Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Ikterus
Penumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi
kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan
yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan
menumpuk jika produksinya dari heme melampaui metabolisme dan
ekskresinya. Ketidakseimbangan antara antara produksi dan klirens dapat terjadi
akibat pelepasan prekusor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau
akibat proses fisiologi yang menganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme
ataupun ekskresi metabolit ini. Secara klinis hiperbilirubinemia terlihat gejala
kuning atau icterus, yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sclera. Icterus
biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum melebihi 34 hingga 43
umol/L (2.,0 hingga 2,5 mg/dL), atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal ;
namun demikian, gejala dapat terdeteksi dengan kadar bilirubin yang lebih
rendah pada pasien yang kulitnya putih dan yang menderita anemia berat.
Sebaliknya gejala icterus sering tidak terlihat jelas pada orang-orang yang
kulitnya gelap atau yang menderita edema. Jaringan sclera kaya dengan elastin
yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin., sehingga icterus pada
sclera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitive untuk menunjukan
hiperbilirubinemia daripada icterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa
untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap, yang terjadi akibat
eksresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid. Pada icterus
yang mencolok, kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagai bilirubin
yang beredar menjadi biliverdin. Efek ini sereing terlihat pada kondisi dengan
hiperbilirubinemia terkonjugasi berlangsung lama atau berat seperti sirosis.
Penyebab lain kulit yang berwarna kuning termasuk karotenimia, biasanya
berkembang sebagai hasil penelanan dan absorpsi sejumlah besar beta-karoten
atau yang terkait, komponen berpigmen. Selain hiperbilirubinemia,
bagaimanapun, keratonemia tidak menyebabkan icterus sclera.
1.1.4. Produksi dan metabolisme bilirubin sumber-sumber dan karakteristik
bilirubin serum
Konsentrasi bilirubin serum yang normal berkisar dari 5 hingga 17
umol/L (0,3 hingga 1,0 mg/dL). Lebih dari 90% bilirubin serum pada individu
normal terdapat dalam bentuk tidak terkonjugasi, yaitu suatu molekul nonpolar
yang bersirkulasi sebagai kompleks terikat albumin. Sisanya terkonjugasi pada
gugus polar (terutama glukorniud) yang membuatnya larut dalam air dengan
demikian dapat disaring serta diekskresikan oleh ginjal. Kalau diukur dengan
pengukuran kadar yang rutin dilakukan di klinik, fraksi terkonjugasi atau direk
tersebut kerapkali diestimasikan secara berlebihan (overstimasi) hingga
memberikan nilai normal yang dilaporkan sebesar 1,7 hingga 8,5 umol/L (0,1
hingga 0,5 mg/dL).
Kurang lebih 80% bilirubin yang beredar berasal dari sel darah merah
yang sudah tua. Setelah eritrosit dalam sirkulasi darah mencapai akhir rentang
usianya yang normal yaitu kurang-lebih 120 hari, sel-sel tersebut akan
dihancurkan oleh sel-sel retikulosit endothelial. Oksidasi sebagai heme yang
berdisosiasi dari hemoglobin dalam sel-sel ini akan menghasilkan biliverdin
yang selanjutnya dimetabolis menjadi bilirubin. Kurang lebih 15 hingga 20%
bilirubin yang beredar berasal dari sumber-sumber lain bukan eritrosit yang tua..
sumber bilirubin yang kedua adalah proses eritropoesis inefektif yang terjadi
akibat penghancuran sel-sel eritroid inefektif yang terjadi akibat penghancuran
sel-sel ritroid yang sedang dalam proses pematangan didalam sumsum tulang.
Bagian yang lebih kecil dari bilirubin yang beredar berasal dari metabolisme
protein yang mengandung heme lain terutama sitokrom hepatic, myoglobin otot
dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas.
Bilirubin tidak terkonjugasi yang dibebaskan ke dalam plasma akan
terikat erat tetapi secara nonkovalen dengan albumin. Anion organic tertentu,
seperti sulfonamide dan salisilat , bersaing dengan bilirubin untuk mendapat
tempat-tempat pengikatan pada albumin sehingga memungkinkan pigmen yang
dilepaskan itu memasuki jaringan seperti sistem saraf pusat. Fenomena ini
menjelaskan efek neurotoksik yang ditimbulkan oleh hiperbilirubinemia
neonatal.
Bilirubin terkonjugasi terikat pada albumin dalam dua bentuk, yaitu reversible
dan irreversible. Ikatan nonkovalen yang reversible serupa dengan ikatan pada bilirubin
tidak terkonjugasi, kendati kompleks ini tidak begitu stabil. Kalau terdapat dalam serum
untuk periode waktu lama (misalnya pada keadaan kolestasis, obstruksi bilier yang lama
atau pada hepatitis kronik aktif), bilirubin terkonjugasi dapat membentuk kompleks
kovalen yang irreversibek dengan albumi (bilirubin delta atau biliprotein). Karena
irreversible ikatan tersebut, kompleks ini memiliki waktu-paruh dalam serum yang
serupa dengan waktu paruh albumin (15 hingga 20 hari) dan dengan demikian dapat
terdeteksi dalam serum sampai beberapa minggu setelah obstruksi bilier teratasi atau
selama kesembhan dari penyakit hepatoseluler.
Bilirubin ada dalam cairan tubuh (cairan serebrospinal, efusi sendi, asites, efusi
pleura, kista dll.) dalam proposi sesuai kandungan albuminnya dan tidak ada pada
sekresi sesungguhnya, seperti air mata, saliva dan jus pancreas. Gambaran icterus juga
dipengaruhi oleh aliran darah dan edema, dengan ekstremitas yang mengalami paralisis
dan area edematosa yang cenderung tetap tidak berwarna.

1.1.2 Metabolisme bilirubin dalam hepar


Hepar mempunyai peran sentar dalam metabolisme pigmen-pigmen empedu.
Proses ini dapat dibagai menjadi tiga fase yang berbeda (10 ambilan hepatic, (2)
konjugasi, dan (3) ekskresi kedalam empedu. Diantara ketiga fase ini, ekskresi
tampaknya merupakan tahapan yang membatas I keceoatan metabolisme dan salah satu
proses yang paling rentan terhadap gangguan ketika sel hepar mengalami kerusakan.
1. Ambilan bilirubin tidak terkonjugasi yang terikat dalam albumin akan dibawa
kedalam sel hepar tempat kompleks tersebut berdisosiasi dan bilirubin nonpolar
memasuki hepatosi melalui difusi atau transport memintasi membrane plasma.
Proses ambilan dan penyimmpanan bilirubin selanjutnya dalam hepatosit
meliputi pengikatan bilirubin pada protein pengikat anion sitoplasmik,
khususnya ligandin (glutation-S-transferase B) yang mecegah aliran bilirubin
kembali kedalam plasma.
2. Konjugasi bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut
dalam air kecuali bila bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul
amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu,
bilirubin harus dikonversikan menjadi derivate yang larut air sebelum
diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutaam dilaksanakan oleh konjugasi
bilirubin pada asalm glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi
konjugasi terjadi dalam reticulum endoplasmic hepatosis dan dikatalis oleh
enzim bilirubin glukuronosil transferase.
3. Ekskresi pada keadaan yang normal hanya bilirubin terkonjugasi yyang dapat
diekskresikan Konjugasi yang dapat diekskresikan ke dalam empedu, meskipun
keseluruhnya proses beum dipahami dengan jelas, eksresi bilirubin tampaknya
merupakan proses dependen energy yang terbatas pada membrane kanalikularis.
Eksresi merupakan tahapan yang membatasi kecepattan metabolisme pigmen ini
di dalam hepar.. gangguan eksresi, menyebabkan penuruanan konsentrasi
bilirubin dalam hepar. Gangguan eksresi dan “regurgitasi” bilirubin terkonjugasi
yang terikatbsecara bersamaan lewat membrane sinusoid hepatosit ke dalam
proses transport dalam membrane sel pada eksresi bilirubin yang normal serta
yang terganggu masih belum dipahai dengan jelas.
1.1.5. fase intestinal metabolisme bilirubin
Setelah di sekresikan ke daam empedu, bilirubin terkonjugasi akan diangkut
lewat saluran-saluran belier ke dalam duodenum. Bilirubin terkonjugasi tidak
diasborbsi kembali oleh mukosa usus. Jenis bilirubin ini akan dieskresikan tanpa
perubahan ke dalam tinja atau di metabolis oleh bakteri ileum dan kolon menjadi
urobilinogrn sertta produk yang ada hubunannya. Urobilinogrn dapat diserap
kembali dari usus haus serta kolon dan memasuki sirkulasi portal. Sebagian
urobilinogen portal diambul oleh hepar dan diekskresikann kembali ke dalam
empedu dan sisanya akan memintas hepar serta di ekskresikan ooleh ginjal.
Dalam kondisi yang normal, eksresi urobilinogen tiap hari kedalam urin tidak
melebihi 4 mg. kalau ambilan hepatic dan eksresi urobilinogen tergangggu
(misalnya pada penyakit hepatoseluler) atau produksi bilirubin mengalami
peningkatan yag sangat besar (misalnya pada hemolysis), ekskresi urobilinogen
tiap hari kedalam air kemih dapat meningkat secara bermakna. Berbeda dengan
keadaan tersebut, kolestasis atau obstruksi bilier ekstrahepatik menimbulkan
penuruan secaa nyata produksi serta eksresi urobilinogen kedalam. Dengan
demikkian, pengukuran kadar bilinogen dalam urin dapat dijadikan alat yang
berguna untuk membedakan keadaanyang mungkin merupakan penyebab
hiperbilirubinemia,
1.1.5. Eksresi bilirubin lewat ginjal
Urin dalam keadaan normal tidak mengandung bilirubin yang terdeteksi lewat
pengukuran kadarnya yang baisa dilakukan di dalam klinik, kendati jumlah yang
sangat kecil dapat dideteksi melalui prosedur spektrometri yang sensitive.
1.1.6. Konsekuensi Patofisiologik hiperbilirubine,ia
Pada kebanyakan kasus, hoeprebilirubinemia sendiri, mempunyai efek
patofisiologik sedikit. Tidak seperti garam empedi uamg bergedar, dengan keadaan
obstruski. Biliaris tidak menhumpul dalam jaringan kutaneus dan tidak menimbukan
pruritus. Namun bilirubin plasma tak terkonjugasi yang tidak berikatan dengan
albumin dapat melewati barrier darah yang tidak berikat dengan albumin melewati
barrier otal-otampada kondisi seperti kasus neonarus atau sindroma crigler makkar
tipe I atau II. Konsentrasi bilirubiun tidakterkonjugasi sangat tidak menumpuk (>34
umol/L atau > 20 mg/dL) dan menyebabkan difusi bilirubin ke dalam sistem saraf
pusar dapat menyebabkan ensefalopati (kernicterus)dan gangguanpermanen
fungsisaraf. Resiko kernikkterus ditingkatkan oleh kondisi permanen fungsi saraf.
Risiko kernicterus diingattkan oleh kondisi yang menyebabkan kadar bilirubin tidak
terkonjugasi (tidak berkaitan) yang beredar meningkat, seperti hemolysis,
hopoalbumnemia, asidosis dan peningkatan kadar kkomponen yang lengkap untuk
peningkatan kadar komponen yang lengkap untuk pengikat albumin seperti asam
lemak bebas dan obat-obatan. Konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi pemaparan
terhadap sinar biru mmenyebabkan perubahan konformasi pada bilirubin tdak
terkonjugasi menyebabkan bilirubin lebih polar lautt dan polar dan larut dalam air
konsentrasi bilirubin ts. Fotoisomer dikumpulkan dan dieksresi oleh hati dan ginjal,
tanpa diperlukan untukkonjugasi normal. Pengobatan tidak terkonjugasi yang
beredar cukup melalui kulit untuk mengihndari kernicterus pada pasien degan
icterus neonatal.
1.1.7. Tes kimia untuk pigmen empedu
Tes kimia paling banyak digunakan untuk pigmen empedu dalam seerumaadalah
reaksi van & bergh. Pigmen bilirubin dipajankan pada asam kromogenik tersebut
diukur denga kolrimetri. Reaksi van den bergh dapat digunakan untuk membedakan
bbilirubin tidak terkonjugasi dengan bilirubin terkonjugasi karena bedanya sifat-sifat
kelarutan pada kedua jenis pigmen ii,
1.1.9. Pertimbanagan etiologi pada icterus
Pendekatan dalam penyusunan klasifikasi yamg berdasarkan perbedaan penting
ini disampaaikan. Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu
dari keempat mekanisme ini : (1) overproduksi, (2) penurunan ambilan, (3)
penurunan kojugasi hepatic, (4) penurunan keskresi bilirubin ke dalam empedi
(akibat disfungsi esktrahepatik atau obstruksi mekanis ekstahepatik).
Icterus dengan bilirubinemia tidak terkonjugasi yang dominan
Overprdouksi bilirubin Peningkatan jumlah hempoglobin yang dilepas dari sel
darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolysis akan menimbulkan
peningkatan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan
hiperbilirubinemia paling sering terjadi akibat hemolysis intravaskuler (misalnya
yang berkaitan dengan kelainan autoimun, mikroangiopati, atau hemoglobinopati)
atau akibat resorpsi hematom yang besar. Produksi bilirubin yang berlebihan
dicerminkan dalam bentuk peningkatan kadar bilirubin mencapai 51 hingga 668
umol/L (3 hingga 4 mg/dL)
Gangguan ambilan bilirubin oleh hepar Sebagaimana ditunjukan iastas ambilan
bilirubin oleh hepatosit memerlukan disosiasi molekul pigmen nonpolar dari albumi,
transportasi meminta membrane sel, dan pengikatan pada liganid. Pada kasus kasus
icterus karena obat yang jarang ditemukan (misalnya icterus karena asma
flavaspidat) dan kemungkinan pula pada sebagian pasien sindrom gilbert, mungkin
terjadi disrupsi dalam fase penanganan bilirubin ini.
Gangguan konjugasi glukoronid defisiensi aktivitas enzim lukonosil transferase
dapat terjadi karena kelaian yang didapat (akuista) atau akibat kelainan genetic.
Gangguan dengan bilirubinemia terkonjigasi yang dominan
Gangguan ekskresi bilirubin oleh hepatosit Terganggunya ekskresi bilier
bilirubin terkonjugasi oleh sel hepatosit akan menimbukan “masuknya kembali
(reentry)” pigmen ini ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul
hiperbilirubinemia yang didominasi oleh bentuk terkonjugasi dan bilirubinuria.
Mekanisme terjadinya periwtiwa reentry tersebut tidak diketahui, sekalipun
kemungkinan besar gangguan ekskresi kanaliluler menimbulkan pengangkatan
kadar bilirubin terkonjugasi di dalam sel yang kemudia berdifusi atu diangkut lewat
membrane sinusoid ke dalam darah. Disamping itu, nekrosis hepatoseluler dan
penyakit hepar kolestasis (1) oklusi kanalikuli oleh rembasan getah empedu (2)
oklusi kanalikuli oleh hepatosit yang membengkak (3) obstruksi saluran bilier
intrahepatic terminal (kolangiol) oleh sel inflamatorik ; (4) perubahan permeabelitas
hepatosit yang memungkinkan ambilan kembali (reuptake)
Kelaiann hepatoseluler dimana gejala icterus dapat berkaitan dengan fase
obdguksif ataukolestasis, mencakup )1) reaksi obat , khususnya icterus yang
disebabkan klorpomazin atau steroid yang ditimbulkan klorpromazin atau steroid
anabolic (2) hepatitis alkohololik dan pemrlemakan hati yang ditimbulkan oleh
alkohol (3) icterus yang terjadi dalam trimester akhir kehamilan (4) tipe-tipe tertentu
icterus pasca bbedah (5) kolestasis intrahepatic rekuren benigna, (6) sindrom Dubin
Johnson dan Rotor, dan (7) hepatitis virus atau autoimun yang akdang-kaddang
terjadi. Gangguan eksresi bilirubin sering dijumpai pada sirosis stadium lanjut
denganpenyebab apapun. Keadaan ini terjadi jauh lebih awal dalam perjalanan
sirosis bilier sekunder yang kadang-kadang terjadi akibat koledokolitiasis atau
koangitis yang kronik secarta kambuh kembali.
Obstruksi bilier ekstrahepatik Obstruksi total saluran bilier ekstrahepatik akan
menimbulkan icterus dab hiperbilirubinemia terutama bentutk konjugasi, yang
disertai dengan bilirubinemia yang nyata dan tinja yang akholik. Sebagaimana
disebutkan diatas, konsentrasi bilirubin menalami kenaiakan yang progresif dan /L
mencapai punvaknya pada tingkat 510 hingga 680 umol ( 30 hingga 40mg/dL).
Obstruksi parsial saluran bilier ekstrahepatik juga dapat menimbulkan icterus.
1.2.0. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik juga penting untuk mengarahkan evaluasi selanjutnya.
Eksoriasi menunjukan adanya kolestatsi yang lama atau obstruksi bilier berat, dan
ikteri yang berwarna kehijauan mengatah pada penyakit hati tertentu yang berat
kronikm seperti sirosis biliaris, kolangitis skolaratik, hepatitis kronki berrat, aatau
akibat keganansan yang lama. Demam dan nyeri di epigastrium atau kuadaran kanan
atas kanan seringkali berkaitan dengan koledokolitiasis atau kolangitis. Sebaliknya
obstruksi biliaris akibat keganasan menampakan ikterik yang tidak sakit. Hati yang
membesar dan lunak mengarahkan pada pandanganhati atau tumor hati yang cepat
membesat, sedangkan kandung empedu yang teraba merujuk pada obstruksi bilaris
akibat tumor ganas.
1.2.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium awal ditujukan pada pembagian bilirubin serum. Bila
terjadi hiperbilirubinemia yang di dominasi oleh bilirubin tak terkonjugasu (indirek),
maka pikirkanlah gangguan hemoliss, seperti autoimun atau anemia hemolitik
mikroangiopati, kegagalan sumsum tulang atau resorpsi hematoma yang besar.
Penyebab paling sering peningkatan bilirubin tak terkonjugasi adalah sindrom
Gilbertmengalami berbagai peningkatan bilirubintak terkonjugasi didalam sirkulasi,
terutama yang sedang berlangsung , puasa, atau peminum alkohol berat,
Hiperbilirubinemia terkonjugasi (direk) biasanya berasal dari gangguan sel hepar
atau penyakit kolestatik hati, atau obstruksi bilier ekstrahepatik. Karena kerja
glukuronil yang adekuat dapat terjadi bersaamaan dengan penyakit hati berat. Pada
pasien hiperbilirubinemia terkonjugasi primer,a danya dan dan sifat enzim hati
abnormal merupakan ptunjuk penting mengenai sifat proses yang sedang
berlangsung. Hiperbilirubinemia terkonjugasi tanpa kehamilan, sepsis, atau setelah
operasi. Naiknya bilirubin terkonjugasi saja merupakan manifestasi utama dua
kelainan yang diturunkan, yaitu sindrom Rotor dan Dubin – Johnson dan dapat juga
dijumpai pada pasien kolestasis intrahepatic benigna yang kambuh.
2.2. OBSTRUKSI BILIARIS EKSTRAHEPATIK

Obstruksi anatomis atau mekanis pada saluran empedu paling sering disebabkan
oleh batu, tumorm atau striktura. Gambaran klini hampir mirip dengan kolestasis
intrahepatic, dengan peningkatan kadar bilirubin serum terkonjugasi dan fosfatase alkali
yang mencolok. Biasanya tidak selalu, dapat ditemukan demam, nyeri dan perasaan
mengigil. Berbeda dengan hepatitis dan sirosis, kadar bilirubin serum cenderung sering
menetap dan jarang adarnya lebih dari 600 umol/L (35mg/dL). Alasan dari menetapnya
kadar bilirubin belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan ekskresi bilirubin
terkonjugasi oleh ginjal atau adanya jalur alternative dari katabolisme bilirubin icterus
obstruktif.

Anda mungkin juga menyukai