Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS

CVA+SAH DI RUANG 26 STROKE RUMAH SAKIT

Dr.SAIFUL ANWAR MALANG

1. KONSEP CVA

A. DEFINISI

Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi

kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh

gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000:

94)

Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau

global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain

yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

B. ETIOLOGI

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke

antara lain:

1. Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang

mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak

yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.

Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang


tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena

penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah

yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala

neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah

thrombosis.

2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah

otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya

emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan

menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut

berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30

detik.

3. Haemorhagi

Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk

perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan

otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena

atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh

darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim

otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan

pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak

akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi

infark otak, oedema dan mungkin herniasi otak.

4. Hypoksia Umum

a. Hipertensi yang parah.


b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

5. Hipoksia Setempat

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan

subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis cva atau stroke menurut (smeltzer, 2002 : 213)

adalah

1. kehilangan motorik disfungsi motorik yang paling umum adalah


hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan.
2. hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
3. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon
dalam.
4. kehilangan komunikasi.
5. gangguan persepsi.
6. kerusakan kognitif dan efek psikologis.
7. disfungsi kandung kemih

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik

oklusi atau ruptur.

2. Ct scan : memperlihatkan adanya oedem

3. Mri : mewujudkan daerah yang mengalami infark

4. Penilaian kekuatan otot

5. Eeg : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.

6. Fungsi lumbal
7. Magnetic resonance imaging

E. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor


kritis sebagai berikut : Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara
percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.

F. KOMPLIKASI

1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan member oksigenasi darah


adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Aliran Darah Serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat
(cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi
ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran
darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung protestik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus local.
Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan
harus diperbaiki.

2. KONSEP SAH

A. DEFINISI

perdarahan subarachnoid adalah keadaan terdapatnya darah atau

masuknya darah ke dalam ruang subarachnoid ( dr.hartono,

kapitaselektaneurologi, hal 97 ).

perdarahan subarachnoid terjadi sebagai akibat kebocoran

nontraumatik atau ruptur aneurisma kongenital pada circulus

anterior cerebralis atau yang lebih jarang akibat arteriovenosa.

gejala timbul dengan onset mendadak antara lain nyeri kepala

hebat, kaku pada leher, dan kehilangan kesadaran ( richard,

neuroanatomiklinik, hal 24 ).

perdarahan subarachnoid adalah perdarahan tiba – tiba ke dalam

rongga diantara otak dan selaput otak ( rongga subarachnoid ).

perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada

trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya

pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi

pergerakan otak yang besar sebagai dampak , atau pada sedikit


kasus, akibat rupturnya pembuluh darah serebral major ( sitorus,

sistemventrikel dan liquor cerebrospinal ).

B. ETIOLOGI

1. Aneurisma pecah ( 50% )

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah

sirkulasi willisi dan cabang – cabangnya yang terdapat di

luar parenkim otak ( juwono, 1993 )

2. Pecahnya malformasi arterio venosa ( mav ) ( 5% )

Terjadi kebocoran arteri venosa secara nontraumatik pada

sirkulasi arteri serebral.

3. Penyebab yang lebih jarang

 Trauma
 Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya
emboli septik dari endokarditis infektif ( aneurisma
mikotik )
 Koagulapati
 Gangguan lain yang mempengaruhi vessels
 Gangguan pembuluh darah pada sum- sum tulang belakang
dan berbagai jenis tumor.

C. PATOFISIOLOGI

Aneurisma merupakan luka yang disebabkan oleh karena


tekanan hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan
perlekukan.Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan
untuk arteri intracranial kaarena dindingnya kehilangan
suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor
adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.Suatu bagian
tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam
arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian
anterior pembagi dari lingkaran wilis.

D. TANDA DAN GEJALA

1. Gejala prodromal: nyeri kepala hebat dan perakut, hanya


10 % sementara 90% lainnya tanpa keluhan sakit kepala.
2. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari
tak sadar sebentar, sedikit delirium sampai koma.
3. Gejala / tanda rangsangan: kaku kudug, tanda kernig ada.
4. Fundus okuli 10% penderita mengalami edema pupil,
beberapaa jam setelah perdarahan. Sering terdapat
perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada
arteri komunikans anterior atau arteri karortis interna.
5. Gejala – gejala neurologi fokal: bergantung pada lokasi
lesi.
6. Gangguan saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam
ringan karena rangsangan meningkat, dan demam tinggi
bila dilihatkan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi
ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena ( stress
ulcer ), dan seringkali disertai peninggian kadar gula
darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
7. Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis
penderita. Dengan demikian diperlukan peringkat klinis
sebagai suatu pegangan, yaitu:
 Tingkat I : asimtomatik.
 TingkatII :nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik
kecuali paralisis nervus kranialis
 TingkatIII :somnolent dan defisit ringan.
 TingkatIV :stupor, hemiparesis atau hemiplegia, dan
mungkin ada regidits awal dan gangguan vegetatif.
 TingkatV : Koma, regiditas deserebrasi dan kemudian

meninggal dunia.

E. KOMPLIKASI

Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik.


Pada kasus lain, terutama dengan penundaan diagnosis,
pasien mungkin mengalami perjalanan penyakit yang
dipersulit oleh perdarahan ulang ( 4 % ), hidrosefalus,
serangan kejang atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70% dan
merupakan komplikasi segera yang paling memprihatinkan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya
massa intracranial pada pembesaran ventrikel yang
berhubungan dengan darah ( densitas tinggi ) dalam
ventrikel atau dalam ruang subarachnoid.
2. MRI
Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang –
kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah.
3. Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi
pungsi lumbal selama diyakini tidak ada lesi massa dari
pemeriksaan pencitraan dan tidak kelainan perdarahan.
4. EKG dan Foto Thorax
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari
rontgen dada.Kadang terjadi glikosuria.
G. PENATALAKSANAAN

1. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas


berat.
2. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala
hebat.
3. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi
tekanan.
4. Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa
mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
5. Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam
ruang perawatan intensif, kontrol tekanan darah dan
tatalaksana nyeri sementara menunggu perbaaikan aneurisma
defisit.
6. Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan
bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
7. Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan
perdarahan ulang.
8. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.
9. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi
dini perdarahan subarachnoid meliputi hidrosefalus sebagai
akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuaan
darah.
10. Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka
pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan angiografi serebral.
11. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya
perdarahan, misalnya epilepsi biasanya tidak ditangani dengan
pembedahan
ASUHAN KEPERAWATAN CVA+SAH

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/istirahat:

Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,

hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah

tidur.

2. Sirkulasi:

Adanya riwayat penyakit jantung, MCI, katup jantung,

disritmia, CHF, polisitemia. Dan hipertensi arterial.

3. Integritas Ego:

Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan

untuk mengekspresikan diri.

4. Eliminasi:

Perubahan kebiasaan BAB. dan BAK. Misalnya inkoontinentia

urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara

usus menghilang.

5. Makanan/caitan:

Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi,

tenggorokan, dysfagia

6. Neuro Sensori

Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan

intrakranial.

Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan,

kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya

sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan


kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.

7. Nyaman/nyeri

Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada

otak/muka

8. Respirasi

Ketidak mampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Aspirasi

irreguler, suara nafas, whezing,ronchi.

9. Keamanan

a. Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.

b. Perubahan persepsi dan orientasi

c. Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan

nutrisi

d. Tidak mampu mengambil keputusan.

10. Interaksi sosial

a. Gangguan dalam bicara

b. Ketidakmampuan berkomunikasi

11. Belajar mengajar

a. Pergunakan alat kontrasepsi

b. Pengaturan makanan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat

napas di otak.

2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan


penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran
(soporos - coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan
immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada


pusat napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui
ventilator.
Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada,
sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan
gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
a. Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan
yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis
respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa
Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
b. Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang
adekuat dalam pemberian tidal volume.
c. Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase
ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi
dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya
udara terhadap gangguan pertukaran gas.
d. Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi
dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi
kental dan meningkatkan resiko infeksi.
e. Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya
obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran
volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak
adekuat.
f. Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu
membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada
ventilator.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan
penumpukan sputum.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
KriteriaEvaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara
sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin,
sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
a. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan,
bronchospasme atau masalah terhadap tube.
b. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi
pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
c. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik
bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan
waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
d. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan
ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran
aliran serta pelepasan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi
motorik.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan
intrakranial.
Rencana tindakan :
a. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode
GCS. Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat
kesadaran.
b. Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan
untuk menentukan refleks batang otak.
c. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
d. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
e. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
f. Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat
kejang.
g. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
h. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar
(kolaborasi).
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran
(soporos - coma)
Tujuan :Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan
terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen
adekuat.
Rencana Tindakan :
a. Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
b. Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
c. Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
d. Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk
menjaga
e. lingkungan yang aman dan bersih.
f. Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan
lingkungan.
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
·Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
·Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
·Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan
meningkat.
Rencana tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan pada pasien.
c. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
d. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan
immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
a. Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer
untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
b. Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang
tertekan.
c. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki
untuk daerah yang menonjol.
d. Ganti posisi pasien setiap 2 jam
e. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab
akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
f. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2
jam sekali.
g. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
h. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar
cairan setiap 8 jam.
i. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap
4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR PUSTAKA

a. Arboix, Adria, dkk. 2012. Spontaneous Primary Intraventricular


Hemorrhage: Clinical Features and Early Outcome. Medical
Journal of Neurology International Scholarly Research Network.
2012 (07) 22 : 1-7.
b. Harsono .dr. DSS, 2007, kapita SelektaNeurologi. Fakultas
kedokteran gajah Mada, gajah mada University Press.Yogyakarta.
c. Muittaqin,
arif.AsuhanKeperawatanKlienDenganGangguanPersarafan. Jakarta:
salemba Medika . 2008.
d. Hartono .Kapita Selekta Neurologi gadjahmada University
Press.Yogyakarta. 2009.
e. Snell, Richard. NeuroanatomiKlinikEdisi 5. Jakarta: EGC. 2007

Anda mungkin juga menyukai