Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA KEPALA

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah keperawatan Gawat Darurat


Dosen Pengampu : Basuki, S.Kp, Ns

Disusun oleh :
Kelompok 1 / IIIB
1. Andri Saiful S (294036)
2. Aprianti Indah W (294037)
3. Endang Ariningsih (294047)
4. Isti Dwi H (294054)
5. Ratri Widaningsih (294060)

PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2012

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah Nya, sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Trauma
Kepala” dapat terselesaikan.
Kelancaran penyusunan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik
berupa materiil dan spiritual. Untuk itu dalam kesempatan yang baik ini penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Basuki , S.Kep.Ns, selaku dosen pembimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah dari awal sampai akhir.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.
Pada masa akan datang semoga ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Klaten, Februari 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

2
Halaman Judul ................................................................................................. 1
Kata Pengantar.................................................................................................. 2
Daftar Isi .......................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 4
B. Tujuan Penulisan............................................................................ 4
C. Sistematika Penulisan.................................................................... 5
BAB II. KONSEP DASAR
A. Pengertian....................................................................................... 6
B. Etiologi........................................................................................... 6
C. Patofisiologi................................................................................... 6
D. Manifestasi Klinis.......................................................................... 8
E. Jenis-jenis Trauma Kepala............................................................ 10
F. Klasifikasi Trauma kepala..............................................................11
G. Komplikasi.................................................................................... 14
H. Pemeriksaan Diagnostik................................................................ 15
I. Penatalaksanaan............................................................................. 16
BAB III. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian...................................................................................... 17
B. Diagnosa Keperawatan................................................................... 18
C. Intervensi........................................................................................ 18
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 21
B. Saran................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................22

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
3
Fokus utama dalam pengkajian dan manajemen trauma kepala adalah
memproteksi otak. Walaupun otak hanya merupakan 2% dari berat badan, otak
bertanggung jawab terhadap 20% konsumsi oksigen istirahat dan demam 15% curah
jantung untuk mencapai pemenuhan kebutuhan metabolisme. Otak secara khusus
mempunyai demam tinggi terhadap metabolisme oksigen 49 mL/ menit dan glukosa
60 mg/menit. Sangat mudah untuk diterima bahwa usaha bahwa usaha awal pasca
trauma adalah mempertahankan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk fungsi-
fungsi otak.
Hipoglikemi dapat menyebabkan terjadinya gangguan aktivitas neuronal,
kejang, koma, dan kematian. Jika sel-sel otak tidak bekerja secara benar, system tubuh
lainya juga secara negatif terpengaruh dan disfungsi siklus organ yang berbahaya
terjadi pada beberapa system tubuh. Resusitasi awal otak secara berfrekuensi akan
termasuk tidak hanya penatalaksanaan oksigen secara agresif tetapi koreksi
hipoglikemi melalui penatalaksanaan 50ml dari 50 % dextrose, bersama dengan 100
mg thiamin untuk mencegah encelophati Wernicke.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Makalah asuhan keperawatan ini dibuat sebagai pedoman atau acuan kami dalam
menerapkan askep gawat darurat trauma kepala sesuai dengan konsep asuhan
keperawatan.

2. Tujuan khusus

a) Mengetahui definisi trauma kepala

b) Mengetahui etiologi trauma kepala

c) Mengetahui patofisiologi trauma kepala

d) Mengetahui manifestasi klinis trauma kepala

e) Mengetahu jenis-jenis trauma kepala

f) Mengetahui komplikasi trauma kepala

g) Mengetahui pemeriksaan diagnostic


4
h) Penatalaksanaan trauma kepala

i) Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada trauma kepala

j) Mengetahui bagaimana proses keperawatan pada klien dengan trauma kepala

C. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan Makalah ini disusun secara sistematika penulisan yang terdiri dari
empat bab yaitu :
Bab I, Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan.
Bab II, Konsep dasar yang berisi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
jenis-jenis trauma kepala, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan.
Bab III, Konsep keperawatan yang berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, Intervensi,
dan evaluasi.
Bab IV, Penutup meliputi kesimpulan dan saran.

BAB II. KONSEP DASAR

A. Pengertian

Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma
yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai
pendarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak.

5
Trauma serebral adalah suatu bentuk trauma yang dapat mengubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual,
emosional, social dan pekerjaan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan cidera kepala adalah
kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang
terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik,
intelektual, emosional, social dan pekerjaan.

B. Etiologi

Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :

1. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
2. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
3. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
4. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.

C. Patofisiologi

Patofisiologi dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan
proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan
dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian
besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan
tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.

1. Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah
kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala,
derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang
6
bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan
fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.

2. Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul


kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari
berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling
berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan
terjadinya iskemia dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder
disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah
otak dan metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan
neurotransmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.

Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus


frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan
lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus
oksipital akan dijumpai gangguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada
lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus
temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan


adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan
terjadi hipertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena
kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama
setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah
belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.

Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine
dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi
dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.

7
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau
sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena
kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.

Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi
tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi
tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan
kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan
korteks serebri terputus.

Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-


kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala
neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula
oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang
terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosis respiratorik.

D. Manifestasi Klinis
1. Peningkatan TIK, dengan manifestasi sebagai berikut :
a) Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah / iritable, papil edema, muntah
proyektil
b) Penurunan fungsi neurologis, seperti : perubahan bicara, perubahan reaksi pupil,
sensori motorik berubah
c) Sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia)
2. Fraktur tengkorak, dengan manifestasi sebagai berikut :
a) CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung
b) Pendarahan dibelakang membrane timpani
c) Periorbital ekhimosis
d) Battle’s sign ( memar di daerah mastoid )
3. Kerusakan saraf cranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan terjadi atau
kemudian dengan manifestasi sebagai berikut :
a) Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus
b) Pendengaran berkurang akibat kerusakan nervus auditory
c) Hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius
d) Pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak akibat kerusakan nervus
okulomotor
e) Vertigo akibat kerusakan otolith di telinga tengah
f) Nistagmus karena kerusakan system vestibular
4. Komosio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut :
a) Sakit kepala-pusing
b) Retrograde amnesia
c) Tidak sedar lebih dari atau sama dengan 5 menit
5. Kontusio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut :
8
Terjadi pada injuri berat, termasuk fraktur servikalis :
a) Peningkatan TIK
b) Tanda dan gejala herniasi otak
(1) Kontusio serebri
Manifestasi tergantung area hemisfer otak yang kena. Kontusio pada lobus
temporal : agitasi, confuse;kontusio frotal : hemiparese, klien sadar;
kontusio frototemporal :aphasia. Tanda dan gejala tersebut reversible
(2) Kontusio batang otak
(a) Respon segera menghilang dan pasien koma
(b) Penurunan tingkat kesadaran terjadi berhari-hari, bila kerusakan berat
(c) Pada system reticular terjadi comatuse permanen
(d) Pada perubahan tingkat kesadaran :
(i) Respirasi : dapat normal/ periodik/cepat
(ii) Pupil : simetris kontriksi dan reaktif
(iii) Kerusakan pada batang otak bagian atas pupil abnormal
(iv) Gerakan bola mata : tidak ada

E. Jenis-Jenis Trauma Kepala

1. Menurut berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala
yang muncul setelah cedera kepala (Alexander PM, 1995). Ada berbagai klasifikasi
yang dipakai dalam penentuan derajat cedera kepala. The Traumatic Coma Data
Bank mendifinisikan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma
Scale)
Tabel 1. Kategori Penentuan Keparahan cedera Kepala berdasarkan Nilai
Skala Koma Glasgow (SKG) / Glasgow Coma Scale (GCS)
Kategori Deskripsi
Minor/  Nilai GCS 13 – 15
Ringan  Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang
dari 30 menit.
 Kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari
 Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral,
hematoma
Sedang  Nilai GCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Berat  Nilai GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

9
 Terdapay trauma sekunder : kontusia serebral, laserasi atau
hematoma intracranial

Sumber :Keperawatan Kritis, Pendekatan Holostik vol, II tahun 1995, hal:226

Tabel 2. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)


1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1

2. Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan
lama amnesia pasca trauma yang dibagi menjadi:
a. Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia berlangsung
kurang dari 30 menit.
b. Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30
menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak.
c. Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24
jam, perdarahan subdural dan kontusio serebri.
F. Klasifikasi Trauma Kepala

10
1. Fraktur linier di daerah temporal
Dimana arteri meningeal media berada dalam jalur tulang temporal, sering
menyebabkan perdarahan epidural. Fraktur linier yang melintang garis tengah,
sering menyebabkan perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior.
2. Fraktur kalvaria (atap tengkorak)
Apabila tidak terbuka (tidak ada hubungan otak dengan dunia luar) tidak
memerlukan perhatian segera. Yang lebih penting adalah keadaan intrakranialnya.
Fraktur tengkorak tidak memerlukan tindakan pengobatan istimewa apabila
fraktur impresi tulang maka operasi untuk mengembalikan posisi.
3. Fraktur di daerah basis
Disebabkan karena trauma dari atas atau kepala bagian atas yang membentur
jalan atau benda diam. Fraktur di fosa anterior, sering terjadi keluarnya liquor
melalui hidung (rhinorhoe) dan adanya brill hematom (raccon eye).
4. Fraktur pada os petrosus
Berbentuk longitudinal dan transversal (lebih jarang). Fraktur longitudinal dibagi
menjadi anterior dan posterior. Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah
temporal, sedang yang posterior disebabkan trauma di daerah oksipital. Fraktur
longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna,
foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2 – 3 hari akan nampak battle sign
(warna biru di belakang telinga di atas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar
dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu
disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Pada dasarnya fraktur tulang
tengkorak itu sendiri tidaklah menimbulkan hal yang emergensi, namun yang
sering menimbulkan masalah adalah fragmen tulang itu menyebabkan robekan
pada durameter, pembuluh darah atau jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan pusat vital, saraf kranial dan saluran saraf (nerve pathway).
5. Komotio serebri (gegar otak)
Penyebab gejala komotio serebri belum jelas. Akselerasi-akselerasi yang
meregangkan otak dan menekan formotio retikularis merupakan hipotesis yang
banyak dianut. Setelah penurunan kesadaran beberapa saat pasien mulai bergerak,
membuka matanya tetapi tidak terarah, reflek kornea, reflek menelan dan respon
terhadap rasa sakit yang semula hilang mulai timbul kembali. Kehilangan memori
yang berhubungan dengan waktu sebelum trauma disebut amnesia retrograde.

11
Amnesia post traumatic ialah kehilangan ingatan setelah trauma, sedangkan
amnesia traumatic terdiri dari amnesia retrograde dan post traumatic.

6. Edema serebri traumatic


Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma kapitis
terutama pada anak-anak. Pingsan dapat berlangsung lebih dari 10 menit, tidak
dijumpai tanda-tanda kerusakan jaringan otak. Pasien mengeluh nyeri kepala,
vertigo, mungkin muntah. Pemeriksaan cairan otak mungkin hanya dijumpai
tekanan yang agak meningkat.
7. Kontusio serebri
Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak
mengganggu jaringan. Kontosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis
jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak. Kontusio serebri murni
biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebrimeningkat sejalan dengan
meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio
serebri sangat sering terjadi difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi
juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas
perbedaan antara kontusio dan perdarahan intra serebral traumatika memang tidak
jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau hari mengalami
evolusi membentuk pedarahan intra serebral.
8. Perdarahan Intrakranial
a) Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi
pada region temporal atau temporopariental akibat pecahnya anteri meningea
media (Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran
sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini
disusul oleh gangguan kesadaran progesif disertai kelainan neurologis
unilateral. Kemudian gejala neurologis timbul secara progesif berupa pupil
anisokor, hemiparese, papiledema dan gajala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural di fossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus
lateral, jika terjadi di oksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri

12
kepala, muntah ataksia serebelar dan paresis nervi kranialis. Ciri perdarahan
epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
b) Perdarahan Subdural
Terjadi antara duramater dan arachnoid. Perdarahan subdural lebih biasa
terjasi perdarahan epidural (30 % dari cedera kepala berat). Umumnya
perdarahan akibat pecahnya/robeknya vena-vena jembatan yang terletak
antara kortek serebri dan sinus venosa tempat vena tadi bermuara, namun
dapat pula terjadi akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaaan otak.
Gejala yang sub akut tidak sejelas yang gejala akut. Perdarahan subdural
menjadi simptomatik dalam 3 hari disebut akut, jika gejala timbul antarqa 3
sampai 21 hari disebut subakut, sedangkan lebih dari 21 hari disebut kronik.
Gejala yang paling sering pada akut adalah nyeri kepala, mengantuk, agitasi
cara berpikir yang lambat dan bingung. Gejala yang paling sering pada
kronik adalah nyeri kepala yang semakin berat, cara berpikir yang lambat,
bingung, mngantuk. Pupil edema dapat terjadi dan pupilipsilateral dilatasi
dan refleka cahaya menurun, Hemiparese sebagai tanda akhir biasa ipsilateral
atau kontralateral tergantung pada a[akah lobus temporal mengalami herniasi
melalui celah tentorum dan menekan pendukulus serebri kontralateral.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak
dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosinyapun jauh lebih
buruk daripada perdarahan epidural.
c) Perdarahan subarahnoid
Perdarahan subaranoid sering terjadi pada trauma kapitis. Secara klinis
mudah dikenali yaitu ditemukannya kaku kuduk, nyeri kepala, gelisah, suhu
badan subfebril.
Gejalanya menyerupai meningitis. Perdarahan yang besar dapat disertai
koma. Pedarahan terjadi didalam ruang subarahnoid karena robeknya
pembuluh darah yang berjalan didalamnya. darah tercampur dengan cairan
otak. Adanya darah didalam liquor serebri spinal akan merangsang meningia
sehingga terjadi kaku kuduk.
G. Komplikasi
1. Kejang Pasca Trauma
Merupakan salah satu komplikasi serius,factor resikonya adalah trauma penetrasi
hematom ( subdural,epidural,parenkim), fraktur depresi cranium,kontusio serebri,
GCS < 10.
13
2. Demam dan Menggigil
Demam dan menggigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan
memperburuk “outcome” sering terjadi akibat kekurangan cairan,infeksi,efek
sentral.penatalaksanaan dengan asitaminofen, neuromuscular paralisis. Penabgan
lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
3. Hidrosefalus
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non
komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala
dengan obstruksi. Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat
penyumbatan di system ventrikel. Gejala klinis Hedrosefalus di tandai dengan
muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi.
4. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan.
Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstremitas pada posisi
ekstensi.Beberapa penanganan ditujukan pada : pembatasan fungsi
gerak,nyeri,pencegahan kontraktur,Bantuan dalam posisioning.
farmakologi : dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum, benzodeasepin.
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi >1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk
delirium,agresi,akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi
akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan
farmakologi antara lain dengan menggunakan anti konvulsan,anti hipertensi,
antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin, dan terapi modifikasi lingkungan.

6. Mood,Tingkah laku dan Kognitif


Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik
setelah cedera kepala dalam jangka lama.

7. Sindroma Post Kontusio


Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1
bulan pertama,30% pada 3 bulan pertama ,dan 15% pada tahun pertama.
Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/ dizziness, mual, mudah lelah,
sensitive terhadap suara dan cahaya, kognitif : perhatian, konsentrasi, memori,
Afektif : cemas,depresi, emosi labil.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan (tanpa/dengan kontras) : mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang.
4. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak.

14
5. PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
6. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
7. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan jalan nafas dan proteksi spinal cord
Pasien dengan kepala, leher, atau trauma wajah juga diduga mengalami trauma
tulang belakang, maka pencegahan trauma tulang belakang harus dipertahankan
melalui periode pengkajian awal sampai perkembangan trauma dapat dipastikan.
Jalan nafas harus dipertahankan tanpa hoperekstensi. Tehnik jaw-thrust dan
manuver chin-lift direkomendasikan untuk mempertahankan jalan nafas, dan
pernafasan mungkin memerlukan bantuan awal dengan suatu unit bag-valve-mask,
sejak kekurangan oksigen berkontribusi dengan edema serebral. Otak mempunyai
kemampuan menyimpan suplai oksigen dalam waktu singkat, sehingga kebutuhan
metabolik jaringan vital menderita pada saat ventilasi dan perfusi.
Pasien trauma kepala serius harus iventilasi dengan oksigen tambahan (10-12
L/menit) dengan pernafasan 24 x/menit. Jika pasien tidak sadar , nilai normal
analisa gas darah harus dipertahankan dan intubasi endotrakeal (ET) mungkin
diberikan. Perawatan diberikan untuk memastikan plester atau alat yang
digunakan lain terpasang dengan tube ET tidak melintang atau menekan area
jugularis, yang mungkin menghambat aliran vena dari kepala. Sedasi dan
analgesik narkotika mungkin digunakan dalam intubasi pasien untuk mengontrol
stimulasi letal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

2. Tindakan terhadap peningkatan TIK


a) Pemantauan TIK dengan ketat
b) Oksigenasi adekuat
c) Pemberian manitol
d) Penggunaan steroid
e) Peningkatan kepala tempat tidur
f) Bedah neuro
3. Tindakan pendukung lain
a) Dukungan ventilasi
b) Pencegahan kejang
c) Pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi
d) Terapi antikonvulsan
15
e) Klorpromazin untuk menenangkan pasien
f) Selang nasogastrik

BAB III. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Perawatan emergensi
a) Primary survey
(1) Nilai tingkat kesadaran
(2) Lakukan penilaian ABC :
A (Airway) : kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing
dalam mulut
B (Breathing) : kaji kemampuan bernafas, peningkatan PCO2 akan
memperburuk edema serebri
C (Circulation) : nilai denyut nadi dan perdarahan
(3) Imobilisasi kepala atau leher dengan collar neck atau alat lain
dipertahankan sampai hasil x-ray membuktikan tidak ada fraktur servikal.
Intervensi primer
(1) Buka jalan nafas dengan tehnik “jaw-thrust” : kepala jangan ditekuk, isap
lendir kalau perlu
(2) Beri O2 4-6 liter/menit untuk mencegah anoksia serebri
(3) Hiperventilasi 20-25 x/menit meningkatkan vasokonstriksi pembuluh
darah otak sehingga edema serebri menurun
(4) Kontrol perdarahan, jangan beri tekanan pada luka perdarahan di kepala,
tutup saja dengan kassa, diplester. Jangan berusaha menghentikan aliran
darah dari lubang telinga atau hidung dengan menyumbat / menutup
lubang tersebut.
(4) Pasang infus

b) Secondary survey
(1) Kaji riwayat trauma
(2) Tingkat kesadaran
(3) Ukur tanda-tanda vital
(4) Respon pupil, apakah simetris atau tidak
(5) Gangguan penglihatan
(6) Sunken eyes (mata terdorong ke dalam) : satu atau keduanya
(7) Aktivitas kejang
(8) Tanda Battle’s yaitu “blush discoloration” atau memar di belakang telinga
(mastoid) menandakan adanya fraktur dasar tengkorak
(9) Rinorea atau otorea menandakan kebocoran CSF
(10) Periorbital ecchymosis akan ditemukan pada fraktur anterior basilar.

B. Diagnosa Keperawatan
16
1. Gangguan rasa nyaman : nyri lokal berhubungan dengan adanya edema serebral
dan hipoksia
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
hipoksia
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan fungsi
neurologis dan stress injuri
C. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Gangguan rasa 1. Pasien tidak mengeluh 1. Kaji tipe, lokasi, dan durasi
nyaman : nyeri nyeri nyeri
2. Hematom dan 2. Jelaskan patofisiologi
lokal
pembengkakan hilang/ terjadinya rasa nyeri akibat
berhubungan
berkurang dari cidera
dengan adanya
3. Pasien dapat beristirahat 3. Batasi pergerakan pada
edema serebral
dengan tenang daerh yang cidera
dan hipoksia 4. Observasi TTV tiap 1-2
jam
5. Ajarkan tehnik relaksasi
6. Berikan kompres hangat
pada lokasi cidera
7. Observasi perubahan
perilaku terhadap perasaan
tidak nyaman
8. Kerja sama dengan tim
kesehatan: pemberian obat-
obatan penghilang rasa
nyeri

2. Gangguan 1. Kesadaran mulai membaik 1. Identifikasi faktor


2. Pasien dapat mengingat
perfusi penyebab penurunan
kejadian sebelumnya
jaringan perfusi serebral
3. TTV dalam batas normal
2. Observasi TTV tiap 1 jam
serebral b.d 4. Pengisian kapiler 3-5 detik
3. Observasi pupil, pernafasan
edema serebral tidak ada pucat dan 4. Berikan kompres dingin
dan hipoksia sianosis bila terjadi peningkatan
suhu
5. Observasi intake dan
output, awasi intake tidak
17
lebih dari 800cc per 24 jam
6. Tinggikan bagian kepala
15-45 derajat untuk
mendorong drainage dan
mengurangi bendungan
pada serebral
7. Ajarkan pasien bedrest
total
8. Kerja sama dengan tim
kesehatan:
 Pemberian oksigen
tambahan
 Pemberian
kortikosteroid untuk
mengurangi edema
 Pemberian Adona Ac 17
untuk memperkuat
dinding pembuluh darah

3 perubahan 1. Serum albumin dalam 1. Nilai peristaltik usus


2. Kaji tanda-tanda mual dan
nutrisi: kurang batas normal
2. Makanan dihabiskan oleh muntah
dari kebutuhan
3. Cek residu/isi lambung
klien
tubuh b.d
dengan memasang NGT
perubahan 4. Beri makan lunak kalau
fungsi perlu makan cair / sonde
5. Bila pasien puasa,
neuroligis dan
kolaborasi untuk
stress injuri
pemberian nutrisi per
perenteral

18
BAB IV. PENUTUP

Kesimpulan

Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma
pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma
yang terjadi yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan
keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional, social dan pekerjaan.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu
saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan. Agar dalam penyusunan
yang akan datang menjadi lebih baik dan lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Krisanty, Paula, & Manurung, Santa, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta : Trans Info Media

Rosjidi, Cholik Harun. 2007. Asuhan Keperawatan Klien dengan Cidera Kepala.
Yogyakarta : Ardana Media

http://nursingbegin.com/askep-cedera-kepala/

19

Anda mungkin juga menyukai