Anda di halaman 1dari 4

5.

Toksisitas

Efek samping dekstrometrofan antara lain euphoria, disorientasi, paranoia, dan


halusinasi. Selain efek itu, dapat menyebabkan depresi napas dengan menghambat
mekanisme pernafasan batang otak. Pada dosis besar, efek farmakologi
dekstrometrorfan menyerupai PCP atau ketamine yang merupakan antagonis reseptor
NMDA. Dekstrometrorfan sering disalahgunakan karena pada dosis besar dapat
menyebabkan efek halusinasi penglihatan maupun pedengaran.
Intoksikasi atau overdosis dekstrometrorfan dapat menyebabkan
hipereksitabilitas, kelelahan, berkeringat, bicara kacau, hipertensi nystagmus serta
dapat menyebabkan depresi system pernafasan. Jika digunakan bersama dengan
alkohol, efeknya bisa menjadi lebih berbahaya yang dapat menyebabkan kematian.
Depresi sistem pernafasan merupakan akibat yang paling fatal ini dikarenakan
otak mengalami kondisi hipoksia. Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada
sistem syaraf pusat. Hipoksia akut akan menyebabkan gangguan judgement,
inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai gambaran sama pada
alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala
keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan
penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah pusat batang otak akan
terkena dan kematian biasanya diakibatkan oleh gagal pernafasan.
Dekstrometrofan apabila digunakan secara tepat dan sesuai aturan jarang
menimbulkan efek samping yang berarti.

6. Penyelidikan / penelitian yang telah / pernah dilakukan orang lain

Penyalahgunaan obat dekstrometorfan yang dilakukan oleh masyarakat


khususnya di kalangan pemuda yang ada di kecamatan Tombariri Timur kabupaten
Minahasa dapat dilihat dari hasil penelitian rekaman dan notulensi, sumber obat yang
didapat berasal dari petugas kesehatan setempat, tujuan penyalahgunaan untuk coba-
coba dan menghilangkan stress. Dalam satu hari obat dekstrometorfan dapat
dikonsumsi beberapa puluh butir dan sering dikombinasikan dengan minuman

Dilihat dari pertanyaan mengenai “Lama obat mulai bereaksi?” 10 responden


menjawab 10 menit, 34 responden menjawab 20 menit, dan 6 responden menjawab 40
menit obat mulai bereaksi. Dalam tubuh, dekstrometorfan diabsorpsi dengan baik
setelah pemberian oral dengan kadar serum maksimal dicapai dalam 2,5 jam. Efek
yang timbul cepat, seringkali 15-30 menit setelah pemberian oral. Waktu paruh obat
ini adalah 2-4 jam dan lama kerjanya adalah 3-6 jam. Metabolisme dekstrometorfan
telah diketahui dengan baik dan telah diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik
dekstrometorfan ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu dekstorfan (Rahmatika,
2013).

Dilihat dari pertanyaan mengenai “Efek apa yang dirasakan setelah


mengkonsumsi obat dekstrometorfan?” 44 responden menjawab halusinasi penglihat,
pikiran yang melayang-layang dan merasa, 6 responden menjawab pikiran tidak
fokus, merasa senang dan merasa tidak memiliki beban. Efek yang muncul dibagi
dalam 4 tingkatan yang pertama dosis 100–200mg, timbul efek stimulasi ringan,
kedua dosis 200–400mg, timbul efek euforia dan halusinasi, ketiga dosis 300–600mg,
timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan koordinasi motorik dan yang
ke empat dosis 500–1500mg, timbul efek sedasi disosiatif (BPOM, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tjandra 2010 tejadi peningkatan


jumlah sel otak yang mengalami nekrosis. Hal ini membuktikan bahwa pemberian
dekstrometorfan dosis bertingkat secara per oral pada tikus wistar mengakibatkan
timbulnya perubahan struktur histopatologi otak, apalagi untuk kasus penyalahgunaan
(Tjandra 2010).

Adanya perbedaan jumlah sel yang nekrosis antara kelompok kontrol dengan
perlakuan 1,2, dan 3 serta antara kelompok perlakuan itu sendiri. Hal ini
membuktikan bahwa pemberian dekstrometorfan dosis bertingkat peroral
mempengaruhi besarnya cedera sel otak besar, dimana semakin meningkatnya dosis,
jumlah sel yang mengalami kerusakan semakin meningkat.

Pada dasarnya, dekstrometorfan apabila digunakan secara tepat dan sesuai


aturan, jarang menimbulkan efek samping yang berarti. Secara kimia, DMP (D-3-
methoxy-N-methyl-morphinan) adalah suatu dekstro isomer dari levomethorphan,
suatu derivat morfin semisintetik. Walaupun strukturnya mirip narkotik,
dekstrometorfan tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe mu (seperti halnya morfin
atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe sigma, sehingga efek
ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek farmakologi dekstrometorfan
menyerupai PCP atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor NMDA.

Dekstrometorfan sering disalahgunakan karena pada dosis besar dapat


menyebabkan efek euforia, halusinasi penglihatan maupun pendengaran. Intoksikasi
atau overdosis dekstrometorfan dapat menyebabkan hiper- eksitabilitas, kelelahan,
berkeringat, bicara kacau, hipertensi, nystagmus, serta dapat menyebabkan depresi
sistem pernapasan. Jika digunakan bersama dengan alkohol, efeknya bisa menjadi
lebih berbahaya yang dapat menyebabkan kematian. Dalam kasus overdosis, banyak
mansifestasinya yang mempengaruhi otak besar. Dilihat dari akibat-akibat
ditimbulkan, depresi sistem pernapasan merupakan akibat yang paling fatal. Ini
dikarenakan otak dapat mengalami kondisi hipoksia.

Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia
akut akan menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran
klinis yang mempunyai gambaran sama pada alkoholisme akut. Kalau keadaan
hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan
daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu
hipoksia bertambah parah pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya
disebabkan oleh gagal pernapasan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Tjandra 2010 terdapat pengaruh pemberian
dekstrometorfan dosis bertingkat per oral terhadap gambaran histopatologi otak tikus
wistar antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, dan antara setiap
kelompok perlakuan. Gambaran histopatologi yang terjadi pada otak berupa sel otak
besar yang nekrosis

Tjandra, Aditya. 2010. Pengaruh Pemberian Dekstrometforan Dosis Bertingkat Per


Oral Terhadap Gambaran Histopatologi Otak Tikus Wistar. Program Pendidikan
Sarjana Kedokteran Universitas Diponogoro.

Adeanne C. Wullur, dkk. 2013. Profil Penyalahgunakan Obat Dekstrometforan Pada


Masyarakat Di Kecamatan Tombariri Timur Kabupaten Minahasa.

Anda mungkin juga menyukai