Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN SELULITIS

DI RUANG SOEPARJO ROESTAM

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

Disusun Oleh:

Merlin Indriyani

P1337420216018

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

SELULITIS

A. PENGERTIAN

Selulitis berasal dari kata ”cellule” yaitu susunan tingkat sel, dan
kata “itis” yaitu peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata
pada suatu tingkatan sel. Pengertian lain dari selulitis adalah suatu
kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di daerah subkutan dengan tanda
– tanda radang akut. Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan
dimana proses inflamasi yang umumnya dianggap sebagai penyebab
adalah bakteri S.aureus dan atau Streptococcus (Muttaqin,2013). Selulitis
adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner
dan Suddarth, 2012).
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit
dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui
suatu area yang robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi
tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada ekstremitas bawah
(Tucker, 2011).
Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari
inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville,
2011). Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan
lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena
biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang
sempurna
Jadi selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam
yang disebabkan oleh bakteri Stapilokokus aureus, Strepkokus grup
A danStreptokokus piogenes. Dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis
2. Mengenai pembuluh limfe permukaan
3. Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas
B. ETIOLOGI
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah
Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikusgrup A
sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenzatipe
b (Hib), Streptokokus beta hemolitikusgrup A, dan Staphylococcus aureus.
Streptococcuss beta hemolitikusgroup B adalah penyebab yang jarang pada
selulitis.6 Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada
ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme
campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun
anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun
hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit,
sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku
kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.

C. PATOFISIOLOGI
Bakteri patogenyang menembus lapisan epidermis kulit
menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan
peradangan. Selulitis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada luka,
luka bakar, atau infeksi kulit lainnya, terutama oleh Streptococcus grup A
dan Staphylococcus aureus, tetapi dapat pula timbul pada pejamu (host)
dengan tanggap imun yang lemah (immunodeficiency) atau menyertai
erisipelas. Penyakit ini cenderung menyebar ke rongga jaringan dan
dataran cekung karena pelepasan sejumlah besar hialuronidase yang
memecahkan zat dasar polisakarida. Selain itu juga terjadi fibrinolitik yang
mencernakan barier fibrin dan lesitinase yang menghancurkan membran
sel oleh bakteri.
Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi,
orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya
tidak adekuat. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan
oleh streptokokus grup A, streptokokus lain atau Stafilokokus aureus.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya
semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan
dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat
di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan
akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati
limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal
(flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal
peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor
(pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi
lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat
ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada
pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala
prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang
dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien
imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang
patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan
nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi
terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat
terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan
pada orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan
dengan riwayat seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah
obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi
termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik
streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan
pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
F. KOMPLIKASI
1. Bakteremia
2. Nanah atau local Abscess
3. Superinfeksi oleh bakteri gram negative
4. Lymphangitis
5. Trombophlebitis
6. Sellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan
meningitis sebesar 8%.
7. Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan
dimana harus melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko
kematian hingga 25%.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
1. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit
dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bakteri.
2. BUN level, Kreatinin level
3. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
4. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas
pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area
abses atau terdapat bula.
5. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil,
tidak terasa sakit, tidak adatanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi,
takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
Pemeriksaan Imaging
1. Plain-filmRadiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak
lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
2. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan
saat tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada
diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi
pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau
tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.

H. PENATALAKSANAAN
1. Untuk mengurangi edema dan nyeri, direkomendasikan untuk elevasi /
meninggikan dan mengistirahatkan ekstremitas yang mengalami
keluhan.
2. Perlu dipertimbangkan hospitalisasi untuk monitoring ketat dan
pemberian antibiotik intravena pada kasus yang berat, pada bayi,
pasien usia lanjut, dan pasien dengan imunokompromis.
3. Pada kondisi yang sangat parah dengan nekrosis luas disertai supurasi,
perlu dipertimbangkan dilakukan debridement insisi dan drainase
secara bedah.
4. Memberikan edukasi kepada penderita yaitu diberikan informasi
mengenai perawatan kulit dan higiene kulit yang benar, misalnya
mandi teratur, minimal 2 kali sehari, jika terdapat luka hindari
kontaminasi dengan kotoran.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no.register, tanggal MRS, diagnosa medis.
1) Keluhan Utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam,
menggigil dan malaise
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik
berwarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit
menegang dan mengilap
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya
mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat
pemakaian obat.

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit
selulitis atau penyekit kulit lainnya
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah
TD : Hipotensi/Hipertensi
Nadi : Bradikardi
Suhu : Hipertermi
RR : Normal/Meningkat
Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak
Mata : Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+)
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping
Mulut : Kebersihan, tidak pucat
Telinga : Tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Jantung : Denyut jantung meningkat
Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas
Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa
di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi
menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk
yang mengelupas (peau d'orange). Pada kulit yang
terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan
(vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa
pecah.
3. Diagnosa yangmungkin muncul
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit,
iskemik jaringan.
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
c. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi

4. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :pasien menampakkan ketenangan, ekspresi muka rileks
ketidaknyamanan dalam batas yang dapat ditoleransi.
Intervensi:
1) Kaji intensitas nyeri menggunakan skala / peringkat nyeri
2) Pertahankan ekstrimitas yang dipengaruhi dalam posisi yang
ditemukan
3) Jelaskan kebutuhan akan imobilisasi 49 – 72 jam
4) Berikan anal gesik jika diperlukan, kaji keefektifan
5) Ubah posisi sesering mungkin, pertahankan garis tubuh
untuk menccegah penekanan dan kelelahan.
6) Bantuan dan ajarkan penanganan terhadap nyeri,
penggunaan imajinasi, relaksasi dan lainnya.
7) Tingkatkan aktivitas distraksi.

b. Kerusakan ingritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi


Tujuan : menunjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil : Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut,
kulit bersih, kering dan area sekitar bebas dari edema, suhu normal.
Intervensi:
1) Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman warna cairan
2) Pertahankan istirahat di tempat tidur dengan peningkatan
ekstremitas dan mobilitasasi.
3) Pertahankan teknik aseptic
4) Gunakan kompres dan balutan
5) Pantau suhu laporan, laoran dokter jika ada peningkatan.

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


Tujuan : pasien mengerti tentang perawatan dirumah
Kriteria hasil : melaksanakan perawatan luka dengan benar
menggunakan tindakan kewaspadaan aseptic yang tepat.
Mengekspresikan pemahaman perkembangan yang diharapkan
tanpa infeksi dan jadwal obat.
Intervensi:
1) Demonstasikan perawatan luka dan balutan, ubah prosedur, tekankan
pentingnya teknik aseptic.
2) Diskusikan tentang mempertahankan peninggian dan
imobilisasi ekstrimitas yang ditentukan
3) Dorong melakukan aktivitas untuk mentoleransi penggunaan alat
penyokong.
4) Jelaskan tanda-tanda dan gejala untuk dilaporkan ke dokter
5) Diskusikan jadwal pengobatan
6) Tekankan pentingnya diet nutrisi.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi


Tujuan : polatidur pasien teratasi
Kriteria hasil : Pola tidur, Tempat tidur yang nyaman, Suhu ruangan
yang nyaman
Intervensi :
1) Tentukan pola tidur pasien
2) Ajarkan pasien melakukan relaksasi otot atau bentuk non
farmakologi
3) Sesuaikan lingkungan
4) Anjurkan untuk tidur di siang hari
5. Evaluasi Keperawatan

a. Dx 1 : nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan


b. Dx 2 : kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan
sensasi
c. Dx 3 : kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
d. Dx 4 : gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2012. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Doenges. 2012. Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan
danpendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Eron LJ. 2010. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of
Physicians.
Fitzpatrick, Thomas B.2008.Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America.
Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang,
Indonesia, hal: 146-149
McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2008. Incidence of lower
extremity cellulitis: apopulationbased stud inOlmstedcounty,Minnesota.
82(7):817-21
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff,
UK. 1708
Muttaqin Ariff. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika. Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba
Medika.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Swartz MN. 2010. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12
Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks. 2010. color atlas and synopsis of clinically
dermatology. New York: McGrawHill.

Anda mungkin juga menyukai