Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI

Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Emergency Di IGD RSUD


Bangil

Pembimbing akademik : Ns. Tony Suharsono., S.Kep., M.Kep


Pembimbing Lahan : Wiwit WIdyawati,.S.Kep,Ners

Oleh:
Rizkita Aninditya P
NIM. 170070301111102

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
EPILEPSI
DI RUANG IGD RSUD BANGIL

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Emergency Ruang IGD RSUD
Bangil

Oleh :
RIZKITA ANINDITYA P
NIM. 170070301111102

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) Wiwit Widyawati, S.Kep., Ns.


NIP. 198507062009022011
LAPORAN PENDAHULUAN
EPILEPSI

1. Definisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan
bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang
yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang
bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).

2. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(idiopatik), sering terjadi pada:

a) Trauma lahir, asphyxia neonatorum


b) Cedera Kepala, infeksi sistem syaraf
c) Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
e) Tumor otak
f) Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis.


Penyebab utama ialah epilepsi idopatik, Remote Simtomatik Epilepsi
(RSE), epilepsi simtomatik akut dan epilepsi pada anak-anak yang
didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam
klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik
dan RSE dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang
berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.

Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-


awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan
mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam
waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85%
dalam 36 bulan pertama kecuali bangkitan pertama yang terjadi pada
saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12
bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang.
Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak
konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.

Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang,
yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan
adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi,
kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan
untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang
bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat
mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya
gangguan pada otak seperti infeksi/ radang otak dan selaput otak, cedera
karena benturan fisik/ trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.

Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi


Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme

3. Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi
epilepsi dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang
a) klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada
anak dengan paroksimal oksipital
2. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua
lobus otak
b) klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)
1. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan
kesadaran tetap normal
Dengan gejala motorik:
 Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu
bagian tubuh saja
 Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian
tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga
epilepsi Jackson.
 Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata,
tuibuh.
 Postural: epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku
dalam sikap tertentu
 Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang
terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi


disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera
dan bangkitan yang disertai vertigo).
 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti
ditusuk-tusuk jarum.
 Visual: terlihat cahaya
 Auditoris: terdengar sesuatu
 Olfaktoris: terhidu sesuatu
 Gustatoris: terkecap sesuatu
 Disertai vertigo

Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi


epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi
pupil).

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)


 Disfagia: gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku
kata, kata atau bagian kalimat.
 Dimensia: gangguan proses ingatan misalnya merasa
seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau
sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di
masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
 Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
 Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
 Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih
kecil atau lebih besar.
 Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang
bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.

b. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan


kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran :
kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti
pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang
timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah,
menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan,
menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan,
mengembara tak menentu, dll.

Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran


menurun sejak permulaan kesadaran.
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme

c. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum


(tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.

2. Epilepsi kejang umum


a. Lena Atau Kejang absant (Petit mal)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan
terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar
ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini
berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada
anak.
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan,
biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau
otot-otot lainnya bilateral.
 Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot
leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga
tampak mengulai.
 Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang,
kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan
dapat mengetul atau mengedang.
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom.

Lena tak khas (atipical absence)


Dapat disertai:
 Gangguan tonus yang lebih jelas.
 Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

b. Grand Mal
Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak,
sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot,
seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.

Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot
hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas,
flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada
anak.
Kejang tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan
aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang
kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri.
Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing
ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur
beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang
masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan
badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.

Kejang atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak
melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik
atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada
anak.

3. Epilepsi kejang tak tergolongkan


Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa
gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti
berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sederhana.

4. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak
ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron
ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang
berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni
GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan
oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui
sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami
muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan
terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis
dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-
impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini
terjadi karena adanya influx 𝑁𝑎+ ke intraseluler. Jika natrium yang
seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam
membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan
dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu
akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di
otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak
umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus
kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk
yang berikut :
a) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan.
b) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
menurun secara berlebihan.
c) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau
selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-
basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi
neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik
sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran
darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan.
Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses
berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena
pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh
berlebihan) selama aktivitas kejang.

5. Manifestasi Klinik
a. Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengecap – ecap
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat (Tucker, 1998 : 432
)
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses
terjadinya keadaan epilepsi yang dialami pada penderitagejala
yang timbul berturut-turut meliputi di saat serangan, penyandang
epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang
dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran,
penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala
penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang, sementara
tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam
bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya
sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya
berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil.
Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok
sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listrik.

6. pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk
mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler
abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik
yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang,
waktu serangan
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol
darah.
 mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 menilai fungsi hati dan ginjal
 menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
 Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi
otak

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
 Elektrolit (natrim dan kalium), ketidak seimbangan pada 𝑁𝑎+ dan
𝐾 + dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas
kejang
 Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus )
kejang
 Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko
timbulnya aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi
nefrofoksik yang berhubungan dengan pengobatan
 Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari
therapy obat
 Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti
epilepsi yang teurapetik
 Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi,
perdarahan\Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya
sel, fraktur
 DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan
perubahan metabolik
( Dongoes, 2000 : 202 )

8. Penatalaksanaan
a. Atasi penyebab dari kejang
b. Tersedia obat – obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang
yang didalam seseorang
 Anti konvulson
 Sedatif
 Barbirorat
( Elizabeth, 2001 : 174 )
Obat yang dapat mencegah serangan epilepsi
 fenitoin (difenilhidantoin)
 karbamazepin
 fenobarbital dan asam valproik
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
 Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
 Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf
pusat yang normal.
 Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.
c. Operasi dengan reseksi bagian yang mudah terangsang
d. Menaggulangi kejang epilepsi
1. Selama kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda
berbahaya.
d) Longgarkan baju . Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras
diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk
mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak
disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya
epilepsi atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan
sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus
pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang
melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka
sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan
anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau
penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit
terdekat.
2. Setelah kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap
lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang
selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal),
coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut
dan member restrein yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting
untuk pemberian pengobatan oleh dokter.

9. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus
ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada
bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma
autau kekejangan kontruksi otot keras dan terlalu banyak disebabkan
oleh proses pada sistem saraf pusat, yang menimbulkan pula
kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang
kehamilan.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi
dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup
aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat
cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja,
wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-
obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau
ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang
pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan
penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan
memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini.

10. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya
jenis epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan
ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup
menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat
dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu
waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer,
baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau
melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya
epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau
yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental
mempunyai prognosis relatif jelek.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien.
Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan
kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah
pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Pasien sering mangalami kejang.

3. Riwayat penyakit sekarang


Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai
rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan (pendarah
gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan. nyeri tulang atau sendi
dengan atau tanpa pembengkakan.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan
dengan keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan.

5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.


Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi
lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi
sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk
anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak
setelah kelahariran dan pertumbuhan dan perkembanagannya.

6. Riwayat penyakit keluarga


Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya
dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan
keluarga perlu diketahui, apakah ada yang menderita gangguan
hematologi, adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.

Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan


membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan
penatalaksanaannya.
a) Selama serangan :
 Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
 Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
 Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
 Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang
klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
 Apakah pasien menggigit lidah.
 Apakah mulut berbuih.
 Apakah ada inkontinen urin.
 Apakah bibir atau muka berubah warna.
 Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
 Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya
berubah pada satu sisi atau keduanya.

b) Sesudah serangan
 Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
 Apakah ada perubahan dalam gerakan.
 Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi
sebelum, selama dan sesudah serangan.
 Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau
frekuensi denyut jantung.
 Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c) Riwayat sebelum serangan
 Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
 Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung
berdebar.
 Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori,
auditorik, olfaktorik maupun visual.
d) Riwayat Penyakit
 Sejak kapan serangan terjadi.
 Pada usia berapa serangan pertama.
 Frekuensi serangan.
 Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti
demam, kurang tidur, keadaan emosional.
 Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
 Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
 Apakah makan obat-obat tertentu
 Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran pasien
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
7. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,
pusing.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
9. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi cairan.
Tanda : dispnea, apnea, batuk
Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d spasme pada jalan napas,

obstruksi trakeobronkial

2. Kerusakan memori b/d gangguan neurologis

3. Resiko cedera b/d resiko tingkat kesadaran, gelisah, gerakan

involunter dan kejang

4. Hambatan mobilitas fisik b/d penurunan kendali dan masa otot,

gangguan senori preseptual

5. Ansietas b/d kemungkinan yang terjadi, perubahan pola interaksi

social
6. Defisiensi pengetahuan b/d kurangnya informasi penatalaksanaan

kejang

Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)
1. Ketidakefektifan bersihan NOC NIC

jalan nafas (00031)  Respiratory Airway suction

Domain11: ststus : ventilation - paatikan kebutuhan

keamanan/perlindungan  Respiratory oral / tracheal

Kelas 2: Cedera fisik status : Airway suctioning

Definisi: ketidakmampuan patency - auskultasi suara

untuk membersihkan sekresi Kriteria hasil nafas sebelum dan

atau obstruksi dari saluran sesudah susctioning

napas untuk Mendemonstrasik - informasikan pada

mempertahankan bersihan an batuk efektif dan klien dan keluarga

jalan nafas. suara nafas yang tentang suctioning

Batasan karakteristik: bersih, tidak ada - minta klien nafas

 tidak ada batuk sianosis dan dalam sebelum

 suara nafas tambahan dyspneu (mampu suction dilakukan

 perubahan frekuensi nafs mengeluarkan - berikan o2 dengan

perubahan irama nafas sputum, bernafas menggunakan nasal

 sianosis dengan mudah, untuk mefasilitasi

kesulitan berbicara atau tidak ada pursed suctioning

mengeluarkan suara lips) - gunakan alat yang

penurunan bunyi napas  Menunjukkan steril setiap

dispneu jalan nafas yang melakukan tindakan

sputum dalam jumlah yang paten (klien tidak - anjurkan pasien


berlebihan merasa tercekik, untuk istirahat dan

batuk yang tidak efektif irama nafas, nafas dalam setelah

gelisah frekuensi kateter dikeluarkan

mata terbuka lebar pernafasan dalam dari nasotrakeal

Faktor yang berhubungan : rentang normal, - monitor status

 lingkungan : perokok pasif, tidak ada suara oksigen pasien

merokok, menhisap asap nafas abnormal) - ajarkan keluarga

obstruksi jalan nafas : bagaimna cara

spasme jalan napas, mokus Saturasi O2 dalam melakukan suction

dlam jumlah berlebihan, batas normal - hentikan suction

sekresi dalam bronki Foto thorak dalam dan berikan oksigen

fisiologis : jalan napas batas normal apbila pasien

alergik, asma, penyakit paru menunjukkan

obstruktif, infeksi bradikardi,

peningkatan saturasi

o2

Airway management

- buka jalan nafas,

gunakan tehnik chin

lift atau jaw thrust bila

perlu

- posisikan pasien

untuk

memaksimalkan

ventilasi

- identifikasi pasien
perlunya

pemasangan alat

jalan nafas bantuan

- pasang mayo bila

perlu

- lakukan fisioterapi

dada bila perlu

- keluarkan secret

dengan batuk atau

section

- auskultasi suara

nafas, catat adanya

suara tambahan

- lakukan suction

pada mayo

- berikan

broncodilator bila

perlu

- berikan pelembab

udara kasa basah

NaCl lembab

- atur intake untuk

cairan

mengoptimalkan

keseimbangan

- monitor respirasi
dan status o2

2. Kerusakan memori (00131) NOC NIC

Domain5: Presepsi/kognisi Tissue perfusion Neurologi

Kelas4: Kognisi cerebral monitoring

Definisi: ketidakmampuan  Acute confusion - memantau ukuran

mengingat beberapa level pupil, bentuk, simetri

informasi atau keterampilan Enviroment dan reaktivitas

perilaku interpretation - memantau tingkat

Batasan karakteristik : syndrome impaired kesadaran

lupa melakukan perilaku Kriteria hasil - memantau tingkat

pada waktu yang telah  mampu untuk orientasi

dijadwalkan melakukan proses - memantau tren

ketidakmampuan mental yang GCS

mempelajari informasi baru kompleks - monitor memori

ketidakmampuan  orientasi kognitif : baru, rentang

mempelajari keterampilan mampu untuk perhatian, memori

baru mengidentifikasi masa lalu, suasana

ketidakmampuan orang, tempat dan hati, mempengaruhi

mempelajarai keterampilan waktu secara akurat dan perilaku

yang telah dipelajari  konsentrasi : - memonitor tanda-

sebelumnya mampu focus pada tanda vital : suhu,

ketidakmampuan mengingat stimulus tertentu tekanan darah,

peristiwa  ingatan (memori) denyut nadi dan

Faktor yang berhubungan : : mampu untuk pernapasan

Anemia, penurunan curah mendapatkan - memonitor status

jantung, ketidakseimbangan kembali secara pernapasan : ABG


elektrolit, gangguan kognitif dan tingkat, oksimetri

lingkungan berlebihan, menyampaikan pulsa, kedalaman,

ketidakseimbangan cairan kembali informasi pola, tingkat dan

dan elektrolit, hipoksia dan yang disimpan usaha

gangguan neurologi sebelumnya - memantau ICP dan

 kondisi CPP

neurologis : - memantau refleks

kemampuan fisik kornea

normal - memantau refleks

 status nutrisi batuk dan muntah

seimbang - memantau otot

 berat badan gerak motorik, kiprah

dan propriocepsion

- memantau untuk

drift pronator

- memantau kekuatan

cengkraman

- memantau untuk

gemetar

- memantau simetri

wajah

Memantau tonjolan

lidah

- memantau

tanggapan

pengamatan
- memantau EOMs

dan karakteristik

tatapan

- memantau untuk

gangguan visual,

diplopia, nystagmus,

pemotongan bidang

visual, penglihatan

kabur dan ketajaman

visual

- catatan keluhan

sakit kepala

3. Resiko cedera (00035) NOC NIC

Domain11:  Risk control Environment

Keamanan/perlindungan Kriteria hasil : Management

Kelas2: cedera fisik  klien terbebas (manajemen

Definisi: beresiko mengalami dari cidera lingkungan)

cedera sebagai akibat kondisi  klien mampu - sediakan lingkungan

lingkungan yang berinteraksi menjelaskan faktor yang aman untuk

dengan sumber adaptif dan resiko dari pasien

sumber defensive individi lingkungan/ perilaku - identifikasi

personal kebutuhan keamanan

 mampu pasien, sesuai

memodifikasi gaya dengan kondisi fisik

hidup untuk dan fungsi kognitif


mencegah injury pasien dan riwayat

 menggunakan penyakit terdahulu

fasilitas yang ada pasien

 mampu - menghindarkan

mengenali lingkungan yang

perubahan status berbahaya (misalnya

kesehatan memindahkan

perabotan)

- memasang side trail

tempat tidur

- menyediakan

tempat tidur yang

nyaman dan bersih

- menempatkan

saklar lampu

ditempat yang mudah

dijangkau

- membatasi

pengunjung

- menganjurkan

keluarga untuk

menemani pasien

- mengontol

lingkungan dari

kebisingan

- memindahkan
barang-barang yang

dapat

membahayakan

- berikan penjelasan

pada pasien dan

keluarga atau

pengunjung adanya

perubahan status

kesehatan dan

penyebab penyakit

4. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC

(00085)  Joint movement : Exercise therapy :

Domain4: Aktivitas/Istirahat active ambulation

Kelas2: Aktivitas/Latihan  Mobility level - monitoring vital sign

Definisi: keterbatasan pada  Self care : ADLs sebelum/sesudah

pergerakan fisik tubh atau  Transfer latihan dan lihat

satu atau lebih ekstremitas performance respon pasien saat

secara mandiri dan terarah Kriteria hasil : latihan

Batasan karakteristik :  klien meningkat - konsultasikan

penurunan waktu reaksi, dalam beraktivitas dengan terapi fisik

kesulitan membolak-balik  mengerti tujuan tentang rencana

posisi, gerakan bergetar, dari peningkatan ambulasi sesuai

keterbatasab kemampuan mobilitas kebutuhan

melaukan keterampilan  - bantu klien untuk

motorik halus memverbalisasikan menggunakan

Faktor yang berhubungan : perasaan dalam tongkat saat berjalan


Intoleran aktivitas, ansietas, meningkatkan dan cegah terhadap

kontraktur, penurunan kakuatan dan cedera

kekuatan otot, kekakuan kemampuan - ajarkan pasien atau

sendi berpindah tenaga kesehatan

 memperagakan lain tentang tehnik

penggunaan alat ambulasi

 bantu untuk - kaji kemampuan

mobilisasi (walker) pasien dalam

mobilisasi

- latih pasien dalam

pemenuhan

kebutuhan ADLs

secara mandiri sesuai

kemampuan

- dampingi dan bantu

pasien saat

mobilisasi dan bantu

penuhi kebutuhan

ADLs

- berikan alat bantu

jika klien memerlukan

- ajarkan pasien

bagaimana merubah

posisi dan berikan

bantuan jika

diperlukan
5. Ansietas (00146) NOC NIC

Domain9: Koping/Toleransi  Anxiety self Anxiety Reduction

stress control (penurunan

Kelas2: Respon koping  Anxiety level kecemasan)

Definisi: perasaan tidak  Coping - gunakan

nyaman atau kekhawatiran Kriteria hasil : pendekatan yang

yang samar disertai respons  klien mampu menenangkan

autonom (sumber sering kali mengidentifikasi - nyatakan dengan

tidak spesifik atau tidak dan jelas harapan

diketahui oleh individu) mengungkapkan terhadap pelaku

perasaan takut yang gejala cemas pasien

disebabkan oleh antisipasi  mengidentifikasi, - jelaskan semua

terhadap bahaya. mengungkapkan prosedur dan apa

Batasan karakteristik: dan menunjukkan yang dirasakan

perilaku : gerakan yang tehnik untuk selama prosedur

relevan, gelisah, insomnia mengontrol cemas - pahami prespektof

afektif : kesedihan yang  vital sign dalam pasien terhadap

mendalam, distress, batas normal situasi stress

ketakutan  postur tubuh, - temani pasien untuk

fisiologis : wajah tegang, ekspresi wajah, memberikan

tremor tangan, gemtar, suara bahasa tubuh dan keamanan dan

bergetar tingkat aktivitas mengurangi takut

Faktor yang berhubungan : menunjukkan - dorong keluarga

Pemajanan toksin, terkait berkurangnya untuk menemani

keluarga, herediter, kecemasan anak

infeksi/kontaminan - lakukan back/neck


interpersonal, stress, rub

penyalahgunaan zat, stress, - dengarkan dengan

ancaman kematian penuh perhatian

- identifikasi tingkat

kecemasan

- bantu pasien

mengenal situasi

yang menimbulkan

kecemasan

- dorong pasien untuk

mengungkapkan

perasaan, ketakutan,

presepsi

- instruksikan pasien

menggunakan teknik

relaksasi

- berikan obat untuk

mengurangi

kecemasan

6. Defisiensi pengetahuan NOC NIC

(00126)  Knowledge : Teaching : disease

Domain5: Presepsi/Kognisi disease process process

Kelas4: Kognisi  Knowledge : - berikan penilaian

Definisi: ketiadaan atau health behavior tentang tingkat

defisiensi informasi kognitif Kriteria hasil : pengetahuan pasien

yang berkaitan dengan topic  pasien dan tentang proses


tertentu keluarga penyakit yang

Batasan karakteristik: menyatakan spesifik

perilaku hiperbola, pemahaman - jelaskan

ketidakakuratan melakukan tentang penyakit patofisiologi dari

tes, perilaku tidak tepat,  pasien dan penyakit dan

pengungkapan masalah keluarga mampu bagaimana hal ini

Faktor yang berhubungan: melaksanakan berhubungan dengan

Keterbatasan kognitif, salah prosedur yang anatomi dan fisiologi

interpretasi, kurang dijelaskan secara dengan cara yang

pajananan, kurang dapat benar tepat

mengingat, tidak familier  pasien dan - gambarkan tanda

dengan sumber informasi keluarga mampu dan gejala yang

menjelaskan muncul pada penyakit

kembali apa yang dengan yang tepat

dijelaskan - gambarkan proses

perawat/tim penyakit dengan cara

keehatan lainnya yang tepat

- identifikasi

kemungkinan

penyebab, dengan

cara tepat

- sediakan informasi

pada pasien tentang

kondisi dengan cara

yang tepat

- hindari jaminana
yang kosong

- sediakan bagi

keluarga informasi

tentang kemajuan

psien dengan cara

yang tepat

- diskusikan

perubahan gaya

hidup yang mungkin

diperlukan untuk

mencegah komplikasi

dimasa yang akan

dating dan atau

proses pengontrolan

penyakit

- diskusikan pilihan

atau terapi

penanganan

- dukung pasien

untuk

mengeksplorisasi

atau mendapatkan

second opinion
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Epilepsi, 2008. www.google.com


Brunner and Sudarth, 2002. Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta ;
EGC
Doenges, marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta, EGC
Nurait, Amin Huda dkk. 2013 Aplikasi keperawatan Medis & NANDA NIC NOC.
Mediaction Publishing. Yogyakarta
Herdman, T. Heather. 2012-2014. Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi.
Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai