Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

DI RUANG SOEPARJO ROESTAM


RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOkERTO

DISUSUN OLEH:
MERLIN INDRIYANI
P1337420216018

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai
dengan jenisnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat di absorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila
seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang
bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI dalam
Jitowiyono, 2010 : 15).
Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa
pengertian fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau kekerasan, bisa
dalam keadaan normal atau patologis.
B. Etiologi
Menurut Barbara C Long

a. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,


gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
b. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
c. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada
fraktur patologis. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada
tulang disebabkan oleh melelehnya struktur tulang akibat proses
patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat
nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang
menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan
yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat
keganasan,.

Menurut Oswari E, Penyebab Fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang


pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

C. Klasifikasi Fraktur Femur


Ada 2 tipe utama fraktur pinggul :
1. Fraktur kolum femur : intra kapsuler
2. Fraktur trokhenter : ekstrakapsuler.

Fraktur kolum femur : penyembuhan akan lebih sulit dibandingkan


dengan fraktur trokhenter, karena system pembuluh darah yang
memasok darah kekaput dan kolum femur mengalami kerusakan
karena fraktur.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Brunner & Sudddarth (2002) tanda dan gejala fraktur :
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas (perubahan bentuk) dapat disebabkan pergeseran
fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi (bunyi bila digerakkan) yaitu pada saat ekstremitas
diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi
yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
f. Peningkatan temperatur local
g. Pergerakan abnormal
h. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
i. Kehilangan fungsi
j. Fungsi rontgent terlihat (bentuk patah dan lokasi patah)
k. Perdarahan

E. Patofisiologi
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk
mematahkan femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi
pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau
mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami multipel
trauma yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya
kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi peningkatan
resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah (pada setiap
patah satu tulang femur diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari
sistem vaskular), maupun syok neurologik disebabkan rasa nyeri yang
sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah
tulang femur.
1. Proses Fraktur
Trauma muskuluskeletal bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi
trauma langsung dan trauma tidak langsung.
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
2. Penyembuhan Tulang Normal
Ketika mengalami cedera fragmen. Tulang tidak hanya ditambal
dengan jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara
bertahap. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
a) Fase 1 : Inflamasi
Respon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respon
apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada
jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi
fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi
oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan
daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi,
pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa
hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b) Fase 2 : Proliferasi sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblas.
Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan
sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan
sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak
pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut di rangsang
oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun,
gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang
sedang aktif tumbuh menunjukan potensial.
c) Fase 3 : Pembentukan dan Penulangan kalus (osifikasi)
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan
tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan serat
tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat
minggu agar fragmen tulang terhubung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi
digerakan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai
tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.
Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah
bersatu dengan keras. Pada patah tulang panjang orang dewasa
normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.

d) Fase 4 : Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan
mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi
tulang dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang
melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus
mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada
tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung.
Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan patah tulang
tidak lagi negatif.
3. Faktor-faktor Penyembuhan Fraktur
a. Umur penderita.
b. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
c. Pergeseran awal fraktur.
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen.
e. Reduksi serta imobilisasi.
f. Waktu imobilisasi.
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan
lunak.
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
i. Cairan sinovia.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak.
k. Nutrisi.
l. Vitamin D

F. Pathway
Trauma langsung,trauma tidak langsung dan trauma patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar spasme otot

Pergeseran fragmen tulang Laserasi Kulit Risiko Infeksi

Deformitas

Gangguan fungsi ekstremitas

Hambatan Mobilitas Fisik

G. Komplikasi
Menurut Depkes RI, komplikasi dari fraktur adalah :
a. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang bisa berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cidera
b. Emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih
c. Sindrom kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanen jika tidak ditangani segera
d. Infeksi
e. Tromboemboli (emboli paru) yang dapat menyebabkan kematian
beberapa minggu setelah cidera
f. Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID)

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran
fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur
fraktur yang kompleks.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada taha
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Pengkajian Primer
 Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
 Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
 Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut
c. Pengkajian Sekunder
Menurut Doenges (2000) pengkajian keperawatan pada klien
fraktur :
 Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera fraktur itu sendiri, atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
 Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang – kadang terlihata sebagai respons
terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
takikardia (respons stress, hipovolemia) penurunan/tak nadi
pada bagian distal yang cidera : pengisian kapiler lambat, pucat
pada bagian yang terkena. pembengkakan jaringan/massa
hematoma pada sisi cidera.
 Neurosensori
Tanda : Deformitas local : angulasi abnormal, pemendekan,
rotasi, krepitasi (bunyi berderit) spasme otot, terlihat kelemahan
atau hilang fungsi.Agitasi (mungkin mungkin berhubungan
dengan nyeri/ansietas/trauma lain)Gejala : Hilang gerakan atau
sensasi, spasme otot Kebas/kesemutan (parestesis)
 Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri berat tiba – tiba pada saat cidera (Mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang : dapat
berkurang pada mobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan
saraf.Spasme/kram otot (setelah mobilisasi).
 Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, perubahan
warna, pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba)

d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan Head To Toe
2. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Problem
DS: Pasien mengatakan Agen injuri fisik Nyeri akut
nyeri. (fraktur)
P: Nyeri injuri fisik
Q: Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R:Nyeri di paha
(femur)
S:Skala 6
T:Hilang timbul saat
bergerak
DO:
GCS:E M V
Kesadaran umum:
TTV:
T : mmHg
RR : x/menit
Suhu : OC
Nadi : x/menit
DS: Pasien mengatakan Kerusakan kerangka Hambatan mobilitas
kaki kanannya tidak neuromuskular fisik
bisa digerakkan
DO: Pasien tampak
dibantu aktivitasnya
Prosedur pembedahan Riisko infeksi
DS: Keluarga
mengatakan pasien tadi
sempat panas
DO: akral hangat,
S:38.8
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2000) diagnosa keperawatan pada klien fraktur :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka
neuromuskular
c) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
d) Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
tekanan dan disuse
e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
f) Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang
paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif
4. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Dx NOC NIC Rasional
1 Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri : a. Untuk mengetahui
keperawatan selama 3x24 a Kaji nyeri secara tingkat nyeri
jam,maka diharapkan pasien tidak komprehensif pasien
b. Untuk mengetahui
mengalami nyeri Dengan Kriteria termasuk lokasi,
tingkat
hasil: karakteristik, durasi,
ketidaknyamanan
frekuensi, kualitas
dirasakan oleh
Skala Awal Tujuan dan faktor
Melap pasien
presipitasi.
orkan b. Observasi reaksi
3 5 c. Untuk
adanya nonverbal dari
mengalihkan
nyeri ketidak nyamanan.
Frekue c.Gunakan teknik perhatian pasien

nsi 3 5 komunikasi dari rasa nyeri

nyeri terapeutik untuk d. Untuk mengetahui


Pernya mengetahui apakah nyeri yang
taan 3 5 pengalaman nyeri dirasakan klien
nyeri klien sebelumnya.
Ekspre 3 5 berpengaruh
d.Kontrol faktor
si terhadap yang
lingkungan yang
nyeri lainnya
mempengaruhi nyeri
pada seperti suhu e. Untuk
wajah ruangan, mengurangi factor
pencahayaan, yang dapat
Keterangan : kebisingan. memperburuk
1 : Berat e.Kurangi faktor
nyeri yang
2 : Besar presipitasi nyeri.
dirasakan klien
f. Pilih dan lakukan
3 : Sedang
penanganan nyeri f. untuk mengetahui
4 : Ringan
(farmakologis/non apakah terjadi
5: Tidak ada
farmakologis). pengurangan rasa
Dengan tujuan: g. Ajarkan teknik non
nyeri atau nyeri
1. Klien melaporkan nyeri farmakologis
yang dirasakan
berkurang (relaksasi, distraksi
klien bertambah.
2. Klien dapat dll) untuk mengetasi
mengenal lamanya nyeri.. g. Pemberian “health
(onset) nyeri h.Berikan analgetik
education” dapat
untuk mengurangi
mengurangi
3. Klien dapat
nyeri.
tingkat kecemasan
menggambarkan faktor i.Evaluasi tindakan
dan membantu
penyebab pengurang
klien dalam
nyeri/kontrol nyeri.
4. Klien dapat j.Kolaborasi dengan membentuk
menggunakan teknik non dokter bila ada mekanisme
farmakologis komplain tentang koping terhadap
pemberian analgetik rasa nyer
5. Klien
menggunakan analgesic tidak berhasil.
h. Untuk
sesuai instruksi mengurangi
tingkat
ketidaknyamanan
yang dirasakan
klien.

i. Agar nyeri yang


dirasakan klien
tidak bertambah.

j. Agar klien mampu


menggunakan
teknik
nonfarmakologi
dalam
memanagement
nyeri yang
dirasakan.

k. Pemberian
analgetik dapat
mengurangi rasa
nyeri pasien
2. Setelah dilakukan tindakan selama a.Kaji tingkat a. ROM aktif dapat
2x24 jam,diharapkan pasien dapat kemampuan ROM membantu dalam
beraktifitas seperti biasanya aktif pasien mempertahankan/
dengan. Dengan Kriteria Hasil: b.Anjurkan pasien meningkatkan
Skala Awal Tujuan untuk melakukan kekuatan dan
Jari body mechanic dan kelenturan otot,
tangan 3 5 ambulasi. mempertahankan
kanan c.Berikan sokongan fungsi
Jari
(support) pada cardiorespirasi,
tanagn 3 5
ekstremitas yang luka dan mencegah
kiri
Kaki d.Ajarkan cara-cara kontraktur dan
3 5
kanan yang benar dalam kekakuan sendi
Keterangan: melakukan macam- b.Body mechanic dan
1 : Sangat Terganggu macam mobilisasi ambulasi
2 : Berat seperti body mechanic merupakan usaha
3 : Sedang ROM aktif, dan koordinasi diri
4 : Ringan ambulasi. muskuloskeletal
5 :Tidak ada e.Kolaborasi dengan dan sistem saraf
Tujuan: fisioterapi dalam untuk
- Klien meningkat dalam aktivitas penanganan traksi mempertahankan
fisik yang boleh keseimbangan
- Mengerti tujuan dari peningkatan
digerakkan dan yang yang tepat
mobilitas
belum boleh c.Memberikan
- Memverbalisasikan perasaan
digerakkan sokongan pada
dalam meningkatkan kekuatan
ekstremitas yang
dan kemampuan berpindah
- Memperagakan penggunaan alat luka dapat
Bantu untuk mobilisasi (walker) mingkatkan kerja
vena, menurunkan
edema, dan
mengurangi rasa
nyeri
d.Agar pasien
terhindar dari
kerusakan kembali
pada ekstremitas
yang luka
e.Penanganan yang
tepat dapat
mempercepat
waktu
penyembuhan
3. Setelah dilakukan tindakan selama Kontrol infeksi : a. Mengidentifikasi
2x24 jam,diharapkan tidak terdapat c. Pantau tanda-tanda tanda-tanda
faktor risiko infeksi.Kriteria Hasil: vital. peradangan
d. Lakukan perawatan
Skala Awal Tujuan terutama bila suhu
Mengidentif 3 4 terhadap prosedur
tubuh meningkat.
ikasi faktor inpasif seperti infus, b. Untuk mengurangi
resiko kateter, drainase resiko infeksi
luka, dll. nosokomial.
infeksi e. Kolaborasi untuk c. Kolaborasi untuk
Mengidentif pemberian pemberian
ikasi tanda antibiotik. antibiotic.
3 4
dan gejala f. Bersihkan d. Meminimalkan
infeksi lingkungan setelah risiko infeksi
Mengetahui e. Meminimalkan
dipakai pasien lain.
perilaku g. Batasi pengunjung patogen yang ada di
yang bila perlu. sekeliling pasien
h. Intruksikan kepada f. Mengurangi
berhubunga 3 4
pengunjung untuk mikroba bakteri
n dengan
mencuci tangan saat yang dapat
faktor
berkunjung dan menyebabkan
infeksi
Keterangan: sesudahnya. infeksi
i. Lakukan perawatan
1 : Tidak pernah menunjukan
luka, dainage,
2 : Jarang menunjukan
dresing infus dan
3 : Kadang kadang menunjukan
dan kateter setiap
4 : Sedang menunjukan
hari.
5 : Secara konsisten menunjukan a. Jelaskan tanda gejala
Tujuan: infeksi dan anjurkan
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi untuk segera lapor
2. Menunjukkan pemahaman
petugas
dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya cidera
berulang
3. Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka

5.Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
Evaluasi yang diharakan: Nyeri berkurang
b.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka
neuromuskular.
Evaluasi yang diharapkan: pasien dapat beraktivitas secara mandiri
c.Resiko Infeksi berhubungan dengan Prosedur pembedahan
Evaluasi yang diharapkan: tidak mengalami infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., 2013, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.


Ircham Machfoedz, 2012. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau
di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapiuz

Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20015-2017.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai