pengolahan Data Topografi
Berikut adalah uraian metoda analisis data topografi, yang ameliputi perhitungan kerangka
horizontal dan koordinat, perhiutngan ketinggian, perhitungan situasi detail dan cross section dan
metoda penyajian data.

A. Perhitungan Kerangka Horizontal dan Koordinat

Koordinat yang dihitung adalah koordinat kerangka dasar horisontal/titik-titik poligon dengan
menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

Syarat Geometrik Sudut


akhir - awal =  - (n + 2) . 180 + f  (1)

akhir - awal = d sin  + f x (2)

akhir - awal = d cos  + f y (3)

d
Koreksi absis d . f x (4)

d
Koreksi ordinat d . f y (5)

dimana:

akhir = azimut akhir

awal = azimut awal

 = jumlah sudut ukuran

n = jumlah titik poligon

f = salah penutup sudut

xakhir = absis akhir

xawal = absis awal

Yakhir = ordinat akhir

Yawal = ordinat awal

d = jumlah jarak poligon

 = azimut
fx = salah penutup absis

fy = salah penutup ordinat

Koordinat definitif:

Hitungan Absis Definitif (x)

Xi = X(i-1) +  Xi + k Xi

Xi = absis titik ke i

X(i-1) = absis titik ke titik sebelum i

Xi = selisih absis

Hitungan Ordinat Defenitif (y)

Yi = Y(i-1) +  Yi + k YI

k Xi = koreksi absis

Yi = ordinat titik ke i

Y(i-1) = ordinat sebelum titik i

Yi = selisih ordinat

KYi = koreksi ordinat

B. Hitungan Ketinggian Waterpass

Langkah – langkah perhitungan ketinggian / elevasi adalah sebagai berikut:

1. Menghitung beda tinggi per seksi


- Beda tinggi stand satu =  h1
- Beda tinggi stand 2 =  h2
- Beda tinggi ukuran pergi = hpr = ½ (D1+D2)
- Salah penutup (SP) ukuran stand satu dan stand dua tidak boleh melebihi batas toleransi
yang diizinkan (10D) , D=dalam Km.
2. Jarak tiap slag , didapat dari jumlah jarak ke belakang ditambah jarak ke muka.
3. Menghitung salah penutup setiap kring sifat datar (H)
H =  h1 +  h2 + …………….+ hn + SP =0

 SP 
 
4. Menghitung tinggi : Hj = hi + hij +  D  . Dij
C. Perhitungan Situasi Detail dan Cross Section

Data situasi dan cross section hasil pengukuran lapangan dihitung dengan metoda tachymetri.
Berdasarkan ilustrasi gambar dibawah , alat berdiri pada titik A yang telah diketahui (X,Y,Z) maka
titik B dapat dihitung.
Berdasarkan gambar dibawah, titik Tb dapat diketahui tingginya dari titik TA yang telah
diketahui elevasinya sebagai berikut:
U

Dm
Az

Gambar 3-1 Metode Tachimetri

TB = TA+H

1 
 2 100 Ba  Bb  sin 2 m   T A  Bt
H =  

Untuk menghitung jarak datar (Dd) menggunakan rumus:

Dd = D Cos  m

Dd = 100 (Ba - Bb) Cos2 m

dimana :
TA = Tinggi titik A yang telah diketahui (X,Y,Z)
TB = Tinggi titik B yang akan ditentukan

H = Beda tinggi antara titik A dan titik B

Ba = Bacaan diaframa benang atas

Bb = Bacaan diaframa benang bawah

Bt = Bacaan diafrahma benang tengah

TA = Tinggi alat

D = Jarak optis [100(Ba-Bb)]


Dd = Jarak datar

m= Sudut miring

Az = Azimuth

D. Penyajian Data

Data dari hasil pengukuran dan review yang telah dilakukan dan dihitung disajikan dalam bentuk
peta Topografi dan Bathimetri serta gambar potongan melintang laut serta pantai.

Pengolahan Data Batimetri dan Analisa Pasang Surut


Pada sub bab ini akan diuraikan metoda pengolahan data batimetri dan analisa pasang surut yang
meliputi koreksi kedalaman bacaan, perhitungan pengikatan terhadap elevasi referensi dan analisis
data pasang surut yang kemudian disajikan dalam bentuk peta dasar dengan ketentuan
penggambaran yang sesuai dengan spesifikasi kerangka acuan kerja.

A. Pengukuran Posisi Fix Point dengan GPS

Posisi fix point dengan cara dan koordinat GPS dengan maksud agar koordinat fix point satu sistem
dengan koordinat peta Topografi.

B. Koreksi Bacaan Kedalaman

Tiap-tiap pengukuran kedalaman dengan Echosounder harus dikoreksi dengan korelasi indeks atau
koreksi alat dan koreksi pasang surut. Koreksi-koreksi yang harus diberikan pada hasil pengukuran
kedalaman dengan Echosounder adalah :
- Koreksi alat
- Koreksi kedudukan transducer terhadap permukaan air
- Koreksi kedalaman karena perubahan kecepatan gelombang
- Koreksi pasang surut
Yang paling dominan diperhitungkan untuk koreksi kedalaman adalah koreksi kedudukan
transducer yang ditentukan di lapangan dan kondisi posisi pasang surut selama sounding
bathimetri dilakukan.
C. Pengikatan Terhadap Elevasi Referensi

Hasil dari koreksi pertama (koreksi terhadap jarak transducer ke muka air dan terhadap pasang
surut) menghasilkan elevasi dasar perairan terhadap nol papan duga. Elevasi ini kemudian diikatkan
kepada elevasi LLWL yang dihitung pada pengolahan data pasang surut, yaitu dari peramalan
pasang surut selama 18.6 tahun dari data pengamatan minimal selama 15 hari. Ilustrasi koreksi
kedalaman dan pengikatan terhadap elevasi referensi dapat dilihat pada Gambar 3.13
Jarak Transducer ke
Muka Air = 0.4 m h koreksi
Transducer
MSL

LLWL
h perahu h transducer

h peta
0 PEIL

h peta = h transducer + 0,40 m - h koreksi

Gambar 3-2 Ilustrasi koreksi kedalaman dan pengikatan elevasi referensi

Pengikatan terhadap LLWL dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini:
EDLWS  ED  ELWS
dimana:
EDLWS = Elevasi dasar perairan relatif terhadap LLWL
ED = Elevasi dasar perairan relatif terhadap nol papan duga
ELWS = Elevasi LWS relatif terhadap nol papan duga
Dengan demikian LLWL berada pada elevasi + 0.00m. Elevasi pada peta yang di laut maupun di
darat telah mengacu pada nilai LLWL.

D. Review dan Analisis Data Pasang Surut

Analisa pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air rencana bagi perencanaan
pasilitas laut (jeti muara, dermaga dan lain-lain), mengetahui type pasang surut yang terjadi dan
meramalkan fluktuasi muka air.
Secara garis besar urutan review untuk analisa pasang surut dari data sebelumnya adalah sebagai
berikut:
- Review Input data hasil pengamatan di lapangan
- Menguraikan komponen-komponen pasang surut
- Review dari penentuan type pasang surut yang terjadi berdasarkan perencanaan yang sudah
dibuat
- Menghitung Elevasi muka air penting akibat pasang surut.
Pengolahan dan analisis data pengamatan pasang surut (untuk selanjutnya disebut dengan pasut)
dilaksanakan dengan menguraikan komponen-komponen pasut dengan metoda kuadrat terkecil
atau secara lengkap sesuai dengan diagram alir yang ditunjukkan pada halaman berikut:
mulai

Data pasut jam-an 15


hari

Metode Least Square

Informasi Tipe Pasut


Komponen-komponen
pasut

Peramalan pasut
30 hari

Perbandingan hasil ya
tidak Peramalan pasut
peramalan dengan
20 Tahun
data pengamatan

Elevasi Acuan Probabilitas Kejadian tiap


Pasang Surut Elevasi Acuan Pasut

Bagan Alir analisis dan Peramalan Pasut

Hasil peramalan kemudian dijadikan sebagai perhitungan nilai factor koreksi terhadap pengukuran
pasut di lapangan selama 15 hari.

Perhitungan komponen-komponen pasang surut (tidal constituents) dilakukan dengan menguraikan


data pengamatan pasut menggunakan metoda kuadrat terkecil (method of least square).

Metoda ini menjelaskan bahwa kesalahan peramalan harus sekecil-kecilnya, yakni selisih kuadrat
antara peramalan dengan pengamatan harus sekecil mungkin.

Persamaan gerak harmonik dapat ditulis sebagai

K
 (t )  S0   Ak cos(k t   k )
k 1
Dimana:

(t) = elevasi muka air

Ak = amplitudo

So = muka air rata-rata

k = kecepatan sudut

k = sudut fasa
K = jumlah konstituen

Persamaan (1.1) dapat ditulis sebagai persamaan sudut untuk 1 konstituen

 (t )  S 0  A cos t  B sin t

B
  arctan  
dengan  A

Dengan Metoda Kuadrat Terkecil persamaan (2.2) menjadi

J    2    y t (i )  yˆ (i )   0
2

yˆ (i )  S 0  A cos t  B sin t

Untuk mendapatkan error terkecil maka syarat yang harus dipenuhi

J
0
( parameter)

Dalam hal ini parameternya yaitu : S0, A dan B, maka:

m
J   y t (i )  S 0  A cos t (i )  B sin t (i )
2

i 1
dan syarat yang harus dipenuhi :

J m
 0    2 y t (i )  S 0  A cos t (i )  B sin t (i )
1. So i 1

J m
 0    2 cos t (i) yt (i)  S 0  A cos t (i)  B sin t (i)
2. A l
i  1

J m
 0    2 sin t (i ) y t (i )  S 0  A cos t (i )  B sin t (i )
3. B i 1

jika ketiga persamaan di atas dibuat dalam bentuk matriks maka

m m
 m

m  cos t (i)  sin t (i)   yt (i) 
i 1 i 1  S 0   i 1

m m m
  m 
 cos t (i)  cos t (i)
2
 sin t (i) cos t (i)  A    yt (i) cos t (i)
i 1 i 1 i 1  B   i m1 
  
yt (i) sin t (i) 
m m m


i 1
sin t (i)  cos t (i) sin t (i)
i 1
i 1
sin t (i)
2
 
 i 1 

S 0 
x A   y
B
 
S 0 
 
 A   x  y
1

B
atau  

sehingga harga S0, A, dan B dapat ditemukan

Penggambaran
Penggambaran draft peta topografi dan batimetri dalam skala 1:10.000 untuk peta indeks dan skala
1:2.000 untuk peta detail dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Computer Aided Design
(CAD) yang sesuai. Pencetakan dilakukan menggunakan Plotter di atas kertas HVS/kalkir ukuran A0.
Gambar-gambar dilengkapi dengan penunjuk arah utara, legenda, skala, kop, judul gambar disertai
dengan kelengkapan yang diperlukan lainnya.
Berikut adalah Kaidah penggambaran dilaksanakan sesuai dengan petunjuk dari direksi pekerjaan.
Peta/gambar yang akan disajikan dari pekerjaan topografi adalah:
1. Peta Layout Situasi Detail 1 : 10.000,
2. Peta Indeks 1 : 2.000.
3. Garis silang grid dibuat dengan jarak 10 cm.
4. Semua titik BM diplot dilengkapi dengan koordinat planimetris dan ketinggiannya.
5. Legenda dan simbol gambar yang digunakan mengikuti aturan yang ditentukan oleh Jawatan
Topografi Angkatan Darat.
Laporan Pendukung Pemetaan
Laporan ini berisi metoda pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan, volume pekerjaan, personil yang
terlibat, peralatan yang digunakan serta hasil pekerjaan pengukuran seperti deskripsi BM, ketelitian
yang diperoleh dibandingkan dengan batas toleransi hasil pengukuran.

Analisa Data Hidro-Oseanografi


Uraian kegiatan analisis hodrometri adalah sebagai berikut
1. Review dan pengolahan data yang diperoleh antara lain pengukuran arus (data dari
perencanaan yang sudah ada)

2. Review dan Analisis sampel sedimen di laboratorium


3. Pelaporan

Data yang telah diperoleh dari lapangan (data sekunder dan primer) dan hasil analisis laboratorium
kemudian diolah, dianalisis dan dievaluasi untuk kemudian disusun dalam bentuk laporan sebagai
masukan bagi perencanaan teknis detail jaringan pengairan nanti.

Analisis data hasil pengukuran arus tetap/fix current adalah membuat tabel data hasil pengukuran
kecepatan dan arus setiap jam pada setiap titik-titik vertical pengukuran, yaitu pada 0,2d ; 0,6d ; 0,8d (d
= kedalaman pada lokasi pengukuran). Dari data hasil pengukuran yang diperoleh selanjutnya dibuat
kisaran besarnya kecepatan dan arah arus pada kedua lokasi tersebut. Kecepatan arus pasut akan
mencapai maksimum pada saat permukaan laut berada pada posisi duduk tengah (mean sea level) dan
semakin melemah pada waktu mendekati pasang tertinggi maupun surut terendah.

Hasil pengukuran arus di lokasi Pantai yang telah dilakukan pengukurannya pada waktu keadaan air
spring tide dan neap tide pada lokasi didepan rencana bangunan pengamanan pantai disajikan dalam
bentuk tabel.
Analisis dara Arus Sungai dengan membuat tabel kecepatan dan gambar grafik kecepatan arah arus,
pada posisi arus masuk dan arus keluar.
Selanjutnya dengan gambar profil sungai pada lokasi pengukuran arus didapat volume penampang
basah (F) untuk setiap perubahan tinggi muka air. Perhitungan debit (Q m3/det) untuk setiap jam
pengukuran dengan perubahan tinggi muka air digambarkan dalam grafik debit air.
Untuk analisis sedimen, semua sampel sedimen (sedimen dasar dan sedimen air), selanjutnya di periksa
di laboratorium untuk mendapatkan parameter-parameter yang diperlukan untuk menunjang
pekerjaan perencanan

Pemodelan Gelombang
Untuk mengetahui kondisi hidrodinamika pada suatu perairan misalnya kondisi arus, dapat dilakukan
dengan suatu pemodelan. Pemodelan ini merupakan pekerjaan yang sangat kompleks. Untuk
memudahkan hal tersebut dapat digunakan bantuan komputer dengan memakai perangkat lunak yang
mendukung. Metoda pemodelan yang akan dilakukan pada pekerjaan ini adalah metoda pemodelan
dengan menggunakan perangkat lunak Coastal Modeling System (CMS).
CMS adalah perangkat lunak yang merupakan bagian dari salah satu program penelitian dan
pengembangan lembaga penelitian Coastal Inlets Research Program (CIRP) di United States Army Corps
of Engineers - Engineering Research and Development Center (USACE-ERDC), Coastal and Hydraulics
Laboratory (CHL) sejak tahun 2006. CMS dibangun dari sekelompok model numerik yang telah dan
sedang dikembangkan sejak tahun 2002. Berikut adalah uraian informasi mengenai perangkat lunak
CMS.

Kapabilitas Perangkat Lunak CMS


Komponen System yang ada pada perangkat lunak CMS terdiri dari CMS-Flow, CMS-Wave dan CMS-
PTM. Bagan alir yang menunjukan komponen sistem pada perangkat lunak Coastal Modeling System
yang terdiri dari perangkat CMS-Flow, CMS-Wave dan CMS-PTM dapat dilihat pada Gambar 3.15.
CMS-Flow adalah perangkat pemodelan hidrodinamik yang telah disertai dengan fasilitas model
simulasi transport sedimen yang mampu mensimulasikan kedalaman rat-rata sirkulasi transpot,
salinitas dan sedimen akibat pasang surut, angin dan gelombang. Ada tiga model angkutan sedimen
yang tersedia dalam CMS yaitu model keseimbangan massa sedimen, model ekuilibrium adveksi-difusi
dan model non ekuilibrium adveksi-difusi.Transport salinitas disimulasikan dengan model difusi adveksi
standar dan termasuk penguapan dan precipitaion. Semua persamaan yang diselesaikan dengan
menggunakan Metode Volume Hingga pada grid non-uniform Cartesian.
CMS-Wave adalah model transformasi gelombang spectral dengan mempertimbangkan angin sebagai
pembangkit gelomabng, difraksi, refleksi, disipasi akibat gesekan dasar penampang, interaksi
gelomabng dan arus, run-up gelombang, wave setup dan transmisi gelombang yang melaui struktur.
CMS-PTM adalah model pelacakan partikel yang mampu mengenal dan mengikuti lintasan partikel
diskrit dalam medan aliran. Model PTM ini berguna untuk menentukan jalur sedimen, waktu tinggal dll.

Anda mungkin juga menyukai