Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
dr.Hj.Rima Budiarti
dr.Hj.Nanie Rusanti,SM.Kes
KABUPATEN BENGKALIS
2018
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : sdr . AK
Usia : 19 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
No RM : 02.85.xx
Anamnesis
15 menit SMRS OS mengeluhkan nyeri pada telunjuk kanan setelah di gigit ular saat
pasien di taman. Pasien mengaku telunjuknya dirasa sangat nyeri dan dirasakan terus-
menerus. Os merasa`sesak(+) demam (+) bengkak pada bekas gigitan (-) kesemutan (-)
berdebar-debar (-) mual (-) muntah (-) pusing (-) pandangan kabur (-).
Nyeri perut (-) ekimosis (-) BAB dan BAK normal. Pasien tidak sempat melihat jenis
dan warna ularnya. Menurut teman pasien ular kecil bewarna coklat, kemungkinan ular
Bakau.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Perdarahan sukar berhenti (-)
asma (-).
Anggota keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumya. Riw. hipertensi
(-) DM (-) Asma (-) Jantung (-).
Riwayat Alergi :
Pemeriksaan Fisik
RR : 24 x/m RR : 32 x/m
Status Generalis:
Kepala : Dbn
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, edema -/-, reflek pupil : -/-
Ekstremitas Atas : Edema -/+ Akral Hangat -/- bekas gigitan ular -/+ nyeri tekan (+)
Status Lokalis
Terdapat bekas gigitan di telunjuk tangan kiri (+) edema (+) nyeri tekan (+) darah (-) nanah
(-).
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
GDS : 102 mg %
RESUME
Pasien laki-laki 19 tahun diantar temannya dalam keadaan sadar, dan mengeluhkan nyeri
pada telunjuk tangan kiri:
Pada 23/2/18 telunjuk tangan kiri digigit ular, saat kejadian os sedang bermain di taman.
Setelah itu os mengeluhkan nyeri (+) dan sesak (+). Menurut teman pasien di gigit ular
bakau.
Setelah 1 jam di RS os mengeluhkan semakin sesaksemakin sesak, berdebar-debar (+) mual
(+) pusing (+) nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga seluruh tangan kiri (+)
kesemutan (+) bengkak di bekas gigitan hingga tangan kiri pasien dan keringat dingin (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah : 130 / 80 mmHg, RR : 24 x/m, nadi : 90
x /m, suhu : 37,6 C. Setelah 1 jam di RS pasien merasakan berdebar-debar, Nadi : 140 x/m.
Pemeriksaan thorak dan abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis terdapat bekas
gigitan di telunjuk tangan kiri, edema, dan nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium dalam batas
normal, kecuali leukosit meningkat.
Diagnosis Kerja
Tatalaksana
FOLLOW UP
Follow up tgl 24Februari 2018
S Tangan kiri bengkak dan nyeri.
KU : Tampak sakit sedang
O TD : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status lokalis: edema (+) pada lokasi gigitan hingga seluruh
tangan kiri nyeri tekan (+) warna kulit di sekitar luka
kemerahan.
A Vulnus Serpentis/ Snake Bite grade II dg Syok
Bed rest
P Observasi vital sign
Head Up
O2 3 LPM
IVFD: D520 gtt /m
Inj. Ranididin 2x1 amp
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Inj. Dexametason 2x1 amp
Inj. Difenhidramid 3x2cc
Inj. Ceftazidin 2x1gr
Inj. SABU 1vial drip dlm 100 cc D5
Kompres hangat
GV
Follow up tgl 25Februari 2018
S Tangan kiri bengkak, nyeri dan terdapat benjolan yg berisi air
KU : sedang
O TD : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Lokalis: edema (+) pada lokasi gigitan hingga seluruh
tangan kiri, nyeri tekan (+) warna kulit di sekitar luka
kemerahan.Dan terdapat hematom dengan diameter 1cm x 1cm
berisi air.
A Vulnus Serpentis/ Snake Bite grade II dg Syok
P Terapi Lanjut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka gigitan adalah cidera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau manusia.
Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk
mencari makanan. Gigitan dan cakaran hewan yang sampai merusak kulit kadang kala dapat
mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedang beberapa
lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya4.
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat
menyebabkan4 :
Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa yang
bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring, pada bagian depan dari rahang
atasnya. Taring-taring ini mengandung saluran bisa (seperti jarum hipodermik) atau alur, dimana
bisa dapat dimasukkan jauh ke dalam jaringan dari mangsa alamiahnya. Bila manusia tergigit, bisa
biasanya disuntikkan secara subkutan atau intramuskuler. Ular kobra yang meludah dapat
memeras bisanya keluar dari ujung taringnya dan membentuk semprotan yang diarahkan terhadap
kedua mata penyerang 2,5.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular,
jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk
kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi5.
Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris)5
Gambar 1. Jenis ular Cobra(kiri) dan viper(kanan) yang banyak terdapat di Indonesia (Sumber :
Poisonus Snake in Indonesia, 2010)
Gambar 2. Gigitan ular dan Bisa (Sumber : www.animalsearth.blogspot.com)
C. Bisa Ular
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan
suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang
mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik5.
a. Komposisi Bisa Ular
Bisa ular mengandung lebih dari 20 unsur penyusun, sebagian besar adalah protein,
termasuk enzim dan racun polipeptida. Berikut beberapa unsur bisa ular yang memiliki efek klinis2
:
1. Enzim prokoagulan (Viperidae) dapat menstimulasi pembekuan darah namun dapat pula
menyebabkan darah tidak dapat berkoagulasi. Bisa dari ular Russel mengandung beberapa
prokoagulan yang berbeda dan mengaktivasi langkah berbeda dari kaskade pembekuan
darah. Akibatnya adalah terbentuknya fibrin di aliran darah. Sebagian besar dapat dipecah
secara langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh. Segera, dan terkadang antara 30 menit
setelah gigitan, tingkat faktor pembekuan darah menjadi sangan rendah (koagulopati
konsumtif) sehingga darah tidak dapat membeku.
2. Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) dapat merusak endotel yang meliputi pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan sistemik spontan (spontaneous systemic
haemorrhage).
3. Racun sitolitik atau nekrotik – mencerna hidrolase (enzim proteolitik dan fosfolipase A)
racun polipentida dan faktor lainnya yang meningkatkan permeabilitas membran sel dan
menyebabkan pembengkakan setempat. Racun ini juga dapat menghancurkan membran sel
dan jaringan.
4. Phospholipase A2 haemolitik and myolitik – ennzim ini dapat menghancurkan membran
sel, endotel, otot lurik, syaraf serta sel darah merah.
5. Phospolipase A2 Neurotoxin pre-synaptik (Elapidae dan beberapa Viperidae) – merupakan
phospholipases A2 yang merusak ujung syaraf, pada awalnya melepaskan transmiter
asetilkolin lalu meningkatkan pelepasannya.
6. Post-synaptic neurotoxins (Elapidae) –polipeptida ini bersaing dengan asetilkolin untuk
mendapat reseptor di neuromuscular junction dan menyebabkan paralisis yang mirip
seperti paralisis kuraonium2.
Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini
menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau
pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan dasar sel
sehingga memudahkan penyebaran racun6.
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa
hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik,
yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya
bekerja pada lokasi gigitan.
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di bawah mata.
Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya. Taring ular dapat tumbuh
hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan bergantung pada waktu yang
terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang diterima ular, serta ukuran mangsanya.
Lubang hidung merespon terhadap emisi panas dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular untuk
mengubah jumlah bisa yang dikeluarkan.
Bisa biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan bahan-bahan
penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah diidentifikasi pada bisa pit
viper. Efek lokal dari bisa ular merupakan penanda potensial untuk kerusakan sistemik dari fungsi
sistem organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat
venomasi. Efek lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan
interstitial di paru-paru.
Mekanisme pulmoner dapat berubah secara signifikan. Efek akhirnya berupa kematian sel
yang dapat meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan
membutuhkan peningkatan minute ventilasi. Efek blokade neuromuskuler dapat menyebabkan
perburukan pergerakan diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan hipotensi.
Myonekrosis disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan ginjal7.
E. Orang-Orang Yang Memiliki Resiko Lebih Besar Untuk Terkena Gigitan Ular
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular,
pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas
kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat
terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain,
cicak, katak, atau tikus5.
F. Diagnosa Klinik
Anamnesis2 :
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik lokal dan
sistemik merupakan hal yang sangat penting.
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat :
1. pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular?
Dokter dapat melihat secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular (misalnya, adanya bekas
taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.
2. kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular?
Perkiraan tingkat keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu berlalu sejak pasien
terkena gigitan ular. Apabila pasien tiba di rumah sakit segera setelah terkena gigitan ular, bisa
didapatkan sebagian kecil tanda dan gejala walaupun sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan.
3. perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda?
Ular yang telah menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan dari pasien. Apabila
ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya ular tersebut dibawa bersama pasien saat
datang ke rumah sakit, untuk memudahkan identifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak.
Apabila spesies terbukti tidak berbahaya (atau bukan ular samasekali) pasien dapat segera
ditenangkan dan dipulangkan dari rumah sakit.
4. apa yang anda rasakan saat ini?
Pertanyaan ini dapat membawa dokter pada analisis sistem tubuh yang terlibat. Gejala gigitan ular
yang biasa terjadi di awal adalah muntah. Pasien yang mengalami trombositopenia atau mengalami
gangguan pembekuan darah akan mengalami perdarahan dari luka yang telah terjdi lama. Pasien
sebaiknya ditanyakan produksi urin serta warna urin sejak terkena gigitan ular. Pasien yang
mengeluhkan kantuk, kelopak mata yang serasa terjatuh, pandangan kabur atau ganda,
kemungkinan menandakan telah beredarnya neurotoksin.
Pemeriksaan fisik
Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang berbahaya. Beberapa ular
berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk terlihat hampir identik dengan yang berbisa.
Akan tetapi, beberapa ular berbisa yang terkenal dapat dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola
sisik, prilaku serta suara yang dibuatnya saat merasa terancam.2.
Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kelapa segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka
bekas gigitan tedapat bekas gigi taring.
Gambar 3. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa
dengan bekas taring (Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional adan POM, 2012)
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya.
Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi
panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan
tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa
yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan
taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening,
radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili
Viperidae)2.
Tanda dan Gejala Lokal pada daerah gigitan2:
a. Tanda gigitan taring (fang marks) f. Pembesaran kelenjar limfe
b. Nyeri lokal g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)
c. Perdarahan lokal h. Melepuh
d. Kemerahan i. Infeksi lokal, terbentuk abses
e. Limfangitis j. Nekrosis
3 4
5 6
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa. Beberapa alat transportasi yang dapat digunakan untuk membawa pasien
adalah tandu, sepeda, motor, kuda, kereta, kereta api, atau perahu, atau pasien dapat dipikul
(dengan fireman’s metode). Pasien diposisikan miring (recovery posotion) bila ia muntah
dalam perjalanan
3. Pengobatan gigitan ular
Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode
penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi
(pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang
digigit.
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar
+ 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai
dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan
perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar
aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat
mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang
lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock,
shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat
terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan
ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f. Pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri.
g. Pemberian serum antibisa.
Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa ular dapat
melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah menetap selama beberapa hari,
atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat belangsung dua minggu atau lebih. Untuk itu,
pemberian anti bisa tepat diberikan selama terdapat bukti terjadi koagulopati persisten. Apakah
antibisa ular dapat mencegah nekrosis lokal masih menjadi kontroversi, namun beberapa bukti
klinins menunjukkan bahwa agar antibisa efektif pada keadaan ini, anti bisa ular harus diberikan
pada satu jam pertama setelah gigitan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium :
1. Penghitungan jumlah sel darah
2. Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
3. Fibrinogen dan produk pemisahan drah
4. Tipe dan jenis golongan darah
5. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
6. Urinalisis untuk myoglobinuria
7. Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
b. Pemeriksaan radiologis :
1. Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum
2. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal
c. Pemeriksaan lainnya :
a. Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersialtersedia alat yang steril,
sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya (seperti Styker pressure
monitor). Indikasi pengukuran tekanan kompartemen adalah bila terdapat pembengkakan
yang signifikan, nyeri yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi
muncul pada ekstremitas yang tergigit
Tindak Lanjut
Perawatan pasien lebih lanjut di rumah sakit :
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper, observasi di Instalasi
gawat Darurat selama 8-10 jam; namun, hal ini sering tidak mungkin dilaksanakan. Pasien dengan
tanda envenomasi (keracunan) yang berat membutuhkan perawatan khusus di ICU untuk
pemberian produk-produk darah, menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi
jalan nafas. Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam. Buat evaluasi serial untuk
penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan sindroma kompartemen. Tergantung pada
skenario klinik, ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit. Fasciotomi diindikasikan untuk
tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg. Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan
darah lebih lanjut mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit, dan
level fibrinogen.
Pada pasien yang terkena bisa ular viper, setelah terjadi respon awal terhadap antibisa ular
(perdarahan berkurang, koagulopati darah terhenti), tanda keracunan sistemik dapat terjadi
kembali dalam 24-48 jam. Hal ini dapat terjadi karena :
a. Absorbsi bisa yang berlanjut dari ‘depot’ pada lokasi gigitan, kemungkinan didukung oleh
peningkatkan aliran darah setelah koreksi syok, hipovolemia, dsb, setelah terjadi eliminasi
antibisa (tergantung waktu paruh antibisa : IgG 45 jam, F(ab’)2 80-100 jam; Fan 12-18
jam)
b. Redistribusi bisa dari jaringan ke dalam ruang intravaskuler, diakibatkan oleh terapi
antibisa.
PERTOLONGAN PERTAMA:
- TENANGKAN PASIEN
- IMMOBILISASI DAERAH GIGITAN
- TRANSPOR PASIEN KE RS
YA
TIDAK
YA
TIDAK
ULAR DIBAWA KE RS
TIDAK
TERDAPAT TANDA ULAR DAPAT
TIDAK ENVENOMASI TERIDENTIFIKASI
YA
(KERACUNAN)
RAWAT Insisi cross bila memenuhi
kriteria ULAR DITETAPKAN
OBSERVASI* DI RS YA TIDAK BERBISA
SELAMA 24 JAM TIDAK
YA RAWAT
TERDAPAT TANDA ENVENOMASI TENANGKAN KORBAN, BERI
TERDAPAT TANDA DIAGNOSTIK DARI ((KERACUNAN) SERUM ANTITETANUS,
ENVENOMASI (KERACUNAN) ULAR PULANGKAN KORBAN
YA TIDAK
YANG UMUM BERADA DI AREA YA
GEOGRAFIS YANG SAMA TANDA MEMENUHI RAWAT
KRITERIA PEMBERIAN OBSERVASI* DI RS
TIDAK ANTIBISA SELAMA 24 JAM
TANDA MEMENUHI YA
KRITERIA PEMBERIAN
ANTIBISA1
TERSEDIA ANTIBISA
MONOSPESIFIK / TIDAK
TIDAK YA POLISPESIFIK
RAWAT
YA RAWAT
OBSERVASI* DI RS BERIKAN ANTIBISA
SELAMA 24 JAM POLISPESIFIK UNTUK BERIKAN ANTIBISA TERAPI
SPESIES ULAR YANG MONOSPESIFIK / KONSERVATIF**
BERADA DI AREA POLISPESIFIK
GEOGRAFIS YANG
SAMA
LIHAT RESPON2
RAWAT RAWAT
TIDAK TANDA ENVENOMASI YA
OBSERVASI* DI RS ULANGI DOSIS INISIASI
SISTEMIK MENETAP RAWAT
ANTIBISA (MAX 80-100 ml)
Disadur dari WHO Guidelines for The Clinical TIDAK ADA PERBAIKAN : ADA PERBAIKAN :
Management of Snake Bite in The South East RUJUK SEGERA OBSERVASI* DI RS
Asia Region 2005
KETERANGAN SKEMA
Derajat Parrish
Dosis pertama sebanyak 2 vial @5 ml sebagai larutan 2% dalam NaCl dapat diberikan sebagai
infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit, lalu diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan
(misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) antiserum dapat diberikan setiap 24 jam
sampai maksimal (80-100 ml). antiserum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsusng sebagai
suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis untuk anak-anak sama atau lebih besar
daripada dosis untuk dewasa.Cara lain adalah denga menyuntikkan 2,5 ml secara infiltrasi di
sekitar luka, 2,5 ml diinjeksikan secara intramuskuler atau intravena. Pada kasus berat dapat
diberikan dosis yang lebih tinggi. Penderita harus diamati selama 24 jam untuk reaksi anafilaktik
CARA PENYUNTIKAN SERUM ANTIBISA ULAR
injeksi 0,2 ml serum encerkan
1: 10 (subkutan)
Amati 30 menit
Amati 30 menit
KETERANGAN :
Reaksi Hipersensitivitas (anafilaktik) dini : pucat, kepala pusing, perasaan panas, Amati respon terhadap
batuk-batuk, kenaikan suhu, mual atau muntah-muntah, pembengkakan lidah atau serum antibisa ular
bibir, denyut nadi cepat, tekanan darah menurun, gatal-gatal, rasa tidak nyaman di
perut, sesak nafas, kesadaran menurun atau kejang
* Observasi
Keadaan umum dan vital sign, tanda envenomasi (keracunan) bisa ular, pemeriksaan
penunjang,
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper, observasi di Instalasi
gawat Darurat selama 8-10 jam, dilanjutkan observasi di ruangan
Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat membutuhkan perawatan khusus
di ICU untuk pemberian produk-produk darah, menyediakan monitoring yang invasif, dan
memastikan proteksi jalan nafas.
Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam.
Evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan sindroma
kompartemen.
- Ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit.
- Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg. Tergantung dari
derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut mungkin dibutuhkan, seperti
waktu pembekuan darah, jumlah trombosit, dan level fibrinogen.
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki 19 tahun diantar temannya dalam keadaan sadar, dan mengeluhkan nyeri
pada telunjuk tangan kiri. Pada 23/2/18 telunjuk tangan kiri digigit ular, saat kejadian os sedang
bermain di taman. Setelah itu os mengeluhkan nyeri (+) dan sesak (+). Menurut teman pasien di
gigit ular bakau.
Pada pasien ini keluhan tersebut Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit
menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang
diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku,
dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular
yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Menurut teman pasien ular
yang menggigitnya adalah ular air bakau yang termasuk kedalam suku Homalopsidae yang
termasuk kedalam golongan ular berbisa menengah.
Hal yang mendasari pasien tersebut memiliki keluhan disebabkan, bisa ular terdiri dari
beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase,
protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan
lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau pelepasan histamin sehingga
timbul reaksi anafilaksis, terkadang dengan sistem pertahanan tubuh yang lemah dapat menjadikan
pasiennya mengalami syok. Pada pasien ini telah tampak tanda-tanda syok yaitu kulit pucat,
pernafasan cepat, denyut nadi meningkat, kulit teraba dingin.
Pemeriksaan status lokalis terdapat bekas gigitan di telunjuk tangan kiri, edema, dan nyeri
tekan. Racun sitolitik atau nekrotik – mencerna hidrolase (enzim proteolitik dan fosfolipase A)
racun polipentida dan faktor lainnya yang meningkatkan permeabilitas membran sel dan
menyebabkan pembengkakan setempat. Racun ini juga dapat menghancurkan membran sel dan
jaringan.
Pada pasien diberikan terapi pemberian cairan untuk penanganan syok, kemudian berikan
cairan maintenence, pemberian anti bisa ular, intra lesi dan drip, pemberian ATS untuk mencegah
timbulnya tetanus , antibiotik berupa ceftazidin untuk mencegah terjadi infeksi pada jaringan, inj
Ranitidin untuk mengurangi stress ulcer, inj ketorolac untuk mengurangi rasa nyeri, edema yang
timbul akibat gigitan ditandai dengan garis agar untuk mengetahui penyebaran racun tersebut dan
dapat diberikan inj dexametason. Pemberian inj difenhidramid untuk mengurangi reaksi
anafilaktik. Kemudian lakukan GV setiap hari guna luka tetap dalam keadaan bersih dan
menghindari fokal infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article : Current Concept
Bites Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5·August 1, 2002
WHO. 2005. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East
Asia Region.
SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan. Availabke from :
www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
Hafid, Abdul, dkk., 1997. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana : Gigitan Ular. Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta. Hal. 99-100
Daley, Brian James MD. 2010. Snake bite : patophysiology. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview#a0104
Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes
RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
Wangoda R., Watmon B. Kisige M. 2002. Snakebite Management : Experience From Gulu
Regional Hospital Uganda.