Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS KUALITAS BATUBARA

Rr. HARMINUKE EKO HANDAYANI, ST, MT


NIP. 132 170 615

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA

0IV - 1
BAT U BARA

Energi mempunyai peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan


kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, energi menjadi salah
satu faktor masukan ekonomi yang sangat penting dalam proses produksi, selain faktor
modal, tenaga kerja, bahan baku dan teknologi.
Menjelang akhir abad ini, Indonesia menghadapi masalah energi yang sangat serius.
Khususnya energi yang berasal dari minyak bumi. Selama ini minyak bumi menjadi
tumpuan utama dalam pembangunan nasional, baik sebagai sumber energi maupun sebagai
sumber pendapatan. Akan tetapi keadaan tersebut tidak dapat diandalkan pada masa
mendatang karena keberadaan minyak bumi di Indonesia akan habis. Oleh karena itu perlu
dicari sumber energi alternatif yang dapat digunakan.
Indonesia dikaruniai potensi batubara berkualitas baik yang sangat melimpah.
Sejalan dengan kebijakan diversifikasi energi, batubara memiliki peluang sangat besar
untuk menggantikan peranan minyak bumi.

SEJARAH PERTAMBANGAN BATUBARA INDOONESIA

Pengusahaan batubara Indonesia telah berlangsung lama. Tambang batubara


pertama dilakukan di Pengaron, Kalimantan Timur pada tahun 1849 oleh NV.Oost Borneo
Maatsnhappij. Kemudian disusul oleh tambang batubara swasta lainnya di daerah pelaron
pada tahun 1888. Di Sumatera, tambang batubara pertama kali beroperasi adalah tambang
batubara Ombilin di Sawah Lunto pada tahun 1892. Kemudian disusul oleh tambang
batubara Bukit Asam di Sumatera Selatan pada tahun 1919.
Pada tahun 1968, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1968 tambang batubara
Ombilin, Bukit Asam dan Mahakan\m di Kalimantan Timur menjadi Unit produksi di
bawah Perusahaan Negara Tambang Batubara. Tetapi pada tahun 1970, unit produksi
Mahakam di tutup. Hal ini disebabkan mulai digunakannya mesin diesel di sektor
perhubungan dan pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya menggunakan batubara.

1IV - 1
Pada tahun 1973, setelah terjadi krisis minyak bumi, perhatian dunia mulai beralih
ke batubara sebagai bahan bakar. Sejak saat ini timbul rencana untuk mengembangkan
Tambang Batubara Bukit Asam secara besar-besaran. Oleh karena itu berdasarkan peraturan
pemerintah No. 24 Tahun 1980, unit produksi Bukit Asam berubah statusnya menjadi PT.
Tambang Batubara Bukit Asam (persero) yang terpisah dari Perusahaan Negara. Dalam
rangka penyesuaian bentuk BUMN terhadap UU No. 9 Tahun 1969, maka berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1984 status Perusahaan Negara Tambang Batubara
berubah menjadi Perum Tambang Batubara. Dengan alasan peningkatan efisiensi dan
penyederhanaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 1990, Perum Tambang
Batubara dilebur dan dibubarkan kedalam PT. Tambang Batubara Bukit Asam.

PENGERTIAN DAN BATASAN BATUBARA

Batubara adalah benda padat yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen
dalam kombinasi kimia bersama-sama dengan sedikit sulfur dan nitrogen. Terdapat di
lapisan kulit bumi yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami
metamorfosis dalam waktu relatif lama.
Batubara merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan selain minyak dan gas
bumi serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar energi maupun bahan baku industri.
Sifat terpenting batubara berhubungan dengan pembakaran. Proses pembakaran
batubara dalam kondisi udara, yaitu semua zat yang mudah terbakar, akan terbakar dan
sisanya berupa abu. Dan proses pembakaran tanpa udara sering disebut karbonisasi
dihasilkan kokas, tar, dan produksi lain. Dalam proses pembakaran batubara akan mengurai
menjadi :
1. Uap air
2. Zat terbang terdiri dari :
a.Gas, yaitu H2, CO, CO2, dan hidrokarbon ringan
b. Cairan dan hidrokarbon berat
c.Tar, terdiri dari senyawa hidrokarbon berat
3. Kokas, berupa padatan karbon
4. Abu, terdiri dari oksida anorganik

2IV - 1
Dalam proses pembakaran batubara, tahap-tahap yang terjadi sebagai berikut:
1. Pemanasan partikel batubara yang berasal dari radiasi, konveksi dan konduksi
dari lingkungan.
2. Pengeluaran zat terbang.
3. Pencampuran zat terbang dengan oksigen dan reaksi pembakarannya.
4. Difusi oksigen ke dalam sisa arang dan pembakarannya.
Reaksi pembakaran tersebut adalah reaksi antara oksigen dengan unsur-unsur dalam
batubara yang dapat terbakar seperti karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur, yang akan
menghasilkan CO2, H2O, NO dan SO2.
Sifat kimia dari batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah unsur kimia yang
terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya. Faktor dan kondisi yang menyebabkan
perubahan pada batubara yakni bakteri pembusuk, temperatur, tekanan dan waktu.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA

Batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses pembusukan,


pemampatan dan proses perubahan sebagai akibat bermacam-macam pengaruh kimia dan
fisika. Proses pembentukan dari sisa tumbuh-tumbuhan menjadi gambut, kemudian menjadi
batubara muda sampai batubara tua dalam dua tahap :
1. Tahap Biokimia, merupakan tahap awal dari proses pembatubaraan. Pada tahap
ini menjadi proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan yang disebabkan oleh
bekerjanya bakteri anaerob. Karena produk warna dari proses ini adalah gambut,
maka tahap awal pembatubaraan sering di sebut penggambutan (peatification)
2. Tahap Geokimia, proses inilah yang di sebut proses pembatubaraan
(coalification). Bertambah gelapnya warna dari massa pembentukan batubara,
naiknya kekerasan dan perubahan tekstur. Pada proses ini terjadi perubahan dari
gambut menjadi lignit, sub bituminus dan akhirnya antrasit menjadi meta
antrasit.

3IV - 1
Adapun urutan pembentukan batubara sebagai berikut :
1. Gambut
Tumbuhan yang telah mati akan mengalami dekomposisi sebagian dan
terakumulasi dalam payau. Gambut ini masih tercampur dengan lumpur pada
waktu pengambilannya, sehingga kandungan airnya antara 80-90%. Gambut
yang telah dikeringkan di udara terbuka mengandung air antara 5%–6%.
Gambut tersebut akan menjadi bahan bakar yang lebih baik tetapi nilai kalornya
kecil. Gambut kering dapat di buat menjadi briket dengan proses tekan ataupun
dengan mengunakan zat pengikat seperti tar.
2. Lignit
Merupakan suatu nama yang digunakan untuk produk kualifikasi gambut tahap
pertama. Lignit biasanya mengandung sedikit material kayu dan mempunyai
struktur yang lebih kompak di banding gambut. Lignit segar yang baru di
tambang mempunyai kandungan air antara 20 – 24% dengan nilai kalor 3056-
4611 kalori/gram sedangkan untuk lignit bebas air dan abu berkisar antara
10000-11111 kalori/gram.
3. Sub bituminus
Jenis batubara ini biasanya berwarna hitam mengkilap seperti kilapan logam
tetapi karakternya sering berubah. Pada waktu di tambang kandungan airnya
mencapai 40% dengan nilai kalor sekitar 4444–6111 kalori/gram.
4. Bituminus
Tingkatan-tingkatan batubara, khususnya sebagai bahan bakar dengan nilai kalor
antara 4444–8333 kalori/gram. Batubara bituminus perlu dikategorikan ke
dalam beberapa sub-kelas akibat peran dan keragamannya, yaitu :
a. Bituminus dengan kandungan zat terbang tinggi
b. Bituminus dengan kandungan zat terbang menengah
c. Bituminus dengan kandungan zat terbang rendah
Khususnya untuk batubara yang mengandung zat terbangnya menengah
biasanya di sebut batubara semibituminus. Hal ini disebabkan tingginya
kandungan karbon padat yang mengakibatkan sedikit sekali asap selama

4IV - 1
pembakaran. Batubara ini umumnya digunakan untuk meningkatkan jumlah uap
panas yang diinginkan. Batubara ini digunakan untuk kokas dan pabrik gas di
amerika Serikat.
5. Semiantrasit
Batubara semiantrasit merupakan batubara yang memiliki karakter antara
batubara bituminus yang kandungan zat terbangnya tinggi dengan antrasit.
Kandungan zat terbang batubara ini berkisar antara 8 – 14 % dengan demikian
batubara ini lebih mudah terbakar dibandingkan antrasit dengan warna nyala
sedikit kekuning-kuningan.
6. Antrasit
Pada umumnya antrasit di sebut batubara keras. Sifat antrasit ditentukan oleh
susunan keteraturan molekul dan derajat kilap, maka antrasit menyala perlahan-
lahan serta nilai kalor tinggi antara 7222 – 7778 kalori/gram dengan nyala biru
pucat dan bebas asap.

KOMPONEN-KOMPONEN DALAM BATUBARA

1. Air
Air dalam batubara di bagi menjadi dua bagian yaitu air bebas (free moisture), air
yang terikat secara mekanik dengan batubara dan mempunyai tekanan uap normal
dimana kadarnya dipengaruhi oleh pengeringan dan pembasahan selama
penambangan, transportasi, penyimpanan dan lain-lain. Air lembab (moisture in air
dried) yaitu air yang terikat secara fisika dalam batubara dan mempunyai tekanan
uap di bawah normal.
2. Karbon, Hidrogen dan Oksigen
Karbon, hidrogen dan oksigen merupakan unsur pertama pembentukan batubara.
Dari ketiga unsur ini dapat memberikan gambaran mengenai umur, jenis dan sifat-
sifat dari batubara.
3. Nitrogen
Kandungan nitrogen dalam batubara umumnya tidak lebih dari 2%. Nitrogen dalam
batubara terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada ikatan karbon.

5IV - 1
4. Sulfur
Sulfur dalam batubara terdapat sebagai berikut :
a. Sulfur besi dan sering di sebut sebagai pirit sulfur
b. Sulfur sulfat dalam bentuk kalsium sulfat dan besi sulfat
c. Sulfur organik
5. Ab u
Abu yang terbentuk pada pembakaran batubara berasal dari mineral-mineral yang
terikat kuat pada batubara seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida, kalsium
oksida, titan oksida dan oksida alkali. Mineral-mineral ini tidak menyublim pada
pembakaran di bawah 925oC. Abu yang terbentuk ini diharapkan akan keluar
sebagai sisa pembakaran.
6. Klor
Pada umumnya logam-logam alkali seperti natrium, kalium dan litium terikat
sebagai garam klorida, sedangkan kadarnya antara 0,3 – 0,4%.

JENIS BATUBARA

Secara mikroskopis batubara dapat dibedakan dari band, yaitu Bright Coal dan Dull
Coal. Slopes (1919) membedakan Bright Coal menjadi vitrain dan clarain dan Dull Coal
menjadi durain dan fusain untuk Charcoal fosil. Keempat macam batubara tersebut
digambarkan sebagai berikut :
1. Vitrain : ‘band’ tipis, mengkilap, uniform dan mempunyai tekstur seperti kaca.
2. Clarain : laminated shine kurang mengkilap dari vitrain
3. Durain : keras granular, permukaannya suram, abu-abu kecoklatan (dull coal)
4. Fusain : powder, suram, hitam ‘char coal like’

6IV - 1
KLASIFIKASI BATUBARA

Klasifikasi batubara bertujuan untuk mengelompokan batubara menurut jenis dan


kualitasnya. Selain itu klasifikasi batubara bertujuan untuk memenuhi keinginan produser,
konsumen, serta ahli-ahli teknologi yang menggunakan batubara.
Klasifikasi batubara biasanya berdasarkan analisis proksimat, analisis ultimat dan
nilai kalor. Klasifikasi batubara yang dipergunakan adalah :
1. ASTM Classification
Klasifikasi ini merupakan penggolongan standar bagi Amerika Serikat, mulai
berlaku sejak tahun 1938. Pertama kali diperkenalkan American Standard
Association and American Society for Testing Material. Cara ini berdasarkan
proses pembentukan batubara dari lignit sampai antrasit. Klasifikasi ASTM
memerlukan data sebagai berikut :
a.Persen karbon padat “dmmf’ (dry mineral matter free)
 Karbon padat  0,15 x belerang
x 100%
100  [(air lembab)  (1,08 x abu )  (0,55 x belerang)]

b. Persen zat terbang “dmmf”


100% - %karbon padat “dmmf”
c.Nilai kalor “mmmf “ (mois mineral matter free)
( nilai kalor x 1,8)  (50 x belerang )
x 100%
100  [(1,08 x abu)  (0,55 x belerang )]

2. International Classification
Menurut sifat fisik dan lingkungan pembentukannya batubara di bagi menjadi
tujuh golongan, yaitu : fusit, vitrit, durit, pseudo, cannel coal dan boghead.
Tujuh golongan ini dirumuskan oleh kongres batubara international haarlem,
Belanda. Sedangkan menurut analisis kimianya klasifikasi internasional
digunakan untuk menentukan nomor kode yang terdiri dari tiga angka, yaitu :
a.Angka pertama menyatakan kelas 1-9 yang dapat ditentukan dari zat terbang
dan nilai kalor.

7IV - 1
b. Angka kedua menyatakan kelas 0 – 3 yang dapat ditentukan dari roga
indeks dan nilai muai bebas.
c.Angka ketiga menyatakan sub kelas 0 – 5 yang dapat ditentukan dari hasil
dilatometer dan type kokas gray king assay.
Dalam klasifikasi internasional diperlukan data sebagai berikut :
a. Persen zat terbang “daf”
100
Zat terbang “ adb” x 100  (air lembab  abu )

b. Nilai kalor dalam satuan kalori/gram “maf” (moist ash free)


100
Nilai kalor “adb” x 100  air

c. Sifat coking batubara

3. National Coal Board Classification


Cara ini berdasarkan metode Coal Rank Code (CRC) yang membutuhkan data
zat terbang dan gray king assay, yaitu :
a.Persen zat terbang “dmmf” (dry mineral matter free)
100% - % karbon padat ‘dmmf”
Karbon padat “dmmf” :
( Karbon padar  0,15 x belerang )
x 100%
100  [( air lembab)  (1,08 x abu )  (0,55 x belerang )]

b. Type kokas dan gray king assay

ANALISIS DAN PENGUJIAN BATUBARA


Analisis dan pengujian batubara digunakan untuk kualitas terhadap contoh batubara
yang mewakili selama tahapan eksplorasi dan kelayakan dari proses penambangan batubara
hingga tahapan preparasi dan contoh siap di analisis.
1. Analisis proksimat
Merupakan analisis terhadap senyawa yang terkandung di dalam batubara, meliputi
kadar air, abu, zat terbang dan karbon padat yang berfungsi untuk menentukan
kualitas batubara.

8IV - 1
2. Analisis ultimat
Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam batubara,
meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang berfungsi
untuk menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu proses
pengolahan ataupun kualitas batubara.
3. Analisis lainnya
Meliputi nilai kalor dan kadar klorida.
4. Analisis titik leleh abu
5. Analisis komposisi abu
Bertujuan untuk mengetahui kadar oksida-oksida logam yang terdapat dalam abu
batubara.
6. Analisis bentuk sulfur
7. Pengujian batubara
Bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik dari batubara, meliputi berat
jenis, nilai muai bebas dan nilia ketergerusan.

MANFAAT BATUBARA
1. Batubara sebagai bahan bakar langsung
a. Bahan bakar pada ketel uap
b. Bahan bakar untuk industri semen
c. Penggunaan batubara pada industri kecil
d. Penggunaan batubara pada rumah tangga
2. Batubara sebagai bahan bakar tidak langsung
a. Proses gasifikasi
b. Pencairan batubara
c. Pembriketan
d. Suspensi
3. Batubara bukan sebagai bahan bakar
a. Sebagai elektroda
b. Sebagai reduktor
c. Sebagai bahan baku industri kimia

9IV - 1
4. Pemanfaatan sisa pembakaran batubara
a. Abu batubara dapat digunakan dalam industri bahan bagunan, industri
semen portland.
b. Gas batubara dapat digunakan sebagai bahan dasar kimia.

KARAKTERISTIK BATUBARA

Sifat fisik dan komposisi kimia batubara sangat berbeda-beda, apakah masih
berbentuk endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan. Perbedaan ini disebabkan
oleh kondisi pembentukan gambut, perubahan-perubahan yang terjadi selama masa waktu
geologi, cara-cara penambangan dan pengolahan yang telah dialaminya. Dalam beberapa
hal pencucian dan pengolahan dapat memperbaiki karakteristik ini, sehingga batubara
tersebut menjadi dapat dimanfaatkan. Beberapa karakteristik batubara yang diperbaiki
lewat pencucian adalah :
1. Menghasilkan produk yang lebih uniform
2. Distribusi ukuran yang optimum
3. Kandungan moisture optimum
4. Mengurangi kandungan mineral

Moisture (AIR)
Air yang ada di batubara akan ikut terangkut atau tersimpan bersama batubara. Bila
banyaknya dalam jumlah besar, akan meningkatkan ongkos atau mendatangkan kesulitan
pada penanganannya. Misalnya adanya air permukaan akan menyebabkan batubara lengket
dan akan menyulitkan pada hopper atau chute pada waktu menggerusnya. Adanya moisture
akan menurunkan nilai panas dan sebagian panas juga hilang pada penguapan air.
Air pada batubara terdapat pada :
1. Permukaan dan didalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture) atau air
permukaan
2. Rongga-rongga kapiler disebut inherent moisture

10IV - 1
3. Pada kristal-kristal partikel-partikel mineral yang ada pada batubara disebut air
hydrasi
4. Bagian organic dari batubara disebut air dekomposisi
Air permukaan mempunyai tekanan uap normal (air biasa), sedangkan inherent moisture
yang berada di dalam pori-pori, tekanan uapnya lebih rendah dari normal. Air total adalah
jumlah air permukaan dan inherent moisture dari batubara pada waktu analisis.

Volatile Matter (Zat Terbang)

Porositas

Berat Jenis

Grindability dan Friability


Grindability adalah ukuran mudah sukarnya batubara digerus menjadi berbutir halus untuk
penggunan bahan bakar bubuk (pulverized coal) dibandingkan dengan batubara standar
yang dipilih sebagai grindability 100. Dengan demikian batubara akan lebih sukar digerus
bila index grindability-nya lebih kecil dari 100.

Weathering

Komposisi Ukuran

Kekuatan

Abrasiveness

11IV - 1
Impurities Batubara
Impurities yang terbentuk di dalam batubara dapat diklasifikasikan :
- Impurities yang akan membentuk abu
- Impurities yang mengandung sulfur
Impurities lain seperti fosfor dan garam tertentu sering juga ada.
Dari segi pencucian batubara, impurities dapat diklasifikasikan lagi sebagai : inherent
impurities dan extraneous impurities. Inherent Impurities menyatu dengan batubara dan
tidak dapat dipisahkan, sedangkan extraneous impurities tersegregasi dan dapat dipisahkan
dengan cara-cara pencucian yang ada.
1. Mineral Matter (MM)
Semua batubara mengandung MM. Residu dari mineral ini setelah batubara dibakar,
disebut abu. Batubara yang mengandung abu sangat tinggi pada penggunaan biasa
disebut bone coal, carbonaceus shale atau black slate.
Material pembentuk abu yang menyatu dengan batubara disebut inherent mineral
matter (sebanyak 2% dari total abu). Bagian ini berasal dari unsur-unsur kimia yang
telah ada pada tumbuh-tumbuhan asal batubara. Extraneous mineral matter adalah
material pembentuk abu yang berasal dari luar dari tumbuh-tumbuhan asal batubara.
Bagian terbesar dari abu berasal dari detrital matter yang mengendap ke dalam
endapan batubara, endapan berkristal yang masuk bersama air ke dalam rekahan-
rekahan dan cleavege, pada masa selama atau sesudah pembentukan batubara.
Umumnya teridiri dari slate, shale, sandstone atau limestone yang berukuran
mikroskopis sampai membentuk lapisan yang agak tebal. Batubara yang ditambang
juga membentuk unsur mineral matter ini dengan shale, sandstone, clay dan
material lain berasal dari atap atau lantai endapan yang ikut tergali.
Rumus empiris yang dapat digunakan untuk menentukan mineral matter dari data-
data analisis abu dan unsur lain.
- Formula Parr Asli (North America) :
MM = 1,08 A + 0,55 Stot
- Formula Parr Modifikasi (North America) :
MM = 1,13 A + 0,47 Spyr + Cl

12IV - 1
- Formula King-Maris-Crossley (KCM) yang direvisi oleh National Coal Board
(Britain) :
MM = 1,13 A + 0,5 Spyr + 0,8 CO2 – 2,8 Sabu + 2,8 Ssul + 0,31 Cl
- Formula British coal Utilization Research association (BCURA) :
MM = 1,1 A + 0,53 Stot + 0,74 CO2 – 0,36
- Formula Standards Association of Australia :
MM = 1,1 A
- Formula National Institute for Coal research (South Africa) :
MM = 1,1 A + 0,55 CO2

Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dengan :


MM = Mineral matter
A = Abu
Stot = Sulfur total
Spyr = Sulfur pirit
Sabu = Sulfur yang tertinggal di abu
Ssul = Sulfur surfat
CO2 = Karbon dioksida
Cl = Clor

Umumnya 95% dari mineral matter yang ada pada batubara adalah shale, kaolin,
sulfida dan grup klorida.

2. Abu
Abu adalah residu yang berasal dari mineral matter hasil dari perubahan batubara.
Komposisi kimianya berbeda dan beratnya lebih kecil dari mineral matter yang ada
di dalam batubara asalnya. Komponen unsure-unsur abu yang utama :
- Natrium
- Kalsium
- Magnesium
- Kalium
- Aluminium
- Silikon

13IV - 1
- Besi
- Sulfur
Disamping itu ada unsure-unsur minor atau trace yang ada di dalam batubara
mengingat factor-faktor berikut ini :
a. Adanya beberapa unsur minor dapat menjadi kunci yang membantu ahli
geokimia mempelajari lebih lanjut tentang pengendapan batubara dengan
diikuti sejarah geologi dari batubara. Misalnya Boron telah digunakan
sebagai indicator tingkat salinitas dari lingkungan selama proses
pembentukan batubara.
b. Arsenic, selenium dan mercury, sering ada dalam jumlah trace di batubara
dan dapat berbahaya pada lingkungan jika ia dibebaskan pada waktu
pembakaran batubara.
c. Batubara mungkin dapat digunakan sebagai sumber logam jarang (rare
element). Misalnya sekarang ini abu dianggap sebagai sumber potensial dari
gallium dan germanium, dua unsure yang merupakan bahan semikonduktor.

3. Sifat-sifat dari Abu Batubara


a. Sifat lebur abu
Ash Fusion Test adalah prosedur standar untuk menentukan tingkah laku abu
pada temperatur tinggi. Pada uji ini contoh berupa abu batubara dibuat
berbentuk piramid sisi tiga dan pemanasannya dari 900oC sampai 1600oC di
dalam atmosfer reduksi. Ada 4 temperatur yang dicatat pada saat terjadi
perobahan bentuk piramid asal yaitu perobahan bentuk asal, spherical,
hemispher dan cair.
Temperatur perubahan ini merupakan pegangan terbaik untuk mengetahui unjuk
kerja abu di dalam lingkungan tungku dimana ia dibakar. Ada 3 titik penting
yang semuanya ditentukan di dalam atmosfir reducing :
- Temperatur deformasi awal, yaitu temperatur dimana contoh terlihat mulai
membundar atau menekuk pada apex pyramid.

14IV - 1
- Temperatur pelunakan yaitu temperatur dimana contoh telah melebur
membentuk tumpukan bulat
- Temperatur lebur, temperatur dimana leburan contoh mulai menyebar
membentuk lapisan tipis.
AFT diukur dalam 2 kondisi yaitu kondisi oksidasi dan kondisi reduksi.
Pengukuran dibawah kondisi oksidasi biasanya menunjukkan harga yang lebih
besar, tergantung pada keberadaan beberapa komponen abu seperti besi oksida.
Besi oksida mempunyai efek fluxing (sifat sebagai flux atau bahan imbuh) yang
berbeda bilamana dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi.

b. Viskositas slag

15IV - 1
Kandungan Sulfur
Sulfur umumnya terdapat dalam kebanyakan batubara, jumlahnya dapat bervariasi mulai
dari jumlah yang sangat kecil (traces) sampai 4% atau lebih. S terdapat 3 bentuk utama
adalah :
1. Sulfur Piritik (FeS2), jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi
dalam abu, terjadi baik sebagai makrodeposit (lensa, veins, joints, balls dsb) dan
mikrodeposit (partikel-partikel halus yang terdisseminasi).
2. Sulfur Organik, jumlahnya sekitar 20 – 80 % dari sulfur total dan secara kimia
terikat dalam substansi batubara, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat
(dan sulfida) selama proses pembatubaraan.
3. Sulfur sulfat, kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat, jumlahnya sangat
kecil kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi.
Makrodeposite dari sulfur piritik dapat dihilangkan dengan proses pencucian, sementara
mikrodeposit dari sulfur organik dan sulfat sulit dihilangkan.

Sifat-sifat Plastis Batubara


Apabila batubara bituminous dipanaskan, ia akan mengalami suatu seri perubahan fasa :
1. Partikel batubara melunak (pada temperatur + 400oC) dan mencair.
2. Akan terjadi pemuaian segera setelah partikel menyatu dan melebur
3. Pemuaian berhenti pada temperatur disekitar 500oC ketika batubara kehilangan
plastisitasnya dan mulai membeku membentuk struktur porous yang disebut kokas.
Tingkah laku batubara antara temperatur pelunakan dan temperatur pembekuan kembali
(resolidification) umumnya disebut sifat plastis dari batubara. Plastisitas akan teramati
ketika telah terjadi proses dekomposisi, mula-mula terjadi proses depolimerisasi batubara,
diikuti dengan munculnya produk cair yang akan merubah komponen lain menjadi plastis
dan gas yang membentuk gelembung-gelembung. Ketika gelembung-gelembung lewat
melalui pori-pori besar dan rekahan dari partikel batubara, ia melawan tahan dari batubara
plastis tersebut. Hasilnya seluruh batubara memuai (swell). Pemuaian berhenti ketika
batubara kembali membeku ketika produk cairselanjutnya terdekomposisi membentuk zat
terbang.

16IV - 1
Sifat Muai(Swelling)
Swelling properties diukur dengan free swelling index (FSI) yaitu ukuran pembesaran
volume batubara apabila ia dipanaskan dibawah kondisi pemanasan tertentu. FSI digunakan
untuk meramalkan kecenderungan batubara membentuk kokas bila dipanaskan pada alat
tertentu. Batubara yang FSI-nya 2 atau kurang, bukan merupakan coking coal yang baik,
sedangkan yang menunjukkan index antara 4 sampai 8 akan menunjukkan sifat coking yang
baik (FSI dapat mulai 0 – 9).

17IV - 1
METODE ANALISIS

ANALISIS GRAVIMETRI
Gravimetri merupakan analisis konvensional yang penentuan jumlah zatnya
berdasarkan pada jumlah penambangan. Selain penimbangan contoh dilakukan pula
penimbangan hasil reaksi, baik berupa endapan maupun gas yang terjadi. Berdasarkan
dasar dan analisisnya gravimetri di bagi menjadi :
1. Cara pengendapan
2. Cara Penguapan
3. Cara Elektrogravimetri

ANALISIS TITRIMETRI
Merupakan analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan yang diketahui
kepekatannya secara teliti dan direaksikan dengan larutan contoh yang akan ditetapkan
kadarnya. Penggolongan metode titrasi :
1. Reaksi Metatetik, meliputi :
a.Titrasi Asidi-Alkalimetri
b. Titrasi Pengendapan
c.Titrasi Kompleksometri
2. Reaksi Redoks, meliputi :
a.Titrasi Permanganatometri
b. Titrasi Yodo/Yodimetri
c.Titrasi Serimetri
d. Titrasi Dikromatometri

ANALISIS INSTRUMEN
Merupakan suatu cara analisis kuantitatif atau kualitatif yang menggunakan detektor
sebagai pengganti ketajaman mata sehingga hasilnya lebih baik dan lebih teliti.
1. Spektofotometer

18IV - 1
Merupakan analisis jumlah berdasarkan tua-mudanya warna larutan yang
tergantung pada kepekatannya itu sendiri dan didasari oleh hukum Lambert-
Beer, yakni Bila suatu cahaya monokromatis melalui suatu media yang
transparan maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan
sebanding dengan bertambah tebalnya dan kepekatan media.
2. Spektrofotometer Serapan Atom
Merupakan suatu teknik analisis zat yang berdasarkan pada absorbsi sinar oleh
atom bebas.

19IV - 1
PROSEDUR ANALISIS

PREPARASI DAN PENENTUAN AIR BEBAS


Preparasi merupakan persiapan contoh yang dilakukan sedemikian rupa seihngga
menjadi contoh yang siap di analisis. Beberapa tahap dalam preparasi contoh batubara.
Pengamatan contoh dilakukan untuk mengetahui ciri khas dari batubara, meliputi :
a. bentuk contoh : bongkahan atau halus
b. warna contoh : coklat, hitam atau coklat kehitaman
c. kilap : mengkilap, campuran mengkilap atau kusam
d. kotoran : resin, clay atau pirit
e. kekerasan : keras atau lunak

PENGERINGAN DAN PENENTUAN AIR BEBAS


Pengeringan dilakukan pada suhu kamar atau pada oven pengering dengan suhu
maksimal 40oC dan air bebas dapat ditentukan bersama-sama pada saat pengeringan.
Metode : ASTM Designation D.2013-86
Prinsip : Kadar air bebas di dapat dari selisih bobot contoh batubara asal dengan
batubara yang telah dikeringkan pada suhu kamar.
Alat dan bahan :
a. pan pengering
b. neraca analitik
c. contoh batubara
Prosedur :
a. Ditimbang batubara asal pada pan pengering yang telah diketahui
bobotnya.
b. Dibiarkan di udara terbuka atau pada suhu kamar sampai bobotnya
konstan (A).
c. Di timbang sampai bobot tetap dengan selisih penimbangan 0,1% per
jam.

20IV - 1
d. Di gerus sampai dengan lolos saringan 8 mesh dan dibiarkan pada suhu
kamar sampai beratnya konstan (B).
e. Di timbang sampai selisih penimbangan 0,1% per jam.
Perhitungan :
B (100  A)
Kadar air bebas = +A%
100
Keterangan : A = kadar air bebas pada contoh asal
B = kadar air bebas pada contoh 8 mesh

PENGGERUSAN
Di bagi menjadi dua tahap, yaitu :
a. Penghancuran, yaitu menggerus contoh sampai lolos saringan nomor 4 atau nomor
8 menggunakan alat “Jaw Crusher” atau “Roll Mill” kemudian dilakukan
pembagian berat.
b. Penghalusan, yaitu contoh di gerus pada alat “cofffe Mill” atau “Cup Mill” untuk
mendapatkan contoh yang lolos 60 mesh.

PEMBAGIAN CONTOH
Alat-alat yang digunakan adalah “Machanical Divider” atau “Splitter” atau
kombinasi keduanya. Sedangkan yang paling sederhana dengan cara “Coning” atau
“Quartering”.

ANALISIS PROKSIMAT

1. Penentuan kadar air lembab


Residual moisture atau inherent moisture adalah air yang terikat di dalam batubara.
Pemanasan pada suhu sedang diperlukan karena air tersebut terikat kuat pada komponen-
komponen batubara.
Motode : ASTM Designation D. 3173-92
Prinsip : kadar air lembab di dapat dari selisih bobot contoh yang dipanaskan
pada suhu 105oC pada waktu standar

21IV - 1
105oC

Reaksi : Batubara ----------> batubara kering + H2O


Alat dan bahan :
- Oven pengering
- Botol timbang, T = 2,4 cm D = 4,2 cm V = 15,10 ml
- Neraca analitik
- Eksikator
- Spatulla
- Contoh batubara
Prosedur :
- Timbang batubara + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam botol
timbang yang telah diketahui beratnya.
- Dipanaskan dalam oven pengering pada suhu 105–110oC selama + 1
jam.
- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.
Perhitungan :
ab
Kadar air lembab =  x 100%
a
Keterangan :
a = Berat contoh asal
b = Berat contoh setelah dipanaskan / dikeringkan

2. Penentuan kadar abu


Metode : ASTM Designation D. 3174-98
Prinsip : Contoh batubara diabukan pada kondisi standar sampai sempurna
800oC
Reaksi : Batubara ----------> abu + CO2 + H2O
Alat dan bahan :
- Muffle furnace atau pembakar Mecker
- Cawan porselin diameter 38 mm, tinggi 34 mm, Volume 20 ml
- Eksikator
- Neraca analitik

22IV - 1
- Spatulla
- Contoh batubara
Prosedur :
- Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan porselin
yang telah diketahui bobotnya.
- Panaskan dalam oven pada suhu rendah, kemudian perlahan-lahan suhu
dinaikan sampai 750 - 800oC.
- Pemanasan diteruskan sampai contoh sempurna menjadi abu (berat
konstan).
- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.
Perhitungan :
berat abu
Kadar abu = berat contoh x 100%

3. Penentuan kadar zat terbang


Metode : British Standard (BS. 1016)
Prinsip : Contoh batubara dipanaskan tanpa oksidasi pada kondisi standar,
kemudian dikoreksi dengan air lembab.
900oC
Reaksi : Batubara ----------> kokas + zat terbang
Alat dan bahan :
- Vertikal electric Tube Furnace khusus zat terbang (Mecker burner atau
Muffle Furnace).
- Cawan silika dengan tutup :
~ Volume 10,15 ml
~ Diameter 23 mm
~ Tinggi 40 mm
- Nichrom Wire (untuk kaitan/pegangan cawan)
- Neraca analitik dan dessicator
- Stop Watch
- Contoh batubara

23IV - 1
Prosedur :
- Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya, kemudian di tutup.
- Pasangkan pada kaitan kawat nichron, panaskan dibagian atas furnace
(+650oC) selama 2 – 3 menit. Kemudian pemanasan diteruskan selama
tepat 7 menit pada suhu 950 + 20oC (untuk contoh yang mengalami
sparking, pemanasan pada suhu 650oC dilakukan selama 5 – 10 menit,
kemudian pemanasan diteruskan selama tepat 6 menit pada suhu 950 +
20oC).
- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.
Perhitungan :
ab
Kadar abu =  x 100% - kadar air lembab
a
Keterangan : a = berat contoh asal
b = berat contoh setelah dipanaskan
4. Penentuan karbon padat
Prinsip : kadar karbon padat diperoleh dari selisih antara air lembab, abu dan
zat terbang
Perhitungan :
Kadar karbon padat = 100% - (kadar air lembab + kadar abu + kadar zat terbang)

ANALISIS BENTUK SULFUR

Metode : ASTM Designation d. 2492 – 90


Prinsip : Sulfur yang terkandung dalam batubara dipisahkan dengan asam
klorida, residu yang tertinggal di ekstrak dengan asam nitrat untuk
melarutkan pirit dan diukur dengan AAS.
Reaksi : Batubara + HCl -------- H2SO4 + FeS.S
FeS.S + 8 HNO3 -------- Fe(NO3) + 5 NO + 2 SO4 + 4 H2O
H2SO4 + BaCl2 -------- BaSO4 + 2 HCl

24IV - 1
Alat dan bahan :
- Refluks
- Erlenmeyer 300 ml
- Penangas listrik
- Corong
- Kertas saring
- Spektrofotometer Serapan Atom
- Contoh batubara –60 mesh
- HCl 2 : 3
- HNO3 1 : 7
- Larutan standar besi 1000 ppm
- Air brom
- NH4OH pekat
- Indikator metil orange
- HCl pekat
- BaCl2 10%
Prosedur :
1. Ditimbang + 5 gram contoh batubara –6 mesh ke dalam erlenmeyer.
2. Dibubuhi 50 ml HCl 2 : 3 dan direfluks dengan pendingin tegak
selama 30 menit mendidih dan dinginkan.
3. Kemudian disaring dengan kertas saring No. 40 dan residu dimasukan
kedalam erlenmeyer untuk penetapan pirit serta filtrat ditampung untuk
penetapan kadar sulfat sulfur.
1. Penentuan Pirit Sulfur
a. Residu ditambahkan 50 ml HNO3 1 : 7 kedalam erlenmeyer, direfluks selama 30
menit mendidih lalu disaring kedalam labu ukuran 250 ml.
b. Diimpitkan dan diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom.
c. Hasil dari SSA adalah SFeS2 (sulfur firit)
2. Penentuan Sulfat Sulfur

25IV - 1
a. Fitrat yang ditampung dibubuhi dengan sedikit air brom (Br2 (p)) sampai
berwarna kuning, kemudian dididihkan untuk menghilangkan air brom + 10
menit.
b. Ditambahkan 50 ml NH4OH pekat sampai sempurna kemudian disaring dengan
kertas saring No. 40, endapan yang dihasilkan di buang.
c. Fitrat di bubuhi dengan indikator metil orange dan dinetralkan dengan tetesan
HCl (p) sampai berwarna merah.
d. Dididihkan kemudian diendapkan dengan 25 ml BaCl2 10% sampai
pengendapan sempurna.
e. Endapan berupa BaSO4 diperam selama 2 jam di penangas atau didiamkan
semalam.
f. Endapan disaring dengan kertas saring No. 42.
g. Residu dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya lalu
diperarang, dipijarkan, dan diabukan sampai sempurna (dibakar), sisa
pembakaran berupa BaSO4 (padat).
h. Didinginkan dan ditimbang.
Perhitungan :
fk x fp x ppm
Kadar Pirit Sulfur : x 100%
bobot contoh
bobot Ba  Sulfat
Kadar Sulfat Sulfur : x 13,738
bobot contoh

Keterangan : fk = faktor kimia (FeS.S / Fe)


Fp = faktor pengenceran
3. Penentuan Kadar Sulfur Organik
Prinsip : Kadar sulfur organik dapat diketahui dengan selisih antara sulfur total
dengan pirit sulfur dan sulfat sulfur.
Perhitungan : Kadar Sulfur Organik : % S total – ( %S - SO4 + %S - FeS.S )

26IV - 1
PENENTUAN NILAI KALOR

Metode : ASTM Designation D. 2015 – 93


Prinsip : Batubara dibakar dalam bomb kalorimeter pada kondisi standar,
panas yang dihasilkan dihitung dari kenaikan suhu setelah
pembakaran, dikurangi beberapa nilai koreksi.
Reaksi : Batubara -------- abu + CO2 + H2O + SO3 + NO2 + a kalori
SO2 + H2O -------- H2SO4
2 NO2 + H2O -------- 2 HNO3 + O2
H2SO4 + HNO3 + Ba(OH)2--- BaSO4 + Ba(NO3)2 + H2O
Ba(NO3)2 + Na2CO3 --------- BaCO3 + 2 Na2CO3
Na2CO3 + HCL 2 NaCl + H2O + CO2
Alat dan bahan :
- Satu unit alat Bomb Kalorimeter
- Cawan Kwarsa
- Kawat nikrom
- Piala gelas 400 ml
- Buret 50 ml
- Kertas saring
- Pemanas listrik
- Gelas ukur 2000 ml
- Contoh batubara –60 mesh
- Oksigen
- Ba (OH)2 0,1 N
- Na2CO3 0,1 N
- HCl 0,1 N
- Indikator Methyl orange
- Indikator Phenolpthalein

27IV - 1
Prosedur :
- Ditimbang + 1 gram contoh batubara –60 mesh ke dalam cawan kwarsa,
lalu kawat nikrom dikaitkan pada bomb kalorimeter dan dicelupkan ke
alam contoh.
- Bomb diisi dengan 5 ml air dan ditutup rapat kemudian dialiri gas oksigen
dengan tekanan 30 atm selanjutnya dimasukan kedalam vessel yang sudah
berisi air sebanyak 2000 ml.
- Alat dinyalakan , bila suhu vessel dan suhu jacket sudah sama maka suhu
awal dicatat.
- Tombol fire ditekan sampai terjadi kenaikan suhu yang cukup drastis
hingga konstan, lalu dicatat suhu akhir.
- Alat dimatikan dan air dalam bomb ditampung ke dalam piala gelas 400
ml dan diencerkan sampai 100 ml.
- Larutan dididihkan lalu dititrasi oleh Ba(OH)2 dengan indikator
phenolpthlein kemudian ditambahkan 10 ml Na2CO3 lalu dititrasi dengan
HCl 0,1 N dengan methyl orange sebagai penunjuk.
Perhitungan :
N air x ( Ta  To )  b
Nilai Kalor = bobot contoh
Keterangan : N = Nilai air
Ta = suhu air
To = suhu awal
b = total nilai koreksi

28IV - 1
KADAR ULTIMAT

1. Penentuan kadar karbon dan hidrogen


Metode : ASTM Designation D.3178-89
Prinsip : Karbon dan hidrogen dioksidasikan dalam combustion tube, gas hasil
oksidasi dialirkan melalui penyerap H2O dan penyerap CO2 kemudian
ditentukan secara gravimetri.
Reaksi :
Pada penyerap H2O : n H2O + Mg(ClO4) ---- Mg(ClO4)n H2O
Pada penyerap CO2 : CO2 + 2NaOH ---- Na2CO3 + H2O
Alat dan bahan :
- Satu unit alat Combustion Furnace
- Neraca analitik
- Contoh batubara –60 mesh
- Gas oksigen
- Penyerap H2O yaitu anhidrat Mg (ClO4)
- Penyerap CO2 yaitu Natron asbestos
Prosedur :
- Alat disiapkan.
- Disiapkan rangkaian penyerap dan dirangkaikan pada combustion tube.
- Rangkain penyerap dibiarkan selama 15 menit, kemudian di timbang dan
dihubungkan dengan pipa pembakaran.
- Di timbang contoh batubara –60 mesh ke dalam combustion boat yang telah
diketahui bobotnya.
- Combustion boat dimasukkan ke dalam pipa pembakaran yang telah
dipanaskan pada suhu 850 – 900oC.
- Aliran gas oksigen dijalankan dengan kecepatan 50 – 100 ml/menit dan
dibiarkan furnace bergerak sampai tepat berada di atas contoh.
- Motor dimatikan dan dibiarkan furnace tepat berada di atas contoh selama
45 menit.

29IV - 1
- Rangkaian penyerap dipisahkan dari pipa pembakar dan didinginkan lalu
ditimbang.
Perhitungan :
a x 11,19
Kadar Hidrogen = bobot contoh
x 100%

b x 27,289
Kadar Karbon = bobot contoh
x 100%

Keterangan : a = pertambahan bobot penyerap H2O


b = pertambahan bobot penyerap CO2

2. Penentuan Kadar Sulfur dengan Metode Suhu Tinggi


Prinsip : Contoh dialiri gas oksigen membentuk SO3 pada proses pembakaran SO3
ditangkap dengan H2O membentuk H2SO4 yang selanjutnya dititrasi oleh
Na2B4O7 .
Reaksi : Batubara + O2 -------- abu + SO3 + Cl2
SO3 + H2O2 -------- H2SO4
Cl2 + H2O2 -------- 2 HCl
2 Na+ + SO42- -------- Na2SO4
Na+ + Cl- -------- NaCl
Alat dan bahan :
- Satu unit furnace high temperature
- Neraca analitik
- Cawan perahu
- Buret 50 ml
- Gelas ukur
- Contoh batubara – 60 mesh
- H2O2 1%
- Na2B4O7 0,0500 N
- Indikator MM : MB
- Hablur Al2O3
Prosedur :

30IV - 1
- Ditimbang 0,5 gram contoh batubara kedalam cawan perahu kemudian
ditutupi dengan hablur Al2O3.
- Contoh kemudian dimasukan kedalam furnace yang telah diset suhunya
1350oC, kemudian dialiri gas O2 sampai flow meter menunjukan angka 12 -
15 (5 ml/menit).
- Vakum dinyalakan dan flow meter diatur sampai 9,3–10,5 (4 ml/menit)
- Disiapkan 100 ml larutan H2O2 kedalam botol penyerap yang telah
ditambahkan indikator MM : MB, selanjutnya dipasang di furnace.
- Setiap dua menit contoh didorong agar pembakarannya sempurna.
- Analisis dihentikan sampai larutan berwarna ungu.
- Larutan dimasukan kedalam erlenmeyer lalu di titar dengan Na 2B4O7 0,0500
N.

Perhitungan :
V x N x 1,603
Kadar sulfur total = x 100%
bobot contoh

Keterangan : V = volume Na2B4O7


N = normalitas Na2B4O7

3. Penentuan Kadar Nitrogen Cara Kjeldahl


Metoda : ASTM Designation D. 3179 – 89
Prinsip : Contoh didestruksi dengan asam sulfat pekat menghasilkan
(NH4)2SO4 dengan penambahan KOH maka NH3 akan dibebaskan
selanjutnya dapat dititrasi.
Reaksi : Batubara + H2SO4 + K2SO4 + CuSO4 -- (NH4)2SO4
(NH4)2SO4 + 2 KOH ------- NH4OH + K2SO4
NH3 + H3BO4 ------- NH4H2BO2
NH4H2BO4 + HCL ------- NH4Cl + H3BO3
Alat dan Bahan :
- Satu unit alat destruksi
- Labu Kjeldahl

31IV - 1
- Buret
- Pipet 25 ml
- Contoh batubara
- Indikator MM : MB
- Hablur CuSO4
- Hablur Selen
- Hablur KMnO4
- H3BO3
- HCl 0,1 N
- KOH 50%
Prosedur :
- Ditimbang 1 gram contoh batubaa kedalam labu Kjeldahl yang telah berisi
10 gram K2SO4, 0,7 gram CuSO4, dan 0,3 gram selen kemudian
ditambahkan 25 ml H2SO4 lalu dihomogenkan.
- Larutan dideduksi sampai larutan berwarna hijau jernih.
- Larutan didinginan, dibubuhi KMnO4 dan didestruksi sampai larutan
berwarna hijau jernih.
- Didinginkan dan dimasukan kedalam alat destilasi dan ditambah air suling.
- Pada saat mendidih ditambahkan KOH 50% sampai larutan berwarna coklat.
- Amoniak yang terbentuk ditampung dengan larutan H 3BO3 yang telah
dibubuhi indikator MM : MB.
- Destilasi dihentikan sampai volume larutan menjadi 250 ml.
- Larutan dititar dengan HCL 0,1 N sampai berwarna lembayung.
- Dilakukan blanko.
Perhitungan :
( a  b ) x N x 0,014
Kadar Nitrogen = x 100%
bobot contoh

Keterangan : a = volume HCl contoh


b = volume HCl blanko
N = normalitas HCl

32IV - 1
4. Penentuan Kadar Oksigen
Kadar oksigen dapat ditentukan dari selisih antara kadar abu, kadar hidrogen,
nitrogen, karbon dan belerang.
Perhitungan : 100% - ( %abu + %N + %C + %S + %H )

ANALISIS KOMPOSISI ABU

1. Penentuan LOI (lost on ignition)


Prinsip : Contoh batubara umumnya mengandung senyawa organik dan anorganik.
Dengan pemanasan 900 – 925oC dapat diketahui kadar zat hilang di
bakar dengan menghitung selisih bobot sebelum dan sesudah
pemanasan.
Alat dan bahan :
- Cawan porselin
- Furnace
- Eksikator
- Contoh abu batubara
Prosedur :
- Di timbang + 1 gram contoh abu batubara ke dalam cawan yang telah di
ketahui bobotnya.
- Cawan dipijarkan ke dalam furnace pada suhu 900 – 925oC selama 1 jam
kemudian didinginkan dan ditimbang.
Perhitungan :
bobot sebelum pemanasan  bobot sesudah pemanasan
Kadar LOI = bobot contoh

2. Penentuan Kadar SO3


Prinsip : Sulfat di endapkan dengan BaCl2 berlebih dalam suasana asam dan
panas. Endapan yang terbentuk di timbang sebagai BaSO4.

33IV - 1
Reaksi : SO42- + BaCl2 ------ BaSO4 + 2 Cl-
Alat dan bahan :
- Kaca arloji
- Piala gelas 400 ml
- Pemanas listrik
- Corong
- Meker
- Furnace
- Abu batubara
- Larutan BaCl2 10%
Prosedur :
- Di timbang +0,5 gram abu batubara ke dalam piala gelas 400 ml dan
ditambahkan air suling.
- Ditambahkan 10 ml HCl pekat, di tutup dan dididihkan (larut).
- Diencerkan sampai 50 ml, dididihkan sampai larut.
- Di saring dengan kertas saring No. 40, larutan di tampung dan
dipanaskan sampai mendidih.
- Ditambahkan BaCl2 10% sambil di aduk dan dibiarkan di atas hot plate
sampai mendidih.
- Disaring dengan kertas saring No. 42 dan di cuci dengan air panas, lalu
endapan diperarang, dipajarkan dan diabukan.
0,343 x bobot Ba  Sulfat x 100%
Perhitungan : bobot contoh

3. Penentuan Kadar Silikat


Prinsip : Silikat dapat ditetapkan dengan cara pengurangan bobot pemijaran
senyawa yang tidak larut oleh aqua regia dengan pemijaran senyawa
yang tidak larut dalam asam florida.

34IV - 1
Reaksi : SiO2 + aqua regia -------------
Oksida logam lain + aqua regia ------ garam-I + H2O + NO
SiO2 + 4 HF ---- SiF4 + 2H2O
Alat dan bahan :
- Piala gelas
- Pemanas listrik
- Kaca arloji
- Cawan platina
- Corong
- Furnace
- Neraca analitik
- HNO3 pekat
- HCl pekat
- H2SO4 1 : 1
- HF
Prosedur :
- Ditimbang + 0.5 gram abu batubara dan dimasukan kedalam piala gelas.
- Dibilas dengan air dan ditambahkan 15 ml HCl pekat, 5 ml HNO 3 pekat,
dan 10 ml H2SO4 1 : 1.
- Ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai keluar asap putih.
- Dipanaskan kembali sambil digoyang-goyangkan selama 2–3 menit.
- Didinginkan dan diencerkan dengan air sampai 75 ml serta dibubuhi 10
ml HCl pekat.
- Dipanaskan sampai mendidih, lalu disaring dengan kertas saring No.42.
- Dicuci dengan HCl encer beberapa kali, lipat kertas saring dan
dimasukan kedalam cawan platina, diperarang, dipijarkan, didinginkan
dan ditimbang.
- Abu dibasahkan sedikit dengan air suling, lalu dibubuhi 2 – 3 tetes
H2SO4 1 : 1.

35IV - 1
- Dibubuhi 5 – 10 ml HF dan dipanaskan sampai kering, dipijarkan, lalu
didinginkan dan ditimbang.
Perhitungan :
Bobot SiO 2
Kadar SiO2 = x 100%
bobot contoh

4. Penetapan Kadar K2O, Na2O, MgO, CaO, Al2O3, Fe2O3, MnO, P2O5, dan TiO2
Prinsip : Sejumlah abu batubara dilarutkan dengan HF pekat dan HNO 3 pekat,
serta dioksidasi dengan HClO4. Kandungan logam-logam tersebut
dapat diketahui dengan memeriksa larutan tersebut dengan
spektrofotometer dan spektrofotometer serapan atom.
Reaksi :
SiO2 + 4 HF ---------- SiF4 + 2 H2O
Logam + HNO3 ---------- garam nitrat + NO2 + H2O
Logam –o + HClO4 ---------- garam –I
Alat dan bahan :
- Neraca analitik
- Piala teflon
- Pemanas listrik
- Labu ukur 100 ml
- HF
- HNO3 pekat
- HClO4
Prosedur :
- Ditimbang + 0.2 gram contoh, dimasukan kedalam piala teflon lalu dibilas
dengan air suling.
- Ditambah 3 ml HNO3 pekat dan 3 ml HClO4, Lalu dipanaskan sampai
hampir kering.
- Dibubuhi 5 ml HNO3 pekat lalu dipanaskan sampai mendidih.
- Diencerkan dengan air suling sampai volume 40 ml, dipanaskan sampai
mendidih lalu didinginkan.

36IV - 1
- Larutan dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml, diimpitkan dan dikocok.

a. Penetapan kadar K2O, Na2O, Al2O3, MgO, MnO, dan Fe2O3 dengan
Spektrofotometer Serapan Atom

Prinsip : Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama. Dalam
hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung Li + 2000 ppm dan
Sr2+ 3000 ppm yang berfungsi untuk mengatasi gangguan kation.
Alat dan bahan :
- Labu ukur 25 ml dan 100 ml
- SSA Varian techtron AA-5
- Pipet 5 ml
- Labu semprot
- Larutan induk
- Air suling
- Larutan Li+ 2000 ppm
- Larutan Sr2+ 3000 ppm
- Larutan HNO3 1 : 24
Prosedur :
- Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 ml dan 100 ml.
- Kedalam labu ukur 100 ml masing-masing ditambahkan 20 ml larutan Li +
dan 10 ml larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 ml ditambahkan 5 ml larutan Li +
dan 2.5 ml larutan Sr2+.
- Diimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan spektrofotometer
serapan atom.
Perhitungan :
volume labu x A contoh x ppm s tan dar x fp x fk
Kadar = x 100%
1000 x A s tan dar x bobot contoh

b. Penetapan Kadar TiO2 dengan Spektrofotometer

37IV - 1
Prinsip : Dalam suasana asam sulfat, Titan dioksida dapat membentuk kompleks
berwarna kuning hijau dengan hidrogen perioksida sehingga dapat
ditentukan dengan spektrofotometer pada 400 nm.
Reaksi :
TiO2 + H2SO4 ----------- TiOSO4 + H2O
TiOSO4 + H2O2 ----------- H2SO4 + TiO3 (kuning)
Alat dan bahan :
- Labu ukur 25 ml
- Pipet 5 ml
- Spektrofotometer
- Labu semprot
- Larutan induk
- Larutan H2SO4 1 : 1
- Larutan H3PO4
- Larutan H2O2 3%
Prosedur :
- Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 25 ml
- Ditambah 2,5 ml H2SO4 1 : ! ; 1,25 ml H3PO4, dan 2,5 ml H2O2 3%
- Dibilas dan diimpitkan dengan air suling
- Diperiksa dengan Spekrofotometer pada 400 nm.
Perhitungan :
volume labu x A contoh x ppm s tan dar x fp 100%
Kadar TiO2 = 1000 x A s tan dar x bobot contoh

c. Penetapan Kadar P2O5 dengan Spektrofotometer


Prinsip : Dalam Suasana asam nitrat, difosfor pentaoksida dapat membentuk
kompleks berwarna kuning dengan amonium molibdat, sehingga dapat
ditetapkan dengan spektrofotometer pada 460 nm.
Reaksi : H3PO4 + 12 (NH4)2MoO4 + 21 HNO3 ----------
(NH4)3PO4.12 MoO3 + 21 NH4NO3 + 12 H2O

38IV - 1
Alat dan bahan :
- Labu ukur 50 ml
- Pipet 5 ml
- Pipet serologi
- Spektrofotometer
- Larutan HNO3 1 : 24
- Larutan amonium vanadat 0,25 %
- Larutan amonium molibdat 3%
Prosedur :
- Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 50 ml, ditambah 5 ml
amonium molibdat 3%.
- Ditambahkan 5 ml amonium vanadat 0,25%, lalu diimpitkan dengan HNO 3
1 : 24.
- Diperiksa dengan Spektrofotometer dengan 460 nm
Perhitungan :
volume labu x A contoh x ppm s tan dar x fp
Kadar P2O5 = x 100%
1000 x A s tan dar x bobot contoh

ANALISIS LAINNYA

Penentuan Kadar Klor cara Eschka


Metode : ASTM Designation D. 2361 – 91
Prinsip : Kadar klor dalam batubara dapat ditentukan dengan melebur contoh
batubara dalam campuran Eschka dan dioksidasikan pada suhu
standar. Ion klorida yangterbentuk ditentukan secara Argentometri.

39IV - 1
Reaksi :
Batubara + MgO + Na2CO3 -------- Cl-
Cl- + AgNO3 -------- AgCl + NO3-
AgNO3 + KCNS -------- AgCNS + KNO3
6 KCNS + Fe2(SO4)3 -------- Fe(CNS)2
Alat dan bahan :
- Cawan porselin
- Muffle furnace
- Buret 50 ml
- Gelas ukur 50 ml
- Piala gelas
- Kertas saring No. 40
- Corong
- HNO3 1 :1
- KCNS 0,025 N
- AgNO3 0,025 N
- Nitrobenzena
- Indikator feri amonium sulfat
- Campuran Eschka
Prosedur :
- Ditimbang + 1 gram batubar yang berukuran –60 mesh kedalam cawan
yang telah berisi 3 gram campuran eschka, diaduk dan ditutup dengan 2
gram eschka.
- Dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 800 oC selama 3 jam lalu
didinginkan.
- Dilarutkan dengan air suling panas sampai 100 ml, lalu ditambahkan 50
ml HNO3 1 : 1 kemudian disaring. Bila larutan jernih, maka tidak perlu
di saring, larutan keruh karena kadar abu yang tinggi maka diperlukan
penyaringan untuk mendapatkan larutan yang jernih.

40IV - 1
- Larutan ditambahkan 20 ml AgNO3 0,025 N dan didiamkan selama 15
menit lalu ditambahkan 10 ml nitrobenzena kemudian diaduk selama 1
menit.
- Larutan dititrasi dengan KCNS 0,025 N dengan indikator feri amonium
sulfat.
- Dilakukan analisis blanko, untuk analisis blanko, prosesnya sama
dengan di atas, sampel yang digunakan sebanyak + 5 gram eshka yang
dipanaskan dalam muffle furnace dan selanjutnya sama.
Perhitunan :
0,0886 x ( b  a )
Kadar Klor = x 100%
bobot contoh

Keterangan : b = volume blanco


a = volume contoh

PENGUJIAN SIFAT FISIKA BATUBARA


1. Penentuan Berat Jenis
Metode : ASTM Designation D. 167 – 79
Prinsip : Berat jenis batubar dapat diketahui berdasarkan perhitungan bobot
per volume dengan menggunakan piknometer dan larutan typol.

41IV - 1
Alat dan bahan :
- Piknometer vacum 50 ml
- Pipet ukur 25 ml
- Neraca analitik
- Corong kecil
- Kuas kecil
- Spatulla
- Larutan typol 0,03 %
Prosedur :
- Di abuat larutan typol 0,03% dan di ukur berat jenisnya setelah tidak ada
gelembung udara.
- Piknometer di isi dengan larutan typol sampai penuh dan kemudian di
timbang.
- Larutan typol di pipet, sampai setengah dari volume piknometer.
- Di timbang + 1 gram batubara ukuran –60 mesh, dikeringkan dalam oven
pada suhu 105 – 110o C selama satu jam.
- Setelah dingin, perlahan-lahan dimasukkan kedalam piknometer dengan
menggunakan corong kecil dan kuas.
- Dibiarkan sampai semua contoh mengendap dalam larutan typol selama
satu malam atau di vakum dalam eksikator.
- Piknometer di isi kembali dengan larutan typol sampai penuh dan
kemudian di timbang.
Perhitungan :
bobot ker ing x bj typol
Berat jenis : Bobot ker ing  (b  a )

Keterangan : a = bobot piknometer + larutan typol


b = bobot piknometer + larutan typol + contoh
2. Penetapan Nilai Muai Bebas (Free Swelling Index-FSI)
Metode : ASTM Designation D. 720-91

42IV - 1
Prinsip : Contoh batubara dipanaskan secara tepat tanpa oksigen dan nilai muai
bebas dari contoh tersebut dapat diketahui dengan membandingkan
kokas yang terbentuk dengan gambar standar yang bernilai dari 1 – 9.
Alat dan Bahan :
- Cawan porselin khusus ubtuk penentuan nilai bebas.
- Muffle furnace khusus untuk penentuan nilai muai bebas.
- Stopwatch.
- Neraca Analitik
- Spatula
- Tang crucible
Prosedur :
- Di timbang + 1 gram batubara berukuran –60 mesh ke dalam cawan
porselin yang telah diketahui bobotnya.
- Cawan beserta isinya di ketuk-ketuk sebanyak 12 kali agar permukaannya
menjadi rata.
- Cawan tersebut dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 815 – 825 oC
selama 2 ½ - 4 menit.
- Cawan diangkat dan didinginkan di udara terbuka.
- Hasil pemanasan dibandingkan dengan profil standar.

3. Penetapan Hardgrove Grindability Index (HGI)


Metode : ASTM Designation D.409-93a
Prinsip : Batubara di gerus pada mesin HGI pada kondisi standar dan hasilnya
di saring dengan saringan yang berukuran 200 mesh. Nilai HGI dapat
di hitung dari jumlah batubara yang tidak lolos saringan 200 mesh.
Semakin tinggi nilai HGI semakin mudah batubara di gerus.
Alat dan bahan :
- Saringan yang berukuran 14, 28 dan 200 mesh.
- Mesin Hardgrove Grindability Index.
- Mesin penyaring rotap.

43IV - 1
- Naraca analitik.
- Neraca teknis
- Plastik
Prosedur :
- Di timbang + 50 gram batubara yang berukuran –14 + 28 mesh.
- Dimasukkan ke dalam mesin HGI yang telah dibersihkan sebelumnya dan
di putar sebanyak 60 kali.
- Hasilnya di saring dengan menggunakan saringan 200 mesh dengan
bantuan alat rotap.
- Batubara hasil penyaringan yang tidak lolos saringan 200 mesh
dimasukkan ke dalam plastik kosong yang telah diketahui bobotnya dan
kemudian di timbang.
Perhitungan :
(contoh asal  contoh tidak lolos saringan 200 mesh)  2,1549
HGI =
0,15017

Keterangan : Angka-angka di dalam rumus di dapat dari perhitungan kalibrasi alat


dengan contoh standar.

44IV - 1

Anda mungkin juga menyukai