Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima yang
berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh sel
darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah yang bersifat kanker
membelah secara tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel darah normal.
Leukemia merupakan keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai
oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi penambahan sel-sel abnormal dalam
darah tepi. Berdasarkan National Academy of Sciences, terdapat lebih dari 100.000 bayi di
seluruh dunia yang lahir dengan keadaan dan kondisi yang berat dari Leukemia (Cooley’s
Anemia Foundation, 2006). Jumlah penderita di Indonesia pada tahun 2008 sudah mencapai
20.000 orang penderita dari jumlah 200 juta orang penduduk Indonesia secara keseluruhan
(Robert, 2009).
Leukemia limfositik akut atau biasa di sebut ALL adalah bentuk leukemia yang paling
lazim dijumpai pada anak, insiden tertinggi terdapat pada usia 3-7 tahun. Leukemia akut
ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk.
Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga
hari.
Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat
sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang
mencapai 5 tahun (Hoffbrand, 2005).
Penderita leukimia pada anak yang memiliki gejala seperti demam atau keringat
malam, merasa lemah atau capai, pucat, sakit kepala, mudah berdarah atau memar. misalnya
gusi mudah berdarah saat sikat gigi, muda 1memar saat terbentur ringan, nyeri pada tulang
dan/atau sendi. Adanya perubahan gejala secara cepat pada penderita leukemia anak
mengakibatkan anak merasakan sakit yang hebat. Kondisi tersebut mengharuskan anak
dengan penyakit leukemia harus dilakukan dengan perawatan di rumah sakit, dan sangat tidak
memungkinkan anak dalam perawatan di rumah (Robert , 2009).
Reaksi terhadap penyakit pada anak prasekolah yaitu anak usia prasekolah merasa
fenomena nyata yang tidak berhubungan sebagai hubungan penyakit, cara berfikir magis
menyebabkan anak usia prasekolah memandang penyakit sebagai suatu hukuman. Selain itu,
anak usia prasekolah takut terhadap mutilasi (Muscari, 2005).
Anak-anak dengan penyakit leukemia memiliki masalah-masalah seperti
berkurangnya kemampuan anak dalam beraktivitas pada sesuainya. Anak akan mengalami
kesulitan seperti menggambar yang dicontohkan, menggambar garis yang lebih panjang.
Kesulitan ini sebagai akibat rasa sakit nyeri pada bagian tulang (Hoffbrand, 2005).
Di Indonesia kasus leukemia sebanyak ± 7000 kasus/tahun dengan angkakematian
mencapai 83,6 % (Herningtyas, 2004). Data dari International Cancer Parent Organization
(ICPO) menunjukkan bahwa dari setiap 1 juta anak terdapat120 anak yang mengidap kanker
dan 60 % diantaranya disebabkan oleh leukemia(Sindo, 2007). Data dari WHO menunjukkan
bahwa angka kematian di AmerikaSerikat karena leukemia meningkat 2 kali lipat sejak tahun
1971 (Katrin, 1997).Di Amerika Serikat setiap 4 menitnya seseorang terdiagnosa menderita
leukemia.Pada akhir tahun 2009 diperkirakan 53.240 orang akan meninggal dikarenakan
leukemia (TLLS, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari leukemia ?
2. Apa etiologi dari leukemia ?
3. Apa saja klasifikasi dari leukemia ?
4. Bagaimana patofisiologi dari leukimia ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari leukemia ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari leukimia ?
7. Apa saja penatalaksanaan dari leukemia ?
8. Apa saja Komplikasi dari leukemia ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien leukimia ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran dan pengalaman tentang asuhan keperawatan anak pada
pasien leukemia
2. Tujuan Khusus
- Mengetahui tentang teori penyakit leukemia
- Memahami asuhan keperawatan dengan pasien leukimia
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentukan darah.

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
- Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell
leukemia lymphoma virus/HTLV)
- Radiasi
- Obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
- Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
- Kelainan kromosom, mialnya pada Down Syndrome

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologik sel terdapat 5 golongan besar leukemia, sesuai dengan 5 macam
sistem hemopoetik dalam sumsung tulang, yaitu :
1. Leukemia sistem eritropoetik: mielosis eritremika atau penyakit di Guglielmo
2. Leukemia sistem granulpoetik: leukemia granulositik atau mielositik
3. Leukemia sistem trombopoetik: leukemia megakariositik
4. Leukemia sistem limfofooetik: leukemia limfositik
5. Leukemia RES: retikuloendoteliosis atau retikulosis yang dapat berupa leukemia
monositik, leukemia plasmoditik (penyakit Kahler), histiositosis dan sbagainya.
Disamping itu mungkin pula ditemukan proliferasi campuran dari 2 sistem
hemooetik, seperti pada eritroleukemia yang merupakan leukemia sistem granulapoetik
dan eritropoetik.
Setiap golongan tersebut diatas dapat dibagi lagi berdasarkan jenis selnya, misal
lekemia granulositik terbagi menjadi leukemia mieloblastk, promielositik, eosinofilik,
basofilik dan sebagainya. Bila jenis sel tidak dikenal biasanya disebut undifferentiated
cell leukemia atau bila sel yang sukar dikenal itu mengandung nukleolus (sel muda)
biasanya disebut stem cell leukemia.
Leukemia paramieblastik merupaka sebutan terhadap jenis leukemia yab=ng jenis
selnya tidak dapat digolongkan ke dalam seri granulopoetik atau limfopoetik, tetapi
agaknya lebih condong berasal dari sistem granulopoetik. Gambaran yang sama didapat
pada leukemia mikromieloblastik, tetapi sangat mungkin berasal daei sistem limfopoetik.
Bergantung pada perjalanan penyakitnya, dikenal leukemiaakut dan menahun.
Dalam kepustakaan dikenal pula jenis subakut. Berdasarkan pada jumlah leukosit dalam
darah tepi, leukemia akut dapat dibagi menjadi leukemia aleukemik (leukosit krang dari
10.000/mm3) leukemia subleukemik (leukosit 10.000-25.000/mm3) dan leukemia
leukemik (leukosit lebih dari 25.000/mm3).
Reaksi leukomoid ialah keadaan darah tepi yang menyerupai gambaran leukemia,
tetapi pemeriksaan sumsum tulangnya menunjukkan gambaran yang normal atau
gambaran bukan leukemia. Keadaan ini terdapat pada infeksi (tuberkulosis, pertusis,
virus, protozoa) intoksikasi (eklasmpisa, kombustio, gagal hati), tumor ganas yang
bermetasis ke sumsum tulang (karsinoma kolon, karsinoma paru), perdarahan yang hebat
dan hemolisis akut.
Pada anak yang sering ditemukan ialah leukemia limfositik akut (LLA). Jenis lain
seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik kronik (LLK), leukemia
mielositik kronik (LMK), mielosis eritremik (ME), eritroleukemia dan retikulosis jarang
ditemukan. Pada umumnya gejala klinis dari berbagai leukemia hampir sama, hanya
berbeda apakah leukemia akut atau menahun, tetapi gejala hematologis selain dibedakan
oleh jenis akut dan menahun, juga bergantung pada morfologi selnya.
a. Lukemia Limfositik Akut (LLA)
Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar karena
virus (virus onkogenik).
Faktor lain yang turut berperan ialah:
1. faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (benzol,
Arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri)
2. faktor endogen seperti ras, (orang Yahudi mudah menderita LLK), faktor
konstitusi seperti kelainan kromosom (angka kejadian LMK lebih tinggi pada
sindrom Down), herediter (kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-beradik
atau kembar satu telur), angka kejadian pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia
maternal.

Secara imunologik, patogenis lekemia dapat diterangkan sebagai berikut:


Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai
struktur antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam
tubuh manusiaseandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia
itu. Bila struktur antign individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus
tersebut akan ditolaknya, sama kejadiannya dengan penolakan terhadap benda asing.
Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh,
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh (kulit disebut juga
antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HL-A
(Human Leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum
genetika, sehingga agaknya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia
tidak dapat diabaikan.

Gejala klinis
Gejala yang khas ialah pucat, panas dan perdarahan disertai splenomegali dan
kadang-kadang hepatomegalia serta limfadenopatia. Pendeita yang menunjukkan
gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat
dapat terjadi mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah terhadap
leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi dan
sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdepat splenomegali.
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat di salah-
tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi
sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada
leukemia serebral dan sebagainya.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan
sumsum tulang yaitu berupa pansitoenia, limfoitosis yang kdang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas.
Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk
leukemia.

2. Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoenik patologis sedangkan sistem lain terdesak
(aplasia sekunder). Pada LMA selain gambaran yang monoton, terlihat pula
adanya hiatus leukemikus yaitu keadaan yang memperlihatkan banyak sel blas
(mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang entuk pematangan sel
yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit dan batang).

Pemeriksaan lain
1. Biopso limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sl leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit, pulp
cell.
2. Kimia darah
Kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobulinemia.
3. Cairan serebrospinalis
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti
suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari
perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh.
Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat (MTX)
intratekal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang
menunjukkan gejala tekanan intrakanial yang meninggi.
4. Sitogenetik
70-90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu pada kromosom
21 (kromosom Philadelphia atau Ph1).
50-70% dari penderita LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kroosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid
(2n+a)
b. Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang
diploid.
c. Terdapatnya marker chromosome yaiu elemen yang secara morfologis bukan
merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampa yang sangat
kecil.
Sumsum Darah tepi Klinis Keterangan
tulang
Eritropoesis Retikulositopenia Pucat - Retikulositopenia dengan
- Aplasia
akibat hemoglobin,
hematokrit dan eritrosit
rendah.
- Anemia dengan akibat
lemah, anoreksia, pusing
dsb.
Granulopoesis Granulositopenia Panas karena - Jumlah leukosit
- Aplasia
sering infeksi bergantung pada jenis
leukemia: aleukemik,
subleukemik-leukemik
- Perhatikan hitung jenis,
bila jumlah leukosit
normal, mungkin sediaan
menunjukkan gambaran
monoton yang hanya
terdiri dari limfosit.
Trombopoesis Trombositopenia Perdarahan - Umumnya perdarahan
- Aplasia
terjadi bila jumlah
trombosit kurang dari
50.000/mm3
Limfopoesis: - Limfopoesis Akibat infiltrasi
- Proliferasi - Mungkin
terdapat
patologis terdapat
spenomegali,
- Gambaran
gambaran
hepatomegali
monoton
monoton
limfadenopatia
- Mungkin
terdapat
limfoblas
patologis
(patognomonik)
RES:
- Aplasia

b. Leukemia meningeal
Dengan pengobatan modern, frekuensi leukemia meningeal lebih
tinggi. Hal ini disebabkan obat sitostatika tidak dapat menghancurkan fokus
leukemia di dalam susunan saraf pusat (SSP) yaitu di meningen dan otak
akibat adanya sawar darah otak (blood-brain barier).
Dengan demikian meskipun fokus leukemia dalam sumsum tulang,
darah, limpa, ginjal dan organ tubuh lainnya dapat dihilangkan, tetapi fokus
pada SSP tetap ada, maka kambuhnya penyakit ini diduga akibat proliferasi sel
leukemia di tmpat tersebut.
Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari perjalanan penyakit
leukemia, baik dalam keadaan kambuh maupun dalam keadaan remisi. Karena
itu pungsi lumbal harus dilakukan pada setiap anak menunjukkan gejala
tekanan intrakranial yang meninggi. Bila tidak terlambat, biasanya leukemia
meningeal masih bisa diobati.
c. Leukemia serebral
Dapat terjadi pada waktu remisi atau kambuh. Gejala klinisnya sama
dengan ensefalitis. Prognosis biasanya fatal dan anak meninggal tidak lebih
dari 2 minggu setelah adanya serangan. Pengobatan khusus untuk ini tidak
ada. Pencegahan merupakan hal yang lebih penting dan dilakukan dengan
radiasi kranial.
d. Leukemia kronik
Lebih sering terjadi pada orang dewasa sedangkan pada anak sangat
jarang. LMK lebih sering ditemukan daripada LLK. Tidak jarang diteukan
LMK yang berasal dari mielosis eritremik (jenis akut) yang kemudian berubah
menjadi jenis campuran sebagai eitroleukemia dan kemudian berubah lagi
menjadi LMK.
Gejala klinik biasanya ringan bahkan mungkin tidak tampak sakit.
Kadang-kadang ditemukan secara kebetulan karena anak diperiksa darah
untuk keperluan lain. Sering dtemukan gejala panas dan pucat tanpa
perdarahan. Limfadenopatia, hepatosplenomegali lebih nyata dibandingkan
dengan leukemia akut dan merupakan gejala yang hampir selalu ditemukan.
Pemeriksaan darah tepi selain menggambarkan anemia, juga yang sangat
menyolok ialah jumlah leukosit sangat tinggi (100.000-500.000/mm 3)). Jumlah
trombosit tidak terlalu rendah, biasanya masih lebih dari 100.000/mm 3. Pada
hitung jenis terlihat semua jenis sel dari stadium muda sampai tua.
Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan proliferas dari segi yang terkena.
Persentase sel terbanyak dari seri ini akan menentukan diagnosis morfologis.
Sistem hemopoetik lain tidak berapa terdesak. 70-90% dari kasus LMK
menunjukkan adanya kelainan kromosom pada sediaan darah tepi dan sumsum
tulang (kromosom Philadelphia).
Pengobatannya ialah dengan radiasi limpa atau pemberian mileran, di
samping menghindarkan infeksi sekunder. Radiasi diberikan sampai jumlah
leukosit mencapai 10.000-20.000/mm3.
Prognosis leukemia kronik lebih baik daripada leukemia akut.
Biasanya penderita dapat bertahan lebih lama; 20% lebih dari 5 tahun dan
beberapa kasus sampai 2 tahun.
e. Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP)
Ialah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekia
atau ekimosis di kullt ataupun pada selaput lendir dan adakalanya terjadi pada
berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak
diketahui. Kelainan pada kulit tersebu tidak disertai eritema, pembengkakan
atau peradangan. Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan
penyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus
Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah
untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui penyebabnya dan
biasanya disertai dengan kelinan hematologis lain seperti misalnya anemia,
kelinan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya
kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan.
Perjalanan pnyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri
(self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh.
Pada pnlitian selanjutnya diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok
keadaan dengan gejala yang sama tetapi berbeda patogenesisnya

Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai
kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam
berdarah, morbil, varisela dsb), intoksikasi makanan atau obat (atetosal, PAS,
fenilbutazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis
(radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), DIC
(misalnya pada DSS, leukemia, respiratory distress syndrome pada neonatus)
dan terakhir dikemukakan bahwa ITP ini terutama yang menahun merupakan
penyakit autoimun.

Distribusi
Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang
tersering ialah diantara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki (prbandingan berkisar diantara 4 : 3 dan 2 : 1 serta akan
menjadi lebih nyata setelah pubertas).

Gejala
Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya
berupa kebiruan atau epitaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak
jarang terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas
bagian atas akut.
Kelainan yang paig sering ditemukan ialah petekia dan kemudian
ekimosis yang dapat tersebar diseluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang
dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung dan mulut sehingga dapat
terjadi epitaksis dan perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa kelainan
kulit.
Pada ITP akut dan berat dapat timbulpula pada selaput lendir yang
berisi darah (bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus
genitrorinarius (menoragia, hematuria), traktus digestivus (hematemesis,
melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat namun agak jarang
terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dll). Pada pemeriksaan
fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekia dan
ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan
(terutama pada hiperplenisme). Mungkin pula ditemukan demam ringan bila
terdapat perdarahan berat atau perdaraan traktus gastrointestinalis. Renjatan
(shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak.
Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau
perdarahan abnormal lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang
terjadi umumnya tidaklah sempurna. Harus waspada terhadap kemungkinan
ITP menahun sebagai gejala stadium praleukemia.

Pemeriksaan laboratorium
Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai
nol. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang.
Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila
sebelumnya terdapat perdarahan yang cukup hebat, dapat terjadi
anemiammikrositik. Leukosit biasanya normal, tetapi bila terdapat perdarahan
hebat dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada
keadaan yang lama dapat ditemukan limfositosis relatif atau bahkan
leukopenia ringan.
Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi
jumlah dapat pula bertambah, banyak dijumpai megakarosit muda berini
metamegalialuariosit satu, setoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakarosit
yang mengandung trombosit) jarang ditemukan, sehingga terdapat maturation
arrest pada stadium megakarosit.
Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat
maka akan ditemukan hiperaktif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik
beranggapan bahwa ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari
normal) merupaka petunjuk bahwa prognosis penyakit baik.
Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan
memberikan kelainan berupa masa perdarahan memanjang, Rumple-Leedde
umumnya positif, tetapi masa pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal
dan prothrombin consumption time memendek. Pemeriksaan lainnya normal.
D. PATOFISIOLOGI
Leukimi merupakan poliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukimia diakatakan penyait darah yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering
disebut kanker darah. Keadaan sebenarya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel
darah, tetapi yag dihasilkan adalah darah yang tidak normal dan sel mendesak pertumbuhn sel
darah normal.
Sejumlah besar dari sel pertama-tama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit
dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik
dan berlanjut ke organ yang lebih besar sehingga mengakibatkan hematomegali dan
splenomegali.
Limfosit imatur berpoliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer serta
mengganggu perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal terhambat,
mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, eritrosit, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit
jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur. Proliferasi dari satu jenis
sel sering mengganggu produksi normal sel hemotopoetik lainnya dan mengarah ke
pembelahan sel yang cepat dan sitopenia atau penurunan jumlah. Pembelahan dari sel darah
putih meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan imun.
Trombositopeni mengakibatkaan perdarahan yang dinyatakan oleh ptekie dan
ekimosis atau perdarahan dalam kulit, epitaksis atau perdarahan hidung, hematoma dalam
membrane mukosa, serta perdarahan saluran cerna dan saluran kemih. Tulang mungkin sakit
dan lunak yang disebabkan oleh infark tulang
E. MANIFESTASI KLINIS
Hal-hal yang dapat diperhatikan untuk mengidentifikasi leukemia yaitu dengan adanya
tanda dan gejala sebagai berikut (Baughman, 2000) :
1. Anemia
Anemia disebabkan karena produksi sel darah meraah kurang akibat dari
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah
kurang. Anak yang menderita leukimia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-
kadang sesak nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh karena lukosit yang berfungsi untuk mempertahankan
daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan
mukosa seperti gusi, hidung (epitaksis) atau perdarahan bawah kulit yang sering
disebut peteki. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.
Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguaan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelemahan fisik

Selain apa yang telah disebutkan dan dijelaskan diatas, ada beberapa sumber
yang menyatakan tanda dan gejala yang dapat muncul utamanya pada anak yaitu :
anak terlihat pucat, demam, anemia, perdarahan: ptekia, ekimosis, epitaksis,
perdarahan gusi, kelemahan, nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan. Purpura, pembesaran hepar dan lien, adanya gejala tidak khas; sakit
sendi atau tulang karena infiltrasi sel-sel ganas, jika terdapat infiltrasi ke dalamm
susunan saraf pusat, dapat ditemukan tanda meningitis, peningkatan cairan
cerebrospinal mengandung protein dan penuruan glukosa (Nursalam, 2005).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan
sumsum tulang.
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-
kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan
trombosit. Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm 3,
sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari
50.000/mm3
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan
keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa
sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam
sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh
limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95%
pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah
megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari
30.000/mm3.

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Tranfusi darah, biasanya diberikan jika kadar HB kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan tranfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan Heparin.
b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah
sicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sistostatika. Selain sitostatika yang lama (6-markaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai juga yang baru dan lebih poten
seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama
obat lainnya. Umumnya sitaostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada penberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping
berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi skunder atau kandidiasis.
Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm pemberian harus hati-hati
d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat yang suci hama)
e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukemia cukup rendah, imunoterapi mulai diberikan (mengenai
cara pengobatan yang terbaru masih dalam pengembangan)
f. Transplantasi sumsum tulang sebagai terapi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang
menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang
menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka pendekatan pisikososial
harus diutamakan. Yang perlu dipersiapkan ruangan aseptik dan cara bekerja yang
aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk
pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika
mengetahui penyakit anaknya.

H. KOMPLIKASI
1. Sepsis
2. Perdarahan
3. Gagal organ
4. Iron deficiency Anemia ( IDA )
5. Kematian
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sering kali memberi tanda pertama yang
menunjukkan adanya penyakit neoplastik. Keluhan yang samar seperti perasaan letih, nyeri
pada ekstermitas, berkeringat dimalam hari, penurunan selera makan, sakit kepala, dan
perasaan tidak enak badan dapat menjadi petunjuk pertama leukimia (Wong’s pediatric
nursing 2009. Hal:1140)

Adapun pengkajian yang sistematis pada sistem hamatologi (leukemia) meliputi


1. Biodata
a. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan pendidikan.
b. Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Adanya kerusakan pada organ sel darah/sum-sum tulang.
b. Gejala awal biasanya terjadi secara mendadak panas dan perdarahan.
3. Riwayat kesehatan sebelumnya
a. Riwayat kehamilan/persalinan.
b. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
c. Riwayat pemberian imunisasi.
d. Riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat.
e. Infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah dialami.
4. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG, DPT (I, II, III), Polio (I,
II ,III), Campak, Hepatitis, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas
seperti malnutrisi.
5. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan Fisik
Berat badan
 BBL : 2500 gr – 4000 gr
 3 - 12 bulan : umur (bulan) + 9
2
 1 - 6 tahun : umur (tahun) x 2 + 8
 6 - 12 tahun : umur (tahun) x 7 – 5
2
Tinggi Badan
 Tinggi badan lahir : 45 - 50 cm
 Umur 1 tahun : 75 cm
 2 - 12 tahun : umur (tahun) x 6 + 7
Atau
 1 tahun : 1,5 x TB lahir
 4 tahun : 2 x TB lahir
 6 tahun : 1,5 x TB setahun
 13 tahun : 3 x TB lahir
 Dewasa : 3,5 x TB lahir (2 x TB 2 tahun)

b. Perkembangan tiap tahap usia


 Berguling : 3-6 bulan
 Duduk : 6-9 bulan
 Merangkak : 9-10 bulan
 Berdiri : 9-12 bulan
 Jalan : 12-18 bulan
 Senyum pertama kali dengan orang lain : 2-3 bulan
 Bicara : 2-3 tahun
 Berpakaian tanpa dibantu : 3-4 tahun (Aziz Alimul Hidayat, Hal : 27).
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi : Baik, Jelek, Sedang
b. Tanda-tanda vital
 TD : Tekanan Darah
 N : Nadi
 P : Pernapasan
 S : Suhu
c. Antropometri
 TB : Tinggi badan
 BB : Berat badan
 LLA : Lingkar lengan atas
 LK : Lingkar kepala
 LD : Lingkar dada
 LP : Lingkar perut
d. Sistem pernafasan
Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola napas, bunyi
tambahan ronchi dan wheezing.
e. Sistem cardiovaskuler
Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi jantung, tekanan
darah dan capylary reffiling time.
f. Sistem pencernaan
Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak, palpasi
abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik usus adakah
meningkat atau tidak.
g. Sistem muskuloskeletal
Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah.
h. Sistem integumen
Rambut : warna rambut, kebersihan, mudah tercabut atau tidak
Kulit : warna, temperatur, turgor dan kelembaban
Kuku : warna, permukaan kuku, dan kebersihannya
i. Sistem endokrin
Keadaan kelenjar tiroid, suhu tubuh dan ekskresi urine.
j. Sistem penginderaan
Mata : Lapang pandang dan visus.
Hidung : Kemampuan penciuman.
Telingan : Keadaan daun telinga dan kemampuan pendengaran.
k. Sistem reproduksi
Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.
l. Sistem neurologis
1) Fungsi cerebral
2) Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.
3) Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan
Gaslow Coma Scale (GCS).
4) Kemampuan berbicara.
5) Fungsi kranial :
 Nervus I (Olfaktorius) : Suruh anak menutup mata dan
menutup salah satu lubang hidung, mengidentifikasi dengan
benar bau yang berbeda (misalnya jeruk dan kapas alkohol).
 Nervus II (Optikus) : Periksa ketajaman penglihatan anak,
Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus,
penglihatan perifer.
 Nervus III (Okulomotorius) : Periksa ukuran dan reaksi pupil,
periksa kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh anak
mengikuti cahaya.
 Nervus IV (Troklearis) : Suruh anak menggerakkan mata kearah
bawah dan kearah dalam.
 Nervus V (trigemenus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan
rahang ketika anak merapatkan giginya dengan kuat, kaji
terhadap kesimetrisan dan kekuatan, tentukan apakah anak
dapat merasakan sentuhan di ats pipi (bayi muda menoleh bila
area dekat pipi disentuh), dekati dari samping, sentuh bagian
mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas
untuk menguji refleks berkedip dan refleks kornea.
 Nervus VI (Abdusen) : kaji kemampuan anak untuk
menggerakkan mata secara lateral.
 Nervus VIII (Fasialis) : Uji kemampuan anak untuk
mengidentifikasiLarutan manis (gula), Asam (jus lemon), atau
hambar (kuinin) pada lidah anterior. Kaji fungsi motorik dengan
meminta anak yang lebih besar untuk tersenyum,
menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, (amati bayi
ketika senyum dan menangis).
 Nervus VIII (akustikus) : Uji pendengaran anak
 Nervus IX (glosofharingeus) : Uji kemampuan anak untuk
mengidentifikasi rasa larutan pada lidah posterior.
 Nervus X (vagus) : Kaji anak terhadap suara parau dan
kemampuan menelan, sentuhkan spatel lidah ke posterior faring
untuk menentukan apakah refleks muntah ada (saraf cranial IX
dan X mempengaruhi respon ini), jangan menstimulasi refleks
muntah jika terdapat kecurigaan epiglotitis, periksa apakah
ovula pada posisi tengah.
 Nervus XI (aksesorius) : Suruh anak memutar kepala
kesamping dengan melawan tahanan, minta anak untuk
mengangkat bahu ketika bahunya ditekan kebawah.
 Nervus XII (hipoglosus) : Minta anak untuk mengeluarkan
lidahnya. periksa lidah terhadap deviasi garis tengah, (amati
lidah bayi terhadap deviasi lateral ketika anak menangis dan
tertawa).dengarkan kemampuan anak untuk mengucapkan “r”.
letakkan spatel lidah di sisi lidah anak dan minta anak untuk
menjauhkannya, kaji kekuatannya.
6) Fungsi motorik : massa otot, tonus otot dan kekuatan otot
7) Fungsi sensorik: respon terhadap suhu, nyeri dan getaran
8) Fungsi cerebrum: kemampuan koordinasi dan keseimbangan
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Hitung darah lengkap : Menunjukkan normositik, anemia normositik.
Hemoglobin : Dapat kurang dari 10 g/100 ml
Retikulosit : Jumlah biasanya rendah
Jumlah trombosit : Mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
SDP : Mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP imatur
(“menyimpang ke kiri”).mungkin ada sel blast Leukimia
b. PT/PTT : memanjang
c. LDH : Mungkin meningkat
d. Asam urat serum/urine : Mungkin meningkat
e. Muramidase serum (lisozim) : Peningkatan pada Leukimia monositik Akut dan
mielomositik.
f. Copper serum : Meningkat
g. Zink serum : Menurun
h. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50% atau Lebih
dari sel blast, dengan prekusor eritroid, sel imatur, dan megakariositis
menurun.

B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko cedera yang berhubungsn dengan proses mlignan/kegannasan, terapi
2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan daya taha tubuh
3. Risiko cedera ( perdarahan, sistitis hemorargika )yang berhubungan dengan
gangguan pada ploriferasi sel
4. Risiko devisit volume cairan yang berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubhan membran mukosa yang berhubungandengan pemberian agens
kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
kehilangan selera makan
7. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilisasi
8. Hambatan mobilitas fisikyang berhubungan denngan kerusakan neuromuskular
(neuropati)
9. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan kerontokan rambut, moon face,
kelemahan
10. Nyeri yang berhubungan dengan penegakan diagnosis, terapi, efek fisiologis
neoplasia

C. Intervensi
1. Resiko cedera yang berhubungan dengan proses malignan/keganasan, terapi.
INTERVENSI RASIONAL
Segera hentikan infusi jika terjadi tanda- Mencegah kerusakan jaringan yang berat.
tanda infiltrasi.
Lakukan anamnesis yang cermat untuk Mencegah reaksi anafilaksis.
mendeteksi adanya riwayat alergi.
Amati keadaan anak selama 20 menit Mendeteksi tanda-tanda reaksi anafilaksis
sesudah pemberian infus. (sianosis, hipotensi, mengi, urtikaria hebat).

2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan daya tahan.


INTERVENSI RASIONAL
Tempatkan anak dalam ruangan perawatan Mengurangi keterpajanan dengan organisme
pribadi. infektif.
Anjurkan semua pengunjung danstaf Mengurangi keterpajanan terhadap organisme
rumah sakit untuk melaksanakan teknik infektif.
cuci tangan yang baik.
Pantau suhu tubuh. Mendeteksi kemungkinan infesi.
Berikan diet dengan kandungan nutrisi Mendukung pertahanan alami tubuh.
yang lengkap sesuai dengan usia pasien.

3. Resiko cedera (perdarahan, sistisis hemoragika) yang berhubungan dengan gangguan pada
proliferasi sel.
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan segala upaya untuk mencegah Infeksi akan meningkatkan kecenderungan
infeksi, khususnya pada bagian tubuh yang berdarah.
mengalami ekimosis.
Lakukan tindakan lokal (berikan tekanan, Menghentikan perdarahan.
kompres es).
Batasi aktivitas berat. Mengakibatkan cedera yang tidak disengaja.
Hindari pungsi kulit. Mencegah perdarahan.
Balik tubuh anak dengan sering dan Mencegah ulkus dekubitus.
gunakan kasur yang bisa mengurangi
tekanan atau meredakan tekanan.
Cegah ulserasi oral dan rektal. Kulit yang mengalami ulserasi rentan
mengalami perdarahan.

4. Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan mual dan muntah.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji respons anak terhadap obat Perbedaan tingkat keberhasilan obat
antiemetik. antiemetik berbeda untuk setiap orang.
Hindari makanan yang menimbulkan Menimbulkan mual dan muntah.
aroma kuat.
Anjurkan anak agar sering minum dengan Porsi kecil dapat lebih ditoleransi oleh tubuh.
jumlah sedikit.

5. Perubahan membran mukosa yang berhubungan dengan pemberian agens


kemoterapi.
INTERVENSI RASIONAL
Hindari pengukuran suhu oral. Mencegah trauma pada anak.
Laksanakan higiene oral dengan seksama Menghindari trauma pada mulut.
segera setelah pasien mendapat obat-
obatan yang bisa menyebabkan ulkus oral.
Cuci daerah perianal setiap setelah Mengurangi iritasi.
defekasi.
Biarkan bagian kulit yang eritema tapi Menjaga kekeringan kulit.
tidak mengalami ulserasi untuk terpajan
udara.
Catat frekuensi defekasi. Mengevaluasi feses.
Hindari pengukuran suhu lewat rektum dan Mencegah trauma pada rektum.
pemberian obat supositoria.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
kehilangan selera makan.
INTERVENSI RASIONAL
Biarkan anak terlibat dalam persiapan dan Mendorong anak untuk mau makan.
pemilihan makanan.

7. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,


radioterapi, imobilisasi.
INTERVENSI RASIONAL
Laksanakan perawatan kulit dengan kulit Daerah yang rentan terkena ulserasi.
dengan teliti.
Ubah posisi tubuh dengan sering. Menstimulasi sirkulasi darah mengurangi
tekanan.
Dorong asupan kalori protein yang Mencegah keseimbangan nitrogen yang
adekuat. negatif.
Pilih pakaian yang longgar dibagian tubuh Meminimalkan iritasi tambahan.
yang menjalani iradiasi.

8. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular (neuropati).


INTERVENSI RASIONAL
Ubah aktivitas, termasuk kehadiran Mencegah cedera jika terjadi kelemahan fisik.
disekolah.
Gunakan sepatu khusus atau papan kaki. Mencegah footdrop.
Berikan makanan yang lunak dan berkuah. Mengurangi gerakan mengunyah dengan
rahang yang sakit

9. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan kerontokan rambut, moon face, kelemahan.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan tutup kepala yang memadai untuk Hilangnya perlindungan alami.
menghindari keterpajanan terhadap sinar
matahari, angin, atau cuaca dingin.
Anjurkan pemeliharaan rambut yang tipis Menyamarkan kebotakan yang terjadi secara
tetap bersih, terpangkas pendek, dan parsial.
lembut.
Jelaskan bahwa rambut akan tumbuh Mempersiapkan anak dan keluarga terhadap
kembali dalam 3 hingga 6 bulan dan perubahan tampilan rambut yang baru.
kemungkinan memiliki warna yang atau
tekstur yang sedikit berbeda dari aslinya.

10. Nyeri yang berhubungan dengan penegakan diagnosis, terapi, efek fisiologis neoplasia.
INTERVENSI RASIONAL
Sedapat mungkin, gunakan prosedur yang Meminimalkan gangguan rasa nyaman.
tidak invasif (alat pemantau suhu yang
noninvasif atau alat akses vena).
Evaluasi efektivitas terapi pereda nyeri Menentukan perlunya perubahan dosis ,
dengan memerhatikan derajat kesadaran waktu pemberian, atau jenis obat.
versus sedasi.
Implementasikan teknik pereda nyeri Terapi tambahan pada pemberian analgesik.
nonfarmakologik yang tepat.

D. IMPLEMENTASI
Asuhan keperawatan anak yang menderita leukemia secara langsung terkait dengan
terapinya. Perawat yang bekerja bersama keluarga anak yang menderita kanker memiliki
peranan suportif yang signifikan dalam membantu mereka memahami berbagai macam terapi,
mencegah atau mengatasi efek samping atau toksisitas yang telah diperkirakan, mengamati
timbulnya efek terapi di masa depan, dan membantu anak serta keluarga agar dapat hidup
normal dan mampu mengatasi aspek-aspek emosional akibat penyakit.
Penyuluhan merupakan gambaran peran keperawatan yang konstan, terutama dalam
pemeriksaan klinis dan perawatan di rumah. Diagnosis leukemia cenderung menimbulkan
rasa cemas pada keluarga dan pasien. Perawat merupakan sarana untuk memberikan
dukungan dan menenteramkan perasaan cemas, selain memberi penjelasan yang akurat
mengenai pemeriksaan diagnostik, prosedur dan rencana terapi.

E. EVALUASI
Efektivitas intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian dan evaluasi asuhan
secara berkesinambungan berlandaskan pada pedoman pelaksanaan observasi, diantaranya
sebagai berikut :
1. Membandingkan jumlah kunjungan pelayanan kesehatan primer dengan jadwal
supervisi kesehatan yang dianjurkan.
2. Memantau pertumbuhan, perkembangan dan aspek lain dalam pengkajian kesehatan
yang umum.
3. Mewawancarai anak dan keluarga mengenai pemahaman mereka terhadap terapi dan
pemeriksaan diagnostik.
4. Melaksanakan teknik pengkajian nyeri untukrasa nyeri akibat tindakan prosedural.
5. Mengobservasi status fisiksecara cermat, seperti :
a. Memeriksa tanda-tanda vital secara teratur.
b. Mengamati tanda-tanda perdarahan, infeksi, neuropati, sistisis, dan ulserasi
mukosa.
c. Mengamati dan mencatat asupan dan haluaran cairan.
6. Mewawancarai anak dan keluarga serta mengamati perilaku yang merupakan akibat
dari komplikasi terapi.
7. Mewawancarai anak dan keluarga serta mengamati perilaku yang memberikan
petunjuk mengenai reaksi mereka terhadap penyakit, terapi, dan intervensi
keperawatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima yang
berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh
sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah yang bersifat kanker
membelah secara tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel darah normal.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2 Edisi 6. Jakarta :
EGC.

http://askepanda.blogspot.co.id/2015/01/asuhan-keperawatan-leukimia-serta_43.html

Anda mungkin juga menyukai