Migrasi kelompok Dayak secara besar-besaran terjadi sekitar tahun 300-an yang
silam.[12] Migrasi kelompok Dayak tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Kelompok pertama
diperkirakan datang dari arah barat. Kemungkinan berasal dari hilir Sungai Kapuas dan anak
Sungai Kapuas seperti Sekayam, Ketungau dan Sekadau. Kelompok yang dimaksud ialah
subsuku Seberuang, Ensilat, Tamanik, Iban, Kantu’, Desa, Sekapat, Suaid, Mayan, Sebaruk,
Rembai dan Ulu Ai’. Migrasi kelompok kedua diperkirakan berasal dari arah timur yakni daerah
Data Purah. Kelompok yang dimaksud yakni Punan, Buket dan Kayaan. Sedangkan migrasi
kelompok ketiga yakni subsuku Dayak Orung Da’an, Suru’ dan Mentebah.[13]
2.Masyarakat Anak Dalam tidak bisa terpisahkan dengan hutan. Hutan adalah
untuk mengatur masalah tertentu dengan maksud memelihara ketertiban dan keamanan dalam
kehidupan masyarakat. Awig-awig ini mengatur perbuatan yang boleh dan yang dilarang, sanksi serta
orang atau lembaga yang diberi wewenang oleh masyarakat untuk menjatuhkan saksi.
Sementara itu adanya penguatan awig-awig dalam pengelolaan perikanan di daerah ini
dipengaruhi oleh masalah pokok yaitu konflik. Adapun munculnya konflik dalam kegiatan pemanfaatan
sumber daya ikan dipengaruhi oleh rusaknya lingkungan (ekologi), pertambahan pendudmografi),
lapangan pekerjaan yang semakin sedikit (mata pencarian), lingkungan politik legal, perubahan
6 Maccera Tasi
Luwu – Sulawesi Selatan
Maccera Tasi terbuktiefektif dalam mengunggah emosi keagamaan warga masyarakat.
Pada saat pelaksanaan upacara, mereka diingatkan atas tanggung jawabnya untuk menghormati laut,
menjaga kebersihannya, tidak merusak , dan tidak menguras potensi ikan laut secara berlebihan.
7. Pasang Ri Kajang
Ammatoa,Kajang – Sulawesi Selatan
Masyarakat adat Ammatoa bermukim di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang,Kabupaten
Bulukumba, yang berjarak kurang lebih 540 km ke arah tenggara dari kota Makassar, Sulawesi
Selatan. Pasang Ri Kajang merupakan pandangan hidup komunitas Ammatoa yang mengandung etika
dan norma, baik berkaitan perilaku sosial maupun perilaku terhadap lingkungan dan alam sekitarnya
serta hubungan manusia dan pencipta-Nya. Ammatoa bertugas untukmelestarikan Pasang Ri Kajang
dan menjaganya agar komunitas Ammatoa tetap tunduk dan patuh kepada Pasang. Pasang merupakan
pandangan yang bersifat mengatur, tidak dirubah, ditambah maupun dikurangi.
8 Kearifan Lokal di Seko
Luwu Utara – Sulawesi Selatan
Kearifan masyarakat adat Seko adalah menjaga hutan. Masyarakat tidak akan
melakukan penebangan pohon di hutan secara serampangan dan berlebihan, mereka sangat
memahami dampak hal tersebut jika dilakukan. Selain itu adapula kearifan lokal lainnya seperti
bercocok tanam, pembuatan rumah, dan penenganan hama yang menyerang tanaman.
9 Massellu Tana
Suku Bugis – Sulawesi Selatan
Suatu cara menghormati tempat tinggal dengan memberi makanan berupa kukus hitam
dan putih di tiang tengah rumah. Hal ini dilakukan sebagai penghormatan saja pada wilayah(tanah)
tempat tinggal tetapi bukan sebagai wujud penyembahan.
10 Ma Suru Baca
Suku Bugis – Sulawesi Selatan
Ma Suru Baca dilakukan pada waktu tertentu seperti selesai panen, penyambutan bulan
ramadhan, serta penyambutan hari raya. Jika dilakukan pada waktu selesai panen, hal ini bermaksud
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT. atas rezeki yang telah diberikan kepada hamba-Nya.
11 Megibung
(Sumber
Foto: @wendiindrayana)
Megibung ialah sebuah tradisi makan bersama dalam satu wadah. Hingga sampai saat ini masyarakat
melestarikan warisan leluhur mereka itu dengan tujuan untuk meningkatkan rasa kebersamaan dan
kekeluargaan.
Tradisi ini biasa dilakukan pada acara-acara upacara adat tertentu maupun kegiatan keagamaan.
Seperti halnya yang terlihat pada gambar diatas. Saat hari raya galungan berlangsung beberapa
minggu lalu mereka pun tak lupa untuk mengadakan Megibung. Terlihat sederhana namun dapat
mempererat persahabatan bahkan kepada orang yang baru dikenal sekalipun. Tradisi Megibung biasa
dimaknai dengan adanya jumlah undangan yang makan dalam satu wadah terdiri dari 5-8 orang.
Kemudian sebuah nasi putih yang diletakkan dalam satu wadah disebut gibungan, sedangkan lauk dan
sayur yang akan disantap disebut karangan. Dengan harapan untuk tetap memperkokoh suatu nilai
kebudayaan.
12 Pemakaman di Terunyan
(Sumber
foto: @mujiwasono)
Kali ini satu tempat yang selalu menegakkan satu tradisi dari turun temurun. Melalui upacara ritual di
pemakaman terunyan tepatnya beralokasi didesa Terunyan, Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.
Desa Terunyan merupakan desa tertua di pulau bali. Tak heran jika kamu berkunjung kesana,
Masyarakat masih memegang teguh kuat tradisi budaya.
Faktanya, tradisi pemakaman dibali dengan dua cara yaitu jasad orang yang sudah
meninggal dikuburatau dibakar. Namun di desa ini sangat jauh berbeda. Mereka memperlakukan tubuh
yang baru meninggal hanya dengan dibungkus Kain. Dan langsung diletakkan diatas tanah tepat
dibawah pohon Menyan. Atau warga biasa menyebutnya Taru Gunanya untuk menyerap bau dari tubuh
mayat. Kemudian tanpa dikubur dan hanya di kelilingi dengan anyaman bambu seukuran dengan tubuh
mereka.
Uniknya di pemakaman ini sudah terbiasa menjadi destinasi wisatawan lokal maupun
asing. Kebanyakan dari mereka yang berkunjung hanya sekedar berfoto di dalam area kuburan sambil
melihat langsung upacara pemakaman. Sedikit menegangkan namun wisatawan selalu penasaran
dengan hal tersebut.
Keunikan dari tradisi ini adalah menjadi sorotan bagi wisatawan lokal. Pesta adat ini merupakan
gambaran bentuk dari Kearifan Lokal Budaya Bali.
Berikut dibawah ini ialah tradisi yang dilakukan warga bali khususnya saat melakukan kegiatan
keagamaan.
14 Dupa
(sumber
foto: @dupamahabeji)
Dibali khususnya agama Hindu yang melakukan persembahyangan dengan menggunakan Dupa. Hingga
saat ini bukti Kearifan Lokal Budaya Bali dipegang teguh pada khususnya tradisi masyarakat saat
melakukan keagamaan yaitu Dupa. Dupa sejenis pewangian yang dapat dibakar. Kemudian asapnya
mengeluarkan bau harum dengan tujuan melambangkan sebuah perantara menghubungkan mereka
dengan yang dipuja.
15 Canang
(sumber
foto: @dheyanne06)
Sebuah Canang pun sangat penting digunakan saat persembahyangan. Belum lama ini Canang banyak
digunakan di hari raya galungan. Banyak makna yang tersimpan dari Canang tersebut yang terbagi
dari beberapa bagian yaitu:
Alas berupa Ceper menyimbolkan Ardha Candra. alas yang disebut tamas kecil ialah simbol windhu.
Kemudian Beras /Wija yang melambangkan benih yang mengartikan awal dari kehidupan.
Porosan/Peporosan merupakan terbuat dari daun sirih, kapur, dan jambe (gambir). Yang mempunyai
makna umat manusia harus memiliki hati penuh cinta. Dan welas asih serta rasa syukur yang
mendalam pada sang yang dipuja.
Jajan, Tebu, dan Pisang yang memaknai kekuatan dalam kehidupan di alam semesta.
Sampian Uras atau Duras merupakan rangkaian janur yang dibentuk bundar dengan makna yang
menyertai setiap kehidupan umat manusia.
16 Bija / Wija
Sumber
foto: @infobadung)
Wija atau bija biasanya dibuat dari biji beras yang dicuci dengan air bersih atau air cendana.
Kadangkala juga dicampur kunyit sehingga berwarna kuning.
Bija / Wija memiliki makna tersendiri bagi bagi seseoarang yang menggunakannya. Dengan kata lain
hal tersebut mendalami makna Menumbuh kembangkan benih ke-Siwa-an itu dalam diri seseorang.
18Nyadran :
Di Jawa, pada bulan Ruwah ( Tanggal Jawa ) ada tradisi yang dinamakan Ruwatan.
Bentuk Ruwatan ini dapat berupa bersih Desa,Ruwah desa atau lainnya. Di Sidoarjo
tepatnya di Desa Balongdowo Kecamatan Candi ada tradisi masyarakat yang
dilakukan setiap bulan Ruwah pada saat bulan purnama.
Tradisi ini dinamakan Nyadran, Nyadran ini merupakan adat bagi para nelayan kupang
desa Balongdowo sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bentuk kegiatan Nyadran berupa pesta peragaan cara mengambil kupang di tengah
laut selat Madura.
Nyadran di Sidoarjo mempunyai ciri khas tersendiri. Kegiatan Nyadran dilakukan oleh
masyarakat Balongdowo yang mata pencaharian sebagai nelayan kupang, pada siang
harinya sangat disibukkan dengan kegiatan persiapan pesta upacara meski puncak
acaranya pada tengah malam.
Kegiatan ini dilakukan pada dini hari sekitar pukul 1 pagi. Orang- orang berkumpul
untuk melakukan keliling. Perjalanan dimulai dari Balongdowo Kec. Candi menempuh
jarak 12 Km. Menuju dusun Kepetingan Ds. Sawohan Kec. Buduran. Perjalanan ini
melewati sungai desa Balongdowo, Klurak kali pecabean, Kedung peluk dan
Kepetingan ( Sawohan ).
Ketika iring-iringan perahu sampai di muara kali Pecabean perahu yang ditumpangi
anak balita membuang seekor ayam. Konon menurut cerita dahulu ada orang yang
mengikuti acara Nyadran dengan membawa anak kecil dan anak kecil tersebut
kesurupan. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut masyarakat Balongdowo
percaya bahwa dengan membuang seekor ayam yang masih hidup ke kali Pecabean
maka anak kecil yang mengikuti nyadran akan terhindar dari kesurupan/ malapetaka.
26Suku Banjar di Kalimantan Selatan memeluk sungai tidak hanya untuk mempertahankan hidup dan
tempat bermukim. Lebih dari itu, sungai dipandang tempat bersemayamnya para pendahulu, tempat
Beberapa aktivitas yang melanggar kehidupan sungai akan menyebabkan bala, dengan datangnya
sakit. Beberapa areal sungai dipercayai tetua adat memiliki kekuatan adi kodrati yang dipatuhi
Pada kajian ilmiah, para sarjana menemukan fakta-fakta, lelaku itu justru menampakkan kesadaran
Jogja yang terkenal akan banyak budaya, banyak keanekaragaman yang dimiliki dari segi adatnya,
makanan khas, serta orang-orangnya. Hal yang paling menarik dari kota GUDEG ini adalah rakyatnya
yang terkenal ramah, murah senyum, dan tentunya kesederhanaan warganya. Budaya luhur ini sejak
lama tertanam pada kota pelajar ini. Yogyakarta memiliki 4 kabupaten satu kotamadya, kabupaten
Bantul yang terletak diselatan kota Jogja, Kabupaten Kulonprogo yang ada di sebelah barat daya kota
Jogja. Kabupaten Sleman yang ada di sebelah barat sampai utara kota Jogja, dan yang terakhir
Kabupaten Gunungkidul yang ada di sebelah timur kota pelajar ini. Tiap-tiap kabupaten tersebut
memiliki kebudayaan, dan kearifan lokal tersenderi. Meski memiliki kebudayaan yang berbeda tapi
keempat kabupaten tersebut saling bersinergi satu sama lain untuk membangun YOGYA ISTIMEWA.
Makanan khas Jogja , yang paling tterkenal adalah gudeg, ya makanan ini sangat diminati para
wisatawan baik asing maupun local. Makanan bercita rasa manis ni sangat menggoda dan menjadi ciri
khas kota pelajar ini. Bakpia, makanan kecil, bulat,isi kacang hijau ini menjadi buah tangan yang wajib
dibawa bagi wisatawan yang kunjung di Jogj. Bakpia patuk 25 yang sangat terkenal di masyarakat ini
memiliki ciri khas isi kacang ijonya lembut sekali dan empuk ketika digigit. Bagi yang belum mencoba
silahkan mencoba bakpia ini ada disebal barat jalan mlioboro. Dua makanan itu yang menjadi sentra
utama wisatawan untuk mengunjungi kota Jogja.
29PASAR TERAPUNG, MUARA KUIN KALSEL
Konon, pasar terapung sudah mulai ada sejak Sultan Suriansyah mendirikan kerajaan di tepi
Sungai Kuin dan Barito pada tahun 1526, yang kemudian menjadi cikal bakal Kota Banjarmasin. Pasar
Muara Kuin tergolong unik, sebab selain melakukan aktivitas jual-beli di atas air, juga tidak memiliki
organisasi seperti pada pasar-pasar yang ada di darat. Jadi, tidak dapat diketahui berapa jumlah
pedagang atau pembagian pedagang berdasarkan barang dagangannya.
Aktivitas Pasar
Suasana pasar Muara Kuin mulai hidup sekitar pukul 03.30 Waktu Indonesia Tengah (Wita)
atau setelah subuh, para pedagang menggunakan perahu jukung, yaitu sejenis perahu kecil yang
terbuat dari kayu utuh. Para pedagang kebanyakan adalah kaum perempuan yang mengenakan
pakaian tanggui dan caping lebar khas Banjar yang terbuat dari daun rumbia. Barang-barang yang
mereka jual umumnya sama seperti pasar-pasar tradisional yang ada di darat, yaitu beras, sayur-
mayur, buah-buahan, ikan,penganan (makanan) dan lain sebagainya.
Sistem pertanian yang dipraktekkan oleh petani Banjar di lahan rawa (lahan pasang surut,
lebak, dan gambut) Kalimantan bagian selatan terutama di kawasan Delta Pulau Petak oleh para ahli,
misalnya Collier, 1980: Ruddle, 1987; van Wijk, 1951; dan Watson, 1984, disebut sebagai Sistem Orang
Banjar (Banjarese System) (Leevang, 2003). Salah satu penemuan petani Banjar adalah ilmu
pengetahuan teknologi dan kearifan tradisional dalam pembukaan (reklamasi), pengelolaan, dan
pengembangan pertanian lahan rawa. Lahan rawa lebak telah dimanfaatkan selama berabad-abad oleh
penduduk lokal dan pendatang secara cukup berkelanjutan. Menurut Conway (1985), pemanfaatan
secara tradisional itu dicirikan oleh (Haris, 2001):
Pemanfaatan berganda (multiple use) lahan, vegetasi, dan hewan. Di lahan rawa, masyarakat
tidak hanya menanam dan memanen padi, sayuran, dan kelapa, tetapi juga menangkap ikan,
memungut hasil hutan, dan berburu hewan liar.
Penerapan teknik budidaya dan varietas tanaman yang secara khusus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan lahan rawa tersebut.
Pekerja sekop-demi sekop tanah dikeluarkan untuk mencari di mana kira-kira ada emas
sehingga bisa di dulang. Lubang yang digali tidak terlalu dalam, hanya sekitar 2 meter. Ini beda
dengan yang peneliti temui di tempat lain, sekitar 60 km dari tempat ini ada juga tambang rakyat tapi
sudah menggunakan zat kimia, lubang yang digali pun sampai 50 m, sehingga perlu ada pasokan
oksigen dengan menggunakan blower. Sangat berbahaya dan hampir mengindahkan keselamatan
kerja demi meraup rupiah.
Sumpit atau lebih dikenal di daerah Kalimantan Tengah dengan sebutan sipet adalah salah satu
senjata yang sering digunakan oleh suku Dayak maupun oleh masyarakat Melayu. Dari segi
penggunaannya sumpit atau sipet ini memiliki keunggulan tersendiri karena dapat digunakan sebagai
senjata jarak jauh dan tidak merusak alam karena bahan pembuatannya yang alami. Dan salah satu
kelebihan dari sumpit atau sipet ini memiliki akurasi tembak yang dapat mencapai 218 yard atau
sekitar 200 meter.
Dilihat dari bentuknya sumpit, sumpit memiliki bentuk yang bulat dan memiliki panjang antara
1,5-2 meter, berdiameter sekitar 2-3 sentimeter. Pada ujung sumpit ini diolah sasaran bidik seperti
batok kecil seperti wajik yang berukuran 3-5 sentimeter. Pada bagian tengah dari sumpit dilubangi
sebagai tempat masuknya damek (anak sumpit). Pada bagian bagian atas sumpit lebih tepatnya pada
bagian depan sasaran bidik dipasang sebuah tombak atau sangkoh (dalam bahasa Dayak). Sangkoh
terbuat dari batu gunung yang lalu diikat dengan anyaman uei (rotan).
Kulit yang biasa pula disebut Umaq Kulit adalah salah satu sub kelompok orang Dayak
Kenyah. Desa asal orang Umaq Kulit ini adalah di desa Long Kelawit, desa Long Lekiliu, Kecamatan
Kayan Hulu, Kecamatan ini merupakan bagian wilayah Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan
Timur.
Daerah kediaman orang Umaq Kulit ini berada di dataran tinggi Apo Kayan, sebagai daerah
asal orang Dayak Kenyah umumnya. Dataran tinggi ini seolah menjadi pusat pulau raksasa
Kalimantan, sudah berdekatan dengan garis perbatasan dengan Malaysia Timur. Di lingkungan alam
dengan hutan tropis yang masih perawan itu orang Umaq Kulit terkurung dalam isolasi, tidak banyak
komunikasi dengan orang luar. Mereka hidup dari mata pencaharian utama berladang. Kehidupan
dalam lingkungan semacam itu penuh dengan tantangan. Itulah sebabnya mereka mencari jalan ke
luar dengan mencari jalan melalui migrasi mencari tempat yang lebih memungkinkan mencari
kesejahteraan, justru mereka telah mendengar tentang berbagai kemajuan yang ada di daerah lain
terutama di sekitar pantai.
34BUDAYA ADAT PERNIKAHAN BANJAR
Satu lagi pesona anak bangsa disajikan sebagai bentuk tata upacara nikah adat Banjar, tersaji agar
bermanfaat khususnya untuk putra-putri Pulau Borneo yang tinggal di luar pulau dan umumnya
masyarakat Indonesia. Dan semoga menjadikan khasanah Ilmu dasar ntuk menjaga negeri.
Provinsi Kalimantan Selatan terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan. Secara geografis keadaan
alamnya terdiri dari dataran rendah, rawa-rawa, sungai-sungai baik besar maupun kecil serta dataran
tinggi dan pegunungan dengan lembah dan ngarainya. Di bagian selatan dan timur dilingkungi oleh
pantai dan laut.
Keadaan setelah konflik sosial ini menarik untuk dipelajari begitu pula dengan upaya menanganinya.
Kalbar yang masih kental dengan budaya patut menggali kearifan lokal yang bisa digunakan untuk
menciptakan perdamaian maupun untuk menyelesaikan konflik.
A+ A-
PONTIANAK - KETIKA hasrat berpetualang Anda terwujud menyusuri sungai Kapuas pastinya akan
menjumpai rumah panjang suku Dayak. Rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan
suku Dayak sekaligus cerminan hidup keseharian salah satu suku adat yang mengagumkan itu. Jika
Anda berwisata ke sungai terpanjang di Indonesia pastinya bisa menikmati dan memperhatikan pola
kehidupan masyarakat yang menghuni Rumah Betang.
Perhatikan bagaimana rumah betang yang rutin mengeluarkan kepulan asap lambat laun hilang di
balik rindangnya dedaunan hutan tropis Kalimantan. Itulah pertanda denyut kehidupan tetap bergeliat
di dalam hutan dan sisi Sungai Kapuas. Para ibu suku Dayak baru saja menyiapkan air kelapa untuk
makan besar yang harumnya akan mengundang air liur Anda.
Rumah panjang suku Dayak biasanya terdiri lebih dari 50 ruangan dengan banyak dapur, sehingga
menjadikannya sebagai salah satu rumah terpanjang yang pernah dibangun. Meskipun rumah panjang
tersebut terlihat sangat sederhana namun nyatanya memiliki daya tahan luar biasa karena sebagian
besar dibangun berabad-abad lalu. (Sumber. Wikipedia)
Saat ini, masih ada beberapa rumah betang kokoh berdiri berbahan kayu ulin (kayu besi) yang terkenal
kuat. Rumah betang biasanya dibangun di atas tiang setinggi 5 sampai 8 meter, sedangkan untuk
masuk ke dalam rumah menggunakan tangga (tangka) sederhana. Karena tangganya yang kurang
kokoh maka Anda harus berhati-hati ketika menaikinya satu per satu.
Manugal dalam bahasa Dayak Ngaju berarti menanam padi, ini biasa dilakukan oleh para petani
tradisional suku Dayak yang masih memegang teguh kedekatan dengan alam sekitar. Kegiatan ini
biasa dilakukan pada sekitar bulan Juni sampai dengan bulan Agustus dilakukan setelah
kegiatan meneweng (menebang pohon disekitar area yang akan dijadikan lahan menanam padi)
dan manyeha (membakar/menyiapkan ladang) serta kadang-kadang pula para petani juga
harus mangakal (membersihkan ladang dengan membakaran ulang ladang) jika memang saat manyeha
ternyata lahan yang bakar masih menyisakan kayu-kayu besar yang masih mengganggu tempat
menanaman padi, barulah kemudian kegiatan Manugal bisa dilakukan dengan memperhatikan faktor
cuaca.
Kegiatan ini biasanya melibatkan pihak pemilik ladang maupun pemilik ladang sekitar yang dimana
sering kita sebut dengan saling handep (bahu-membahu/tolong-menolong) tradisi ini biasa diikuti, baik
oleh kaum laki-laki maupun perempuan bahkan anak-anak pun turut serta bahu-membahu bekerja.
Mereka biasa larut dalam sukacita dan kebersamaan, bahkan ladang padi tidak hanya ditanami oleh
beberapa jenis padi saja akan tetapi pada sisi lahan yang lain akan selalu ada ditanami bibit-bibit
sayur. sehingga panen yang tunggu tidak hanya berupa jenis padi tetapi dapat juga berupa sayur-
sayuran dan umbi-umbian.