JURNAL Sleeper Anchor Mendeley Angka
JURNAL Sleeper Anchor Mendeley Angka
Abstrak:
1. PENDAHULUAN
Kereta api merupakan salah satu moda transportasi yang sering kali
digunakan oleh masyarakat diberbagai negara. Kereta api memiliki beberapa
komponen, salah satunya rel yang berfungsi sebagai pemandu jalan rangkaian
kereta api yang bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. “Rel kereta api
terdiri dari beberapa bagian yaitu: batang rel, penambat rel, bantalan, ballast,
dan jangkar tidur (Sleeper Anchor)” [1]. Jangkar tidur (Sleeper Anchor)
merupakan komponen sistem sambungan pada rel kereta api. “Jangkar tidur
adalah komponen kereta api yang dimasukkan ke dalam katagori pemberat dan
memiliki fungsi sebagai jangkar” [2]. “Jangkar tidur menempel pada kedua
ujung bantalan rel, hal ini berfungsi untuk meningkatkan ketahanan rel di arah
lateral dan mencegah terjadinya tekuk” [3].
Beberapa perusahaan kereta api telah menggunakan bertahun-tahun
jangkar tidur dengan sistem pemasangan ganda. Namun, “meningkatnya beban
muatan dan kecepatan yang diangkut, model komponen ini telah gagal dalam
pelayanan” [2].“Kegagalan komponen pada sistem sambungan menyebabkan
kondisi tergelincir yang akan segera terjadi” [4].
1
Pada tahun 2017 geraldo, dkk telah melakukan studi tentang kegagalan
pada jangkar tidur di brazil tersebut menggunakan metode experimental.
Jangkar tidur tersebut dikarakterisasi strukturnya kemudian di uji hardness,
impact, dan tensil yang hasilnya akan dibandingkan dengan jangkar tidur di
eropa. Geraldo, dkk menyimpulkan bahwa kegagalan yang terjadi dikaitkan
dengan overload yang diterapkan pada perangkat yang dipelajari, kelebihan
beban ini mendorong regangan plastik yang tidak diinginkan. Menurut
beberapa peneliti dalam melakukan penelitian tentang crack pada suatu
material salah satunya harus dilakukan simulasi menggunakan metode elemen
hingga untuk menggambarkan pembeban yang terjadi pada material tersebut
sehingga didapatkan nilai tegangan, regangan, total deformasi, dan faktor
intensitas tegangan [5]–[7]. Maka pada penelitian geraldo, dkk perlu adanya
pengembangan untuk mempelajari crack pada sleeper anchor tersebut sehingga
dapat mengetahui nilai tegangan, regangan, dan total deformasi pada sleeper
anchor tersebut.
Pada penelitian ini penulis akan menganalisis Sleeper Anchor pada saat
terjadi kegagalan/crack untuk memperhatikan tegangan, regangan, total
deformasi, dan faktor intensitas tegangan yang terjadi dengan cara mensimulasi
pembebanan/gaya yang terjadi pada sleeper anchor menggunakan metode
elemen hingga. Pada penelitian ini juga meredesain dan mensimulasikan
Sleeper Anchor tanpa crack yang bertujuan untuk mengkomparasikan
tegangan, regangan, dan total deformasi yang terjadi.
2. Tinjaun Teori
2.1 Jangkar Tidur (Sleeper Anchor)
Jangkar tidur (Sleeper Anchor) merupakan komponen yang penting pada
rel kereta api. “Jangkar tidur adalah komponen kereta api yang dimasukkan ke
dalam katagori pemberat dan memiliki fungsi sebagai jangkar. Jangkar tidur
dapat meningkatkan stiffnes dari rel kereta api, terutama di jalur-jalur yang
kencang” [2]. Jangkar tidur memiliki dua bagian yaitu fastener dan anchor.
1. Fastener atau pengunci adalah suatu alat yang berupa batang atau
tabung dengan alur heliks pada permukaannya berfungsi untuk
mengikat atau menguncikan suatu benda pada permukaan benda lain.
2. Anchor dapat diterjemahkan secara bebas sebagai “jangkar”. Anchor
merupakan suatu benda yang memiliki fungsi sebagai pemberat.
2
Gambar 1.1 : Double Fixing Sleeper Anchor
Sumber : Faria et al., 2017
Pada jangkar tidur di atas menggunakan tipe jangkar tidur double fixing.
Jangkar tidur double fixing yaitu jangkar tidur yang menempel pada kedua
ujung bantalan rel. Fastener pada jangkar tidur tesebut dihubungkan/ diikat
menggunakan srew kemudian jangkar tidur tersebut ditancapkan pada balasst,
hal ini berfungsi untuk meningkatkan ketahanan rel di arah lateral dan
mencegah tekuk. Secara khusus, peralatan ini efektif untuk mencegah berbagai
jenis tekuk yang disebabkan oleh kenaikan suhu dimusim panas dan beban
kereta saat berjalan diatasnya.
3
Gambar 1.3 : Pemasangan double fixing Sleeper Anchor
Sumber : Faria et al., 2017
Jangkar tidur atau Sleeper Anchor memiliki dimensi dan paduan material
cukup baik. Berikut merupakan dimensi dan jenis material jangkar tidur di
double fixing.
Table 1
Thickness of the
Sleeper Anchor parts.
Double fixing
Sleeper Anchor
Fastene
Anchor r
Thickness (mm) 4.96 8.10
Faria et al., 2017
Table 2
Chemical composition of the double fixing Sleeper Anchor sheets (wt%).
Components C Mn P S Si
Anchor 0.047 0.244 0.017 0.015 0.003
Fastener 0.166 0.672 0.011 0.006 0.132
Faria et al., 2017
4
Berikut merupakan kegagalan jangkar tidur (Sleeper Anchor) rel kereta
api double fixing :
CRACK
NT = Ni + Np
Keterangan :
5
NT = Total fatigue life
Ni = Fatigue initiation
Np = Fatigue propagation
6
OPENING MODE SLIDING MODE TEARING MODE
K1 = σ √𝜋𝑎
Keterangan :
K1 = Faktor intensitas tegangan
σ = Tegangan
a = Panjang crack
2.5 Tegangan
Sebuah bahan yang menerima beban eksternal akan memberi reaksi yang
berupa gaya dalam, yang besarnya sama tapi arahnya berlawanan. Besarnya
7
gaya persatuan luas pada bahan tersebut disebut sebagai tegangan. Pada kasus
ini mengalami tegangan tarik.
Tegangan tarik adalah tegangan yang diakibatkan beban tarik atau beban
yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan. “Tegangan tekan
adalah tegangan yang diakibatkan beban tekan atau beban yang arahnya tegak
lurus menuju luasan permukaan”[8]. Suatu benda yang statis, jika dipotong
harus tetap statis terhadap resultan gaya = 0. Nilai tegangan dapat dicari dengan
rumus :
𝐹
σ=𝐴
2.6 Regangan
Jika suatu benda diberi beban, akan mengalami perubahan bentuk
(deformasi) memanjang, memendek, membesar, mengecil dan sebagainya.
Regangan normal karena beban aksial material yang menerima pembebanan
akan mengalami deformasi. Perbandingan antara deformasi dengan panjang
mula-mula disebut sebagai regangan [8].
𝛿𝐿
ε= 𝐿
Dimana : ε = Regangan.
L = Panjang mula-mula.
= Panjang setelah dikenai beban.
𝜎
E=
𝜀
8
3. Metodelogi
3.1 Metode Analisis FEM dengan Ansys
Finite Element Method (FEM) atau yang dikenal dengan Metode Elemen
Hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan teknik dan problem matematis dari suatu gejala phisis” [9].
Berikut adalah proses FEM menggunakan software ansys 18.1:
3.1.1 Pre Processing
Pada tahap pre processing, menjelaskan langkah awal dalam
penyelesaian elemen hingga. Pada proses ini menjelaskan proses pembuatan
geometri, menentukan jenis material, proses meshing geometri, penentuan
kondisi batas, dan pemberian beban dalam mensimulasikan desain sleeper
anchor.
a. Proses Pemodelan Geometri
Pada proses pemodelan geometri pertama yang dilakukan yaitu
membuat sketsa atau 2 dimensi dari sleeper anchor, data-data dimensi
atau ukuran yang diinputkan dari desain sleeper anchor diperoleh dari
jurnal internasional. Setelah sketsa desain telah selesai, sketsa tersebut
diextrude untuk dijadikan 3 dimensi dan siap untuk tahap selanjutnya.
b. Menentukan Jenis Material
Pada proses elemen hingga, setelah proses mendesain dan meredesain
yaitu menentukan jenis material yang digunakan pada sleeper anchor.
Pada jenis material, data-data material dapat dimasukkan secara manual
pada perangkat lunak elemen hingga. Data material berupa kekuatan
luluh (yield strength) dan kekuatan tarik (ultimate strength).
c. Meshing
Sebelum melakukan proses simulasi, geometri/benda terlebih dahulu
dilakukan proses meshing. Pada proses meshing ini adalah membagi
geometri ini menjadi bagian-bagian kecil yang akan membentuk
geometri benda. Semakin kecil ukuran meshing yang terbentuk maka
akan semakin mendekati nilai sebenarnya, akan tetapi membuat proses
penyelesaian atau solving akan menjadi semakin lama.
d. Penentuan Kondisi Batas dan Jenis Pembebanan
Langkah yang dilakukan selanjutnya setelah proses mesh adalah
menentukan syarat batas yang digunakan, di mana pada proses ini
adalah menentukan jenis tumpuan yang digunakan pada sleeper anchor
dan menentukan jenis dan besar pembebanan. Besar pembebanan
diberikan berdasarkan gaya gravitasi dan gaya geser kedua bantalan
dalam pemakian. Sedangkan jenis tumpuan yang digunakan pada
simulasi sleeper anchor ini adalah fixed support pada lubang baut.
3.1.2 Solving
9
Proses solving yaitu proses simulasi dari data-data yang telah kita
inputkan pada proses Pre Processing. Pada proses ini kita dapat memilih
data hasil simulasi yang kita inginkan. Pada penelitian ini data simulasi yang
akan diambil yaitu tegangan, regangan, total deformasi, dan faktor intensitas
tegangan yang terjadi. Pada saat menjalankan proses solving harus
diperhatikan pesan-pesan yang timbul dari perangkat lunak tersebut, karena
pesan yang timbul dari perangkat lunak berupa informasi yang terjadi pada
proses solving agar simulasi berhasil.
3.1.3 Post Processing
Post processing merupakan proses akhir dari penyelesaian elemen
hingga. Pada post processing menjelaskan tampilan hasil simulasi dari
perangkat lunak elemen hingga. Hasil simulasi pada post processing berupa
nilai kekuatan kontruksi sleeper anchor.
10
sebenarnya kemudian desain tersebut di import ke software ansys untuk
disimulasikan.
11
Gambar 1.9 : Stress pada sleeper anchor crack
Keterangan :
Crack =
12
Gambar 2.3 : Faktor Intensitas Tegangan pada sleeper anchor crack
13
4.2 Analisis Sleeper Anchor tanpa crack
14
Gambar 2.6 : Total deformasi pada sleeper anchor tanpa crack
15
4.3 Komparasi Data Hasil Simulasi
Hasil Simulasi
2.00E-05
1.50E-05
mm
1.00E-05
5.00E-06
0.00E+00
Tegangan Regangan Total Deformasi
sleeper ancor sleeper ancor crack
0.00E+00
nilai max nilai min
-5.00E-05
-6.20E-05
-1.00E-04
Nilai
Crack yang terjadi termasuk kategori mode I (open mode) yaitu mode
tarik atau membuka retak. KI mode satu disebut dengan KIC (faktor intensitas
tegangan) pada hasil simulasi KIC didapatkan nilai sebesar 6,8658e-5.
16
5. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil-hasil simulasi tersebut di atas, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Pembebanan yang terjadi terletak pada masa anchor, maka dari itu perlu
adanya perbaikan pada desain dari sleeper anchor.
2. Tegangan dan regangan maksimum pada sleeper anchor terjadi di area
lubang baut dan ujung retak. Hal tersebut menunjukkan perlu adanya
perbaikan sehingga meminimalisir terjadinya crack atau patah.
6. Daftar Pustaka
[1] C. González-Nicieza, M. I. Álvarez-Fernández, A. Menéndez-Díaz, A.
E. Álvarez-Vigil, and F. Ariznavarreta-Fernández, “Failure analysis of
concrete sleepers in heavy haul railway tracks,” Eng. Fail. Anal., vol.
15, no. 1–2, pp. 90–117, 2008.
[2] G. L. De Faria, L. B. Godefroid, L. C. Cândido, D. Antônio, and D. S.
Santos, “Failure analysis of a sleeper anchor model used in railroads,”
Eng. Fail. Anal., vol. 79, no. May 2016, pp. 565–574, 2017.
[3] M. Kerr, “Engineering Manual,” no. August, 2011.
[4] M. W. Babcock and J. Sanderson, “Should shortline railroads upgrade
their systems to handle heavy axle load cars,” vol. 42, pp. 149–166,
2006.
[5] V. Giannella, M. Perrella, and R. Citarella, “Efficient FEM-DBEM
coupled approach for crack propagation simulations,” Theor. Appl.
Fract. Mech., 2017.
[6] R. Citarella, G. Cricrì, M. Lepore, and M. Perrella, “Advances in
Engineering Software Thermo-mechanical crack propagation in aircraft
engine vane by coupled FEM – DBEM approach,” Adv. Eng. Softw.,
vol. 67, pp. 57–69, 2014.
[7] M. Lepore et al., “A FEM based methodology to simulate multiple
crack propagation in friction stir welds Reference : To appear in :
Received Date : Revised Date : Accepted Date : A FEM based
methodology to simulate multiple crack propagation in friction stir
welds,” Eng. Fract. Mech., 2017.
[8] D. Broek and M. N. Publishers, Elementary engineering fracture
mechanics. 1982.
[9] S. Moaveni, FEA.pdf. 1999.
[10] G. Formica and F. Milicchio, “Crack growth propagation using
standard FEM,” Eng. Fract. Mech., vol. 165, pp. 1–18, 2016.
[11] M. Kikuchi, Y. Wada, and Y. Li, “Crack growth simulation in
heterogeneous material by S-FEM and comparison with experiments,”
Eng. Fract. Mech., 2016.
[12] G. L. De Faria, L. B. Godefroid, L. C. Cândido, and T. O. Silotti,
“Metallurgical characterization and computational simulation of a
screw spike aiming to improve its performance in railways,” EFA, vol.
66, pp. 1–7, 2016.
17
18