Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi
akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi
(Harnawatiaj, 2013).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang
disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2013)
Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan
alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit
tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda
keras lainnya dalam jangka panjang (Susan L, dkk. 2013)
B. Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien.
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras
lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi..
b. Gesekan dan pergeseran
gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak.
Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi
lokal.
c. Kelembaban
akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan
perobekan jaringan (shear).
d. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan
medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga
memudahkan terjadinya dekubitus.
2. Fase Intrinsik
a. Usia
pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang
sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan
jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk
merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini
terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena
nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk
bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes)
dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
b. Penurunan kesadaran
gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
c. Malnutrisi
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan
lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna
karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus.
Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka.
d. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring
terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi
untuk terkena luka tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya
lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan
dalam kejadian luka tekan.
e. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki
efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi
(2015) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan
terhadap luka tekan.
f. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (2012) peningkatan temperatur merupakan
faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
g. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
h. Anemia
i. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
j. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena
dekubitus dan memperburuk dekubitus.
C. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
2. Durasi dan besarnya tekanan
3. Toleransi jaringan
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts,
1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya maka semakin
besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada
tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia
sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan
trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan
sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme
fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang
berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995
dalam Potter & Perry, 2005).
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi
saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan area
yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga
dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Seseorang
mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya berada karena
adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak
terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan
tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.
D. Pathway
E. Klasifikasi
Ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu :
1. Derajat I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit tidak
berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator
2. Derajat II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial
dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.
3. Derajat III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang
mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di
bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
4. Derajat IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau
kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan
epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.
F. Manifestasi Klinis
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan
toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan
bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan laju
endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan ulkus
dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level,
transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.
I. Pengkajian
Data dasar pengkajian yang terus-menerus memberi informasi penting integritas kulit
pasien dan peningkatan resiko terjadinya dekubitus. Pengkajian dekubitus tidak terlepas
pada kulit karena dekubitus mempunyai banyak faktor etiologi. Oleh karena itu,
pengkajian awal pasien luka dekubitus memiliki beberapa dimensi (AHPCR, 1994 dalam
Potter & Perry, 2015).
1. Ukuran Perkiraan
Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi, rumah
perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain maka pasien harus
dikaji resiko terjadi dekubitus. Pengkajian resiko luka dekubitus harus dilakukan
secara sistematis seperti
Pengkajian Resiko Luka Dekubitus Identifikasi resiko terjadi pada pasien:
a Identifikasi resiko terjadi pada pasien:
1) Paralisis atau imobilisasi yang disebabkan oleh alat-alat yang membatasi
gerakan pasien.
2) Kehilangan sensorik
3) Gangguan sirkulasi
4) Penurunan tingkat kesadaran, sedasi, atau anastesi
5) Gaya gesek, friksi
6) Kelembaban: inkontensia, keringat, drainase luka dan muntah
7) Malnutrisi
8) Anemia
9) Infeksi
10) Obesitas
11) Kakesia
12) Hidrasi: edema atau dehidrasi
13) Lanjut usia
14) Adanya dekubitus
b Kaji kondisikulit disekitar daerah yang mengalami penekanan pada area sebagai
berikut:
1) Hireremia reaktif normal
2) Warna pucat
3) Indurasi
4) Pucat dan belang-belang
5) Hilangnya lapisan kulit permukaan
6) Borok, lecet atau bintik-bintik
c Kaji daerah tubuh pasien yang berpotensi mengalami tekanan:
1) Lubang hidung
2) Lidah, bibir
3) Tempat pemasangan intravena
4) Selang drainase
5) Kateter foley
d Observasi posisi yang lebih disukai pasien saat berada di atas tempat tidur atau
kursi
e Observasi mobilisasi dan kemampuan pasien untuk melakukan dan membantu
dalam mengubah posisi.
f Tentukan nilai resiko:
1) Skala Norton
- Guenter P., Malyszck R.,Bliss D.Z.,et al. Survey of nutritional status in newly hospitalized
patiens with stage III or stage IV pressure ulcers. Advances in Wound Care.2013;13:164-168
- Pendland, Susan L., dkk.Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T. DiPiro, kk, editor.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.Edisi 6. Chicago: McGrawHill Company;
2014. p1998-90
- Potter & Perry, 2015, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik,
Jakarta: EGC
- Sugama., J., Sanada, H., Kanagawa, K., et al . Risk factors of pressure sore development,
intensive care unit, Pressure – relieving care, the Japanese version of the Braden Scale.
Kanazawa Junior Collage, 2015, 16, 55-59
- Suriadi, Sanada H, Kitagawa A, et.al. Study of reliability and validity of the braden scale
translated into indonesia. 2017. Master thesis. Kanazawa University, Japan
- Wilkinson, Judith M. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi
NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC.