PENDAHULUAN
Kebijakan Umum Perubahan APBD pada dasarnya adalah rencana tahunan yang
bersifat makro, merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang disusun
dengan mengacu pada agenda pembangunan nasional, kebijakan pemerintah pusat, serta
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
1. Memberikan arah bagi pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan pada Tahun
Anggaran 2013 agar berdaya guna dan berhasil guna.
2. Mengoptimalkan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan
Tahun Anggaran 2013.
3. Sebagai acuan dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Perubahan (PPAS Perubahan) APBD Tahun Anggaran 2013.
1. Laju Inflasi Kabupaten Maros tahun 2013, diperkirakan pada kisaran 7,65 %;
2. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros tahun 2013 diperkirakan berada pada
kisaran 8,00 % - 8,74 %;
3. PDRB menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku dapat mencapai kurang
lebih Rp. 4.135.550.730.000;
Tabel 2.1
Asumsi Ekonomi Makro Kabupaten Maros Tahun 2013
No INDIKATOR 2013**
1. PDRB
a. Atas Dasar Harga Berlaku (rupiah) 4.135.550.730.000
b. Atas Dasar harga Konstan (rupiah) 1.436.439.870.000
2. Laju Inflasi (%) 7,65
3. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 8,00 % - 8,74 %
4. PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku (Rupiah) 12.358.289
Ket : **) Angka proyeksi sangat sementara berdasarkan data BPS Kab. Maros Tahun 2008-2012
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan laju inflasi yang terkendali sebagaimana
asumsi diatas diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat
Kabupaten Maros. Dari uraian terdahulu dapat kita lihat bahwa Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kabupaten Maros sampai dengan tahun
2012* mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan hingga 1,339 trilyun rupiah,
dengan pertumbuhan sebesar 8 persen. Proyeksi PDRB ADHK Kabupaten Maros tahun
2013**diperkirakan mencapai 1,436 trilyun rupiah dengan pertumbuhan diperkirakan
sekitar 8 persen sampai dengan 8,74 persen.
Struktur ekonomi Kabupaten Maros menunjukkan bahwa sebagian besar nilai PDRB
atas dasar Harga Berlaku masih disumbang oleh sektor pertanian yakni diproyeksi sebesar
34,36 persen, sektor kedua yang memberikan sumbangan terbesar setelah sektor
pertanian adalah sektor Jasa–jasa sebesar 25,09 persen. Kedua sektor tersebut cukup
signifikan mempengaruhi PDRB ADHB Kabupaten Maros yang pada tahun 2013**
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-
menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas
di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat
adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa,
bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum
tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan
dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-mempengaruhi.
Rencana kenaikan gaji pegawai negeri dan pensiunan secara psikologis akan
mempengaruhi pasar sehingga terjadi kenaikan harga barang dan pasar sebelum
ditetapkannya kenaikan gaji pegawai negeri dan pensiunan dimaksud. Selain itu naiknya
harga komoditas yang disebabkan oleh tingginya demand, nampaknya akan juga menjadi
penyebab utama tingginya laju inflasi. Wacana kenaikan harga BBM oleh pemerintah telah
berakibat pada kenaikan harga bahan produksi sehingga terjadi efek pada harga barang
dan jasa. Demikian juga terhadap penyediaan infrastruktur yang kurang memadai dalam
distribusi barang dan jasa yang menyebabkan biaya transportasi menjadi tinggi turut serta
dalam mendorong laju inflasi.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan keamanan yang terjaga serta tingkat
kepercayaan pada pemerintah melalui dukungan seluruh elemen masyarakat merupakan
salah satu faktor untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah
sebagai fasilitator dan regulator mampu memberikan kepercayaan kepada masyarakat
utamanya investor dengan memberikan kemudahan-kemudahan sehingga terjadi arus
modal yang signifikan untuk pengembangan daerah.
1. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana lancar sebagai hak penerimaan daerah dalam
satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
2. Seluruh pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD secara bruto, mempunyai
makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan
bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.
3. Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki
dasar hukum yang dapat dicapai sebagai sumber pendapatan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari komponen (1) Pajak daerah; (2) Retribusi
daerah; (3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (4) Lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Target awal sebesar Rp 102.470.000.000,-
mengalami perubahan menjadi Rp 102.732.500.000,-. Hal ini berubah dari
komponen Lain-lain PAD yang sah mengalami peningkatan dari target awal sebesar
Rp 23.820.000.000,- menjadi 24.082.500.000,- dengan adanya tambahan perolehan
dari sumbangan pihak ketiga termasuk dari sumbangan PT. Semen Bosowa Maros,
Bank SulSelBar dan Perusahaan Marmer.
2. Dana Perimbangan
Penerimaan dana bagi hasil pajak bukan pajak yang sebelum perubahan
sebesar Rp 50.159.819.900,- dan setelah perubahan menurun sebesar
Rp 17.143.746.546,- atau sekitar 34,18% menjadi Rp. 33.016.073.354,.
Penurunan tersebut dikarenakan adanya penyesuaian Peraturan Menteri
a. Hibah
Belanja daerah yang dianggarkan dalam perubahan APBD berpedoman pada hal-
hal sebagai berikut :
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Bunga
c. Belanja Modal