Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FURUNKULOSIS
Oleh :
201620401011123
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
kasih yang tak terhingga kepada dr. Andri Catur Jatmiko, Sp. KK. Juga kepada
seluruh tenaga medis maupun non-medis RSUD Jombang dan seluruh teman-
teman dokter muda di RSUD Jombang, atas dukungan serta doanya. Laporan
kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati penulis mohon
pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
nodul yang berpusat pada folikel yang meradang dengan ukuran lebih dari 1 cm
kadang ditutupi jaringan nekrotik dan pustule. Furunkel muncul pada folikel
rambut yang berada pada kulit dengan infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus atau bisa juga oleh bakteri lainnya (Ibler KS, 2014).
superfisial dan pus hanya terbatas pada lapisan epidermis kulit. Secara klinis,
tempat dimana rambut tumbuh. Furunkel dapat pecah dan mengeluarkan pus
dengan sendirinya atau setelah perawatan. Jika lebih dari sebuah furunkel disebut
furunkulosis. Pada umumnya, furunkel dan karbunkel yang besar harus diinsisi
Karbunkel lebih luas, dalam dan lesi infiltrasi yang berkembang menjadi supurasi
dan biasanya pada daerah kulit yang tebal dan tidak elastis, dan merupakan
kumpulan dari furunkel yang multipel. Karbunkel lebih besar dan merupakan
proses inflamasi yang lebih dalam, dengan karakteristik sangat nyeri pada daerah
predileksi. Demam dan malaise dapat terjadi pada pasien dengan karbunkel
4
Gambar 1.1
Furunkel, nodul berasal dari folikel yang inflamasi dengan sentral nekrotik plug dan
terdapat krusta di permukaannya (Goldsmith et al., 2012).
Gambar 1.2
Karbunkel, pada gambar ini menunjukkan beberapa furunkel konfluen yang mengalirkan
nanah dari banyak lubang(Goldsmith et al., 2012).
1.2 Epidemiologi
SakitInggris dengan diagnosa furunkel abses kutaneus dan karbunkel. Dari 24.525
pasientersebut terdapat 90% yang memerlukan rawat inap. 54% dari pasien yang
berobattersebut adalah laki-laki dan 46% pasien adalah perempuan. Usia rata-rata
5
dari pasien yang berobat adalah 37 tahun. 72% berusia 15-59 tahun dan 6%
Di Inggris, pasien yang masuk rumah sakit dengan furunkel dan abses
akibat infeksi stafilokokal meningkat tiga kali lipat pada tahun 1989 – 2004
1.3 Etiologi
Infeksi bakteri pada kulit dan struktur kulit sebagian besar disebabkan oleh
terbanyak pada furunkel, karbunkel, kutaneus abses dan impetigo. Pada dekade
Gambar 1.3
Staphylococcus aureus dalam pewarnaan crystal violet
0,5 – 1,5 µm, memiliki susunan bergerombol seperti anggur, tidak memiliki
6
kapsul, nonmotil, katalase positif dan pada pewarnaan gram tampak berwarna
ungu. Bakteri ini bertanggung jawab untuk sejumlah penyakit penyakit serius
merupakan penyebab utama infeksi nosokomial dan penyakit yang didapat dari
multipel) dengan diabetes masih diperdebatkan namun ketika furunkel ini muncul
pada pasien diabetes, biasanya jadi lebih parah dibandingkan dengan yang tidak
Kontak fisik secara langsung dengan individu yang terinfeksi terutama dari
keluarga, menjadi faktor risiko utama penularan furunkulosis. Faktor risiko yang
berhubungan dengan furunkulosis rekuren sudah diteliti pada studi kasus pada 74
pasien dengan furunkulosis rekuren memiliki faktor risiko yang sama dengan
terapi antibiotik, diabetes melitus, riwayat dirawat di rumah sakit, multipel lesi,
kebersihan yang tidak terjaga serta penyakit penyerta lainnya. Penyakit kulit yang
mendasari seperti dermatitis atopi, luka kronis, serta ulkus di tungkai yang dapat
7
1.5 Predileksi
Furunkel biasanya muncul pada daerah yang tumbuh rambut, daerah yang
sering terjadi gesekan, tertutup dan sering berkeringat. Furunkel terjadi misalkan
1.6 Patofisiologi
berfungsi sebagai barier dan memelihara flora normal juga membuat lingkungan
yang tidak kondusif bagi organisme patogen untuk tumbuh. Infeksi kulit primer
sekunder terjadi disebabkan oleh adanya penyakit yang mendasari ataupun trauma
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan kulit teraba hangat, eritema dan
nyeri. Hal tersebut diperberat pada pasien dengan diabetes melitus karena
Gambar 1.4
Klasifikasi dari infeksi bakterial pada folikel rambut
8
1.7 Diagnosis
- Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul
tersebut meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan
malaise.
- Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi
setelah kira-kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal
(single follicular orifices). Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk
lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian tengah dan sembuh perlahan
dengan granulasi.
Nyeri dan meradang pada kulit menjadi yang utama. Lesi dapat berupa
berfluktuasi kemudian menjadi lunak dan meletus sendirinya setelah 1-2 minggu
Lesi kulit furunkel berupa nodul eritematosa, berbentuk kerucut, ukuran 1-3
dan menyembuh setelah pus keluar dan meninggalkan sikatrik, lunak, merah pada
kulit rambut yang membesar dan menjadi nyeri dan berfluktuasi setelah beberapa
hari (yaitu, mengalami pembentukan abses) (Goldsmith et al., 2012). Pecah terjadi
dengan keluarnya nanah, dan seringkali merupakan inti dari bahan nekrotik. Rasa
9
sakit di sekitar lesi kemudian mereda, dan kemerahan dan edema berkurang
selama beberapa hari hingga beberapa minggu (Ibler KS, 2014). Secara klinis,
furunkel ditandai sebagai nodul merah, bengkak, dan lunak dengan ukuran
kelenjar getah bening jarang terjadi. Jika beberapa folikel yang berdekatan
terinfeksi, mereka dapat menyatu dan membentuk nodul yang lebih besar, yang
dikenal sebagai karbunkel. Furunkel paling sering muncul pada ekstremitas dan
memiliki kecenderungan untuk kambuh dan dalam kasus seperti itu sering
Gambar 1.5
A. Furunkel bibir atas. Lesi bersifat nodular, dan central necrotic plug ditutupi oleh krusta
purulen. Beberapa pustula kecil terlihat lateral ke pusat lesi.B. Beberapa furunkel.
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
mengetahui MRSA atau bakteri lainnya. Kultur pada anterior nares dan
10
menunjukkan proses peradangan polimorfonuklear pada dermis dan lemak
ini (Ibler KS, 2014). Diagnosis dibuat atas dasar penampilan klinis.
Pewarnaan Gram pada pus, kelompok kokus bakteri Gram positif, atau
Gambar 1.6
Gambaran Mikroskopik S.aureus dengan Pengecatan Gram.
11
Gambar 1.7
Hasil Kultur S. aureus dalam Medium MSA.
Gambar 1.8
Hasil Kultur S.aureus dalam Medium Agar Darah
klinis. Agen mikroba dapat diidentifikasi dengan swab kultur sederhana (biasanya
diambil dari pus pada lesi). Pemeriksaan klinis umum harus dilakukan, dan
12
pemeriksaan tidak hanya melibatkan kultur swab dari lesi tetapi juga dari tempat-
tempat karier seperti lubang hidung dan perineum. Tergantung pada riwayat,
- Karbunkel
- Cystic acne
- Kerion
- Hidradenitis suppurativa
- Furuncular myiasis
sebagai diagnosis banding. Pengambilan riwayat dari episode pribadi dan keluarga
tentang bisul adalah penting. Pada wanita, gejala yang diintensifkan terkait
dengan periode bulanan adalah tanda-tanda HS, dan HS mungkin dari waktu ke
waktu, menyebabkan saluran sinus dan fistula dengan kotoran busuk berbau
13
busuk. Diagnosis banding lainnya termasuk reaksi tubuh asing, kista pilonidal,
abses kelenjar Bartholin, dan jenis abses lainnya (Ibler KS, 2014).
(Sjahrial, 2000). Hidradenitis supurativa yang biasa disebut juga acne inversa,
merupakan penyakit melemahkan dari perusakan yang dalam oleh kista dan fistula
pada aksilla, inguinal, dandaerah perirektal (Hall JC, 2010). Pada awalnya hanya
sinus dengan penghubung jaringan parut pada suatu lesi, dan kemudian bergabung
menjadi suatu lesi, saluran sinus, inflamasi, dan proses kronik (Hall JC, 2010;
Sjahrial, 2000).
Gambar 1.9
Hidradenitis Supurativa pada Area Bokong (Goldsmith et al., 2012)
1.9 Penatalaksanaan
penyakit berat (area infeksi multipel atau progresi cepat), penyakit sistemik atau
14
adanya kondisi komorbid dan imunosupresi, usia tua, abses pada area yang sukar
untuk drainase (wajah, tangan dan genitalia), berkaitan dengan phlebitis sepsis
dan tidak adanya respon terhadap insisi dan drainase (Craft, 2012).
Non Medikamentosa
Medikamentosa
1. Topikal
keadaan akut.
Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%,
Lini pertama:
15
Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari;
Lini kedua:
5)
Penyebabnya MRSA:
dalam 3 dosis.
16
Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistant Staphylococcus
dalam dosis terbagi atau 15-20 mg/kgBB setiap 8-12 jam intravena,
Linezolid 600 mg IV atau oral 2 kali sehari selama 7-14 hari, anak-
jam.
resistensi.
3. Tindakan
dalam dosis terbagi) atau agen sistemik parenteral lain yang memiliki
2012).
17
Ketika lesi besar, menyakitkan, dan fluktuatif, maka insisi dan drainase
adalah tindakan paling penting yang harus dilakukan oleh seseorang secara tepat
waktu. Jika infeksi berulang atau rumit oleh komorbiditas, suatu kultur dapat
telah mengalami kemunduran dan diubah secara tepat ketika hasil kultur tersedia.
Lesi pengeringan harus ditutup untuk mencegah autoinoculation dan cuci tangan
antibiotik oral berikut untuk cakupan empiris CA-MRSA pada pasien rawat jalan:
minosiklin), dan linezolid. Jika cakupan untuk streptokokus β-hemolitik dan CA-
Untuk pasien rawat inap dengan infeksi yang berat, selain debridemen
bedah dan antibiotik spektrum luas, terapi empiris untuk MRSA harus
vankomisin 1 g dua kali sehari, oral atau IV linezolid 600 mg dua kali sehari,
sekali sehari, dan klindamisin 600 mg IV atau oral tiga kali sehari. Antibiotik β-
dimulai jika tidak ada respon klinis yang cukup. 7-14 hari terapi dianjurkan tetapi
18
harus individual berdasarkan respons klinis pasien. Pasien rawat inap dengan
Insisi dan drainase menjadi rekomendasi terapi pada furunkel yang besar.
Untuk pemakaian antibiotik pada infeksi S. aureus harus berdasarkan ada atau
>38°C atau <36°C, takipnea (RR >24 per menit), takikardi (HR >90 kali per
2014)
- Plebitis
19
Gambar 1.10
Flowchart Diagnosis Dan Tatalaksana Furunculosis
(Ibler KS, 2014)
20
Gambar 1.11
Manajemen SSTI (Soft Tissue Infections), I&D = Insisi dan Drainase, C&S =
Kultur dan Sensitivitas (Practice Guidelines for the Diagnosis
and Management of Skin and Soft Tissue
Infections: 2014 Update)
- Proses sistemik
- Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri (zat kimia,
minyak).
21
seperti gulat, autoinokulasi.
tempat tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal bervariasi : 10%-15% pada
balita 1 tahun, 38% pada mahasiswa, 50% pada dokter RS dan siswa militer.
● Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus pada
kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun adalah
stafilokokus pada kulit.. Handuk yang terpisah harus digunakan dan secara hati-hari
● Jenis Pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar harus digunakan
sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada pada seprai dan pakaian
dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan dapat menyebabkan reinfeksi
pada pasien dan infeksi pada anggota keluarganya. Pakaian secara terpisah dicuci
● Pertimbangan umum: beberapa pasien tetap memiliki siklus lesi rekuren. Kadang-
kadang, masalah dapat diperbaiki atau dihilangkan dengan menyuruh pasien agar tidak
melakukan pekerjaan rutin regular. Terutama pada individu dengan stres emosional dan
kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu, idealnya pada iklim sejuk atau
kering akan membantu dengan cara menyediakan istirahat dan juga menyisihkan waktu
● Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin maupun
- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus pada hidung
dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada kulit, sebuah proses
22
mupirocin calcium 2% dalam base paraffin yang putih dan lembut selama 5 hari dapat
mengeliminasi S.aureus pada hidung sekitar 70% pada individu yang sehat selama 3
pasien. Profilaksis dengan salep asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali
sehari setiap minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan
karier strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian antibiotik
anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah terbukti dengan
beberapa keberhasilan.
- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari) efektif dalam
mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier selama periode lebih dari 12
rekuren adalah beralasan pada pasien yang dengan pengobatan lain gagal. Namun,
strain yang resisten rifampin dapat muncul dengan cepat pada terapi seperti itu.
resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi resistensi rifampin dan untuk
1.10 Komplikasi
Meskipun demikian, ada juga furunkulosis yang kultur darahnya positif dan
23
sistem saraf pusat dengan meningitis dan abses otak oleh infeksi S. Aureus juga
1.11 Prognosis
dan rekurensi. Lesi pada sekitar bibir dan hidung meningkatkan kekhawatiran
akan penyebaran melalui pembuluh darah vena fasialis dan angularis ke sinus
cavernosus. Invasi pada pembuluh darah dapat terjadi kapan saja dan
infeksi melalui aliran darah. Furunkulosis rekuren dapat terjadi selama bertahun-
24
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama : An. O
Umur : 6 tahun
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : TK
2.2 Anamnesis
Bentol-bentol kemerahan
minggu yang lalu. Menurut ibu pasien awalnya pada pasien timbul bintil
kecil di kepala yang terasa gatal kemudian semakin hari semakin besar dan
demam.
25
2.2.3 Riwayat Pengobatan
GCS : 456
Nadi : 94 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
26
Temperatur aksila : 36,2º C
BB : 20 kg
Status Generalis
Kepala : Normal
Abdomen : Distensi (-), bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba
bervariasi antara 1-2 cm, berbentuk kubah disertai krusta, skuama tipis dan
erosi.
27
28
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
2.6 Resume
kulit dan kelamin RSUD Jombang pada tanggal 4 Juli 2018 diantar
minggu yang lalu. Menurut ibu pasien awalnya pada pasien timbul
bintil kecil di kepala yang terasa gatal dan digaruk kemudian semakin
2.7 Diagnosis
Furunkulosis
29
2.8 Diagnosis Banding
Karbunkel
Cystic Acne
Hidraadenitis Supurative
2.9 Planning
Pengecatan Gram
2.10 Penatalaksanaan
Edukasi
sesuai anjuran.
- Jika keluhan bertambah buruk atau tidak membaik bisa kembali kontrol ke
dokter.
2.11 Prognosis
Baik
30
BAB 3
PEMBAHASAN
Dari identitas pasien yang pertama adalah usia,pada pasien ini berusia 6
tahun. Hal ini ini sesuai dengan penelitian oleh Gandhi di Department of
Microbiology, Gajra Raja Medical College, India tahun 2012 dimana prevalensi
rentang umur pasien infeksi kulit akibat kuman S. aureus yang paling banyak
yaitu <10 tahun dengan jumlah kasus 98 (48%) dari total 200 kasus yang diteliti.
Penelitian yang dilakukan tahun 2012 oleh Pangow di Poliklinik Kulit dan
dimana infeksi kulit akibat kuman S. aureus paling banyak ditemukan pada
rentang umur 1-4 tahun dimana ditemukan 23 kasus (43,4%) dari total 53 kasus.
Pada penelitian yang dilakukan di RSU Dr. Soetomo Surabaya periode 2008-2010
juga didapatkan usia yang paling sering adalah kelompok umur 1-4 tahun. Pada
anak yang berusia lebih tua dan kelompok umur usia pra-sekolah juga sekolah
akibat S. aureus. Usia pra sekolah dan sekolah memang memiliki faktor
bermain dengan tanah dan air memberikan ruang bagi bakteri patogen untuk
diri. Oleh sebab itu, perhatian orang tua sangat dibutuhkan untuk mengontrol
kebersihan diri anak agar tidak jatuh sakit tanpa mengekang keinginannya untuk
31
kelompok usia (Stevens et al., 2015). Berikutnya adalah jenis kelamin. Pada
pasien ini diketahui jenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian
oleh Pangow di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode tahun 2012, dimana pada penelitian tersebut menunjukkan terbanyak pada
perempuan (56,6%). Tetapi hal ini berbeda dengan penelitian retrospektif yang
infeksi pioderma dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Hasil temuan dimana
laki-laki lebih banyak menderita pioderma bisa disebabkan fakta bahwa pada usia
pra-sekolah anak perempuan cenderung bermain di dalam rumah dan tidak suka
kotor. Berbeda dengan anak lelaki yang senang bermain diluar rumah dan tidak
memperhatikan kebersihan diri. Selain itu, remaja perempuan lebih sadar penampilan
mereka dan sebagai hasilnya mereka lebih peduli terhadap kebersihan pribadi
dibandingkan dengan laki-laki. Hal itu mungkin ditanamkan sejak dini oleh orang tua
kepada anak perempuan (Lumataw et al., 2016). Berikutnya adalah lokasi yang
berhubungan dengan kondisi iklim. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyebutkan bahwa suhu dan kondisi iklim memainkan peran utama terjadinya
furunkulosis. Iklim tempat tinggal yang cenderung tinggal didaerah tropis atau
kemerahan di kepala, wajah, kedua tangan, dan punggung sejak 1 minggu yang
lalu. Awalnya timbul bintil kecil di kepala yang terasa gatal, semakin hari
semakin besar dan jumlahnya bertambah banyak. Nyeri bila diraba. Beberapa hari
32
Tidak demam. Anamnesis tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa melalui anamnesis didapatkan keluhan berupa nodul yang nyeri dan ukuran
kemudian menjadi lunak dan meletus dengan sendirinya setelah 1-2 minggu untuk
mengeluarkan jaringan nekrotik dan pus. Tetapi tidak sesuai dengan literatur yang
literatur yaitu muncul pada daerah yang tumbuh rambut, daerah yang sering
terjadi gesekan, tertutup dan sering berkeringat, misalnya pada wajah, leher,
Keluarga dan teman pasien sekitar lingkungan tidak ada yang mengalami
keluhan yang sama seperti pasien. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
kebersihan yang tidak terjaga di lingkungan sekitar pasien menjadi salah satu
pasien adalah ideal, hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
salah satu faktor risiko dari kejadian furunkulosis adalah kekurangan gizi.
Pada status dermatologis regio frontal dan parietal, regio facialis, regio
diameter bervariasi antara 1-2 cm, berbentuk kubah disertai krusta, skuama tipis,
dan erosi. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa lesi kulit furunkel berupa nodul
33
pustul dan mengalami nekrose. Pecah terjadinya dengan keluarnya nanah, dan
dilakukan pada pasien ini. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan
bahwa pemeriksaan penunjang berupa pewarnaan gram dan kultur pus tidak harus
dilakukan. Pada beberapa kasus pemberian terapi tetap diberikan tanpa dilakukan
klinis.
Loratadin 10 mg dibuat puyer dan diminum tiga kali sehari selama 7 hari dan
fulladic cream 2% dioleskan pagi dan malam. Hal ini sesuai dengan literatur
berat(area infeksi multipel atau progresi cepat), penyakit sistemik atau adanya
kondisi komorbid dan imunosupresi, usia tua, abses pada area yang sukar untuk
diberikan 7-10 hari. Ada literatur yang menyebutkan bahwa pada ksus
atau doksisiklin. Pengobatan topikal pada kasus sesuai dengan literatur yaitu dapat
34
Selain itu juga edukasi bahwa proses penyembuhan membutuhkan waktu, maka
35
BAB 4
KESIMPULAN
kedua tangan, dan punggung sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya timbul bintil
kecil di kepala yang terasa gatal, semakin hari semakin besar dan jumlahnya
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam batas normal. Pada status
antara 1-2 cm, berbentuk kubah disertai krusta, skuama tipis, dan erosi et regio
mg dibuat puyer dan diminum tiga kali sehari selama 7 hari dan fulladic cream
daerah lesi.
Prognosa pada pasien ini adalah baik karena pada kasus ini tidak
36
DAFTAR PUSTAKA
Chahine EB dan Sucher AJ. 2015. Skin and Soft Tissue Infections. PSAP. Pp 5-26.
Craft N, 2012. Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K,
Goldsmith LA, et al (eds).Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
8th ed. New York: McGraw Hill Medical,; 1694-1709
CureResearch. 2018. Society Statistics about Carbuncle. CureResearch viewed
June 29th 2018
Gawkrodger DJ. 2003. Bacterial Infection-Staphylococcal and Streptococcal.
Dermatology-An Illustrated Colour Text.3rd Ed. Toronto. Churcill
Livingstone. pp. 44-45.
Gandhi S, Ojha AK, Ranjan, Neelima. 2012. Clinical and Bacteriological Aspects
of Pyoderma. N Am J Med Sci. Vol: 4. Pp. 492–5.
Hall JC. 2010. Seborrheic Dermatitis, Acne, and Rosacea. Hall BJ, Hall JC.
Sauer’s Manual of Skin Disease. 10th Ed. Canada. Wolters Kluwer. 2010.
152.
Ibler KS and Kromann CB. 2014. Recurrent Furunculosis-Challenges and
Management: a Review. Departement of Dermatology, Roskilde Hospital,
Copenhagen University, Denmark, pp. 59-64
Ki V and Rotstein C. 2008. Bacterial Skin And Soft Tissue Infections In Adults: A
Review Of Their Epidemiology, Pathogenesis, Diagnosis, Treatment And
Site Of Care. Can J Infect Dis Med Microbiol 19 (2).
Lowy FD. 2005. Staphylococcal Infections. In: Kasper DL, Braunwald E, et al
(eds). Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th ed. New York:
McGraw Hill; 814-22.
Pangow CA, et al. 2015. Profil Pioderma Pada Anak di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember
2012. J e-Clinic (eCl), Vol: 3(1). Pp.217-223.
PERDOSKI. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Panduan Praktis
Klinis. Jakarta. 2017
Shallcross LJ, Hayward AC, Johnson AM, et al. 2015. Evidence for increasing
severityof community-onset boils and abscesses in UK General Practice.
Epidemiol Infect. Vol: 143(11):2426-9.
37
Sjahrial. 2000. Infeksi Bakteri Stafilokok dan Streptokok. Harahap M. Ilmu
Penyakit Kulit.1st Ed. Jakarta. Hipokrates. 2000.52-54
Stevens DL, et al. 2014. Practice Guidelines for the Diagnosis and Management
of Skin and Soft Tissue Infections: 2014 Update by the Infectious Diseases
Society of America. Oxford University Press. pp. 10-52
Van Bijnen EME et al. 2014. Primary Care Treatment Guidelines for Skin
Infections in Europe: Congruence with Antimicrobial Resistance Found in
Commensal Staphylococcus aureus in the Community. BMC Family
Practice. Pp 1-8.
38