PERPAJAKAN
INTERNASIONAL
RESUME DAN
KUMPULAN PERTANYAAN
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
RESUME DAN KUMPULAN PERTANYAAN
Cetakan I - Jakarta
Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak. 2014
i
Pengantar
P
uji syukur atas rahmat dan kemudahan yang diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa dalam proses penyusunan buku Perpajakan Internasional
hingga buku ini berada di tangan pembaca sekalian.
Jakarta,
Direktur Peraturan Perpajakan II
Daftar Isi
5 Exchange of Information
dan Anti Tax Avoidance 41
Exchange of Information 41
Controlled Foreign Company 51
Special Purpose Company 54
Transfer Pricing 56
iv Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
78 Kumpulan Pertanyaan 7
100 Lampiran 8
101 A. Statistik P3B
119 B. Tabel Perbandingan Struktur P3B
122 C. Tabel Daftar P3B Yang Berlaku Efektif
125 D. Tabel Time Test Bentuk Usaha Tetap
132 E. Tabel Time Test Pekerjaan Bebas dan Dalam Hubungan
Kerja
138 F. Tabel Wewenang Bentuk Usaha Tetap
145 G. Tabel Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap
151 H. Tabel Tarif Dividen, Bunga, Royalti, dan Jasa Teknik
160 I. Tabel Hak Pemajakan Atas Pelayaran & Penerbangan,
Pengalihan Harta, dan Penghasilan Lainnya
174 J. Tabel Hak Pemajakan Atas Penghasilan Direktur, Artis,
Olahragawan, dan Pegawai Pemerintahan
182 K. Tabel Hak Pemajakan Atas Penghasilan Individu Lainnya
195 L. Tabel Pasal Khusus, Jangka waktu pengajuan MAP dan
bantuan penagihan
199 M. Format Permohonan Surat Keterangan Domisili
212 N. Contoh Surat Keterangan Domisili Negara Lainnya
219 O. Format Permohonan Exchange of Information
Daftar Isi v
namun juga kepada orang pribadi atau badan yang tidak berdomisili
atau bertempat kedudukan di negara tersebut.
negara yang memiliki tarif pajak penghasilan yang lebih rendah berada
dalam posisi yang kurang diuntungkan karena tidak mendapatkan hak
pemajakan. Untuk itu, perlu diatur mengenai hak pemajakan masing-
masing negara atas suatu penghasilan.
1.
Ketentuan Terkait:
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
2
tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-215/PMK.03/2008
tentang Penetapan Organisasi-Organisasi Internasional dan
Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak
Termasuk Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-166/
PMK.011/2012;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011
tentang Penetapan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak
Luar Negeri;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2009
tentang Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Pekerja Indonesia di
Luar Negeri.
P
ajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun
pajak atau bagian tahun pajak. Subjek Pajak di Indonesia adalah
orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan, dan Bentuk Usaha
Tetap. Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek
Pajak Luar Negeri.
Subjek Pajak
SPDN SPLN
Badan
Orang Pribadi
(melalui
melalui BUT)
1) Bertempat tinggal di
Indonesia
2) Berada di Indonesia Tidak didirikan/
lebih dari 183 hari bertempat kedudukan
3) Berniat tinggal di di Indonesia
Indonesia
4) Domisili di Indonesia
Apabila tidak
idak
memenuhi, maka
status WP adalah
SPLN
Subjek Pajak Luar Negeri baik itu orang pribadi ataupun badan
memiliki kewajiban pajak subjektif yang dimulai pada saat orang
pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan sebagaimana melalui Bentuk Usaha Tetap atau pada saat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir
pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui Bentuk Usaha Tetap atau pada saat tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
10 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Y
ang menjadi objek pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap, yaitu
penghasilan dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki
atau dikuasai Bentuk Usaha Tetap tersebut; penghasilan kantor
pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa
di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan
oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; penghasilan sebegaimana
tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Status hukum
Tidak berbadan hukum Berbadan hukum PT
perusahaan
Setoran pemegang
Penyertaan Modal Tidak ada
saham
Objek Pajak Pasal 5 ayat (1) UU PPh Pasal 4 ayat (1) UU PPh
Pengurang Pasal 5 ayat (2) dan (3) Pasal 6 ayat (1), Pasal 9
Penghasilan Bruto UU PPh UU PPh
Sisa kerugian
tahun-tahun Dapat diperhitungkan Dapat diperhitungkan
sebelumnya
P
asal 26 UU PPh mengatur tentang pemajakan atas penghasilan
yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha
Tetap (BUT) yang berada di Indonesia. Tarif dasar Pasal 26 ini
adalah sebesar 20% yang dihitung dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
DPP Pasal 26 terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu jumlah bruto, perkiraan
penghasilan neto, dan penghasilan setelah dikurangi pajak (earning
after tax). Karena Pasal 26 adalah pemajakan terhadap Wajib Pajak
Luar Negeri selain BUT yang penghasilannya bersumber dari Indonesia,
dalam hal ketentuan P3B mengatur berbeda dari yang tertulis di Pasal
26, maka yang berlaku adalah ketentuan P3B sebagai lex specialis
dari UU PPh. Namun demikian patut diperhatikan bahwa P3B tidak
mengatur aspek pemajakan terkait objek-objek penghasilan yang
dikenakan maupun yang tidak dikenakan pajak, melainkan mengatur
pembatasan hak pemajakan suatu negara atas penghasilan yang
diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri yang bersumber dari negara
tersebut.
Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (3) UU PPh,
Menteri Keuangan berwenang menetapkan besaran perkiraan
penghasilan neto atas penghasilan berupa premi yang diterima oleh
perusahaan asuransi luar negeri. Terhadap perkiraan penghasilan
neto tersebut dipotong pajak dengan tarif 20% (dua puluh persen).
Branch Profit
P
ada dasarnya dalam P3B hak pemajakan atas perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan dengan jalur lalu lintas
internasional adalah di negara dimana tempat manajemen
efektif perusahaan itu berada. Dalam ketentuan domestik perpajakan
di Indonesia, perlakuan perpajakan untuk perusahaan pelayaran dan/
atau penerbangan luar negeri diatur dengan norma penghitungan
khusus yang terdapat pada pasal 15 UU PPh, dan diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996.
semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran
dan/atau Penerbangan Luar Negeri dari pengangkutan orang dan/
atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di
Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar
negeri. Besarnya Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap Wajib
Pajak tersebut adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat
persen) dari peredaran bruto Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/
atau Penerbangan Luar Negeri dan bersifat final.
W
ajib Pajak Luar Negeri yang memiliki Kantor Perwakilan
Dagang di Indonesia dikenakan pajak sesuai dengan Pasal
15 UU PPh jo. KMK-634/KMK.04/1994. Pengenaan pajak
melalui norma penghitungan didasari untuk menghindari kesukaran
dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak Kantor Perwakilan
Dagang Asing tersebut.
P
ersetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian
pajak antara 2 (dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh
atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara yang
melakukan perjanjian (both Contracting States). Pembagian hak
pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal
mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda. Pencegahan pajak
berganda tersebut diatur dengan membatasi hak pemajakan dari
negara sumber atas penghasilan yang timbul dari wilayah juridiksinya.
Start
Ya
P3B P3B Konflik
diterapkan? dng UU PPh?
Identifikasi Transaksi
Internasional,, seperti:
Internasional
Subjek & Objek Pajak Ya
Tidak
Tentukan Perlakuan Ya
Pajak menurut UU Perlakuan Pajak
PPh menurut P3B,
khusus untuk isu
Perlakuan Pajak yang berkonflik.
menurut UU PPh
JALAN TERUS!!!
Ada PPh
terutang? Untuk hal-hal lain
yang tidak berkonflik
dengan P3B: UU PPh
JALAN TERUS!!!
Tidak
Stop
Penerapan P3B / Tax Treaty dan Perjanjian Perpajakan Lainnya 29
START
No
Memenuhi No
kriteria Subject to further Refund method
penyalahgu- verification (PMK-10/PJ/2013)
END
naan?
Yes
S
urat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Residence
(COD) digunakan untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak
tertentu adalah Subjek Pajak Dalam Negeri (resident) dari suatu
Negara tertentu yang menandatangani P3B. SKD adalah persyaratan
administratif bagi WPLN untuk menggunakan fasilitas yang ada dalam
P3B, apabila WPLN tidak dapat melampirkan SKD yang diterbitkan oleh
otoritas negaranya dalam laporan perpajakannya di Indonesia, maka
pemotong/pemungut pajak wajib memotong/memungut pajak atas
penghasilan yang diperoleh di Indonesia sesuai peraturan perpajakan
yang berlaku di Indonesia. Begitu pula dengan WPDN Indonesia yang
memperoleh penghasilan dari Negara Mitra, apabila WPDN Indonesia
tidak dapat melampirkan SKD yang diterbitkan oleh otoritas Indonesia
maka WPDN tersebut akan dikenakan pajak atas penghasilan dari
Negara Mitra sesuai peraturan perpajakan yang berlaku di Negara
Mitra tersebut.
34 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
W
ajib Pajak Luar Negeri dapat mengajukan permohonan
pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang dalam hal:
1. terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang
Penerapan P3B / Tax Treaty dan Perjanjian Perpajakan Lainnya 35
P
ertukaran Informasi atau Exchange of Information (EOI) adalah
fasilitas pertukaran informasi perpajakan yang terdapat didalam
P3B yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan
Pemerintah Negara Mitra P3B untuk upaya pencegahan penghindaran
pajak (tax avoidance), pengelakan pajak (tax evasion), dan
penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak (tax treaty
abuse).
2. Secara spontan;
Pertukaran Informasi secara spontan kepada Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra dilakukan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan,
pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan yang dilakukan oleh unit di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang
terkait dengan transaksi internasional.
3. Secara Otomatis.
Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi secara otomatis,
unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mengelola dan
mengadministrasikan informasi perpajakan secara sistematik
dan periodik, memberikan informasi perpajakan tertentu kepada
Direktur Peraturan Perpajakan II.
CA Indonesia
Unit KPP Direktorat Peraturan
Perpajakan II
Terms and
conditions
apply
CA
CA
Counselling
Verification
Information Database
Exchange of Information & Anti Tax Avoidance 47
C
ontrolled Foreign Corporation adalah perusahaan yang
berkedudukan di luar negeri (offshore company) yang
kepemilikannya dikuasai oleh Wajib Pajak Dalam Negeri.
CFC dibuat sebagai alat untuk menangguhkan kewajiban pajak
atas penghasilan dari operasi perusahaan tersebut dengan cara
menangguhkan pendistribusian dividen ke pemegang saham.
52 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri
dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, ketentuan ini menerangkan
bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan
dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri
dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-
undang PPh dalam tahun pajak yang sama, dan besarnya kredit pajak
tersebut adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang PPh.
Penyertaan
Income: Rp
PT ABC
Dividen?
54 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
S
pecial Purpose Company adalah adalah sebuah perusahaan
dengan tujuan atau fokus yang terbatas. Perusahaan ini
dibentuk oleh suatu badan hukum untuk melakukan aktivitas
khusus atau bersifat sementara. Perusahaan ini biasanya, walaupun
tidak perlu, dikuasai hampir sepenuhnya oleh badan hukum yang
menjadi sponsornya. SPC dapat digunakan sebagai suatu saluran
(conduit) dalam menghindari pembayaran pajak atas penghasilan yang
diperoleh dengan cara mendirikan perusahaan di salah satu Negara
Mitra P3B (treaty shopping). Tujuan pembentukan SPC tersebut tidak
selalu untuk mendapatkan harga saham atau aktiva di bawah harga
pasar, yang paling sering adalah sebagai perusahaan “bentukan” untuk
memanfaatkan dan menikmati fasilitas perpajakan yang disediakan
dalam P3B antara Indonesia dengan Negara Mitra.
D. TRANSFER PRICING
Ketentuan Terkait
1. Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 Tentang Penerapan
Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara
Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
D
alam suatu perusahaan yang terpusat, output dari suatu divisi
baik berupa penyerahan barang atau jasa digunakan sebagai
input bagi divisi lain sebagai penerima barang atau jasa tersebut.
Transaksi antar divisi di dalam satu perusahaan ini menimbulkan apa
yang dikenal sebagai Transfer Pricing atau penentuan harga transfer.
Exchange of Information & Anti Tax Avoidance 57
Harga Wajar atau Laba Wajar ditentukan dalam bentuk harga atau
laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar
atau Laba Wajar (arm’s length principle/ALP). Rentang Harga Wajar atau
Laba Wajar tersebut adalah rentangan harga atau laba dalam transaksi
TP hasil pengujian data pembanding dengan menggunakan metode
Penentuan Harga Transfer yang sama. Rentangan tersebut adalah
rentangan pada kwartil satu dan ketiga yang dapat digunakan apabila
transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan dan
didukung dengan bukti/penjelasan yang memadai bahwa penetapan
harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan.
Oleh karena itu, untuk Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT di Indonesia,
telah memiliki prosedur untuk menyelesaikan sengketa yang timbul
atas ketetapan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Terkait
dengan transaksi internasional, di dalam P3B antara Indonesia dengan
negara mitra, terdapat pasal yang mengatur prosedur penyelesaian
sengketa pajak yang timbul yang berakibat pengenaan pajak berganda
maupun pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B. Dengan
adanya pasal di P3B tersebut, maka terdapat satu jalan baru dalam
menyelesaikan sengketa pajak yang timbul, proses penyelesaian yang
meilbatkan dua otoritas pajak tersebut dikenal dengan istilah Mutual
Agreement Procedures.
M
utual Agreement Procedure (MAP) merupakan alternatif bagi
Wajib Pajak untuk menyelesaikan sengketa yang menimbulkan
pemajakan berganda, atau apabila terdapat indikasi bahwa
tindakan otoritas Negara Mitra menyebabkan pengenaan pajak yang
tidak sesuai dengan P3B. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
asistensi kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai Competent Authority
atas sengketa yang timbul dari pemajakan berganda dengan Negara
Mitra P3B antara lain berasal dari penyesuaian akibat koreksi Transfer
Pricing, permasalahan berkaitan dengan keberadaan BUT (permanent
establishment), karakterisasi atas suatu penghasilan, tindakan lain
yang tidak sesuai dengan peraturan dalam P3B.
Dispute Settlement dan Advance Pricing Agreement 69
K
esepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) adalah
perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib Pajak dan/
atau otoritas pajak negara lain untuk menyepakati kriteria-kriteria
dan/atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar dimuka para
Dispute Settlement dan Advance Pricing Agreement 73
Pembahasan APA
diajukan keberatan atau banding oleh Wajib Pajak; dan tidak terdapat
indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
12. Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) memiliki 20% saham PT. A
(Wajib Pajak Badan Dalam Negeri) kemudian WPLN tersebut
menjual semua saham yang dimilikinya kepada WPLN lainnya,
transaksi penjualan saham ini terjadi di luar negeri, apakah atas
transaksi ini terutang PPh di Indonesia?
Penghasilan yang diterima atas pengalihan saham di Indonesia
dikenakan PPh sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto,
sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) UU PPh dan KMK-434/
KMK.04/1999 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
26 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap atas Penghasilan Berupa
Keuntungan dari Penjualan Saham. Dalam hal terdapat P3B, maka
hak pemajakannya berdasarkan ketentuan P3B yang berlaku,
dan tata cara penerapan P3B diatur dalam PER-61/PJ/2009
sebagaimana telah diubah dengan PER-24/PJ/2010 tentang Tata
Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
19. A Co., Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dari negara A mendirikan
kantor perwakilan dagang (representative office/KPA) di
Indonesia; dan A Co. mengekspor/menjual produknya di pasar
Indonesia. Atas penjualan tersebut, bagaimana pemajakan PPh
terhadap KPA A Co. di Indonesia?
Pemajakan terhadap WPLN yang mempunyai kantor perwakilan
dagang di Indonesia mengacu pada KMK-634/KMK.04/1994.
Atas penghasilan neto ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari
nilai ekspor bruto, dan pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak Luar Negeri tersebut adalah sebesar 0,44% (empat puluh
empat per seribu) dari nilai ekspor bruto.
20. A Co. sebagaimana kondisi pada soal nomor 1, dimana KPA dari
A Co. tidak melakukan kegiatan penjualan di Indonesia namun
hanya sebagai pihak yang memberikan informasi tentang produk
yang akan dijual A Co. di Indonesia. Indonesia dan Negara A
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Bagaimana pemajakan PPh terhadap KPA A Co.?
Pemajakan terhadap A Co. apabila berasal dari negera atau
yurisdiksi mitra P3B, pelaksanaan ketentuan Undang-Undang PP
harus memperhatikan ketentuan tentang penentuan bentuk usaha
tetap dan pemajakan atas penghasilan usaha (business profit)
pada P3B terkait. Dalam hal kegiatan KPA A Co. termasuk dalam
kegiatan yang dikecualikan sebagai bentuk usaha tetap, maka
KPA A Co. bukan merupakan subjek pajak dan tidak dikenakan
pajak atas penjualan/ekspor A Co. di Indonesia.
26. PT DEF membayar bunga atas pinjaman kepada Bank JNB yang
berkedudukan di Jepang. Bank JNB tidak mempunyai kantor
cabang (BUT) yang didirikan di Indonesia. Atas pembayaran
bunga tersebut, apakah PT DEF mengacu pada ketentuan
tentang laba usaha (business profit) atau ketentuan mengenai
bunga (interest) dalam P3B Indonesia-Jepang?
Dalam Pasal 7 ayat (7) P3B Indonesia-Jepang disebutkan bahwa
jika dalam jumlah laba usaha termasuk unsur-unsur pendapatan
yang diatur secara tersendiri oleh pasal-pasal lain dari Persetujuan
ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal itu tidak akan
terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan dalam pasal ini.
Walaupun pembayaran bunga tersebut merupakan laba usaha
(business profit) Bank JNB, PT DEF dalam kasus ini mengacu pada
Pasal 11 tentang bunga (interest) dalam P3B Indonesia-Jepang.
atau tempat tetap yang dimiliki oleh majikan itu di Negara lain
tersebut.
Apabila salah satu atau lebih dari kondisi tersebut tidak terpenuhi,
hak pemajakan atas penghasilan Mr. J berada di Indonesia dan
BUT XYZ wajib memotong pajak atas penghasilan yang diterima
oleh Mr.J, dan menyetor serta melaporkan sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku.
29. Mr. CR, warga Negara Australia, dikontrak oleh PT MFG untuk
memberikan konsultasi terkait profesinya sebagai ahli hukum/
lawyer. Mr CR pada tahun 2013 berada di Indonesia selama
150 hari. Bagaimana pemotongan pajak yang harus dilakukan
oleh PT MFG?
Menurut P3B Indonesia-Australia, karena keberadaan Mr. CR di
Indonesia telah melewati 120 hari, maka hak pemajakan terhadap
fee yang dibayarkan oleh PT MFG kepada Mr. CR berada di
Indonesia. PT MFG memotong PPh Pasal 26 atas penghasilan
yang diterima Mr. CR.
34. Bagaimana agar Wajib Pajak luar negeri yang tidak terdaftar di
pasar modal dapat memperoleh manfaat P3B dalam pengisian
Form DGT-1?
Pada Form-DGT 1 Part V “To be Completed if the Income
Recipient is Non Individual”, dalam hal WPLN menjawab “No”
92 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
39. Berdasarkan kondisi pada pertanyaan nomor 38, dalam hal CFC
didirikan di Singapura (tarif pajak 18%, dan outbound income
dalam bentuk dividen tidak dikenakan pajak). Berapakah beban
pajak yang ditanggung oleh PT JKL pada tahun 2013?
Besarnya beban pajak PT JKL Tahun 2013 adalah:
Penghasilan netto dalam negeri 1.000
Penghasilan penetapan dividen LN 410
Penghasilan Kena Pajak 1.410
Tarif Pajak 25%
Pajak terutang 352,5
43. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak apabila yang bersangkutan
merasa dibebani pemajakan berganda atau hal lain yang
menyalahi perjanjian P3B?
Atas hal-hal yang diindikasikan melanggar perjanjian P3B,
Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan pelaksanaan Mutual
Agreement Procedure (MAP) melalui pejabat yang berwenang di
negaranya untuk melaksanaan persetujuan persama pejabat yang
berwenang Negara Mitra untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
49. Apakah manfaat yang dapat diperoleh bagi Wajib Pajak dengan
mengajukan Advance Pricing Agreement (APA)?
APA dapat memberikan kepastian harga dan/atau metode
transfer pricing yang akan diadopsi untuk transaksi antar
perusahaan terafiliasi. Selanjutnya, bilateral/multilateral APA juga
menghilangkan risiko potensial pengenaan pajak berganda yang
timbul dari transaksi antar perusahaan terafiliasi. Keuntungan
utama dari APA dapat diringkas sebagai berikut:
• Kepastian sehubungan dengan hasil transaksi antar perusahaan
terafiliasi selama masa APA
• Biaya pelaporan tahunan rendah
• Pengurangan resiko / biaya yang terkait dengan audit dan
banding dalam jangka APA
• Memberikan fleksibilitas dalam mengembangkan pendekatan
praktis untuk kasus transfer pricing yang kompleks.
Berbeda dengan perjanjian P3B Indonesia dengan negara mitra lainnya, P3B
dengan Kerajaan Saudi Arabia hanya mengatur persetujuan tentang pemajakan
atas angkutan udara di lalu lintas internasional (pasal 8), remunerasi atas
awak pesawat di penerbangan lalu lintas internasional (pasal 15), dan
Mutual Agreement Procedure (pasal 25). Sehingga atas pasal lainnya yang tidak
tercantum dalam perjanjian lainnya tidak disertakan dalam resume ini.
Lampiran 103
POI 3
POO or POI 1
Perakitan 1 4 8 9 1 1 37 1 2
Pengawasan 1 3 9 7 - 1 40 1 2
104 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Keterangan
60hr/12bln 1 Maroko
120hr/12bln 8
Negara yang menyebutkan time test untuk Pengeboran Lepas Pantai (Drilling
Rig or Working Ship) adalah Amerika, Australia, Kroasia (120 hari); Hong Kong
(183 hari); Sri Lanka (90 hari); dan Cina (6 bulan)
Lampiran 105
Insurance clause 44 20
Corresponding Adjustment 19 1 44
Keterangan
Keterangan
Pada prinsipnya, hak pemajakan atas operasi kapal laut dan pesawat di
kawasan internasional berada di negara domisili tempat manajemen efektif
berada. Namun atas kegiatan pelayaran 17 negara menyebutkan dapat
dikenakan di negara sumber dengan ketentuan tertentu yaitu Austria,
Bangladesh, Brunei Darussalam, China, Filipina, Hongkong, Hongaria,
India, Malaysia, Pakistan, Qatar, Romania, Rusia, Singapura, Sri Lanka,
Swiss, dan Thailand.
Pada prinsipnya, hak pemajakan atas operasi kapal laut dan pesawat di kawasan
internasional berada di negara domisili tempat manajemen efektif berada.
Namun atas kegiatan pelayaran 17 negara menyebutkan dapat dikenakan
di negara sumber dengan ketentuan tertentu yaitu Austria, Bangladesh,
Brunei Darussalam, China, Filipina, Hongkong, Hongaria, India, Malaysia,
Pakistan, Qatar, Romania, Rusia, Singapura, Sri Lanka, Swiss, dan Thailand.
Selain laba atas partisipasi di pool, joint business & agency internasional;
14 negara menyebutkan sumber penghasilan lain yang termasuk dalam pasal
ini yaitu laba atas penggunaan, sewa dan perawatan container; serta rental
on bare boat basis yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, India, Kroasia,
Maroko, Portugal, Arab Saudi, Slovakia, Syria, Turki, Ukraina, Uni Emirat
Arab, dan Uzbekistan.
Sedangkan perjanjian yang mengatur pengecualian atas pengasilan tertentu
adalah Australia, Denmark, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, Norwegia,
Romania, Swedia, Syria, dan Venezuela.
10% 20 7% 1
12% 1 10% 45
15% 39 12% 1
20% 2 12,5% 1
108 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
15%/20% 1
10% 31
12% 2
12,5% 3
15% 11
Domestic Law 2
No BPT 11
Pasal 11 – Interest
Jumlah
Tarif Keterangan
Negara
5% 2 Kuwait, Uni Emirat Arab
10% 46
12% 1 Tunisia
15% 12
Lampiran 109
Jumlah
Tarif Keterangan
Negara
15%; 10%/25% 1 Thailand
Pasal 11 – Royalties
Jumlah
Tarif Keterangan
Negara
5% 3 Hongkong, Qatar, Uni Emirat Arab
10% 27
12% 1 Iran
15% 17
15%; 10% 7
20% 2
Tidak mengatur 58
110 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
91hr/tahun kalender 1
91hr/tahun pajak 4
120hr/12bln 5
120hr/tahun pajak 3
183hr/12bln 11
183hr/tahun kalender 1
183hr/tahun pajak 2
Tidak mengatur 6
120hr/12bln 3
112 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
183hr/tahun kalender 6
183hr/tahun pajak 10
Pada dasarnya hak pemajakan atas government service berada di negara sumber.
Kecuali atas penerima yang bukan berasal dari negara sumber hak pemajakannya
akan diberikan ke negara domisili
MAP 1 Belanda
Tidak mengatur 3
Keterangan
Atas pengecualian bagi penghasilan dalam bentuk hadiah dan lotere, Hongkong
juga menambahkan pengecualian atas Alimony; Suriah menambahkan
pengecualian atas insurance dan reinsurance premium; Ukraina menambahkan
pengecualian atas transfer or acquisition of the right on ownership or
management of property.
Aturan Khusus Jumlah
Negara
* Dapat dikenakan di kedua negara (both contracting states) 18
3 tahun 28
Aturan Tambahan
Negara Pasal Khusus
Inggris Partnership
Italia Refunds
Art. 8 Shipping, inland Art. 8 Shipping, inland Art. 8 Shipping and air
waterways tranport and waterways tranport and transport
air transport air transport
Art. 9 Associated Art. 9 Associated Art. 9 Associated
enterprises enterprises enterprises
120 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Keterangan:
*) Model perjanjian Indonesia bersifat tidak baku, dan dibuat sesuai dengan kondisi
dan kebijakan pada saat perjanjian berlangsung seperti ekonomi, politik, dan
kepentingan lain yang memberikan keuntungan pada Indonesia.
122 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
or Working
Ship)
18 Inggris 183 hari 183 hari 183 hari 183 hari 91 hari/12 tidak mengatur
bulan
19 Iran 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari/12 tidak mengatur
bulan
20 Italia 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 tidak mengatur
bulan
21 Jepang 6 bulan 6 bulan tidak mengatur 6 bulan 6 bulan/tahun tidak mengatur
pajak
22 Jerman 6 bulan 6 bulan tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur
23 Kanada 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari/12 tidak mengatur
bulan
24 Korea Selatan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 tidak mengatur
bulan
25 Korea utara 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 6 bulan/12 tidak mengatur
bulan
26 Kroasia 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 120 Hari
bulan
27 Kuwait 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan/12 tidak mengatur
bulan
127
No. Negara Time Test Bentuk Usaha Tetap 128
Tempat Kerja Instalasi Perakitan Kegiatan Pen- Jasa Lainnya Pengeboran
& Konstruksi gawasan Lepas Pantai
(Drilling Rig
or Working
Ship)
28 Luxembourg 5 bulan 5 bulan 5 bulan 5 bulan tidak mengatur tidak mengatur
36 Papua Nugini 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari/12 tidak mengatur
bulan
37 Perancis 6 bulan tidak mengatur 6 bulan 183 hari/12 183 hari/12 tidak mengatur
bulan bulan
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Time Test Bentuk Usaha Tetap
Tempat Kerja Instalasi Perakitan Kegiatan Pen- Jasa Lainnya Pengeboran
& Konstruksi gawasan Lepas Pantai
(Drilling Rig
Lampiran
or Working
Ship)
38 Polandia 183 hari 183 hari 183 hari 183 hari 120 hari/12 tidak mengatur
bulan
39 Portugal 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari/12 tidak mengatur
bulan
40 Qatar 6 bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan/12 tidak mengatur
bulan
41 Romania 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 4 bulan/12 tidak mengatur
bulan
42 Rusia 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan tanpa batas tidak mengatur
waktu
43 Saudi Arabia tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur
or Working
Ship)
58 Tunisia 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan/12 tidak mengatur
bulan
59 Turki 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari/12 tidak mengatur
bulan
60 Ukraina 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 4 bulan/12 tidak mengatur
bulan
61 Uni Emirat 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan tidak mengatur
Arab
62 Uzbekistan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 tidak mengatur
bulan
63 Venezuela 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan Tidak tidak mengatur
Mengatur
64 Vietnam 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 tidak mengatur
bulan
65 Yordania 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 1 bulan/12 tidak mengatur
bulan
131
E. Tabel Time Test Pekerjaan Bebas & Hubungan Kerja 132
No. Negara Time Test Pekerjaan Bebas Dipajaki Pekerjaan dalam Hubungan Kerja Dipajaki di Negara
di Negara Sumber, bila: Sumber, bila:
Tempat Time Test Time Test Remunerasi Remunerasi
Tetap Dibayar Dibebankan
Oleh SPDN Pada BUT Di
Indonesia Indonesia
1 Afrika Selatan ya 120 hari/12 bulan 183 hari/12 bulan Ya Ya
dimulai/berakhir di tahun
fiskal terkait
2 Aljazair Ya 91 hari/12 bulan 91 hari/12 bulan Ya Ya
27 Kuwait Ya Ya Ya Ya Ya
43 Saudi Arabia tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur
61 Uni Emirat Arab Ya mengelola dan tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur
menjual barang
62 Uzbekistan Ya tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur Ya
2 Aljazair Ya Ya Ya Ya
3 Amerika Serikat Ya Ya Ya Ya
4 Australia Ya Ya Ya Ya
5 Austria Ya Ya Ya Ya
7 Belanda Ya Ya Ya Ya
8 Belgia Ya Ya Ya Ya
9 Brunei Darussalam Ya Ya Ya Ya
12 Denmark Ya Ya Ya Ya
13 Filipina Ya Ya Ya Ya
14 Finlandia Ya Ya Ya Ya
15 Hong Kong Ya Ya Ya Ya
16 Hongaria Ya Ya Ya Ya
19 Iran Ya Ya Ya Ya
20 Italia Ya Ya Ya Ya
sive Income)
22 Jerman Ya tidak mengatur tidak mengatur Ya
23 Kanada Ya Ya Ya Ya
24 Korea Selatan Ya Ya Ya Ya
27 Kuwait Ya Ya Ya Ya
28 Luxembourg Ya Ya Ya Ya
30 Maroko Ya Ya Ya Ya
32 Mesir Ya Ya Ya Ya
147
No. Negara Kegiatan Dari BUT Penjualan Barang Kegiatan Lain Yang Hubungan Efektif 148
(Factual Attribution) Yang Sama (Force of Sama (Effectively untuk Penghasilan
Attraction) Connected) Pasif (Effectively
Connected for Pas-
sive Income)
33 Mongolia Ya Ya Ya Ya
34 Norwegia Ya Ya Ya Ya
35 Pakistan Ya Ya Ya Ya
36 Papua Nugini Ya Ya Ya Ya
38 Polandia Ya Ya Ya Ya
40 Qatar Ya Ya Ya Ya
41 Romania Ya Ya Ya Ya
42 Rusia Ya Ya Ya Ya
43 Saudi Arabia tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur tidak mengatur
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Kegiatan Dari BUT Penjualan Barang Kegiatan Lain Yang Hubungan Efektif
(Factual Attribution) Yang Sama (Force of Sama (Effectively untuk Penghasilan
Attraction) Connected) Pasif (Effectively
Connected for Pas-
Lampiran
sive Income)
44 Selandia Baru Ya Ya Ya Ya
47 Slovakia Ya Ya Ya Ya
48 Spanyol Ya Ya Ya Ya
49 Sri Lanka Ya Ya Ya Ya
50 Sudan Ya Ya Ya Ya
51 Suriname Ya Ya Ya Ya
52 Swedia Ya Ya Ya Ya
54 Syria Ya Ya Ya Ya
149
No. Negara Kegiatan Dari BUT Penjualan Barang Kegiatan Lain Yang Hubungan Efektif 150
(Factual Attribution) Yang Sama (Force of Sama (Effectively untuk Penghasilan
Attraction) Connected) Pasif (Effectively
Connected for Pas-
sive Income)
55 Taiwan Ya Ya tidak mengatur Ya
56 Thailand Ya Ya Ya Ya
58 Tunisia Ya Ya Ya Ya
60 Ukraina Ya Ya Ya Ya
62 Uzbekistan Ya Ya Ya Ya
63 Venezuela Ya Ya Ya Ya
64 Vietnam Ya Ya Ya Ya
65 Yordania Ya Ya Ya Ya
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
H. Tabel Tarif Dividen, BPT, Bunga, Royalti, dan Jasa Teknik
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
Lampiran
taan Peru-
angsung sahaan
PSC
1 Afrika Sela- 15% 10%, 10% Ya 10% - 10% - tidak
tan min 10% mengatur
kepemi-
likan
2 Aljazair 15% 15% 10% tidak 15% - 15% - tidak
mengatur mengatur
3 Amerika 15% 10%, 10% Ya, khu- 10% - 10% - tidak
Serikat min 25% sus di mengatur
kepemi- indonesia
likan
4 Australia 15% 15% 15% Ya 10% - 15% 10% tidak
mengatur
5 Austria 15% 10%, 15% Ya, khu- 10% - 10% - tidak
min 25% sus di mengatur
kepemi- Indonesia
likan sebelum
31 Des
1983
6 Bangladesh 15% 10%, tidak tidak 10% - 10% - tidak
min 10% mengatur mengatur mengatur
kepemi-
likan
151
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa 152
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
PSC
7 Belanda 10% 10% 10% tidak 10% - 10% - tidak
mengatur mengatur
8 Belgia 15% 10%, 10% Ya, khu- 10% - 10% - tidak
min 25% sus di mengatur
kepemi- Indonesia
likan sebelum
31 Des
1983
9 Brunei 15% 15% 10% Ya 15% - 15% - tidak
Darussalam mengatur
10 Bulgaria 15% 15% 15% tidak 10% - 10% - tidak
mengatur mengatur
11 Ceko 15% 10%, 12,5% Ya 12,5% - 12,5% - tidak
min 20% mengatur
kepemi-
likan
12 Denmark 20% 10%, 15% ya 10% - 15% - tidak
min 25% mengatur
kepemi-
likan
13 Filipina 20% 15%, 15% Ya 15% - 20% 15% tidak
min 25% mengatur
kepemi-
likan
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
Lampiran
PSC
14 Finlandia 15% 10%, 15% ya 10% - 15% 10% tidak
min 25% mengatur
kepemi-
likan
15 Hong Kong 10% 5%, min 5% tidak 10% - 5% - tidak
25% mengatur mengatur
kepemi-
likan
16 Hongaria 15% 15% tidak tidak 15% - 15% - tidak
mengatur mengatur mengatur
17 India 15% 10%, tidak tidak 10% - 15% - tidak
min 25% mengatur mengatur mengatur
kepemi-
likan
18 Inggris 15% 10%, 10% Ya 10% - 15% 10% tidak
min 15% mengatur
kepemi-
likan
19 Iran 7% 7% 7% tidak 10% - 12% - tidak
mengatur mengatur
20 Italia 15% 10%, 12% Ya 10% - 15% 10% tidak
min 25% mengatur
kepemi-
likan
153
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa 154
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
PSC
21 Jepang 15% 10%, tidak tidak 10% - 10% - tidak
min 25% mengatur mengatur mengatur
kepemi-
likan
22 Jerman 15% 10%, 10% tidak 10% - 15% 10% 7,5%
min 25% mengatur
kepemi-
likan
23 Kanada 15% 10%, 10% tidak 10% - 10% - tidak
min 25% mengatur mengatur
kepemi-
likan
24 Korea Sela- 15% 10%, 10% Ya, sebe- 10% - 15% - tidak
tan min 25% lum 31 mengatur
kepemi- Des 1983
likan
25 Korea utara 10% 10% 10% tidak 10% - 10% - tidak
mengatur mengatur
26 Kroasia 10% 10% 10% Ya 10% - 10% - tidak
mengatur
27 Kuwait 10% 10% 10%, Ya, khu- 5% - 20% - tidak
dengan sus di mengatur
keten- indonesia
tuan khu-
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
sus
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
Lampiran
PSC
28 Luxembourg 15% 10%, 10% Ya 10% - 12,50% - 10%
min 25%
kepemi-
likan
29 Malaysia 10% 10% tidak Ya, khu- 10% - 10% - tidak
mengatur sus di mengatur
indonesia
30 Maroko 10% 10% 10% Ya 10% - 10% - tidak
mengatur
31 Meksiko 10% 10% 10% Ya 10% - 10% - tidak
mengatur
32 Mesir 15% 15% 15% Ya 15% - 15% - tidak
mengatur
33 Mongolia 10% 10% 10% Ya 10% - 10% - tidak
mengatur
34 Norwegia 15% 15% 15% Ya 10% - 15% 10% tidak
mengatur
35 Pakistan 15% 10%, 10% tidak 15% - 15% - 15%
min 25% mengatur
kepemi-
likan
36 Papua 15% 15% 15% Ya 10% - 10% - 10%
Nugini
155
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa 156
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
PSC
37 Perancis 15% 10%, 10% tidak 15% 10% 10% - tidak
min 25% mengatur mengatur
kepemi-
likan
38 Polandia 15% 10%, 10% Ya 10% - 15% - tidak
min 20% mengatur
kepemi-
likan
39 Portugal 10% 10% 10% Ya, khu- 10% - 10% - tidak
sus di mengatur
Indonesia
40 Qatar 10% 10% 10% Ya 10% - 5% - tidak
mengatur
41 Romania 15% 12,5%, 12,5% tidak 12,50% 10% 12,50% 15% tidak
min 25% mengatur (komisi) mengatur
kepemi-
likan
42 Rusia 15% 15% 12,5% Ya 15% - 15% - tidak
mengatur
43 Saudi Arabia tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
mengatur mengatur mengatur mengatur mengatur mengatur mengatur mengatur mengatur
44 Selandia 15% 15% tidak tidak 10% - 15% - tidak
Baru mengatur mengatur mengatur
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
Lampiran
PSC
45 Seychelles 10% 10% Tidak tidak 10% - 10% - tidak
Mengatur mengatur mengatur
46 Singapura 15% 10%, tidak tidak 10% - 15% - tidak
min 25% mengatur mengatur mengatur
kepemi-
likan
47 Slovakia 10% 10% 10% Ya 10% - 15% 10% tidak
mengatur
48 Spanyol 15% 10%, 10% Ya, khu- 10% - 10% - tidak
min 25% sus di mengatur
kepemi- Indonesia
likan sebelum
31 Des
1983
49 Sri Lanka 15% 15% sesuai tidak 15% - 15% - tidak
UU do- mengatur mengatur
mestik
50 Sudan 10% 10% 10% Ya, khu- 15% - 10% - tidak
sus di mengatur
indonesia
51 Suriname 15% 15% 15% Ya, khu- 15% - 15% - tidak
sus di mengatur
indonesia
157
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa 158
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
PSC
52 Swedia 15% 10%, 15% Ya, khu- 10% - 15% 10% tidak
min 25% sus di mengatur
kepemi- Indonesia
likan sebelum
31 Des
1983
53 Swiss 15% 10%, 10% tidak 10% - 12,50% - tidak
min 25% mengatur mengatur
kepemi-
likan
54 Syria 10% 10% Tidak tidak 10% - 20% 15% tidak
Mengatur mengatur mengatur
55 Taiwan 10% 10% 5% Ya 10% - 10% - 15%
56 Thailand 15%/ 15%/ sesuai uu tidak 15% bagi 10%/ 15% - tidak
20% 20% domestik mengatur Indonesia 25% bagi mengatur
thailand
57 Tiongkok 10% 10% 10% tidak 10% - 10% - tidak
(China) mengatur mengatur
58 Tunisia 12% 12% 12% Ya 12% - 15% - tidak
mengatur
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Dividen Branch Profit Tax Bunga Royalti Jasa
Portfolio Penyer- Tarif Exempt- Umum Khusus Umum Khusus Teknik
taan Peru-
angsung sahaan
Lampiran
PSC
59 Turki 15% 10%, Tidak tidak 10% - 10% - tidak
min 25% Mengatur mengatur mengatur
kepemi-
likan
60 Ukraina 15% 10%, 10% Ya 10% - 10% - tidak
min 20% mengatur
kepemi-
likan
61 Uni Emirat 10% 10% 5% tidak 5% - 5% - tidak
Arab mengatur mengatur
62 Uzbekistan 10% 10% 10% Ya 10% - 10% - tidak
mengatur
63 Venezuela 15% 10%, 10% Ya, khu- 10% - 20% - 10%
min 10% sus di
kepemi- indonesia
likan
64 Vietnam 15% 15% 10% Ya 15% - 15% - tidak
mengatur
65 Yordania 10% 10% Tidak tidak 10% - 10% - tidak
Mengatur mengatur mengatur
159
I. Tabel Hak Pemajakan Atas Pelayaran & Penerbangan, 160
tertentu tertentu
No. Negara Hak Pemajakan Pelayaran dan Penerbangan Keuntungan dari Pengalihan Harta
internasional
Pelayaran Pener- Aturan remuner- Harta Harta Harta Saham Harta
(Ship- bangan khusus asi crew Tidak bergerak Bergerak, Lainnya
Lampiran
15 Hong Kong Negara Negara tidak Negara negara negara negara negara negara
Sumber Domisili Domisili sumber sumber domisili sumber domisili
dengan dengan
50% ketentuan
Potongan tertentu
Pajak
16 Hongaria Negara Negara tidak Negara Negara Negara Negara Menga- negara
Sumber Domisili Domisili Sumber Sumber Domisili cu pada domisili
dengan pengali-
50% han harta
Potongan lainnya
Pajak
17 India Negara Negara ada Negara negara negara Negara Menga- Negara
Sumber Domisili Domisili sumber sumber Domisili cu pada Domisili
dengan pengali-
50% han harta
Potongan lainnya
Pajak
18 Inggris Negara Negara tidak tidak men- Negara Negara Negara Menga- negara
Domisili Domisili gatur Sumber Sumber Domisili cu pada domisili
pengali-
han harta
lainnya
163
No. Negara Hak Pemajakan Pelayaran dan Penerbangan Keuntungan dari Pengalihan Harta 164
internasional
Pelayaran Pener- Aturan remuner- Harta Harta Harta Saham Harta
(Ship- bangan khusus asi crew Tidak bergerak Bergerak, Lainnya
ping) dan on board Bergerak Terkait pesawat
pengec- BUT/ & kapal
ualian pekerjaan
bebas
19 Iran Negara Negara tidak Negara negara negara Negara Negara Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili Sumber Domisili
20 Italia Negara Negara tidak Negara Negara Negara Negara Menga- negara
Domisili Domisili Domisili Sumber Sumber Domisili cu pada domisili
pengali-
han harta
lainnya
21 Jepang Negara Negara tidak Negara negara negara Negara Menga- Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili cu pada Domisili
pengali-
han harta
lainnya
22 Jerman Negara Negara tidak Negara Negara Negara Negara Menga- negara
Domisili Domisili Domisili Sumber Sumber Domisili cu pada domisili
pengali-
han harta
lainnya
23 Kanada Negara Negara tidak Negara Negara Negara Negara Negara Negara
Domisili Domisili Domisili Sumber Sumber Domisili Sumber Domisili/
negara
sumber
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Hak Pemajakan Pelayaran dan Penerbangan Keuntungan dari Pengalihan Harta
internasional
Pelayaran Pener- Aturan remuner- Harta Harta Harta Saham Harta
(Ship- bangan khusus asi crew Tidak bergerak Bergerak, Lainnya
Lampiran
26 Kroasia Negara Negara ada Negara Negara Negara Negara Negara negara
Domisili Domisili Domisili Sumber Sumber Domisili Sumber domisili
27 Kuwait Negara Negara tidak Negara negara negara Negara Menga- Negara
Domisili Domisili Domisili, sumber sumber Domisili cu pada Domisili
dengan (tidak (tidak pengali-
ketentuan lebih dari lebih dari han harta
tertentu 50%) 50%) lainnya
28 Luxembourg Negara Negara tidak Negara Negara Negara Menga- Menga- negara
Domisili Domisili Domisili Sumber Sumber cu pada cu pada domisili
pengali- pengali-
han harta han harta
lainnya lainnya
165
No. Negara Hak Pemajakan Pelayaran dan Penerbangan Keuntungan dari Pengalihan Harta 166
internasional
Pelayaran Pener- Aturan remuner- Harta Harta Harta Saham Harta
(Ship- bangan khusus asi crew Tidak bergerak Bergerak, Lainnya
ping) dan on board Bergerak Terkait pesawat
pengec- BUT/ & kapal
ualian pekerjaan
bebas
29 Malaysia Negara Negara ada Negara negara negara Negara Negara Negara
Sumber Domisili Domisili sumber sumber Domisili Sumber Domisili
dengan
50%
Potongan
Pajak
30 Maroko Negara Negara ada Negara negara negara Negara negara Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili sumber Domisili
31 Meksiko Negara Negara ada Negara negara negara Negara negara Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili sumber Domisili
32 Mesir Negara Negara tidak Negara Negara Negara negara Negara negara
Domisili Domisili Domisili Sumber Sumber domisili Sumber sumber
33 Mongolia Negara Negara tidak Negara negara negara Negara Menga- Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili cu pada Domisili
pengali-
han harta
lainnya
34 Norwegia Negara Negara ada Negara negara negara Negara Negara Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili, Sum- Domisili
dengan ber (jika
pengec- sahamnya
ualian >30%)
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
bagi SAS
No. Negara Hak Pemajakan Pelayaran dan Penerbangan Keuntungan dari Pengalihan Harta
internasional
Pelayaran Pener- Aturan remuner- Harta Harta Harta Saham Harta
(Ship- bangan khusus asi crew Tidak bergerak Bergerak, Lainnya
Lampiran
61 Uni Emirat Negara Negara ada Negara negara negara Negara Menga- Negara
Arab Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili cu pada Domisili
pengali-
han harta
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
lainnya
No. Negara Hak Pemajakan Pelayaran dan Penerbangan Keuntungan dari Pengalihan Harta
internasional
Pelayaran Pener- Aturan remuner- Harta Harta Harta Saham Harta
(Ship- bangan khusus asi crew Tidak bergerak Bergerak, Lainnya
Lampiran
64 Vietnam Negara Negara tidak Negara negara negara Negara dapat Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili dipajaki Domisili
di kedua
negara
dengan
ketentuan
tertentu
65 Yordania Negara Negara tidak Negara negara negara Negara Menga- Negara
Domisili Domisili Domisili sumber sumber Domisili cu pada sumber
pengali-
han harta
lainnya
173
J. Tabel Hak Pemajakan Atas Penghasilan Direktur, Artis, 174
8
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
9 Brunei Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
Darussalam atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
10 Bulgaria Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
11 Ceko Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
12 Denmark Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
13 Filipina negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
14 Finlandia Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
15 Hong Kong Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
16 Hongaria Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
175
26 Kroasia
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
27 Kuwait Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
28 Luxembourg Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
29 Malaysia Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
30 Maroko negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
31 Meksiko negara sumber Dewan Direksi, Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
Dewan Pengawas, Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
dan anggota de- langsung langsung Tertentu
wan komisaris
32 Mesir Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
33 Mongolia negara sumber Dewan Direksi/ Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
Similiar Organ, Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
negara sumber langsung langsung Tertentu
177
No. Negara Direktur Artis Olahragawan Pegawai Pemer- 178
Hak Pemajakan Ruang Lingkup intah
Direktur
34 Norwegia negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
35 Pakistan negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
36 Papua Nugini Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
37 Perancis Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
38 Polandia negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
39 Portugal negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
40 Qatar negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
41 Romania negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Direktur Artis Olahragawan Pegawai Pemer-
Hak Pemajakan Ruang Lingkup intah
Direktur
negara sumber Dewan Direktur tidak mengatur tidak mengatur Negara Pembayar
Lampiran
42 Rusia
atau organ lain dengan Ketentuan
yang serupa Tertentu
43 Saudi Arabia Tidak Mengatur Tidak Mengatur Tidak Mengatur Tidak Mengatur Tidak Mengatur
44 Selandia negara sumber dewan direksi Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
Baru Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
langsung langsung Tertentu
45 Seychelles negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
46 Singapura negara sumber Board Of Director Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
langsung langsung Tertentu
47 Slovakia negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
48 Spanyol negara sumber dewan direksi Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ yang Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
serupa langsung langsung Tertentu
49 Sri Lanka negara sumber dewan direksi Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ yang Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
serupa langsung langsung Tertentu
50 Sudan negara sumber dewan direksi Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ yang Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
serupa langsung langsung Tertentu
179
No. Negara Direktur Artis Olahragawan Pegawai Pemer- 180
Hak Pemajakan Ruang Lingkup intah
Direktur
51 Suriname negara sumber dewan direksi Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ yang Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
serupa langsung langsung Tertentu
52 Swedia negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
53 Swiss negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
54 Syria negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
55 Taiwan negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
56 Thailand negara sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
57 Tiongkok Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
(China) atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
58 Tunisia Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Direktur Artis Olahragawan Pegawai Pemer-
Hak Pemajakan Ruang Lingkup intah
Direktur
Negara Sumber Dewan Direktur negara tempat negara tempat Negara Pembayar
Lampiran
59 Turki
kegiatan ber- kegiatan ber- dengan Ketentuan
langsung langsung Tertentu
60 Ukraina negara sumber Dewan Direktur negara tempat negara tempat Negara Pembayar
atau organ lain kegiatan ber- kegiatan ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
61 Uni Emirat Negara Sumber Dewan Direktur negara tempat negara tempat Negara Pembayar
Arab atau organ lain kegiatan ber- kegiatan ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
62 Uzbekistan Negara Sumber Dewan Direktur negara tempat negara tempat Negara Pembayar
atau organ lain kegiatan ber- kegiatan ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
63 Venezuela negara sumber Dewan Direktur negara tempat negara tempat Negara Pembayar
atau organ lain kegiatan ber- kegiatan ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
64 Vietnam negara sumber Dewan Direktur negara tempat negara tempat Negara Pembayar
atau organ lain kegiatan ber- kegiatan ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
65 Yordania Negara Sumber Dewan Direktur Negara Tempat Negara Tempat Negara Pembayar
atau organ lain Kegiatan Ber- Kegiatan Ber- dengan Ketentuan
yang serupa langsung langsung Tertentu
181
K. Tabel Hak Pemajakan Atas Penghasilan Individu Lainnya 182
No. Negara Pensiunan Pelajar & trainee Guru, Dosen dan Pemajakan atas
lainnya Pemerintah Peneliti Penghasilan
Lainnya
1 Afrika Selatan Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai tidak mengatur Negara Sumber
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara
Tertentu tempat belajar
dengan ketentuan
tertentu
2 Aljazair Kedua Negara Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara kecuali bagi BUT
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
3 Amerika Kedua Negara Negara Sumber Tidak dikenai Tidak dikenai tidak mengatur
Serikat dengan ketentuan pajak di negara pajak di negara
tertentu tempat belajar tempat kegiatan
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
4 Australia Negara Pembayar Negara Sumber Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara,
dengan ketentuan dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu tertentu
5 Austria Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara,
dengan ketentuan dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu tertentu
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Pensiunan Pelajar & trainee Guru, Dosen dan Pemajakan atas
lainnya Pemerintah Peneliti Penghasilan
Lainnya
6 Bangladesh Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Lampiran
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara kecuali bagi BUT
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
7 Belanda Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara kecuali bagi BUT
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
8 Belgia Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara,
dengan ketentuan dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu tertentu
9 Brunei Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber
Darussalam Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
10 Bulgaria Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara,
dengan ketentuan dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu tertentu
183
No. Negara Pensiunan Pelajar & trainee Guru, Dosen dan Pemajakan atas 184
lainnya Pemerintah Peneliti Penghasilan
Lainnya
11 Ceko Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
12 Denmark Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara,
dengan ketentuan dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu tertentu
13 Filipina Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
14 Finlandia Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai tidak mengatur Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar di kedua negara,
dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu
15 Hong Kong Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak Mengatur Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar di kedua negara,
dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Pensiunan Pelajar & trainee Guru, Dosen dan Pemajakan atas
lainnya Pemerintah Peneliti Penghasilan
Lainnya
16 Hongaria Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Lampiran
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara kecuali bagi BUT
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
27 Kuwait Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
28 Luxembourg Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
29 Malaysia Negara Pembayar Negara Sumber Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
30 Maroko Negara Pembayar Negara Pembayar dikecualikan di Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan negara tempat pajak di negara kecuali bagi BUT
Tertentu belajar atas tempat kegiatan
pembayaran dengan ketentuan
dari luar negara tertentu
tersebut
187
No. Negara Pensiunan Pelajar & trainee Guru, Dosen dan Pemajakan atas 188
lainnya Pemerintah Peneliti Penghasilan
Lainnya
31 Meksiko Negara Pembayar Negara Pembayar dikecualikan di Tidak dikenai negara sumber
Pensiun dengan Ketentuan negara tempat pajak di negara
Tertentu belajar atas tempat kegiatan
pembayaran dengan ketentuan
dari luar negara tertentu
tersebut
32 Mesir Negara Pembayar Tidak Mengatur, dikecualikan di Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun mengacu pada negara tempat pajak di negara dapat dikenakan
aturan pensiun belajar tempat kegiatan di kedua negara
lainnya dengan ketentuan
tertentu
33 Mongolia Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
34 Norwegia Negara Pembayar Negara Sumber Tidak dikenai tidak mengatur Negara Sumber,
Pensiun pajak di negara dapat dikenakan
tempat belajar di kedua negara,
dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu
35 Pakistan Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara,
dengan ketentuan dengan ketentuan kecuali bagi BUT
tertentu tertentu
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Pensiunan Pelajar & trainee Guru, Dosen dan Pemajakan atas
lainnya Pemerintah Peneliti Penghasilan
Lainnya
36 Papua Nugini Negara Pembayar Negara Sumber Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Lampiran
44 Selandia Baru Negara Pembayar Negara Pembayar Tidak dikenai Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan pajak di negara pajak di negara dapat dikenakan
Tertentu tempat belajar tempat kegiatan di kedua negara
dengan ketentuan dengan ketentuan
tertentu tertentu
45 Seychelles Negara Pembayar Negara Pembayar dikecualikan di Tidak dikenai Negara Sumber,
Pensiun dengan Ketentuan negara tempat pajak di negara kecuali bagi BUT
Tertentu belajar atas tempat kegiatan
pembayaran dengan ketentuan
dari luar negara tertentu
tersebut
Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
No. Negara Pensiunan Pelajar & trainee Guru, Dosen dan Pemajakan atas
lainnya Pemerintah Peneliti Penghasilan
Lainnya
46 Singapura Negara Pembayar Tidak Mengatur, Tidak dikenai Tidak dikenai Mengacu ke
Lampiran
INSTRUCTIONS
FOR CERTIFICATE OF DOMICILE OF NON RESIDENT FOR INDONESIA TAX
WITHHOLDING (FORM-DGT 1)
Number 1:
Please fill in the name of the country of income recipient.
Please fill in the contact number of person who signs this form.
Please check the appropriate box. In case you have ever been resided in
Indonesia, please fill the period of your stay and address where you are
resided.
Number 26:
Please check the appropriate box. In case you have any offices, or other
place of business in Indonesia, please fill in the address of the offices, or
other place of business in Indonesia
Law.
Number 43:
In case your income is arising from rendering service, please fill in the periode
when the service is provided.
Number 44:
Please fill in the type of income.
Number 45:
Please fill in the amount of Income liable to withholding tax under Indonesian
Law.
Lampiran 209
210 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
INSTRUCTIONS
FOR CERTIFICATE OF DOMICILE OF NON RESIDENT FOR INDONESIA TAX
WITHHOLDING (FORM-DGT 2)
Number 1:
Please fill in the name of the country of income recipient.
Number 2:
Please fill in the name of the income recipient.
Number 3:
Please fill in the income recipient’s taxpayer identification number in
country where the income recipient is registered as a resident taxpayer.
Number 4:
Please fill in the income recipient’s address.
Number 5:
This form shall filled be by the management of the claimant. Please fill in
the name of country where income recipient is registered as a resident
taxpayer.
Number 6:
The claimant or his representative (for non individual) shall sign this form.
Number 7:
Please fill in the place and date of signing.
Number 8:
Please fill in the capacity of the claimant or his representative who signs
this form.
Number 9:
Please fill in the contact number of person who signs this form.
resident taxpayer.
Number 14:
Please fill in the date when the form is signed by the Competent Authorities
or his authorized representative.
Number 15:
Please fill in the office address of the Competent Authority or authorized
representative.
212 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Keterangan:
1. Diisi dengan nomor surat
2. Diisi dengan tanggal surat
3. Diisi sesuai jumlah lampiran
4. Diisi dengan masalah pokok surat
5. Diisi dengan kegiatan yang dilakukan KPP (verifikasi, pemeriksaan, proses
keberatan)
6. Diisi dengan nama Wajib Pajak yang dimintakan informasi (Wajib Pajak
Indonesia)
7. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak
8. Diisi dengan nama Entitas luar negeri
9. Diisi dengan alamat Entitas luar negeri (termasuk e-mail atau situs internet jika
diketahui)
10. Diisi dengan masa pajak dan/atau tahun pajak yang dipertanyakan
11. Diisi dengan nomor pasal dalam P3B yang mengatur tentang pertukaran
informasi
12. Diisi dengan nama negara/yurisdiksi mitra tujuan permintaan
13. Diisi dengan menyebutkan alasan informasi tidak ditemukan dan/atau
diperoleh
14. Diisi dengan alasan kesegeraan dipenuhinya permintaan informasi (jika ada)
15. Diisi dengan batas waktu penggunaan informasi (jika terdapat batas waktu
penggunaan informasi dan/atau informasi tidak dapat lagi digunakan)
16. Diisi dengan nama pejabat yang menandatangani surat
17. Diisi dengan NIP pejabat yang menandatangani surat
18. Diisi dengan Kepala Kantor Wilayah DJP terkait
Lampiran 221
LAMPIRAN I
Surat Kepala KPP
…………….
Nomor :
……………………….
Tanggal:
……………………….
Keterangan:
LAMPIRAN II
Surat Kepala KPP …………….
Nomor : ……………………….
Tanggal: ……………………….
Keterangan:
1. Diisi dengan nama Wajib Pajak yang dimintakan informasi (Wajib Pajak
Indonesia)
2. Diisi dengan NPWP Wajib Pajak
3. Diisi dengan alamat Wajib Pajak (termasuk email atau situs internet jika
diketahui)
4. Diisi dengan bidang/kegiatan usaha Wajib Pajak
5. Diisi dengan nama Entitas luar negeri
6. Diisi dengan TIN Entitas luar negeri
7. Diisi dengan nomor registrasi usaha (jika diketahui)
8. Diisi dengan alamat Entitas luar negeri (termasuk e-mail atausitus internet jika
diketahui)
9. Diisi dengan penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan permintaan
informasi.
* Dalam hal Informasi yang diminta melibatkan pihak lain, perlu mencantumkan
keterangan mengenai semua identitas pihak lain yang terkait antara lain nama
TIN, nomor registrasi usaha (jika diketahui).
* Dalam hal informasi yang diminta terkait dengan informasi di bidang
perbankan, perlu mencantumkan identitas rekening bank antara lain nama
pemilik, nomor rekening ban, dan/atau nama bank (jika diketahui)
* Khusus untuk permintaan informasi ke HongKong, agar dicantumkan tanggal
mulai dilakukannya kegiatan administrasi perpajakan (contoh: penelitian,
pemeriksaan, proses keberatan). Permintaan informasi ke Hong Kong berlaku
mulai tahun pajak 2013.
10. Diisi dengan hal-hal yang patut dicurigai sehingga perlu dimintakan informasi
11. Diisi dengan informasi yang diminta disertai dengan alasan permintaan
informasi
Lampiran 225
LAMPIRAN III
Surat Kepala KPP …………….
Nomor : ……………………….
Tanggal: ……………………….
Keterangan:
1. Diisi apabila terdapat informasi atau data yang relevan yang dimiliki KPP seperti
antara lain fotokopi faktur dan kontrak.
226 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 574/KMK.04/2000tentang Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat
Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Termasuk Sebagai Subjek Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 87/PMK.03/2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd.
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal I
Mengubah Lampiran angka romawi IV butir 5 dan menambah 1 (satu) butir menjadi
butir 63 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang
Penetapan Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat Perwakilan
Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan, sehingga
Lampiran angka romawi IV berbunyi sebagai berikut:
Advancement International)
12. World Relief Cooperation
13. APCU (The Asean Heads of Population Coordination Unit)
14. SIL (The Summer Institute of Linguistics, Inc.)
15. IPC (The International Pepper Community)
16. APCC (Asian Pacific Coconut Community)
17. INTELSAT (International Telecommunication Satellite Organization)
18. People Hope of Japan (PHJ) dan Project Hope
19. CIP (The International Potato Centre)
20. ICRC (The International Committee of Red Cross)
21. Terre Des Hommes Netherlands
22. Wetlands International
23. HKI (Helen Keller International, Inc.)
24. Taipei Economic and Trade Office
25. Vredeseilanden Country Office (VECO) Belgia
26. KAS (Konrad Adenauer Stiftung)
27. Program for Appropriate Technology in Health, USA-PATH
28. Save the Children-US dan Save the Children-UK
29. CIFOR (The Center for International Forestry Research)
30. Islamic Development Bank
31. Kyoto University-Jepang
32. ICRAF (the International Centre for Research in Agroforestry)
33. Swisscontact - Swiss Foundation for Technical Cooperation
34. Winrock International
35. Stichting Tropenbos
36. The Moslem World League (Rabithah)
37. NEDO (The New Energy and Industrial Technology Development
Organization)
38. HSF (Hans Seidel Foundation)
39. DAAD (Deutscher Achademischer Austauschdienst)
40. WCS (The Wildlife Conservation Society)
41. BORDA (The Bremen Overseas Research and Development Association)
42. ASEAN Foundation
43. SOCSEA (Sub Regional Office of CIRDAP in Southeast Asia)
44. IMC (International Medical Corps)
45. KNCV (Koninklijke Nederlands Centrale Vereniging tot Bestrijding der
Tuberculosis)
46. Asia Foundation
47. The British Council
48. CARE (Cooperative for American Relief Everywhere Incorporation)
49. CCF (Christian Children’s Fund)
50. CRS (Catholic Relief Service)
51. CWS (Church World Service)
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 235
Pasal II
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal I
Mengubah Lampiran angka romawi IV dengan menambah 1 (satu) butir menjadi butir
64 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Penetapan
Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat Perwakilan Organisasi
Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana telah
238 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Organization)
38. HSF (Hans Seidel Foundation)
39. DAAD (Deutscher Achademischer Austauschdienst)
40. WCS (The Wildlife Conservation Society)
41. BORDA (The Bremen Overseas Research and Development Association)
42. ASEAN Foundation
43. SOCSEA (Sub Regional Office of CIRDAP in Southeast Asia)
44. IMC (International Medical Corps)
45. KNCV (Koninklijke Nederlands Centrale Vereniging tot Bestrijding der
Tuberculosis)
46. Asia Foundation
47. The British Council
48. CARE (Cooperative for American Relief Everywhere Incorporation)
49. CCF (Christian Children’s Fund)
50. CRS (Catholic Relief Service)
51. CWS (Church World Service)
52. The Ford Foundation
53. FES (Friedrich Ebert Stiftung)
54. FNS (Friedrich Neumann Stiftung)
55. IRRI (International Rice Research Institute)
56. Leprosy Mission
57. OXFAM (Oxford Committee for Famine Relief)
58. WE (World Education, Incorporated, USA)
59. JICA (Japan International Cooperations Agency)
60. JBIC (Japan Bank for International Cooperation)
61. KOICA (Korea International Cooperation Agency)
62. ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia)
63. JETRO (Japan External Trade Organization)
64. International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC)
Pasal II
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Agustus 2010
MENTERI KEUANGAN,
240 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Agustus 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
TENTANG
Menimbang :
perpajakan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf d dan dalam rangka mendukung
pengembangan ekonomi melalui pembiayaan pengembangan sektor swasta
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, serta untuk mengoptimalkan manfaat
keikutsertaan Indonesia dalam Islamic Corporation for Development of the
Private Sector (ICD), Menteri Keuangan telah menyetujui pemberian fasilitas
Pajak Penghasilan untuk Islamic Corporation for Development of the Private
Sector (ICD);
f. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun
2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak
Penghasilan daIam Tahun Berjalan Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk
memberikan fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka perjanjian internasional;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f di atas, serta untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Penetapan
Organisasi-Organisasi Internasional dan Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi
Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal I
1. Di antara Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a)
dan ayat (2b), dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Organisasi-organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak
Penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota.
(2) Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau
kebudayaan tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada Negara/Pemerintah
Indonesia;
b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
(2a) Dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian
internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan, perlakuan perpajakannya didasarkan pada
ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian
dimaksud, dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan Undang-
Undang tentang Perjanjian Internasional.
(2b) Pelaksanaan perlakuan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a)
dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
(3) Organisasi-organisasi internasional yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan organisasi-organisasi internasional
yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan ayat
(2b), adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Pejabat-pejabat perwakilan dari organisasi internasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan apabila memenuhi
244 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal II
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
TENTANG
PENENTUAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
Menimbang :
bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam penentuan status subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri, serta untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 2A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha
tetap.
(2) Subjek Pajak dapat dibedakan atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak
luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang
PPh.
Pasal 3
Pasal 4
(1) Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia:
a. yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia; atau
b. yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
(2) Pengertian “yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia” sebagaimana terdapat pada ayat (1) huruf b meliputi pula yang
tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Pasal 5
(1) Subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
(2) Bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tempat
usaha yang bersifat permanen yang dipergunakan oleh subjek pajak luar
negeri, orang pribadi atau badan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) untuk menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia.
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
(1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
Pasal 7 ayat (1) yang kemudian pergi keluar negeri tetap dianggap bertempat
tinggal di Indonesia, apabila keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah
dan berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
(2) Orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap
tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar
negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi
yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu:
a. Green Card,
b. identity card,
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 251
c. student card,
d. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan
Republik Indonesia diluar negeri,
e. surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau
f. tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan berada di Indonesia bagi Subjek Pajak orang pribadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 1), angka 3), dan Pasal
4 ayat (1) adalah Subjek Pajak orang pribadi berdasarkan keadaan yang sebenarnya
berada di dalam wilayah negara Republik Indonesia pada suatu waktu.
Pasal 10
Jangka waktu 183 (seratus delapan puluh tiga) hari sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 2) ditentukan dengan menghitung lamanya Subjek
Pajak orang pribadi berada di Indonesia, yang keberadaannya di Indonesia dapat
secara terus menerus atau terputus-putus, dan bagian dari hari dihitung penuh 1
(satu) hari.
Pasal 11
Subjek Pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 3) dalam hal:
a. Subjek Pajak orang pribadi menunjukkan niatnya secara tegas untuk bertempat
tinggal di Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:
1) Visa bekerja, atau
2) Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), lebih dari 183 hari (seratus delapan
puluh tiga) hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha,
atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari.
b. Subjek Pajak orang pribadi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa
dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal
di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk menyewa
tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau memperoleh
tempat yang disediakan oleh pihak lain.
Pasal 12
(1) Orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar
negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
252 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 13
(1) Subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya dan orang pribadi Warga Negara Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) menjadi subjek pajak luar negeri sejak
meninggalkan Indonesia.
(2) Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diwajibkan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak
atau Bagian Tahun Pajak terakhir dalam statusnya sebagai subjek pajak dalam
negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan
yang berlaku.
(3) Bagi subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan paling lambat saat meninggalkan Indonesia.
Pasal 14
Subjek Pajak badan yang didirikan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf b adalah badan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009,
tidak termasuk bentuk usaha tetap, yang pendirian atau pembentukannya:
a. berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia,
b. didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di
Indonesia, atau
c. di dalam wilayah hukum Indonesia.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 253
Pasal 15
Pasal 16
(1) Subjek pajak luar negeri dapat menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu
bentuk usaha tetap di Indonesia dalam hal mempunyai tempat kedudukan
manajemen yang berada di Indonesia.
(2) Tempat kedudukan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tempat kedudukan manajemen yang menjalankan kegiatan/operasi perusahaan
sehari-hari atau secara rutin yang tidak melakukan pengendalian atas seluruh
perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat strategis.
(3) Dalam hal tempat kedudukan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan atau tempat membuat
keputusan yang bersifat strategis, subjek pajak luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersebut diperlakukan sebagai subjek pajak dalam
negeri sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1).
(4) Tempat kedudukan manajemen efektif yang terdapat dalam Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda dapat diartikan sebagai tempat:
a. keputusan manajemen dan komersial yang signifikan dibuat, atau
b. pengurus membuat keputusan untuk kepentingan badan.
Pasal 17
Saat berakhir dan saat dimulainya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak dalam
negeri dan subjek pajak luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2A Undang-
Undang PPh diterapkan kepada Subjek Pajak setelah status Subjek Pajak orang
pribadi atau badan ditentukan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
254 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 18
Dalam hal orang pribadi atau badan merupakan subjek pajak dalam negeri dari negara
mitra/jurisdiksi mitra P3B dan subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, status subjek pajak orang pribadi atau badan dimaksud ditentukan
berdasarkan ketentuan dalam P3B yang terkait.
Pasal 19
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2011
DIREKTUR JENDERAL
ttd
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 255
TENTANG
Menimbang :
bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum atas perlakuan Pajak Penghasilan
bagi orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar
negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perlakuan
Pajak Penghasilan Bagi Pekerja Indonesia di Luar Negeri;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan Pekerja
Indonesia di Luar Negeri adalah orang pribadi Warga Negara Indonesia yang bekerja
di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan.
256 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 2
Pasal 3
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pekerja Indonesia di Luar Negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sehubungan dengan pekerjaannya di luar
negeri dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai Pajak Penghasilan di
Indonesia.
Pasal 4
Dalam hal Pekerja Indonesia di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia maka atas penghasilan
tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 5
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 2009
DIREKTUR JENDERAL,
ttd,
DARMIN NASUTION
NIP 130605098
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 257
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
(1) Bentuk usaha tetap di Indonesia yang mengurangkan biaya administrasi kantor
pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib menyampaikan laporan
keuangan konsolidasi atau kombinasi dari kantor pusat yang meliputi seluruh
usaha dan/atau kegiatan perusahaan di seluruh dunia untuk tahun pajak
yang bersangkutan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan.
(2) Laporan Keuangan konsolidasi atau kombinasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus sudah diaudit oleh akuntan publik dan mengungkapkan rincian
peredaran usaha atau kegiatan perusahaanserta jenis dan besarnya biaya
administrasi yang dibebankan kepada masing-masing bentuk usaha tetap di
negara tempat perusahaan yang bersangkutan melakukan usaha atau kegiatan.
Pasal 4
Keputusan ini mulai berlaku untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak tahun
pajak 1995.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Juli 1995
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
FUAD BAWAZIER
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 259
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
(1) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali
yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap
(BUT), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen)
dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final.
(2) Terhadap Wajib Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang
telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan
Indonesia, pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada
pihak Indonesia.
(3) Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah 25 % (dua puluh lima persen) dari harga jual.
(4) Penjualan atau pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas,
intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang ringan.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 261
Pasal 3
(1) Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pembeli yang ditunjuk
sebagai pemotong pajak dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selaku penjual
diberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26.
(2) Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan
dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1).
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pasal 1
(1) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di lndonesia, kecuali
yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap
(BUT), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen)
dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final.
(2) Terhadap Wajib Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang
telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan
Indonesia, pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada
pihak Indonesia.
(3) Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual.
(4) Penjualan atau pengalihan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
penjualan atau pengalihan harta berupa perhiasan mewah, berlian, emas,
intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar,
dan/atau pesawat terbang ringan.
Pasal 2
(1) Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (1), dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pembeli yang ditunjuk
sebagai pemotong pajak dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selaku penjual
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 265
Pasal 3
(1) Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya dan orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang
ditunjuk sebagai pemotong pajak.
(2) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk sebagai
pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan
Aktuaris, yang melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
Pasal 4
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi Wajib Pajak Dalam Negeri
terdaftar menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan Orang Pribadi Wajib Pajak Dalam
Negeri sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) dengan menggunakan bentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 September 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 267
TENTANG
Menimbang :
a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) jo. ayat (3) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, terhadap penghasilan
dari penjualan harta di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar
Negeri (WPLN) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong Pajak Penghasilan
(PPh) sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto yang
pelaksanaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
b. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a di atas, untuk
memberikan kepastian mengenai pengenaan pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh WPLN selain BUT dari penjualan saham, dipandang
perlu mengatur pemotongan PPh atas penghasilan tersebut dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3567);
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
4. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998;
268 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud Perseroan adalah Perseroan Terbatas Dalam
Negeri yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak
Luar Negeri (WPLN) dan tidak berstatus sebagai Emiten atau Perusahaan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan dari penjualan saham Perseroan yang diperoleh WPLN selain
Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan netto.
(2) Terhadap WPLN berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka
pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan
apabilan berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak
Indonesia.
(3) Besarnya perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah 25 % (dua puluh lima persen) dari harga jual, sehingga besarnya PPh
Pasal 26 adalah 20 % x 25 % atau 5 % (lima persen) dari harga jual.
(4) Pembayaran PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final.
Pasal 3
(1) Penghasilah dari penjualan saham di dalam negeri yang diperoleh atau diterima
WPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dipotong pajak oleh
pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepadanya diberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 26.
(2) Perseroan hanya mencatat akta pemindahan hak atas saham yang dijual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila kepadanya dibuktikan oleh WPLN
bahwa PPh Pasal 26 yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 telah
dibayar lunas dengan menyerahkan fotokopi bukti pemotongan PPh Pasal 26
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 269
Pasal 4
(1) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib
memotong dan menyetorkan PPh Pasal 26 yang terutang selambat-lambatnya
tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya
pajak di Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan melaporkannya kepada Direktur
Jenderal Pajak selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
(2) Pelaksanaan pemungutan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3) dilakukan oleh Perseroan dengan menggunakan nama WPLN
pemegang saham selambat-labatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak di Bank Persepsi atau Kantor
Pos, dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal Pajak selambat- lambatnya
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(3) Pemotong/pemungut pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Keputusan ini dikenakan sanksi sesuai peraturan perpajakan
yang berlaku.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 6
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Agustus 1999
MENTERI KEUANGAN,
ttd
BAMBANG SUBIANTO
270 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) jo. ayat (3) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1994, atas penghasilan berupa premi asuransi termasuk premi
reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri dipotong
pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto;
b. bahwa agar pemotongan pajak tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka
dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 26 atas penghasilan tersebut, dengan Keputusan Menteri Keuangan;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3459) dan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara
Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
3. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1983 tentang Pembentukan Kabinet
Pembangunan VI;
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 271
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
(1) Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan
asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26
sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.
(2) Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut :
a. atas premi dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah premi yang dibayar;
b. atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi
yang dibayar;
c. atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang
dibayar.
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 5
Ditetapkan di JAKARTA
Pada tanggal 27 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN,
ttd
MAR’IE MUHAMMAD
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 273
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pasal 1
(1) Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
(2) Dalam hal Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari
suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan kembali di Indonesia, penghasilan
dimaksud dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan apabila seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan kembali di
Indonesia dalam bentuk:
a. penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
b. penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pemegang saham;
c. pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia; atau
d. investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia.
Pasal 2
(1) Seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu
Bentuk Usaha Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia yang dikecualikan
dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(3), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 275
yang berlaku.
Pasal 3
(1) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali seluruh
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal yang
dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar,
dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak
diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
(2) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai realisasi penanaman
kembali yang telah dilakukan, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan
untuk Tahun Pajak saat dilakukan realisasi penanaman kembali tersebut.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. jumlah Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari
Bentuk Usaha Tetap dan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
b. bentuk penanaman kembali, jumlah realisasi penanaman kembali, dan
Tahun Pajak dilakukan realisasi penanaman kembali.
Pasal 4
(1) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali seluruh
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) huruf a wajib menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial.
(2) Saat berproduksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah saat
perusahaan yang baru didirikan tersebut telah mulai memproduksi barang untuk
dijual bagi perusahaan manufaktur atau saat perusahaan mulai melakukan
penjualan barang dan/atau jasa bagi perusahaan selain manufaktur.
(3) Keputusan tentang saat berproduksi komersial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
Bentuk Usaha Tetap terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan
hasil penelitian Kantor Pelayanan Pajak dimaksud, paling lama 6 (enam) bulan
setelah Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap meyampaikan pemberitahuan secara
tertulis mengenai saat berproduksi komersial.
(4) Penetapan saat berproduksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya dengan memperhatikan saat mulai
berproduksi komersial yang disampaikan oleh Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap
yang bersangkutan.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 277
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah lewat dan
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat keputusan tentang saat
berproduksi komersial, saat berproduksi komersial adalah berdasarkan
pemberitahuan tertulis yang disampaikan oleh Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap
yang bersangkutan.
Pasal 5
Dalam hal induk perusahaan dari Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah Wajib Pajak
dalam negeri dari negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda dengan Indonesia, besarnya tarif untuk menghitung Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah sebagaimana ditentukan
dalam Persetujuan Penghindaran Pajak yang berlaku.
Pasal 6
Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Bentuk
Usaha Tetap dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, dasar pengenaan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah Penghasilan Kena
Pajak yang dihitung berdasarkan pembukuan yang sudah dilakukan koreksi fiskal,
dikurangi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Pasal 7
Tata cara pemberitahuan secara tertulis oleh Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 257/PMK.03/2008 tentang Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena
Pajak sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk Usaha Tetap, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 9
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
Diundangkan Di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ttd.
PATRIALIS AKBAR
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
(1) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk
Usaha Tetap yang seluruhnya ditanamkan kembali di Indonesia, dikecualikan
dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.
(2) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali atas
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.03/2011 tentang
Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak
Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap, wajib menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pasal 2
(4) Penanaman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah
dilakukan paling lama pada akhir tahun pajak berikutnya setelah diperolehnya
Penghasilan Kena Pajak yang bersangkutan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap melakukan penanaman kembali
berupa penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan informasi mengenai
perusahaan yang baru didirikan, meliputi :
a. identitas perusahaan baru meliputi nama perusahaan, Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), alamat perusahaan, dan jenis usaha perusahaan;
b. nomor, tanggal dan nama notaris akte pendirian perusahaan, beserta foto
kopi akte pendirian perusahaan dimaksud;
c. jumlah penyertaan modal pada perusahaan baru;
d. saat perusahaan aktif melakukan kegiatan usaha dan/atau saat perusahaan
mulai berproduksi komersial .
(6) Dalam hal Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap melakukan penanaman kembali
berupa penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan
berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham, informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan informasi mengenai :
a. identitas perusahaan yang dilakukan penyertaan modal meliputi nama
perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat perusahaan, dan
jenis usaha perusahaan;
b. nomor, tanggal dan nama notaris akte penyertaan modal, beserta foto kopi
akte penyertaan modal dimaksud;
c. foto kopi dokumen pendukung yang relevan apabila tidak terdapat akte
penyertaan modal;
d. jumlah penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan; dan
e. saat perusahaan aktif melakukan kegiatan usaha.
(7) Dalam hal Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap melakukan penanaman kembali
berupa pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia, informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah
dengan informasi mengenai:
a. jenis dan alamat/lokasi aktiva tetap;
b. kuantitas dan nilai/harga perolehan aktiva tetap;
c. bukti kepemilikan atas aktiva tetap;
d. nomor dan tanggal perjanjian pembelian aktiva tetap; dan
e. foto kopi bukti kepemilikan atas aktiva tetap dan perjanjian pembelian atas
aktiva tetap dimaksud.
(8) Dalam hal Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap melakukan penanaman kembali
berupa investasi dalam bentuk aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha
Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, informasi sebagaimana dimaksud pada ayat
282 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
A. Fuad Rahmany
NIP 195411111981121001
284 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
Pembangunan VI;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 416/KMK.04/1996 tentang Norma
penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran
Dalam Negeri;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan
atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan
orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di
Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Pasal 2
(1) Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan
Luar Negeri ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
(2) Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau
Penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat
persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.
Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 4
Dengan berlakunya keputusan ini maka keputusan Menteri keuangan Nomor 181/
KMK.04/1995 tanggal 1 Mei 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.
286 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 5
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juni 1996
MENTERI KEUANGAN,
ttd
MAR’IE MUHAMMAD
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 287
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan nilai ekspor bruto adalah semua nilai
pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang
mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada
orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pasal 2
(1) Penghasilan neto dari Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor
perwakilan dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai
ekspor bruto.
(2) Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebesar 0,44% (empat puluh empat per seribu) dari nilai ekspor
bruto dan bersifat final.
Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 4
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN,
ttd
MAR’IE MUHAMMAD
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 289
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan nilai ekspor
bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari
290 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
Pasal 2
(1) Penghasilan neto dari Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor
perwakilan dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai
ekspor bruto.
(2) Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebesar 0,44% (empat puluh empat per seribu) dari nilai ekspor
bruto dan bersifat final.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 6
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 291
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2001
DIREKTUR JENDERAL
ttd
HADI POERNOMO
292 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Juli 2008
Direktur Jenderal,
ttd.
Darmin Nasution
NIP 130605098
294 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Tembusan :
1. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
2. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
3. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan;
4. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
5. Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
6. Para Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 295
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
(1) Dokumen SKD yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah formulir sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) atau Lampiran III (Form - DGT 2)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Dokumen SKD yang ditetapkan dalam Lampiran III (Form - DGT 2) Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini digunakan dalam hal :
a. WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian
sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau
obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia,
selain bunga dan dividen; atau
b. WPLN bank.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b
adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut Pajak :
a. menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau
Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
b. telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
c. telah ditandatangani oleh WPLN;
d. telah disahkan oleh pejabat pajak yang berwenang di negara mitra P3B,
dan
e. disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT
Masa untuk masa pajak terutangnya pajak.
(4) Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah pihak yang
memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta
jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan
transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
(5) Lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang telah
disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara mitra P3B
tidak perlu menyampaikan SKD.
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Tata cara penerapan P3B oleh Pemotong/Pemungut Pajak ditetapkan dalam Lampiran
I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 8
Pajak 9
Pasal 10
Pasal 11
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 November 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
300 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Dengan ralat ini, maka Lampiran II dan Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-61/PJ/2009 menjadi sebagaimana terlampir.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Desember 2009
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
302 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal I
Pasal 4
(1) Dokumen SKD yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah formulir sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II [Form-DGT 1] atau Lampiran III [Form-DGT 2]
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Dokumen SKD yang ditetapkan dalam Lampiran III [Form-DGT 2] Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini digunakan dalam hal:
a. WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian
sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau
obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia,
selain bunga dan dividen;
b. WPLN bank; atau
c. WPLN yang berbentuk dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di negara mitra P3B Indonesia dan
merupakan subjek pajak di negara mitra P3B Indonesia.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf
b adalah SKD yang disampaikan oleh WPLN kepada Pemotong/Pemungut
Pajak:
a. menggunakan formulir yang telah ditetapkan dalam Lampiran II atau
Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
b. telah diisi oleh WPLN dengan lengkap;
c. telah ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan
tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B;
d. telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, wakilnya yang sah, atau
pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B, yang dapat
berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan
sesuai dengan kelaziman di negara mitra P3B; dan
e. disampaikan sebelum berakhirnya batas waktu dengan penyampaian SPT
Masa untuk masa pajak terutangnya pajak.
(4) Dalam hal WPLN tidak dapat memenuhi ketentuan pada ayat (3) butir d, WPLN
dianggap memenuhi persyaratan administratif apabila ketentuan-ketentuan
pada ayat (3) butir a, b, c, dan e dipenuhi, dan WPLN melampirkan surat
keterangan domisili yang lazim disahkan atau diterbitkan oleh negara mitra
P3B yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. menggunakan bahasa Inggris;
b. diterbitkan pada atau setelah tanggal 1 Januari 2010;
c. berupa dokumen asli atau dokumen fotokopi yang telah dilegalisasi oleh
304 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal II
Pasal 5
Pasal III
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 April 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
306 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN
PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
(1) Orang pribadi atau badan yang dicakup dalam P3B adalah orang pribadi atau
badan yang merupakan SPDN dan/atau subjek pajak dalam negeri dari negara
mitra P3B.
(2) P3B tidak diterapkan dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B, meskipun
penerima penghasilan telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 3
Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) dapat terjadi
dalam hal :
a. transaksi yang tidak mempunyai substansi ekonomi dilakukan dengan
menggunakan struktur/skema sedemikian rupa dengan maksud semata-mata
308 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 4
(1) Yang dimaksud dengan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah penerima
penghasilan yang:
a. bertindak tidak sebagai Agen;
b. bertindak tidak sebagai Nominee; dan
c. bukan Perusahaan Conduit.
(2) Orang pribadi atau badan yang dicakup dalam P3B sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) yang tidak dianggap melakukan penyalahgunaan P3B
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
a. Individu yang bertindak tidak sebagai Agen atau Nominee;
b. lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang
telah disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara
mitra P3B;
c. WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian
sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau
obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia,
selain bunga dan dividen, dalam hal WPLN bertindak tidak sebagai Agen
atau sebagai Nominee;
d. perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal dan diperdagangkan
secara teratur;
e. bank; atau
f. perusahaan yang memenuhi persyaratan:
1) pendirian perusahaan di negara mitra P3B atau pengaturan struktur/
skema transaksi tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan
P3B; dan
2) kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai
kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan
3) perusahaan mempunyai pegawai; dan
4) mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan
5) penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di negara
penerimanya;dan
6) tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total
penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam
bentuk, seperti: bunga, royalti, atau imbalan lainnya.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 309
(3) Perusahaan conduit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah
suatu perusahaan yang memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan
dengan penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat ekonomis
dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang di negara lain yang tidak
akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut
diterima langsung.
(4) Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah pihak yang
memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta
jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan
transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
(5) Pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah pasar modal
yang pendiriannya berdasarkan ketentuan yang berlaku di negara tempat pasar
modal berada.
Pasal 5
(1) Dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
a. Pemotong/Pemungut Pajak tidak diperkenankan untuk menerapkan
ketentuan yang diatur dalam P3B dan wajib memotong atau memungut
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008; dan
b. WPLN yang melakukan penyalahgunaan P3B tidak dapat mengajukan
permohonan pengembalian kelebihan pajak yang tidak seharusnya
terutang.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan antara format hukum (legal form) suatu struktur/
skema dengan substansi ekonomisnya (economic substance), maka perlakuan
perpajakan diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan
substansi ekonomisnya (substance over form).
Pasal 6
Dalam hal WPLN dikenakan pajak tidak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
P3B, WPLN dapat meminta pejabat yang berwenang di negaranya untuk melakukan
penyelesaian melalui prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure)
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
Pasal 7
Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 November 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 311
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal I
Pasal 3
(3) Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat
312 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal II
Pasal 4
(1) Yang dimaksud dengan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah penerima
penghasilan yang :
a. bertindak tidak sebagai Agen;
b. bertindak tidak sebagai Nominee; dan
c. bukan Perusahaan Conduit.
(2) Orang pribadi atau badan yang dicakup dalam P3B sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) yang dianggap tidak melakukan penyalahgunaan P3B
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 :
a. Individu yang bertindak tidak sebagai Agen atau Nominee;
b. lembaga yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang
telah disepakati oleh pejabat yang berwenang di Indonesia dan di negara
mitra P3B;
c. WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian
sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau
obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia,
selain bunga dan dividen, dalam hal WPLN bertindak tidak sebagai Agen
atau sebagai Nominee;
d. perusahaan yang sahamnya terdaftar di Pasar Modal dan diperdagangkan
secara teratur;
e. dana pensiun yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan di negara mitra P3B dan merupakan subjek pajak di negara
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 313
mitra P3B;
f. bank; atau
g. perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
di dalam pasal P3B terkait tidak mengatur persyaratan beneficial
owner, yaitu : pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema
transaksi tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B;
2) bagi perusahaan yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
di dalam pasal P3B terkait mengatur persyaratan beneficial owner,
yaitu :
i) pendirian perusahaan atau pengaturan struktur/skema transaksi
tidak semata-mata ditujukan untuk pemanfaatan P3B; dan
ii) kegiatan usaha dikelola oleh manajemen sendiri yang mempunyai
kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi; dan
iii) perusahaan mempunyai pegawai; dan
iv) mempunyai kegiatan atau usaha aktif; dan
v) penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di
negara penerimanya; dan
vi) tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total
penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain
dalam bentuk, seperti : bunga, royalti, atau imbalan lainnya.
(3) Perusahaan Conduit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah
suatu perusahaan yang memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan
dengan penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat ekonomis
dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang di negara lain yang tidak
akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut
diterima langsung.
(4) Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah pihak yang
memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta
jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan
transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
(5) Pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah pasar modal
yang pendiriannya berdasarkan ketentuan yang berlaku di negara tempat pasar
modal berada.
(6) Pengertian “kegiatan atau usaha aktif” sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf g angka 2) butir iv) diartikan sesuai dengan keadaan WPLN dan dapat
mempunyai makna kegiatan atau usaha yang dilakukan secara aktif oleh WPLN
yang ditunjukkan dengan adanya biaya yang dikeluarkan, upaya yang dilakukan,
atau pengorbanan yang terjadi, yang berkaitan secara langsung dengan
usaha atau kegiatan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk dalam hal WPLN melakukan kegiatan yang signifikan
yang dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan entitas.
(7) Pengertian “penghasilan yang bersumber dari Indonesia terutang pajak di
314 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal III
Pasal 6
(1) Dalam hal WPLN tidak melakukan penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, WPLN berhak memperoleh manfaat P3B.
(2) Dalam hal WPLN dikenakan pajak tidak berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam P3B, WPLN dapat meminta pejabat yang berwenang di negaranya
untuk melakukan penyelesaian melalui prosedur persetujuan bersama
(mutualagreement procedure) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
P3B.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 315
Pasal IV
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 April 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
316 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
Pasal 1
Pasal 2
(1) SKD diterbitkan atau disahkan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui KPP Domisili
berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
(2) SKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Form-DGT 7
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini atau menggunakan formulir khusus yang diterbitkan oleh negara mitra P3B.
Pasal 3
Wajib Pajak yang dapat memperoleh SKD adalah Wajib Pajak yang :
a. berstatus subjek pajak dalam negeri Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang PPh;
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
c. bukan berstatus subjek pajak luar negeri, termasuk bentuk usaha tetap,
318 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 4
Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP Domisili
dengan menggunakan Form-DGT 6 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
b. Form-DGT 6 sebagaimana dimaksud pada huruf a telah diisi dengan benar,
lengkap dan jelas;
c. memuat nama negara/jurisdiksi mitra P3B tempat penghasilan bersumber;
d. memuat penjelasan mengenai penghasilan dan pajak yang akan dikenakan di
negara mitra P3B atas penghasilan dimaksud;
e. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan
f. dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
Undang-Undang KUP, dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib
Pajak.
Pasal 5
(1) KPP Domisili menerbitkan SKD dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah menerima permohonan Wajib Pajak secara lengkap.
(2) Direktur Jenderal Pajak melalui KPP Domisili menolak permohonan Wajib Pajak
dalam hal :
a. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan tidak memenuhi ketentuan
Pasal 3;
b. permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan yang di atur dalam
Pasal 4; atau
c. Wajib Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
meskipun batas waktu penyampaian telah terlewati dan tidak Wajib Pajak
menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan sesuai ketentuan perundang-undangan.
(3) Penolakan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari
kerja setelah permohonan Wajib Pajak diterima.
Pasal 6
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Pajak Penghasilan dan masih
memerlukan SKD, Wajib Pajak harus menyampaikan kembali permohonan kepada
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 319
Pasal 7
Masa berlaku SKD yang diterbitkan oleh KPP Domisili sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) adalah 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan kecuali bagi Wajib
Pajak bank sepanjang Wajib Pajak bank tersebut mempunyai alamat yang sama
dengan SKD yang telah diterbitkan.
Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Juli 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002
320 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
SPKPBM adalah formulir penagihan untuk menagih bea masuk, cukai, denda
administrasi, bunga, dan pajak dalam rangka impor yang tidak atau kurang
dibayar oleh importir, pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara,
pengusaha tempat penimbunan berikat, atau pengusaha pengurusan jasa
kepabeanan, yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara penagihan
piutang bea masuk, cukai, denda administrasi, bunga, dan pajak dalam rangka
impor.
10. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disingkat SPTNP
adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara penetapan tarif,
nilai pabean, dan sanksi administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai atau pejabat bea dan cukai.
11. Surat Penetapan Pabean, yang selanjutnya disingkat SPP adalah surat penetapan
pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai tata cara penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi
administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat bea
dan cukai.
12. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disingkat
SPKTNP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara penetapan
tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai atau pejabat bea dan cukai
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pasal 3
(1) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berupa:
a. pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang lebih besar dari pajak yang
terutang;
b. pembayaran pajak atas transaksi yang dibatalkan;
c. pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayar; atau
d. pembayaran pajak oleh Wajib Pajak terkait dengan permintaan penghentian
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP yang tidak disetujui.
(2) Kesalahan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf b dapat berupa:
a. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan
Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak
Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut, termasuk yang
diatur dalam P3B;
b. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang
diterima oleh bukan subjek pajak;
c. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan Pengusaha Kena
Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut; atau
d. pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Pengusaha
Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada
pajak yang seharusnya dipungut.
(3) Kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dapat berupa:
a. pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak
dipotong atau tidak dipungut;
b. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak dipungut;
atau
c. pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak
dipungut.
(4) Kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam rangka
impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi Pajak Penghasilan
Pasal 22 impor, Pajak Pertambahan Nilai impor, dan/atau Pajak Penjualan
Barang Mewah impor yang telah dibayar dan tercantum dalam:
a. SPTNP atau SPKTNP;
b. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan;
c. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan dan
putusan banding;
d. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan keputusan keberatan,
putusan banding, dan putusan peninjauan kembali;
e. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding;
f. SPKTNP yang telah diterbitkan putusan banding dan putusan peninjauan
324 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
kembali; atau
g. dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat
yang berwenang, yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran
pajak.
Pasal 4
(1) Dalam hal terjadi pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a atau huruf d, pembayaran tersebut dapat diminta kembali
oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Wajib Pajak badan
dan Wajib Pajak orang pribadi.
(3) Ketentuan untuk mengajukan permohonan untuk memperoleh pengembalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi orang pribadi atau
badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal 5
(1) Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c dan pajak yang dipotong atau
dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, Wajib Pajak yang melakukan
pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
pemungutan tidak dapat meminta kembali pajak yang dipotong atau dipungut
tersebut.
(2) Dalam hal kesalahan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terjadi terhadap Pajak Penghasilan, pajak yang dipotong atau
dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak yang dipotong atau
dipungut dengan mengajukan permohonan.
(3) Dalam hal kesalahan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi
terhadap Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang dipungut tersebut dapat diminta
kembali oleh bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dengan mengajukan
permohonan.
(4) Dalam hal kesalahan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi
terhadap Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak yang dipungut tersebut
dapat diminta kembali oleh Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena
Pajak yang dipungut dengan mengajukan permohonan.
(5) Dalam hal kesalahan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c dilakukan terhadap WPLN, pemotongan
atau pemungutan tersebut hanya dapat diminta kembali oleh WPLN yang
menjalankan kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
dengan mengajukan permohonan.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 325
Pasal 6
BAB III
PERMOHONAN
Pasal 7
Pasal 8
Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan berdomisili dalam
hal orang pribadi atau badan tersebut tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak.
(2) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak
Penghasilan yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Wajib Pajak yang
dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2),
permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak yang dipotong atau dipungut terdaftar.
(3) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh bukan
Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3), permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
pihak yang dipungut terdaftar.
(4) Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh
Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), permohonan tersebut
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang dipungut terdaftar.
(5) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau
pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan
dikukuhkan.
Pasal 9
Pasal 10
BAB IV
PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN
Pasal 11
Undang KUP.
(7) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan
pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (4), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi
ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara;
b. pajak yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak
dibiayakan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang
dipungut atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan;
c. pajak yang dipungut telah dilaporkan oleh pemungut dalam SPT Masa PPN
Wajib Pajak pemungut; dan
d. pajak yang dipungut tidak diajukan keberatan oleh Wajib Pajak yang
dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e Undang-
Undang KUP.
(8) Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan
pemotongan atau pemungutan pajak terhadap WPLN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (5), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila
memenuhi ketentuan:
a. pajak yang seharusnya tidak terutang yang telah dibayar atau disetor ke
kas negara; dan
b. pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor
sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilaporkan dalam SPT Masa
Wajib Pajak pemotong atau pemungut.
(9) Dalam hal berdasarkan laporan hasil Verifikasi terdapat kelebihan pembayaran
pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(10) Dalam hal berdasarkan laporan hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (9) tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal
Pajak menyampaikan secara tertulis kepada pemohon.
Pasal 12
Dalam hal permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang diajukan
oleh orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar diterbitkan dengan mengisi kolom Nomor Pokok Wajib Pajak dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. untuk badan, pada 2 (dua) digit pertama dicantumkan angka 01 (nol satu);
b. untuk orang pribadi, pada 2 (dua) digit pertama dicantumkan angka 04 (nol
empat);
c. pada 7 (tujuh) digit berikutnya dicantumkan angka 0 (nol);
d. pada 3 (tiga) digit berikutnya dicantumkan angka kode Kantor Pelayanan Pajak
tempat permohonan diajukan; dan
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 331
Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Yang Seharusnya Tidak Terutang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
perpajakan.
5. Perjanjian Multilateral tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang
Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters)
yang selanjutnya disebut Perjanjian Multilateral adalah perjanjian multilateral
atau konvensi antara Pemerintah Indonesia dengan beberapa pemerintah Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra untuk memberikan bantuan administratif satu sama
lain dalam bidang perpajakan antara lain melalui pertukaran informasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan.
6. Otoritas Pajak Negara Mitra atau Otoritas Pajak Yurisdiksi Mitra yang selanjutnya
disebut sebagai Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah otoritas
perpajakan pada Negara Mitra atau otoritas perpajakan pada Yurisdiksi Mitra
yang berwenang melaksanakan ketentuan dalam P3B, TIEA, atau Perjanjian
Multilateral.
7. Data dan/atau Informasi yang selanjutnya disebut Informasi adalah kumpulan
angka, huruf, kata, dan/atau citra, yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen,
buku, atau catatan serta keterangan tertulis, yang dapat memberikan petunjuk
mengenai penghasilan dan/atau kekayaan/harta orang pribadi atau badan,
termasuk kegiatan usaha atau pekerjaan bebas orang pribadi atau badan.
8. Pertukaran Informasi atau Exchange of Information (EOI) yang selanjutnya
disebut Pertukaran Informasi adalah pertukaran informasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan masalah perpajakan sebagai pelaksanaan P3B, TIEA atau
Perjanjian Multilateral, untuk mencegah penghindaran pajak (tax avoidance),
pengelakan pajak (tax evasion), dan/atau penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak
yang tidak berhak.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan Pertukaran Informasi dengan Otoritas
Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(2) Pertukaran Informasi dengan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Peraturan
Perpajakan II, yang bertindak sebagai pejabat yang berwenang atau competent
authority di Indonesia.
(3) Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam:
a. P3B;
b. TIEA; atau
c. Perjanjian Multilateral.
(4) Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku terhadap
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 335
P3B, TIEA, atau Perjanjian Multilateral yang berlaku efektif sebelum, sejak, atau
setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
BAB III
PERTUKARAN INFORMASI BERDASARKAN PERMINTAAN
Bagian Kesatu
Pertukaran Informasi Berdasarkan Permintaan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra
atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 4
Bagian Kedua
Pertukaran Informasi Berdasarkan Permintaan dari
Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 5
atau Yurisdiksi Mitra belum jelas, Direktur Peraturan Perpajakan II dapat meminta
penjelasan tambahan kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
yang bersangkutan.
(5) Permintaan Informasi yang diterima dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra tidak dapat dipenuhi dalam hal:
a. perlu dilakukan tindakan administratif yang bertentangan dengan praktik
administrasi atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. dalam kondisi serupa, Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tidak menyediakan
informasi yang diminta pada saat Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
tersebut berkedudukan sebagai negara yang diminta Informasi; dan/atau
c. Informasi yang diminta berhubungan dengan rahasia negara, kebijakan
publik, kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional.
(6) Dalam hal permintaan Informasi dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi
Mitra memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak
diperlukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, dan/atau
tidak terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan/atau
huruf c, permintaan Informasi tersebut ditindaklanjuti sebagai berikut:
a. untuk Informasi yang sudah tersedia, Direktur Peraturan Perpajakan II
menyampaikan Informasi tersebut kepada Otoritas Pajak Negara Mitra
atau Yurisdiksi Mitra;
b. untuk Informasi yang belum tersedia, Direktur Peraturan Perpajakan II
meminta Informasi dimaksud kepada unit terkait di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak.
(7) Dalam hal unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak telah
menyampaikan Informasi yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf b, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan Informasi dimaksud
kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
BAB IV
PERTUKARAN INFORMASI SECARA SPONTAN
Bagian Kesatu
Pertukaran Informasi Secara Spontan kepada
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 6
(1) Pertukaran Informasi secara spontan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi
Mitra dilakukan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan, pemeriksaan bukti
permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan
oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak terhadap kewajiban perpajakan
Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi internasional.
338 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
(2) Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa
didahului permintaan Informasi dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi
Mitra.
(3) Hasil pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang
terkait dengan transaksi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. terdapat indikasi hilangnya potensi pajak yang signifikan di Negara Mitra
atau Yurisdiksi Mitra;
b. terdapat pembayaran kepada Wajib Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi
Mitra yang diduga tidak dilaporkan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
c. terdapat pengurangan atau pembebasan pajak di Indonesia yang diterima
oleh Wajib Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang dapat menambah
kewajiban perpajakan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; dan/atau
d. terdapat transaksi antara Wajib Pajak Indonesia dengan Wajib Pajak Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra melalui satu atau lebih negara lain, sedemikian
rupa sehingga mengakibatkan berkurangnya nilai pajak yang terutang dari
Wajib Pajak dimaksud di Indonesia dan/atau di Negara Mitra atau Yurisdiksi
Mitra.
(4) Unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang melakukan pemeriksaan,
pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak, harus memberikan
Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Peraturan
Perpajakan II.
(5) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur Peraturan Perpajakan II,
Informasi yang diberikan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Peraturan
Perpajakan II:
a. tidak menyampaikan Informasi dimaksud kepada Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra; dan
b. menyampaikan pemberitahuan kepada unit di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak yang memberikan Informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(6) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur Peraturan Perpajakan II,
Informasi yang diberikan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Peraturan
Perpajakan II menyampaikan Informasi dimaksud kepada Otoritas Pajak Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 339
Bagian Kedua
Pertukaran Informasi Secara Spontan dari
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 7
BAB V
PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS
Bagian Kesatu
Pertukaran Informasi Secara Otomatis kepada
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 8
dalam pemerintahan;
k. hal-hal lain yang berkaitan dengan pajak tidak langsung; dan
l. komisi dan pembayaran lainnya yang sejenis.
(3) Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan informasi perpajakan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
Bagian Kedua
Pertukaran Informasi Secara Otomatis dari
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 9
BAB VI
TAX EXAMINATION ABROAD
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Tax Examination Abroad
di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 10
(1) Permintaan tax examination abroad di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dapat
diajukan dalam hal Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4, Pasal 7, dan Pasal 9 sedang atau telah dilaksanakan, namun berdasarkan
penelitian Direktorat Jenderal Pajak:
a. Informasi tersebut kurang memadai;
b. diperlukan Infomasi tambahan; dan/atau
c. diperlukan percepatan perolehan Informasi.
(2) Tax examination abroad di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Direktorat Jenderal Pajak
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 341
dalam bentuk pendampingan atau bentuk lain yang disetujui oleh Otoritas Pajak
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Tax Examination Abroad yang Diajukan
Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
Pasal 11
(1) Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dapat mengajukan permintaan
tax examination abroad kepada Direktur Peraturan Perpajakan II, dengan
dilampiri surat pernyataan mengenai kesediaan melakukan tax examination
abroad secara resiprokal.
(2) Permintaan tax examination abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan dalam hal Pertukaran Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5, Pasal 6, dan Pasal 8 sedang atau telah dilaksanakan, namun berdasarkan
pertimbangan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra:
a. Informasi tersebut kurang memadai;
b. diperlukan Infomasi tambahan; dan/atau
c. diperlukan percepatan perolehan Informasi.
(3) Direktur Peraturan Perpajakan II bersama dengan unit di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak terkait melakuan penelitian terhadap permintaan tax examination
abroad sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur
Peraturan Perpajakan II menentukan permintaan tax examination abroad
disetujui atau ditolak.
(5) Terhadap permintaan tax examination abroad yang disetujui, Direktur Peraturan
Perpajakan II menyampaikan pemberitahuan kepada Otoritas Pajak Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra mengenai persetujuan pelaksanaan tax examination
abroad dimaksud.
(6) Terhadap permintaan tax examination abroad yang ditolak, Direktur Peraturan
Perpajakan II menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai
penolakan tersebut kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
dengan menyebutkan alasan penolakan.
(7) Pelaksanaan tax examination abroad yang disetujui dilakukan melalui
pemeriksaan untuk tujuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Pasal 12
(1) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka menindaklanjuti permintaan tax
examination abroad sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7) dilakukan
342 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
dengan melibatkan wakil dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
(2) Keterlibatan wakil dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan status sebagai
pendamping tim pemeriksa pajak.
(3) Dalam mendampingi tim pemeriksa pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), melalui tim pemeriksa pajak, wakil dari Otoritas Pajak Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra dapat:
a. meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang terkait dengan Informasi
yang dimintakan;
b. mengunduh data yang dikelola secara elektronik yang terkait dengan
Informasi yang dimintakan;
c. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
d. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala
unit pelaksana pemeriksaan.
(4) Pelaksanaan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BAB VII
SIMULTANEOUS TAX EXAMINATIONS
Pasal 13
BAB VIII
PERMINTAAN INFORMASI KEPADA WAJIB PAJAK ATAU PIHAK LAIN
Pasal 14
(1) Dalam rangka Pertukaran Informasi dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra,
Direktur Jenderal Pajak berdasarkan Undang-Undang dapat meminta Informasi
kepada Wajib Pajak atau pihak lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
masalah perpajakan yang dipertukarkan.
(2) Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi permintaan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
masalah perpajakan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terikat oleh kewajiban merahasiakan, kewajiban merahasiakan tersebut
ditiadakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan, melalui permintaan secara tertulis dari:
a. Direktur Jenderal Pajak; atau
b. Menteri Keuangan kepada Gubernur Bank Indonesia dalam hal Informasi
yang diminta terikat kerahasiaan sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak atau pihak lain tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), Wajib Pajak atau pihak lain dikenai sanksi
sesuai dengan Undang-Undang.
BAB IX
KERAHASIAAN INFORMASI
Pasal 15
(1) Setiap Informasi yang dipertukarkan wajib diperlakukan secara rahasia sesuai
dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang.
344 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 16
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Informasi atau data-data yang harus dicantumkan oleh Unit DJP yang mengusulkan
Pemeriksaan ke Luar Negeri diatur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 6
(1) Dalam rangka memenuhi permintaan informasi dari Negara Mitra P3B, Direktur
Jenderal Pajak dapat melaksanakan pemeriksaan untuk tujuan lain.
(2) Dalam hal dilaksanakan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pemenuhan
permintaan informasi dari Negara Mitra P3B tersebut, Pemeriksa Pajak Negara
Mitra P3B dapat melakukan pendampingan Pemeriksaan di Dalam Negeri.
(3) (3) Pemeriksaan di Dalam Negeri dapat dilaksanakan terhadap Wajib
350 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pajak Indonesia yang memperoleh penghasilan dari Negara Mitra P3B atau
Wajib Pajak Indonesia yang transaksinya terkait dengan Wajib Pajak Negara
Mitra P3B yang sedang diperiksa oleh Negara Mitra P3B dalam hal terkait upaya
penghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan pajak (tax evasion), dan
penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak (tax treaty abuse).
(4) Direktorat Jenderal Pajak dapat menentukan apakah permintaan Pemeriksaan
di Dalam Negeri sesuai dengan ketentuan terkait Exchange of Information
dalam P3B Indonesia dengan Negara Mitra P3B.
(5) Direktur Peraturan Perpajakan II berkoordinasi dengan Direktur Pemeriksaan
dan Penagihan mengenai kemungkinan pelaksanaan Pemeriksaan di Dalam
Negeri.
(6) Dalam hal Pemeriksaan di Dalam Negeri dapat dilaksanakan, Direktur Peraturan
Perpajakan II memberitahukan kepada Negara Mitra P3B tentang tata cara
pemeriksaan di Indonesia serta waktu pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Pemeriksa Pajak Negara Mitra P3B dapat menghadiri pelaksanaan Pemeriksaan
di Dalam Negeri paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(8) Hasil Pemeriksaan di Dalam Negeri harus dilaporkan oleh Tim Pemeriksa Pajak
Indonesia yang melaksanakan Pemeriksaan di Dalam Negeri kepada Direktur
Peraturan Perpajakan II dan ditembuskan kepada Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan.
(9) Terhadap Hasil Pemeriksaan di Dalam Negeri, Direktur Peraturan Perpajakan
II memberikan informasi dan data yang diperoleh kepada Negara Mitra P3B
pengirim sesuai dengan kebutuhan informasi yang diminta melalui prosedur
Exchange of Information.
Pasal 7
Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 351
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001
352 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
(1) Pertukaran informasi atau data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
masalah perpajakan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara
Mitra P3B dapat dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Direktur
Peraturan Perpajakan II;
(2) Pertukaran informasi dengan Negara Mitra P3B dapat dilakukan oleh setiap unit
Direktorat Jenderal Pajak dalam hal:
a. sedang dilakukan penelitian, pemeriksaan, penyidikan, dan penelaahan
atas permohonan keberatan Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi
internasional;
b. adanya dugaan bahwa transaksi tersebut dilaksanakan untuk menghindari
pengenaan pajak di Indonesia atau hanya untuk memanfaatkan fasilitas
P3B;
(3) Setiap informasi dan data yang dipertukarkan wajib diperlakukan secara rahasia
dan hanya diungkapkan kepada orang atau badan yang berwenang dan terkait
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 355
BAB II
PERMINTAAN PERTUKARAN INFORMASI
Pasal 3
Permintaan Pertukaran Informasi Kepada Negara Mitra P3B
Pasal 4
Informasi atau data - data yang harus dicantumkan oleh Unit DJP yang mengajukan
Permintaan Informasi kepada Negara Mitra P3B adalah sebagai berikut :
a. Identitas Wajib Pajak dalam negeri yang sedang diperiksa atau disidik, yaitu :
nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan alamat Wajib Pajak
termasuk email atau alamat internet bila diketahui;
b. Identitas Wajib Pajak atau entitas luar negeri yang dimintakan informasinya,
yaitu nama Wajib Pajak, Tax Identification Number (TIN), dan alamat Wajib Pajak
termasuk email atau alamat internet bila diketahui, nomor registrasi perusahaan
bila diketahui, hubungan Wajib Pajak luar negeri tersebut dengan Wajib Pajak
dalam negeri yang sedang diperiksa atau disidik, bagan atau diagram organisasi
356 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
bila diketahui, atau dokumen lain yang menjelaskan hubungan antara pihak-
pihak yang terlibat;
c. Dalam hal informasi yang diminta menyangkut pembayaran atau transaksi
melalui perantara, cantumkan nama, alamat, dan Tax Identification Number (TIN)
perantara dimaksud termasuk nama bank, alamat bank, serta nomor rekening
bank dalam hal informasi bank diperlukan;
d. Latar belakang yang relevan termasuk tujuan dalam bidang perpajakan atas
informasi yang diminta, alasan meminta informasi, hal-hal yang dicurigai, dan
hal-hal yang mendasari pemohon meyakini bahwa informasi dimaksud dimiliki
atau merupakan wewenang pihak dalam yuridis negara mitra yang dimintakan
informasi;
e. Informasi yang diminta serta alasan diperlukannya informasi tersebut bagi unit
instansi yang membutuhkan informasi;
f. Identifikasikan pula informasi yang relevan yang dimiliki oleh unit instansi yang
membutuhkan informasi (misalnya fotokopi faktur, kontrak, dan sebagainya);
g. Jenis pajak yang dipertanyakan, periode pemeriksaan pajak dan periode pajak
atas informasi yang diminta;
h. Kesegeraan jawaban dengan menyebutkan alasan permintaan informasi ini perlu
segera dijawab;
i. Cantumkan tanggal kadaluarsa saat informasi tersebut tidak dapat lagi digunakan.
Pasal 5
Permintaan Pertukaran Informasi ke Dalam Negeri
Pasal 6
informasi ini kepada Wajib Pajak atau pihak ketiga dan bila ada apakah ada pihak
yang berkeberatan tentang pertukaran informasi ini;
i. Pernyataan perlu atau tidaknya feedback dari Negara Mitra P3B atas pemanfaatan
informasi yang diberikan.
Pasal 7
Tata cara tindak lanjut terhadap informasi yang diminta oleh Negara Mitra P3B yang
diteruskan kepada Direktorat Intelijen dan Penyidikan dan/atau Direktorat Teknologi
Informasi Perpajakan dan/atau Kantor Wilayah DJP dan/atau Kantor Pelayanan Pajak
diatur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak
ini.
BAB III
PROSEDUR PERTUKARAN INFORMASI SECARA SPONTAN
KEPADA NEGARA MITRA P3B
Pasal 8
Prosedur Pertukaran Informasi Secara Spontan Kepada Negara Mitra P3B
Prosedur yang wajib dilakukan dalam mengirim Pertukaran Informasi Secara Spontan
kepada Negara Mitra P3B adalah :
a. Unit DJP mengirimkan surat usulan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II
untuk melakukan pertukaran informasi secara spontan terhadap informasi
yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pajak dan/atau penyidikan pajak yang
menyangkut Wajib Pajak Negara Mitra P3B dan dirasakan bermanfaat bagi
Negara Mitra P3B;
b. Direktur Peraturan Perpajakan II mempelajari informasi tersebut dan dalam
hal informasi yang diperoleh telah sesuai dan memenuhi syarat-syarat yang
dibutuhkan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 9 maka dipersiapkan konsep
surat Pertukaran Informasi Secara Spontan kepada Negara Mitra P3B paling
lambat 14 (empat belas hari) kerja semenjak surat usulan diterima;
c. Direktur Peraturan Perpajakan II mengirimkan data pertukaran informasi secara
spontan kepada Negara Mitra P3B;
d. Negara Mitra P3B melakukan proses pemanfaatan data dan memberikan feedback
atas data dan informasi yang diterima kepada Direktur Peraturan Perpajakan II;
e. Direkur Peraturan Perpajakan II meneruskan feedback kepada unit DJP pengirim
informasi.
Pasal 9
Pasal 10
Prosedur Pertukaran Informasi Secara Spontan
Yang Diterima Dari Negara Mitra P3B
Pasal 11
Tata cara tindak lanjut terhadap pertukaran informasi secara spontan yang diperoleh
dari Negara Mitra P3B yang diteruskan kepada Direktorat Intelijen dan Penyidikan
atau Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan dan/atau Kantor Wilayah DJP dan/
atau Kantor Pelayanan Pajak diatur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
BAB IV
PERTUKARAN INFORMASI SECARA OTOMATIS ATAU RUTIN
Pasal 12
Pertukaran Informasi Secara Otomatis Dari Negara Mitra P3B
Pasal 13
Tata cara pengolahan Pertukaran Informasi secara Otomatis dari Negara Mitra P3B
pada Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan diatur sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 16
Informasi atau data yang dapat disampaikan dalam Pertukaran Informasi secara
Otomatis atau Rutin, yaitu :
a. Perubahan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dari satu negara
ke negara lain;
b. Kepemilikan atau penghasilan dari harta tak bergerak;
c. Dividen;
d. Bunga;
e. Royalti;
f. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;
g. Gaji, upah, remunerasi;
h. Penghasilan Direktur;
i. Penghasilan yang diperoleh para seniman dan olahragawan, pensiun dan
penghasilan sejenis;
j. Penghasilan dari gaji, upah dan remunerasi yang berkaitan dengan jabatan dalam
pemerintahan;
k. Penghasilan lain seperti berasal dari judi, Restitusi Pajak Pertambahan Nilai,
cukai, pembayaran jaminan kesejahteraan sosial; dan
l. Komisi dan pembayaran sejenis.
Pasal 17
Contoh surat Jawaban Permintaan Pertukaran Informasi dari Negara Mitra P3B
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Desember 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP. 060044911
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 363
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
DI BURSA EFEK.
Pasal 1
Saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal
pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di
bursa efek adalah:
a. pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian
surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri
tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau
b. pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri
tersebut tidak memiliki kwajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan
tahunan Pajak Penghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian
surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.
Pasal 2
Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah Wajib Pajak
dalam negeri yang:
a. memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah
saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri; atau
b. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki
penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham
yang disetor pada badan usaha di luar negeri.
Pasal 3
(1) Besarnya dividen yang wajib dihitung oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar jumlah dividen yang menjadi haknya
terhadap laba setelah pajak yang sebanding dengan penyertaannya pada badan
usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila sebelum
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, badan usaha di luar negeri
dimaksud sudah membagikan dividen yang menjadi hak Wajib Pajak.
(3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pada ayat (2) wajib
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun
pajak saat dividen tersebut dianggap diperoleh.
Pasal 4
(1) Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
menerima pembagian dividen dalam jumlah yang melebihi jumlah dividen
yang dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), atas kelebihan
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 365
Pasal 5
(1) Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri dapat
dikreditkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.
(2) Pengkreditan pajak yang dibayar atau dipotong sebagimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada tahun pajak dibayarnya atau dipotongnya pajak
tersebut.
Pasal 6
Ketentuan mengenai:
a. tata cara pelaporan penerimaan dividen dari luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1;
b. tata cara perhitungan besarnya pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak dalam
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan
c. tata cara pengkreditan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 650/KMK.04/1994 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen
Atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha di Luar negeri yang Sahamnya Tidak
Diperdagangkan di Bursa Efek, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
366 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd.
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pasal 1
Pasal 2
(1) Pembelian saham atau aktiva Wajib Pajak badan dalam negeri oleh suatu pihak
atau badan yang dibentuk khusus untuk maksud demikian (special purpose
company) dapat ditetapkan sebagai pembelian yang dilakukan oleh Wajib Pajak
dalam negeri lainnya sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian
dimaksud sepanjang:
a. Wajib Pajak dalam negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya
melakukan pembelian tersebut mempunyai Hubungan Istimewa dengan
pihak atau badan yang dibentuk untuk maksud melakukan pembelian
saham atau aktiva perusahaan (special purpose company); dan
b. Terdapat ketidakwajaran penetapan harga pembelian.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 369
(2) Saham atau aktiva perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Saham atau aktiva yang sebelumnya dimiliki dan/atau dijaminkan oleh
Wajib Pajak dalam negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya
melakukan pembelian, sehubungan dengan perjanjian utang piutang; atau
b. Aktiva yang merupakan aset kredit (piutang) kepada Wajib Pajak dalam
negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan
pembelian, sehubungan dengan perjanjian utang piutang.
(3) Pihak atau badan yang dibentuk untuk maksud melakukan pembelian saham
atau aktiva perusahaan (special purpose company) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan pihak atau badan yang tidak mempunyai substansi
usaha dan yang dibentuk oleh Wajib Pajak dalam negeri yang bertujuan antara
lain untuk membeli saham atau aktiva Wajib Pajak dalam negeri lainnya.
Pasal 3
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pasal 1
(1) Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (special purpose company
atau conduit company), dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan
saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, atau
penjualan atau pengalihan bentuk usaha tetap di Indonesia.
(2) perusahaan antara (special purpose company atau conduit company)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perusahaan antara (special
purpose company atau conduit company) yang di bentuk untuk tujuan penjualan
atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax heaven Country) yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
(3) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipotong Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan neto.
(4) Besarnya penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah 25%
(dua puluh lima persen) dari harga jual.
(5) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah bersifat final.
(6) Terhadap penjual yang berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri yang
merupakan penduduk dari Negara yang telah mempunyai Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, pemotongan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dilakukan apabila hak pemajakan
berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.
Pasal 2
pembeli Wajib Pajak Dalam Negeri dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri tersebut
diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 26.
(2) Dalam hal saham dibeli oleh Wajib Pajak Luar Negeri, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. pihak yang dtunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan
atau berkedudukan di Indonesia yang sahamnya diperjualbelikan oleh
pemegang saham Wajib Pajak Luar Negeri di luar Bursa Efek; dan
b. badan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus mencatat akta
pemindahan hak atas saham yang dijual.
Pasal 3
(1) Pajak yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib
disetorkan ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan oleh
pemotong Pajak Penghasilan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah terjadinya transaksi pengalihan.
(2) Pemotong Pajak Penghasilan wajib melaporkan pajak yang telah dipotong
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Surat Pemberitahuan Masa paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(3) Pajak yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib
disetorkan ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan oleh
pemungut Pajak Penghasilan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya
setelah terjadinya transaksi pengalihan.
(4) Pemungut Pajak Penghasilan wajib melaporkan pajak yang telah dipungut
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam Surat Pemberitahuan Masa paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pasal 4
Pasal 5
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 373
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd.
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding
dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau
laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau
laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
13. Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai
harga atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
14. Analisis Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak
atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan
antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk
diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-
pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi
atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.
15. Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
16. Data Pembanding Internal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam
transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
17. Data Pembanding Eksternal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam
transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
18. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable
uncontrolled price/CUP) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang
dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
19. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode
Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam
transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi
laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan
kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.
20. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang
diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 377
perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
21. Metode pembagian laba (profit split method/PSM) adalah metode Penentuan
Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang
dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan
dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan
menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan
perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari
kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
22. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah
metode Penentuan Harga Transfer yang c dilakukan dengan membandingkan
persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap
aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang
diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas
transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa lainnya.
23. Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP) adalah
prosedur administratif yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari Indonesia
dengan pejabat yang berwenang dari negara mitra P3B untuk menyelesaikan
sengketa perpajakan yang timbul sehubungan dengan penerapan P3B.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini adalah transaksi yang
dilakukan Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat mengakibatkan
pelaporan jumlah penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha meliputi antara lain :
a. penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud
maupun barang tidak berwujud;
b. sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau
pemanfaatan harta berwujud maupun harta tidak berwujud;
c. penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau
pemanfaatan jasa;
378 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
BAB III
PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA
SERTA ANALISIS KESEBANDINGAN
Pasal 3
(1) Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
(2) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil
Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat
ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa; dan
d. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau
Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
(3) Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau pengeluaran tidak
melampaui Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak diwajibkan memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun Wajib Pajak tetap
diwajibkan memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP.
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
(1) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang/harta berwujud dan barang/
harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a,
harus dilakukan analisis terhadap jenis barang atau jasa yang diperjualbelikan,
dialihkan, atau diserahkan, baik oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa maupun oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :
a. ciri-ciri fisik barang;
b. kualitas barang;
c. daya tahan barang;
d. tingkat ketersediaan barang; dan
e. jumlah penawaran barang.
(3) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang tidak berwujud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :
380 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
a. jenis transaksi;
b. jenis barang tidak berwujud yang diserahkan;
c. jangka waktu dan tingkat perlindungan yang diberikan; dan
d. potensi manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan barang tidak
berwujud tersebut.
(4) Dalam menilai dan menganalisis karakteristik jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :
a. sifat dan jenis jasa; dan
b. cakupan pemberian jasa.
Pasal 7
(1) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi (functional analysis) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, harus dilakukan analisis dengan
mengidentifikasi dan membandingkan kegiatan ekonomi yang signifikan dan
tanggung jawab utama yang diambil atau akan diambil oleh pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa.
(2) Kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap signifikan
dalam hal kegiatan tersebut berpengaruh secara material pada harga yang
ditetapkan dan/atau laba yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan.
(3) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi, harus dipertimbangkan antara
lain :
a. struktur organisasi;
b. fungsi-fungsi utama yang dijalankan oleh suatu perusahaan seperti desain,
pengolahan, perakitan, penelitian, pengembangan, pelayanan, pembelian,
distribusi, pemasaran, promosi, transportasi, keuangan, dan manajemen;
c. jenis aktiva yang digunakan atau akan digunakan seperti tanah, bangunan,
peralatan, dan harta tidak berwujud, serta sifat dari aktiva tersebut seperti
umur, harga pasar, dan lokasi;
d. risiko yang mungkin timbul dan harus ditanggung oleh masing-masing
pihak yang melakukan transaksi seperti risiko pasar, risiko kerugian
investasi, dan risiko keuangan.
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Penilaian dan analisis atas strategi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf e, harus dilakukan antara lain dengan mengidentifikasi inovasi dan
pengembangan produk baru, tingkat diversifikasi barang/jasa, tingkat penetrasi
pasar, dan kebijakan-kebijakan usaha lainnya, yang terjadi pada pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa.
BAB IV
METODE PENENTUAN HARGA WAJAR ATAU LABA WAJAR
Pasal 11
(1) Dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar wajib dilakukan kajian
untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling tepat.
(2) Metode Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan adalah :
a. metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable
uncontrolled price/CUP);
b. metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode
biaya-plus (cost plus method/CPM);
c. metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih
transaksional (transactional net margin method/TNMM).
(3) Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), wajib diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. penerapan metode Penentuan Harga Transfer dilakukan secara hirarkis
dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang
independen (comparable uncontrolled price/CUP) sesuai dengan kondisi
yang tepat;
b. dalam hal metode perbandingan harga antar pihak yang independen
(comparable uncontrolled price/CUP) tidak tepat untuk diterapkan, wajib
diterapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau
382 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7).
(9) Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan dan menyimpan
buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 12
Dalam hal kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) tidak
terpenuhi maka metode laba bersih transaksional (transactional net margin
method/TNMM) dapat diterapkan.
BAB V
HARGA WAJAR ATAU LABA WAJAR
Pasal 13
(1) Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode-metode Penentuan Harga
Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan
dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang
Harga Wajar atau Laba Wajar (arm’s length range/ALR).
(2) Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. transaksi atau data pembanding yang digunakan dapat diandalkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a; dan
b. didukung dengan bukti-bukti dan penjelasan yang memadai bahwa
penetapan harga atau laba tunggal tidak dapat dilakukan.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
dipenuhi, maka Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar tidak dapat dipergunakan.
(4) Yang dimaksud dengan Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm’s length
range/ALR) adalah rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang merupakan
hasil pengujian beberapa data pembanding dengan menggunakan metode
Penentuan Harga Transfer yang sama.
BAB VI
TRANSAKSI KHUSUS
Pasal 14
(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi jasa
yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
384 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Istimewa.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memenuhi Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan :
a. penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;
b. terdapat manfaat ekonomis atau komersial dari perolehan jasa; dan
c. nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai
Hubungan Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai
kondisi yang sebanding, atau yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk
keperluannya;
(3) Transaksi jasa antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dianggap tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
dalam hal transaksi jasa terjadi hanya karena terdapat kepemilikan perusahaan
induk pada salah satu atau beberapa perusahaan yang berada dalam satu
kelompok usaha.
(4) Transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk biaya atau
pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan :
a. kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan induk, seperti rapat pemegang
saham perusahaan induk, penerbitan saham oleh perusahaan induk, dan
biaya pengurus perusahaan induk;
b. kewajiban pelaporan perusahaan induk, termasuk laporan keuangan
konsolidasi perusahaan induk, kecuali terdapat bukti mengenai adanya
manfaat yang terukur yang dinikmati oleh Wajib Pajak; dan
c. perolehan dana/modal yang dipergunakan untuk pengambilalihan
kepemilikan perusahaan dalam kelompok usaha, kecuali pengambilalihan
tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dan manfaatnya dinikmati oleh Wajib
Pajak.
Pasal 15
Dalam hal transaksi jasa yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dapat dilakukan identifikasi jenis transaksinya
secara spesifik, langkah-langkah penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib diterapkan untuk setiap jenis
transaksi jasa.
Pasal 16
(1) Dalam hal transaksi jasa dilakukan bersama-sama antara Wajib Pajak dan pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa dan tidak dapat dilakukan identifikasi
atas transaksi jasa yang diserahkan kepada masing-masing pihak, maka beban
jasa harus dialokasikan berdasarkan manfaat yang diterima oleh masing-
masing pihak.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 385
Pasal 17
(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi
pemanfaatan dan pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib
Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan :
a. transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud benar-benar terjadi;
b. terdapat manfaat ekonomis atau komersial; dan
c. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan
Istimewa mempunyai nilai yang sama dengan transaksi yang dilakukan
antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
mempunyai kondisi yang sebanding dengan menerapkan Analisis
Kesebandingan dan menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang
tepat ke dalam transaksi.
(3) Transaksi pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak
dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan :
a. transaksi pengalihan harta tidak berwujud benar-benar terjadi; dan
b. nilai pengalihan harta tidak berwujud antara pihak-pihak yang mempunyai
mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai pengalihan harta
tidak berwujud yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding.
(4) Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dipertimbangkan antara lain :
a. keterbatasan geografis dalam pemanfaatan hak atas harta tidak berwujud;
b. eksklusifitas hak yang dialihkan; dan
c. keberadaan hak pihak yang memperolah harta tak berwujud untuk turut
serta dalam pengembangan harta dimaksud.
BAB VII
DOKUMEN DAN KEWAJIBAN PENGISIAN
SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN
386 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 18
(1) Wajib Pajak wajib menyelenggarakan dan menyimpan buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP dan peraturan
pelaksanaannya.
(2) Termasuk dalam pengertian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi dokumen yang menjadi dasar penerapan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha pada transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa.
(3) Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh
Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup :
a. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,
struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan
usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;
b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;
c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang diperjualbelikan,
hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-ketentuan dalam
kontrak/perjanjian, dan strategi usaha;
d. pembanding yang terpilih; dan
e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba
Wajar yang dipilih oleh Wajib Pajak.
(4) Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang harus diselenggarakan disesuaikan dengan
bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut pendukung penggunaan
metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih.
Pasal 19
BAB VIII
KEWENANGAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Pasal 20
Istimewa.
(2) Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan metode dan
dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan oleh Wajib
Pajak .
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai
dan/atau menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini, maka
Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Harga Wajar atau Laba Wajar
berdasarkan data atau dokumen lain dan metode penentuan Harga Wajar atau
Laba Wajar yang dinilai tepat oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan
kewenangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP.
(4) Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang
memiliki Hubungan Istimewa.
(5) Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki
Hubungan Istimewa yang terindikasi sebagai tindak pidana di bidang perpajakan,
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyidikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 44 Undang-Undang KUP.
Pasal 21
BAB IX
HAK-HAK WAJIB PAJAK
43
388 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 22
Pasal 23
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 6 September 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 389
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5069);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pasal I
Pasal 1
4. Hubungan Istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak dengan pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau Pasal
2 ayat (2) Undang-Undang PPN.
5. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s length principle/ALP) merupakan
prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
menjadi pembanding.
6. Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai
harga atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
7. Analisis Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak
atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan
antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk
diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-
pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi
atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.
8. Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam
transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Pasal 2
(1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk Penentuan Harga Transfer
(Transfer Pricing) atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri
atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar
Indonesia.
(2) Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini hanya berlaku
untuk transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa untuk memanfaatkan perbedaan tarif pajak
yang disebabkan antara lain:
a. perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor
usaha tertentu;
b. perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau
392 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 3
(1) Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
(2) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil
Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat
ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa; dan
d. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau
Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
(3) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle/ALP)
mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba atas transaksi yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa ditentukan oleh
kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang
wajar (Fair Market Value/FMV).
(4) Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk
setiap lawan transaksi, dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
Pasal 4
5. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4A
(1) Data Pembanding Internal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam
transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Data Pembanding Eksternal adalah data Harga Wajar atau Laba Wajar dalam
transaksi sebanding yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain dengan pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
(3) Data Pembanding Internal dan Data Pembanding Eksternal harus memenuhi
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan.
(4) Dalam hal Data Pembanding Internal telah memenuhi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat kesebandingan, maka Data Pembanding Eksternal tidak
diperlukan.
(5) Data Pembanding Eksternal dapat diperoleh dari database komersial maupun
database lainnya.
Pasal 7
(1) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi (functional analysis) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, harus dilakukan analisis dengan
mengidentifikasi dan membandingkan kegiatan ekonomi yang signifikan dan
tanggung jawab utama yang diambil atau akan diambil oleh pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa.
(2) Kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap signifikan
dalam hal kegiatan tersebut berpengaruh secara material pada harga yang
ditetapkan dan/atau laba yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan.
(3) Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi, harus dipertimbangkan antara
lain:
a. struktur organisasi dan posisi perusahaan yang diuji dalam kelompok
usaha serta manajemen mata rantai (supply chain management) kelompok
usaha;
b. fungsi-fungsi utama yang dijalankan oleh suatu perusahaan seperti
desain, pengolahan, perakitan, penelitian, pengembangan, pelayanan,
pembelian, distribusi, pemasaran, promosi, transportasi, keuangan, dan
manajemen serta karakteristik utama perusahaan seperti jasa maklon (toll
manufacturing), manufaktur dengan fungsi dan risiko terbatas (contract
manufacturing), dan manufaktur dengan fungsi dan risiko penuh (fully
fledge manufacturing);
c. jenis aktiva yang digunakan atau akan digunakan seperti tanah, bangunan,
peralatan, dan Harta Tidak Berwujud, serta sifat dari aktiva tersebut seperti
umur, harga pasar, dan lokasi;
d. risiko yang mungkin timbul dan harus ditanggung oleh masing-masing
pihak yang melakukan transaksi seperti risiko pasar, risiko kerugian
investasi, dan risiko keuangan.
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 11
(1) Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib dilakukan kajian
untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai (The
Most Appropiate Method).
(2) Metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dapat diterapkan adalah :
a. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);
b. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
c. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);
d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); atau
e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/
TNMM).
(3) Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan
396 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 14
(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi jasa
yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memenuhi Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan:
c. penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi;
d. nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai
Hubungan Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai
kondisi yang sebanding, atau yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk
keperluannya;
(3) Penyerahan atau perolehan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dianggap benar-benar terjadi apabila terdapat manfaat ekonomis atau
komersial yang dapat menambah nilai atas penyerahan atau perolehan jasa
dimaksud.
(4) Dalam menentukan nilai transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b harus diterapkan melalui Analisis Kesebandingan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal
10.
(5) Transaksi jasa antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dianggap tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
dalam hal transaksi jasa terjadi hanya karena terdapat kepemilikan perusahaan
induk pada salah satu atau beberapa perusahaan yang berada dalam satu
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 399
kelompok usaha.
(6) Transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk biaya atau
pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan:
a. kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan induk, seperti rapat pemegang
saham perusahaan induk, penerbitan saham oleh perusahaan induk, dan
biaya pengurus perusahaan induk;
b. kewajiban pelaporan perusahaan induk, termasuk laporan keuangan
konsolidasi perusahaan induk, kecuali terdapat bukti mengenai adanya
manfaat yang terukur yang dinikmati oleh Wajib Pajak;
c. perolehan dana/modal yang dipergunakan untuk pengambilalihan
kepemilikan perusahaan dalam kelompok usaha, kecuali pengambilalihan
tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak dan manfaatnya dinikmati oleh Wajib
Pajak.
Pasal 17
(1) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi
pemanfaatan dan pengalihan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(2) Harta Tak Berwujud (Intangibles) adalah suatu aktiva yang pada umumnya
memiliki masa manfaat yang panjang dan tidak mempunyai bentuk fisik serta
memiliki kegunaan dalam kegiatan operasi perusahaan dan penggunaannya
tidak untuk dijual kembali, seperti paten, hak cipta atau merek dagang.
(3) Harta Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Harta
Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Perdagangan (Trade Intangibles)
dan Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Pemasaran (Marketing
Intangibles).
(4) Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Perdagangan (Trade
Intangibles) pada umumnya terjadi melalui kegiatan riset dan pengembangan
yang berisiko dan mahal, sehingga pemiliknya berusaha mengganti pengeluaran
tersebut melalui penjualan barang, perjanjian lisensi atau kontrak jasa.
(5) Harta Tidak Berwujud sehubungan dengan Fungsi Pemasaran (Marketing
Intangibles) meliputi antara lain merek dagang atau nama dagang yang
membantu meningkatkan pemasaran dari barang dan jasa, daftar pelanggan,
dan saluran distribusi.
(6) Merek Dagang adalah nama, simbol atau gambar yang unik yang dimiliki
sebagai identitas dari suatu barang atau jasa tertentu yang dihasilkan oleh
pabrikan atau dealer, dimana penggunaannya oleh pihak lain diatur oleh hukum
domestik atau hukum internasional.
(7) Transaksi pemanfaatan Harta Tidak Berwujud yang dilakukan antara Wajib
400 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
13. Diantara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 17A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17A
Pasal 18
(1) Wajib Pajak wajib menyelenggarakan dan menyimpan buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP dan peraturan
pelaksanaannya.
(2) Termasuk dalam pengertian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi dokumen yang menjadi dasar penerapan Prinsip Kewajaran
dan Kelaziman Usaha pada transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa.
(3) Wajib Pajak wajib menyampaikan dokumentasi dalam melaporkan transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang terdiri dari satu set dokumen induk
dan satu set lampiran dari dokumen induk.
(4) Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen yang
disesuaikan dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung
penggunaan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih,
termasuk laporan keuangan yang tersegmentasi.
(5) Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh
Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup:
a. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,
struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan
usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha;
b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;
c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang diperjualbelikan,
hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-ketentuan dalam
kontrak/perjanjian, dan strategi usaha.
d. pembanding yang terpilih;
e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba
Wajar yang dipilih oleh Wajib Pajak serta alasan penolakan metode yang
tidak dipilih.
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 November 2011
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 405
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
BAB II
TATA CARA PENGAJUAN DAN PELAKSANAAN MAP DARI WAJIB PAJAK DALAM
NEGERI INDONESIA ATAU WARGA NEGARA INDONESIA YANG MENJADI WAJIB
PAJAK DALAM NEGERI NEGARA MITRA P3B
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 16 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), atau Pasal 36 ayat
(1) huruf b Undang-Undang KUP, atas hal-hal yang dimintakan MAP;
e. Tahun Pajak sehubungan dengan permintaan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia;
f. penjelasan mengenai transaksi yang telah dilakukan koreksi oleh otoritas
pajak Negara Mitra P3B, yang meliputi substansi transaksi, nilai koreksi,
dan dasar dilakukannya koreksi;
g. pendapat Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia sehubungan dengan koreksi
yang telah dilakukan oleh otoritas Negara Mitra P3B Indonesia;
h. pihak yang dapat dihubungi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka
tindak lanjut atas permintaan untuk melaksanakan MAP yang telah
disampaikan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia;
i. nama kantor pajak Negara Mitra P3B, jika memungkinkan nama unit vertikal
kantor pajak negara Mitra P3B yang terkait dalam hal diketahui oleh Wajib
Pajak Dalam Negeri Indonesia yang mengajukan permintaan MAP; dan
j. ketentuan dalam P3B yang menurut Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
tidak diterapkan secara benar dan pendapat Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia atas penerapan dari ketentuan P3B tersebut, apabila permintaan
MAP berkaitan dengan penerapan ketentuan P3B yang tidak semestinya.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditandatangani oleh
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau wakilnya yang sah berdasarkan
ketentuan Undang-Undang KUP, dan dalam hal ditandatangani oleh kuasa,
wajib dilampiri surat kuasa khusus.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan
dokumen-dokumen pendukung dan disampaikan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dalam P3B yang berlaku, yang dihitung setelah Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia dikenakan atau akan dikenakan pajak yang tidak sesuai
dengan ketentuan dalam P3B.
(4) Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib meneliti kelengkapan permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melengkapi dengan dokumen-
dokumen perpajakan yang terkait yang terdapat dalam administrasi Kantor
Pelayanan Pajak, untuk selanjutnya diteruskan kepada Direktur Peraturan
Perpajakan II paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
sejak permintaan untuk melaksanakan MAP diterima lengkap.
(5) Dalam hal permintaan MAP disampaikan tidak lengkap, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak memberikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak paling
lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak permintaan untuk
melaksanakan MAP diterima, yang menyatakan bahwa permintaan untuk
melaksanakan MAP tidak lengkap dan meminta Wajib Pajak untuk melengkapi
hal-hal yang belum lengkap.
(6) Direktur Peraturan Perpajakan II meneliti dan mempertimbangkan permintaan
untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diproses
410 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 5
bersangkutan.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan
dokumen-dokumen pendukung dan disampaikan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dalam P3B yang berlaku, yang dihitung setelah yang bersangkutan
dikenakan atau akan dikenakan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan
dalam P3B.
(3) Direktur Peraturan Perpajakan II meneliti dan mempertimbangkan permintaan
untuk melaksanakan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diproses
lebih lanjut untuk dikonsultasikan dengan Pejabat yang Berwenang di Negara
Mitra P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II mengirimkan permintaan secara
tertulis untuk melaksanakan MAP kepada Pejabat yang Berwenang di Negara
Mitra P3B.
(5) Direktur Peraturan Perpajakan II atas nama Direktur Jenderal Pajak menolak
permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal permintaan untuk
melaksanakan MAP disampaikan setelah melewati jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atau permintaan untuk melaksanakan MAP dimaksud
tidak sesuai dengan ketentuan dalam P3B Indonesia yang berlaku, paling lama
dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak permintaan untuk
melaksanakan MAP diterima.
Pasal 6
(1) Dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang mengajukan permintaan
untuk melaksanakan MAP juga mengajukan permohonan pembetulan atau
permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-
Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat memproses pengajuan permintaan
MAP.
(2) Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum
dikeluarkannya keputusan atas permohonan pembetulan atau permohonan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Persetujuan Bersama dimaksud dituangkan dalam keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pembetulan atau permohonan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(3) Dalam hal pelaksanaan MAP belum menghasilkan Persetujuan Bersama
dan Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang bersangkutan mengajukan
permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atau permohonan
banding kepada badan peradilan pajak, Direktur Jenderal Pajak menghentikan
pelaksanaan MAP dan memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak,
paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak diketahui
Wajib Pajak yang bersangkutan mengajukan permohonan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan
412 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
pajak.
Pasal 7
(1) Dalam hal dipandang perlu, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan
pertemuan konsultasi dengan Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra P3B
untuk menindaklanjuti permintaan MAP yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak
Dalam Negeri Negara Mitra P3B.
(2) Sebelum dicapainya Persetujuan Bersama, Direktur Jenderal Pajak terlebih
dahulu menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang telah menjadi Wajib Pajak
Dalam Negeri Negara Mitra P3B mengenai isi rancangan Persetujuan Bersama
untuk memperoleh konfirmasi bahwa yang bersangkutan dapat menerima isi
rancangan Persetujuan Bersama.
(3) Direktur Jenderal Pajak menyepakati Persetujuan Bersama dengan Negara Mitra
P3B setelah Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia atau Warga Negara Indonesia
yang telah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B memberikan
konfirmasi bahwa yang bersangkutan dapat menerima kesepakatan dimaksud.
(4) Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan paling
lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan.
(5) Dalam hal Persetujuan Bersama mengakibatkan perubahan besarnya pajak
yang terutang di Indonesia sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan
pajak, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat Keputusan Pengurangan atau
Surat Keputusan Pembatalan surat ketetapan pajak, Direktur Jenderal Pajak
melakukan pembetulan, pengurangan atau pembatalan atas surat ketetapan
pajak atau surat keputusan dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(6) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Persetujuan Bersama kepada Wajib
Pajak secara tertulis.
Pasal 8
Pajak; atau
b. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang menyampaikan permintaan untuk
melaksanakan MAP mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak atau permohonan banding kepada badan peradilan pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada
Wajib Pajak mengenai penghentian pelaksanaan MAP, paling lama dalam
jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender sejak penghentian diputuskan.
Pasal 9
Tata Cara Pengajuan dan Pelaksanaan MAP dari Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
atau Warga Negara Indonesia yang Menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra
P3B adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini yang merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan.
BAB III
TATA CARA PENANGANAN PERMINTAAN MAP
DARI NEGARA MITRA P3B
Pasal 10
dilakukan oleh Negara Mitra P3B yang bersangkutan, dalam hal tidak terdapat
ketentuan mengenai Corresponding Adjustments dalam P3B Indonesia yang
berlaku.
Pasal 11
Pasal 12
(1) Direktur Jenderal Pajak menolak permintaan MAP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf c untuk permintaan MAP sehubungan dengan Corresponding
Adjusments dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait tidak
mengajukan permintaan MAP kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Direktur Peraturan Perpajakan II atas nama Direktur Jenderal Pajak meminta
pernyataan secara tertulis dari Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia untuk
memastikan bahwa yang bersangkutan tidak mengajukan permintaan MAP.
Pasal 13
Dalam hal pokok permintaan MAP dari Negara Mitra P3B adalah pemotongan atau
pemungutan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak di Indonesia yang dianggap tidak
sesuai dengan ketentuan P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II menyampaikan secara
tertulis kepada Wajib Pajak dimaksud mengenai permintaan MAP dari Negara Mitra
P3B dan dapat meminta penjelasan mengenai dasar pemotongan atau pemungutan
pajak, substansi transaksi, dan meminta dokumen yang diperlukan melalui Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 415
Pasal 14
Pasal 15
(1) Dalam hal permintaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c terkait
dengan bentuk usaha tetap di Indonesia dan bentuk usaha tetap dimaksud
juga mengajukan permohonan pembetulan atau permohonan pengurangan
atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) atau Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal
Pajak dapat melaksanakan MAP dan memproses permohonan pembetulan
atau permohonan pengurangan, atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(2) Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum
dikeluarkannya keputusan atas permohonan pembetulan atau permohonan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Persetujuan Bersama dimaksud dituangkan dalam keputusan
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pembetulan atau permohonan
pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak.
(3) Dalam hal pelaksanaan MAP belum menghasilkan Persetujuan Bersama
dan Wajib Pajak yang terkait dengan permintaan untuk melaksanakan MAP
mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atau
permohonan banding kepada badan peradilan pajak, Direktur Jenderal Pajak
menghentikan pelaksanaan MAP dan memberitahukan secara tertulis kepada
Negara Mitra P3B yang mengajukan permintaan MAP.
Pasal 16
(1) Dalam hal dipandang perlu atau atas permintaan Negara Mitra P3B Indonesia,
Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pertemuan konsultasi dengan
Pejabat yang Berwenang dari Negara Mitra P3B yang bersangkutan untuk
menindaklanjuti permohonan MAP yang dilakukan oleh negara mitra dimaksud.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menyepakati Persetujuan Bersama dengan
Negara Mitra P3B, Direktur Peraturan Perpajakan II segera menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak yang terkait terdaftar.
(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak segera menyampaikan Persetujuan Bersama
secara tertulis kepada Wajib Pajak terkait.
(4) Dalam hal Persetujuan Bersama mengakibatkan perubahan besarnya pajak
yang terutang di Indonesia dalam surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
416 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 17
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menolak atau menghentikan pelaksanaan MAP
dalam hal :
a. permintaan MAP disampaikan oleh Negara Mitra P3B setelah batas waktu
pelaksanaan MAP sebagaimana ditetapkan dalam P3B;
b. pokok permohonan yang diajukan oleh Negara Mitra P3B tidak termasuk
ke dalam ruang lingkup MAP sebagaimana diatur dalam P3B yang berlaku;
c. Negara Mitra P3B membatalkan permintaan MAP;
d. permintaan melaksanakan MAP terkait dengan bentuk usaha tetap di
Indonesia dan bentuk usaha tetap dimaksud mengajukan permohonan
keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atau permohonan banding
kepada badan peradilan pajak;
e. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait dengan permintaan
MAP sehubungan dengan koreksi Transfer Pricing yang dilakukan oleh
otoritas pajak Negara Mitra P3B atas Wajib Pajak Dalam Negerinya, tidak
mengajukan permohonan MAP;
f. Wajib Pajak yang diterbitkan surat ketetapan pajak oleh Direktorat Jenderal
Pajak yang menjadi fokus dari permintaan MAP tidak memberikan seluruh
dokumen yang diperlukan;
g. Direktorat Jenderal Pajak tidak mungkin untuk mengumpulkan dokumen-
dokumen yang diperlukan untuk melaksanakan konsultasi dalam rangka
MAP karena telah terlewatinya waktu yang lama setelah penerbitan surat
ketetapan pajak di Indonesia; atau
h. terdapat indikasi kuat bahwa pelaksanaan konsultasi dalam rangka MAP
tidak akan menghasilkan keputusan yang tepat.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak dan Pejabat yang Berwenang dari Negara
Mitra P3B bersepakat untuk menghentikan pelaksanaan MAP, Direktur Peraturan
Perpajakan II menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak
terkait.
Pasal 18
Tata Cara Penanganan Permintaan MAP dari Negara Mitra P3B adalah sebagaimana
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 417
tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan
satu bagian yang tidak terpisahkan.
BAB IV
PELAKSANAAN MAP ATAS INISIATIF DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
(1) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan untuk melaksanakan
MAP kepada Negara Mitra P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang
berkaitan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia, Direktur Peraturan
Perpajakan II memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak Dalam Negeri
Indonesia yang terkait mengenai :
a. tanggal pengajuan permintaan untuk melaksanakan MAP;
b. nama Negara Mitra P3B yang terkait;
c. pokok-pokok yang diajukan dalam surat permintaan MAP;
418 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 22
Tata Cara Pelaksanaan MAP atas Inisiatif Direktur Jenderal Pajak adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan
satu bagian yang tidak terpisahkan.
BAB V
PELAKSANAAN KONSULTASI DALAM RANGKA MAP
Pasal 23
Pasal 24
(4) Dalam hal permintaan untuk melaksanakan MAP terkait dengan koreksi Transfer
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 419
Pricing, Direktur Jenderal Pajak dapat membentuk Tim Khusus yang mempunyai
tugas menyiapkan posisi (position paper) Direktorat Jenderal Pajak, melakukan
koordinasi serta supervisi atas unit-unit yang terkait dengan permintaan untuk
melaksanakan MAP yang terkait dengan koreksi Transfer Pricing, dan menjadi
anggota delegasi perunding dalam pelaksanaan pertemuan konsultasi dalam
rangka MAP.
(5) Tim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari perwakilan
Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, dan
unit pelaksana pemeriksaan yang terkait dengan koreksi Transfer Pricing yang
akan dibahas dalam pelaksanaan pertemuan konsultasi dalam rangka MAP.
(6) Tim Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta data, informasi
atau dokumen yang diperlukan terkait dengan koreksi Transfer Pricing kepada
Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang terkait dengan permintaan untuk
melaksanakan MAP.
(7) Dalam hal Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia tidak memenuhi seluruh
permintaan data, informasi atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Direktur Jenderal Pajak dapat menghentikan pelaksanaan MAP tersebut.
Pasal 25
Pasal 26
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 November 2010
Direktur Jenderal,
ttd.
Mochamad Tjiptardjo
NIP 195104281975121002
420 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 421
Pasal 1
BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Tujuan Kesepakatan Harga Transfer adalah untuk memberikan sarana kepada
Wajib Pajak guna menyelesaikan permasalahan transfer pricing.
(2) Kesepakatan Harga Transfer mencakup perjanjian tertulis antara Wajib Pajak
dan Direktur Jenderal atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas
pajak Negara lain yang melibatkan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang PPh.
(3) Ruang lingkup Kesepakatan Harga Transfer meliputi seluruh atau sebagian
transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa.
BAB III
TAHAPAN KESEPAKATAN HARGA TRANSFER
Pasal 3
formal Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b sebelum surat Kesepakatan Harga Transfer diterbitkan dengan menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak beserta alasan-
alasannya.
BAB IV
PEMBICARAAN AWAL
Pasal 4
(1) Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal
Pajak melalui Direktur Peraturan Perpajakan II dengan tembusan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak domisili untuk melakukan pembicaraan awal
sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dengan menggunakan
Formulir APA-1 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini yang dilengkapi dengan dokumen pendukung.
(2) Yang dimaksud dengan Kantor Pelayanan Pajak Domisili adalah Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau domisili
Wajib Pajak orang pribadi terdaftar atau tempat kedudukan Wajib Pajak badan
terdaftar.
(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
akta pendirian dan perubahan Wajib Pajak, atau sejenisnya;
a. penjelasan rinci mengenai kegiatan dan usaha Wajib Pajak;
b. struktur perusahaan yang meliputi antara lain struktur kelompok usaha,
struktur kepemilikan dan struktur organisasi;
c. penjelasan rinci mengenai pemegang saham dan penjelasan rinci mengenai
transaksi yang dilakukan oleh pemegang saham dengan Wajib Pajak;
d. penjelasan rinci mengenai pihak-pihak lainnya yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan Wajib Pajak dan penjelasan rinci mengenai transaksi
yang dilakukan pihak-pihak lain tersebut dengan Wajib Pajak;
e. transaksi yang diusulkan untuk dibahas dan dicakup dalam Kesepakatan
Harga Transfer dan penjelasan rinci mengenai transaksi tersebut;
f. metode Penentuan Harga Transfer yang diusulkan oleh Wajib Pajak
dan dokumentasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak mengenai Analisis
Kesebandingan, analisis fungsional, pemilihan dan penentuan pembanding,
dan penentuan metode Harga Transfer;
g. penjelasan rinci mengenai situasi atau keadaan dalam kegiatan atau usaha
Wajib Pajak yang perubahannya dapat mempengaruhi secara material
kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer Wajib Pajak;
h. penjelasan rinci mengenai sistem akuntansi, proses produksi, dan proses
pembuatan keputusan;
i. penjelasan rinci mengenai pihak lain yang menjadi pesaing yang
mempunyai jenis kegiatan atau usaha atau produk yang sama atau sejenis
dengan Wajib Pajak, termasuk penjelasan mengenai karakteristik dan
424 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
Pasal 5
Pasal 6
(1) Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
Direktur Jenderal Pajak melakukan evaluasi dan menentukan jadwal untuk
pembicaraan awal dengan Wajib Pajak.
(2) Pembicaraan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih
dari satu kali.
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan kepada Wajib Pajak dan/
atau melakukan peninjauan ke tempat kegiatan usaha Wajib Pajak untuk
melengkapi data atau informasi yang diperlukan.
Pasal 7
Pelaksanaan pembicaraan awal tidak mengikat Direktur Jenderal Pajak atau Wajib
Pajak untuk membuat Kesepakatan Harga Transfer.
Pasal 8
(1) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan
Wajib Pajak secara lengkap, Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara
tertulis kepada Wajib Pajak tentang persetujuan atau penolakan untuk
membahas lebih lanjut tentang Kesepakatan Harga Transfer.
(2) Dengan diterbitkannya penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Wajib Pajak tidak dapat meminta untuk meneruskan pembahasan
ke tahap selanjutnya.
(3) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan baru sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 atas permohonan yang telah diterbitkan penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
BAB V
PENYAMPAIAN PERMOHONAN FORMAL
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 425
Pasal 9
BAB VI
PEMBAHASAN KESEPAKATAN HARGA TRANSFER
Pasal 10
Pasal 11
(1) Dalam hal Wajib Pajak menganggap bahwa Kesepakatan Harga Transfer
dapat menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda, Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
Pajak untuk mengadakan Prosedur Persetujuan Bersama (MutuaI Agreement
Procedure/MAP) dengan otoritas pajak dari negara/jurisdiksi mitra Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda.
(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembahasan Kesepakatan Harga Transfer sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) tetap dilanjutkan.
(3) Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan berdasarkan PER-48/PJ/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) Berdasarkan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
Pasal 12
(1) Kesepakatan Harga Transfer dapat diberlakukan untuk jangka waktu paling
lama 3 (tiga) Tahun Pajak yang dihitung sejak Tahun Pajak saat Kesepakatan
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 427
BAB VII
NASKAH KESEPAKATAN HARGA TRANSFER
Pasal 13
BAB VIII
PELAKSANAAN DAN EVALUASI KESEPAKATAN HARGA TRANSFER
Pasal 14
Pasal 15
(1) Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa yang telah mengikuti atau memenuhi kriteria-kriteria yang
telah disepakati dalam Kesepakatan Harga Wajar antara Direktur Jenderal Pajak
dan Wajib Pajak, dianggap telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha.
(2) Dalam hal Kesepakatan Harga Transfer akan diberlakukan untuk Tahun Pajak
sebelum disepakatinya Kesepakatan Harga Transfer dan Surat Pemberitahuan
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak untuk Tahun Pajak dimaksud belum
mencerminkan hasil Kesepakatan Harga Transfer, Wajib Pajak dapat melakukan
penyesuaian (compensating adjustment) dengan membetulkan Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
(3) Dalam hal penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyebabkan
Surat Pemberitahuan menjadi lebih bayar, maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
(4) Dalam hal penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyebabkan
Surat Pemberitahuan menjadi kurang bayar, sanksi administrasi dikenakan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku atas
kekurangan pembayaran pajak dimaksud.
Pasal 16
(1) Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan tahunan (annual compliance report)
yang menggambarkan kesesuaian pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer
dalam kegiatan atau usaha Wajib Pajak kepada Kepala KPP Domisili paling
lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. kepatuhan Wajib Pajak menerapkan metode Penentuan Harga Transfer
dalam transaksi yang dicakup dalam Kesepakatan Harga Transfer;
b. penjelasan rinci mengenai keakuratan dan konsistensi penerapan metode
Penentuan Harga Transfer; dan
Lampiran Peraturan Terkait Perpajakan Internasional 429
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
(1) Buku, catatan, dokumen, atau informasi yang disampaikan oleh Wajib Pajak
dalam pembentukan Kesepakatan Harga Transfer merupakan kerahasiaan
Wajib Pajak yang tidak dapat diungkapkan kepada pihak lain sebagaimana
430 Perpajakan Internasional: Resume dan Kumpulan Pertanyaan
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 20
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 21
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Desember 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002
Tim penyusun
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
RESUME DAN KUMPULAN PERTANYAAN
Jakarta - 2014
Pengarah:
Poltak Maruli John Liberty Hutagaol
Editor:
Leli Listianawati
Koordinator:
M. Taufiq Hidayatullah Al Mahdy
Joko Galungan
Abdul Gafur
Tim Penyusun:
Gerrits P. Tampubolon
Oktana Wahyu Perdana
Mampe Tua Hasiholan S.
Firman Ibrahim
Normanthias
Indra K. Ariyadi
Andi Setya Purnomo
Huger Dhanu Anggoro
Ibnu Wijaya
Anung Andang Wiratama
Seluruh Rekan di
SUBDIT PERJANJIAN DAN KERJASAMA
PERPAJAKAN INTERNASIONAL (PKPI)
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
RESUME DAN KUMPULAN PERTANYAAN
B
uku ini membahas ketentuan perpajakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari transaksi antar negara
sebagaimana diatur dalam perjanjian-perjanjian bilateral
yang dibuat oleh Indonesia dengan negara-negara lain tentang
penghindaran pajak berganda, pencegahan pengelakan pajak,
kerjasama pertukaran informasi (Exchange of Information), dan
dispute settlement. Materi yang dibahas adalah resume singkat
tentang subjek dan non-subjek pajak, objek pajak, Perjanjian
Penghindaran Pengenaan Pajak Berganda (P3B/tax treaty),
Exchange of Information, anti tax avoidance (Controlled Foreign
Company, Special Purpose Company, dan Transfer Pricing),
dispute settlement (Mutual Agreement Procedure dan Advance
Pricing Agreement), serta perjanjian multilateral lainnya (TIEA &
MAC). Selain itu, buku ini juga memuat kumpulan pertanyaan
terkait Perpajakan Internasional serta lampiran yaitu:
1. Narasi statistik dan tabel aspek yang dibahas dalam P3B/
tax treaty:
• Bentuk usaha tetap (BUT)/Permanent Establishment;
• Time Test BUT, pekerjaan bebas dan hubungan kerja;
• Tarif dividen, bunga, royalti, branch profit tax, dan
jasa teknik;
• hak pemajakan penghasilan atas kegiatan usaha,
penerbangan & pelayaran Internasional, pengalihan
harta bergerak & tidak bergerak, imbalan direktur,
siswa, guru & peneliti, pensiun & remunerasi
pemerintahan, seniman & olahragawan, dan
penghasilan lainnya.
2. Format permohonan Exchange of Information, Form DGT
1 & 2, formulir Surat Keterangan Domisili; dan
3. Peraturan terkait perpajakan internasional.