Anda di halaman 1dari 1

Tupperware dan Judging

Ada yang unik dari kehidupan ibu-ibu dan wanita secara umum, bahwa Tupperware merupakan hal
yang sangat berharga. Tupperware terkadang sama berharganya dengan mas kawin, atau sama
pentingnya dengan tanggal jadian, atau sama merepotkannya bagi lelaki jika menghilangkannya,
seperti repotnya menjawab pertanyaan, sampai kapan kamu akan mencintaiku?!

Pernah suatu waktu, ibu saya mencak-mencak. Tupperware yang saya bawa ke perkumpulan hilang.
Saya bisa apa coba? Ia ngomel-ngomel. Saya diam saja. Saya mau ikut memarahi diri saya, tapi ngak
tahu caranya. Masih untungnya ibu saya tidak memukul, tapi uang jajan saya dipotong seharga
Tupperware yang saya hilangkan. Kalau saya mau berdebat, saya pasti kalah. Memandang mata ibu
saja saya tidak berani, apalagi mendebat secara frontal!

Ibu saya bilang, “Ada yang berharga tapi terlihat sepele, dan ada yang sepele tapi benar-benar
berharga, ya Tupperware ini!”.

Saya kemudian mulai mereka-reka beberapa peristiwa yang semisal. Tidur misalnya, mungkin terlihat
sepele, tapi ia benar-benar berharga. Di Jepang, tidak semua warganya tidur dengan tenang dan
nyaman. Senyum misalnya, mungkin terlihat mudah sekali dilakukan, tapi tidak semua orang bisa
tersenyum dengan ikhlas dan penuh tanggungjawab! Marah misalnya, mungkin terlihat suatu hal
yang menyebalkan dan semua orang bisa marah dengan begitu kasar dan berapi-api, tapi ada yang
lebih sepele tapi berharga dari marah yang biasa, yaitu marah dengan anggun misalnya! Sedangkan
kebahagiaan mungkin terlihat berharga, dan ia benar-benar berharga karena tidak semua bahagia
sama dalam pengertian dan pemaknaan! Ada yang kaya bahagia, ada yang banyak uang bahagia, ada
yang miskin terasa bahagia, ada juga yang nakal tapi bahagia!

Saya kemudian mulai bertanya-tanya, apa Tupperware adalah petunjuk dan tanda-tanda. Saya
pernah mendengar, tidak ada ketidaksengajaan. Walaupun pernah mengalami hal-hal yang terlihat
tidak sengaja, pada dasarnya semua terjadi alami, terjadi dengan alasan dan ada narasi mengapa
semua hal bisa terjadi. Menerka-nerka pun begitu, tidak ada yang benar-benar fiktif, fiksi masih
mungkin mengandung kebenaran dan masih terbuka ruang untuk tafsiran yang baru dari waktu ke
waktu. Saya mengamini banyak hal dalam hidup saya, sama seperti sekarang, berusaha menerima
banyak hal dan menerka-nerka jalan dan ruang lain yang masih terbuka untuk ditelusuri dan
dijelajahi.

Apa-apa yang bersifat jumud dan stagnan, bagi saya hal terburuk yang pernah saya alami. Lebih baik
terjadi sebuah degradasi, atau bahkan sangat baik bila mampu menunjukkan progresi yang alami.
Kejumudan dan stagnansi bisa jadi adalah racun, yang bisa menyebabkan kanker, gangguan psikis,
dan kemunduran yang sebenarnya. Berkembang itu murni masalah perasaan dan kondisional. Ada
begitu banyak macam perasaan yang bisa menjadi mediator pendukung kepada perkembangan, dan
ada juga kondisi di mana seorang bisa tumbuh dengan baik atau sebaliknya bahkan hancur melebur.
Ada banyak alasan yang harus dibahas, ada banyak narasi yang harus dipertanyakan dan ada banyak
pertanyaan yang perlu dipertanyakan. Judge itu harus berdasar, dan alasan harus ada narasi dan
narasi pada dasarnya sebuah kesengajaan dan kesengajaan adalah hak perogatif Tuhan. Tidak ada
yang benar-benar bisa diperdebat. Kita hanya perlu ber-ta’aruf, ber-tafahum, ber-ta’awun dan saling
bertasamuh satu sama lain secara lebih intens! Semoga dimaklumi!

Anda mungkin juga menyukai