Pembimbing :
Disusun oleh :
Anggi Arini
406172074
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma
dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap
mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja
atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah
penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk
dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga
mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma
sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun
belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan
akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang.2
Prevalensi asma dan gangguan terkait alergi di AS terus meningkat. Alergi
mempengaruhi sebanyak 50 juta orang di AS. Lebih dari setengah dari AS tes populasi
positif terhadap satu atau lebih alergen.3 Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar
8-10% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat
sebesar 50%. sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak wanita dapat menderita
asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Beberapa survei menunjukkan bahwa
penyakit asma menyebabkan absensi 16 % pada anak sekolah di Asia, 43% anak-anak di
Eropa, dan 40% hari pada anak-anak di Amerika Serikat.2
Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia. Pada tahun 2005 Survei Kesehatan Rumah Tangga mencatat 225.000 orang
meninggal karena asma. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional
tahun 2007, penyakit asma ditemukan sebesar 4% dari 222.000.000 total populasi
nasional, sedangkan di Sumatera Barat Departemen Kesehatan menyatakan bahwa pada
tahun 2012 jumlah penderita asma yang ditemukan sebesar 3,58%. Jumlah kunjungan
penderita asma di seluruh rumah sakit dan puskesmas di Kota Padang sebanyak 12.456
kali di tahun 2013.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernapas”. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali
bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.7
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor)
dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) ,
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu
dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan
terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam
faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor
genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan :6
pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik
asma
lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai
oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif.
Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit
atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering
muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya
muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap
asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama
rinitis alergika dan dermatitis atopik.
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan klasifikasi
(derajat) Asma sebagai berikut :3
Tabel 2. 4 Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
I. Intermitten Bulanan APE ≥ 80%
Gejala <1x/minggu VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
≤ 2x sebulan
Tanpa gejala di luar serangan APE ≥ 80% nilai terbaik
Serangan singkat Variabiliti APE <20
II. Persisten Ringan Mingguan APE ≥ 80%
Gejala >1x/minggu, tetapi VEP1 ≥ 80% nilai prediksi
<1x/hari > 2x sebulan APE ≥ 80% nilai terbaik
Serangan dapat mengganggu Variabiliti APE 20-30%
aktivitas dan tidur
III. Persisten Sedang Harian APE ≤ 60%
Gejala setiap hari VEP1 60-80% nilai prediksi
Serangan mengganggu Ape 60-80% nilai terbaik
> 1x seminggu
aktivitas dan tidur Variabiliti APE > 30%
Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten Berat Kontinyu APE ≤ 60%
Gejala terus menerus VEP1 ≤60% nilai prediksi
Sering
Sering kambuh Ape ≤60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas Variabiliti APE > 30%
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berkaitan
dengan cuaca. Anamsesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, di tambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan
faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Riwayat penyakit/gejala :
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang
sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar
biacara,takikardi, hiperniflasi dan penggunan otot bantu napas.
Faal paru
Umumya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi,
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk
menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat
asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai ;
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga
dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooeperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible
dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP<75% atau
VEP1<80% nilai prediksi.
Pelega (Reliever): Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk
pelega adalah: Agonis beta2 kerja singkat, Antikolinergik, Aminofillin, dan
Adrenalin.
Pengontrol (Controllers): Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang
untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol
sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
- Kortikosteroid inhalasi
- Kortikosteroid sistemik
- Sodium kromoglikat
- Nedokromil sodium
- Metilsantin
- Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
- Agonis beta-2 kerja lama, oral
- Leukotrien modifiers
- Antihistamin generasi ke dua
Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk