Anda di halaman 1dari 46

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan

insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun

pada janin. Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu,

baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya.

Anemia pada ibu hamil bukan tanpa resiko. Menurut penelitian tingginya

angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan

rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat

pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuaensi komplikasi

pada kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka prematuritas,

berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat.

Perdarahan antepartum dan post partum lebih sering di jumpai pada wanita yang

anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat

mentolerir kehilangan darah.

Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat

ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus

immatur atau prematur), gangguan proses persalinan (atonia, partus lama,

perdarahan), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap

infeksi, stress, dan produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (dismaturitas,

mikrosomi, BBLR, kematian periinatal, dll) (Yeyeh, 2010).


2

Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia salah satunya adalah

atonia uteri. Atonia uteria (relaksasi otot uterus) merupakan uteri tidak

berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta

telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002).

Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan

insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun

pada janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di

negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Di Indonesia, 63,5

% ibu hamil dengan anema (Saifudin, 2006), di Bali 46, 2 % ibu hamil dengan

anemia (Ani dkk., 2007), dan di RSUD Wangaya Kota Denpasar 25, 6 % ibu

hamil aterm dengan anemia (CM RSUD Wangaya, 2010). Ibu hamil dengan

anemia sebagian besar sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB)

(Wiknjosastro, 2005).

Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan

anemia dalam kehamilan (Manuaba, 2001). Frekuensi ibu hamil dengan anemia di

Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5%. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu

dengan kadar haemoglobin (Hb) dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau

kadar < 10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia pada ibu hamil

disebabkan oleh kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan

darah. Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat

kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif

seperti: 1) Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel

otak, 2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang


3

dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak (Manuaba, 2001). Ibu hamil yang

menderita anemia memiliki kemungkinankan akan mengalami atonia uteri.

Menurut Anderson, S (1994), anemia mempengaruhi kerja dari tiap organ

tubuh manusia karena jumlah oksigen yang diikat dalam darah kurang. Karena

oksigen yang diikat dalam darah kurang, maka akan mempengaruhi kerja otot

uterus untuk mengadakan kontraksi sehingga menyebabkan atonia uteri.

Hasil penelitian Ayu Wuryanti (2010) tentang hubungan antara anemia

dalam kehamilan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri di RSUD

Wonogiri diperoleh bahwa berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai p= 0,008

< 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara anemia dalam

kehamilan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maida di PKM Kota medan

tahun 2005 faktor yang paling dominan menyebabkan atonia uteri adalah umur ibu

hamil, kadar HB/anemia, pendidikan, pengalaman dan umur penolong persalinan,

serta tempat bersalin ibu. Berbeda dengan hasil penelitian Lucinda yang juga

melakukan penelitian serupa di RSUD kota Bekasi tahun 2010 diperoleh bahwa

umur ibu hamil tidak terdapat hubungan yang bermakna terhadap kejadian atonia

uteri, faktor yang paling dominan adalah paritas dan kadar HB/anemia.

Penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara

pemberian tablet besi serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari. Ibu hamil

biasanya tidak hanya mendapat preparat besi tetapi juga asam folat. Dosis

pemberian asam folat sebanyak 500µg dan zat besi sebanyak 120mg. Pemberian

zat besi sebanyak 30gram per hari akan meningkatkan kadar hemoglobin sebesar

0,3 dl/gram/minggu atau dalam 10 hari (Sulistyoningsih, 2011).


4

Survei pendahuluan yang dilakukan di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Tobasa tercatat jumlah kasus mioma uteri dari tahun 2012-2014 adalah

sebesar 62 kasus dengan rincian pada tahun 2012 sebesar 17 kasus, pada tahun

2013 sebesar 21 kasus dan pada tahun 2014 sebesar 24 kasus dan berdasarkan

survey awal tersebut bahwa penderita mioma uteri terkait dengan anemia dalam

kehamilan.

Berdasarkana latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui hubungan anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri di Desa

Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.

1.2. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana

hubungan anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri di Desa Sijambur

Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui secara umum hubungan anemia dalam kehamilan

dengan atonia uteri di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian anemia dalam kehamilan di

Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi atonia uteri di Desa Sijambur

Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.


5

3. Untuk mengetahui hubungan anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri di

Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengembangan logika berpikir

penulis mengenai atonia uteri

2. Bagi Desa Sijambur

a. Memberikan informasi mengenai karakteristik (profil penderita) bagi

penderita penyakit atonia uteri di Desa Sijambur.

b. Memberikan informasi dari penelitian ini kepada tenaga medis supaya

dapat mengenal pasti golongan wanita dalam karakteristik penderita

atonia uteri untuk diambil langkah-langkah yang sewajarnya.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia dalam kehamilan

2.1.1. Definisi

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam

darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Anemia dalam kehamilan

adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1

dan 3 atau kadar haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas

tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi,

terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2002).

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut

hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang

dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.

Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan

haemoglobin 19%.

Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10

minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu

(Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu

meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

2.1.2. Penyebab Anemia

Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Kurang gizi (malnutrisi)

2. Kurang zat besi dalam diit

3. Malabsorpsi
7

4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain

5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

2.1.3. Gejala dan tanda

Secara klinik dapat dilihat ibu lemah, pucat, mudah pingsan, mata kunang-

kunang, sementara pada tekanan darah masih dalam batas normal, perlu dicurigai

anemia defisiensi. Untuk menegakkan diagnosa dilakukan pemeriksaan

laboratorium dengan melakukan pemeriksaan kadar Hb (Saifuddin, 2002).

2.1.4. Patofisologi Anemia Pada Kehamilan

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena

perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan

payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II

kehamilan, dan maksimum dimulai pada bulan ke-9 dan meningkatnya sekitar

1000ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3bulan setelah

partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma,

yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron (Yeyeh, 2010).

2.1.5. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan

Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Wiknjosastro (2002), adalah

sebagai berikut:

1. Anemia Defisiensi Besi

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.

Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan

dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.

a. Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat,

feroglukonat atau Natrium ferobisitrat. Pemberian preparat besi 60 mg/hari


8

dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% tiap bulan. Saat ini program

nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat

untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).

b. Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat

besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran

pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian

preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg)

intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih

cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001). Untuk menegakkan diagnosa anemia

defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa

didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan

keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan

pengawasan Hb dapat dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu

trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb, dapat digolongkan sebagai

berikut:

1. Hb 11 gr% : Tidak anemia

2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang

4. Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg.

Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan

plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa

haemoglobin maternal, kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat

usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan
9

menghasilkan sekitar 8-10 mgzat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan

2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20-25 mg zat besi perhari. Selama

kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat

besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan

untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).

2. Anemia Megaloblastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folat, jarang

sekali karena kekurangan vitamin B12

Gejala-gejalanya :

a. Malnutrisi

b. Glositis berat (lidah meradang, nyeri)

c. Diare

d. Kehilangan nafsu makan

Pengobatannya:

a. Asam folat 15 – 30 mg per hari

b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari

c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari

d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat

diberikan transfusi darah.

3. Anemia Hipoplastik

Adalah anemia yang disebabkan oleh sum-sum tulang kurang mampu

membuat sel-sel darah baru. Anemia ini terjadi pada sekitar 8% kehamilan.

Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan belum diketahui dengan pasti.

Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita tersebut telah


10

selesai masa nifas maka anemiaakan sembuh dengan sendirinya.Dalam

kehamilan berikutnya ia mengalami anemia hipoplastik lagi.

Ciri-ciri:

a. Pada darah tepi terdapat gambaran normositer dan normokrom, tidak

ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folat atau vitamin B12.

b. Sum-sum tulang bersifat normblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang

nyata.

4. Anemia Hemolitik

Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah

merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik

sukar menjadi hamil; apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi

lebih berat. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran

darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada

organ-organ vital. Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik dan

beratnya anemia. Obat-obat penambah darah tidak member hasil. Tranfusi

darah, kadang dilakukan berulang untuk mengurangi penderitaan ibu dan

menghindari bahaya hipoksia janin. Anemia ini terjadi pada sekitar 0,7%

kehamilan. Pengobatan tergantung pada jenis anemia himolitik serta

penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi, maka infeksinya diberantas dan

diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada jenis obat-obatan, hal ini

tidak member hasil.

5. Anemia-anemia lain

Seorang wanita yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia

hemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing
11

tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor

ganas dan sebagainya dapat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi

lebih berat dan berpengaruh tidak baik pada ibu dalam masa kehamilan,

persalinan, nifas serta berpengaruh pula bagi anak dalam kandungan.

Pengobatan ditujukan pada sebab pokok anemianya, misalnya antibiotika

untuk infeksi, obat-obat anti malaria, anti sifilis obat cacing dan lain-lain.

2.1.6. Penatalaksanaan Anemia pada Ibu Hamil

Penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara

pemberian tablet besi serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari. Ibu hamil

biasanya tidak hanya mendapat preparat besi tetapi juga asam folat. Dosis

pemberian asam folat sebanyak 500µg dan zat besi sebanyak 120mg. Pemberian

zat besi sebanyak 30gram per hari akan meningkatkan kadar hemoglobin sebesar

0,3 dl/gram/minggu atau dalam 10 hari. Berikut upaya pencegahan dan

penaggulangan anemia (Sulistyoningsih, 2011) :

a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi.

Perhatikan komposisi hidangan setiap kali makan dan makan makanan yang

banyak mengandung besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam,

hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-

kacangan, tempe). perlu juga makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang

banyak mengandung vitamin C(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu,

tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan

zat besi dalam usus. Makanan yang berasal dari nabati meskipun kaya akan zat

besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus.
12

b. Menambah pemasukan zat besi ke dalam tubuh dengan minum tablet tambah

darah (tablet besi/tablet tambah darah).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengkonsumsi tablet besi yaitu :

1. Minum tablet besi dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu dan

kopi karena dapat menurunkan penyerapan zat besi dalam tubuh sehingga

manfaatnya menjadi berkurang.

2. Kadang-kadang dapat terjadi gejala ringan yang tidak membahayakan

seperti perut terasa tidak enak, mual-mual, susah buang air besar dan tinja

berwarna hitam.

3. Untuk mengurangi gejala sampingan, minum tablet besi setelah makan

malam, menjelang tidur. Akan lebih baik bila setelah minum tablet besi

disertai makan buah-buahan seperti : pisang, pepaya, jeruk, dll.

4. Simpanlah tablet besi di tempat yang kering, terhindar dari sinar matahari

langsung, jauhkan dari jangkauan anak, dan setelah dibuka harus ditutup

kembali dengan rapat. tablet besi yang telah berubah warna sebaiknya

tidak diminum

5. Tablet besi tidak menyebabkan tekanan darah tinggi atau kebanyakan

darah.

c. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti :

kecacingan, malaria dan penyakit TBC.

2.1.7. Dampak Anemia dalam Kehamilan

Anemia pada ibu hamil bukan tanpa resiko. Menurut penelitian tingginya

angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan

rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat


13

pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuaensi komplikasi

pada kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka prematuritas,

berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat.

Perdarahan antepartum dan post partum lebih sering di jumpai pada wanita yang

anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat

mentolerir kehilangan darah.

Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat

ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus

immatur atau prematur), gangguan proses persalinan (atonia, partus lama,

perdarahan), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap

infeksi, stress, dan produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (dismaturitas,

mikrosomi, BBLR, kematian periinatal, dll) (Yeyeh, 2010).

2.2. Atonia Uteri

2.2.1. Pengertian

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus

untuk berkontraksi dan memendek. Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana

terjadinya kegagalan otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas

implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat

berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat

melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Apri, 2007).

Atonia uteri adalah kegagalan serabut- serabut otot miometrium uterus

untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post

partum yang paling penting dan bisa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4
14

jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan

dapat mengarah pada terjdainya syok hipovolemik. Diagnosis atonia uteri yaitu

bila setelah bayi dan placenta lahir ternyata pendarahan masih aktif dan banyak,

bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau

lebih dengan kontraksi yang lebih lembek

2.2.2. Faktor Penyebab terjadinya Atonia Uteri

Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca

persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :

1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :

a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)

b. Kehamilan gemelli

c. Janin besar (makrosomia)

2. Kala satu atau kala 2 memanjang

3. Persalinan cepat (partus presipitatus)

4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin

5. Infeksi intrapartum

6. Multiparitas tinggi (grande multipara)

7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada

preeklamsia atau eklamsia.

8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda (<20 tahun dan >35 tahun)

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,

dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan

plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.


15

2.2.3. Manifestasi Klinis

1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

2.2.4. Tanda dan gejala atonia uteri

1. Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering

terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan

tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah

2. Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan

atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya

3. Fundus uteri naik

4. Terdapat tanda-tanda syok :

a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)

a. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg

b. Pucat

c. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap

d. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih

e. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran

f. Urine yang sedikit (< 30 cc/ jam)

2.2.5. Diagnosis

Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata

perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan

fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu
16

diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga

masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah,

tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi

pemberian darah pengganti.

2.2.6. Pencegahan Atonia Uteri

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan

pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut

sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan

dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya

yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani

seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia

uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi

lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit

per liter IV drip 100-150 cc/jam.

Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai

uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.

Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai

waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada

membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada

pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding

oksitosin.
17

2.2.7. Langkah-Langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.

Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat

hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan

klinisnya, dapat dilihat pada Tabel 2.1 :

Tabel 2.1. Langkah-Langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri

No Langkah Penatalaksanaan Alasan


1 Masase fundus uteri segera Masase merangsang kontraksi uterus.
setelah lahirnya plasenta Saat dimasase dapat dilakukan penilaia
(maksimal 15 detik) kontraksi uterus
2 Bersihkan bekuan darah adan Bekuan darah dan selaput ketuban dalam
selaput ketuban dari vaginadan vagina dan saluran serviks akan dapat
lubang servik menghalang kontraksi uterus secara baik.
3 Pastikan bahwa kantung kemih Kandung kemih yang penuh akan dapat
kosong,jika penuh dapat menghalangi uterus berkontraksi secara
dipalpasi, lakukan kateterisasi baik.
menggunakan teknik aseptik
4 Lakukan Bimanual Internal Kompresi bimanual internal memberikan
(KBI) selama 5 menit tekanan langsung pada pembuluh darah
dinding uterusdan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
5 Anjurkan keluarga untuk Keluarga dapat meneruskan kompresi
mulai membantu kompresi bimanual eksternal selama penolong
bimanual eksternal melakukan langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan- Menghindari rasa nyeri
lahan
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM Ergometrin dan misopostrol akan bekerja
(kontraindikasi hipertensi) atau dalam 5-7 menit dan menyebabkan
misopostrol 600-1000 mcg kontraksi uterus
8 Pasang infus menggunakan Jarum besar memungkinkan pemberian
jarum 16 atau 18 dan berikan larutan IV secara cepat atau tranfusi
500cc ringer laktat + 20 unit darah. RL akan membantu memulihkan
oksitosin. Habiskan 500 cc volume cairan yang hilang selama
pertama secepat mungkin perdarahan.oksitosin IV akan cepat
merangsang kontraksi uterus.
9 Ulangi kompresi bimanual KBI yang dilakukan bersama dengan
internal ergometrin dan oksitosin atau
misopostrol akan membuat uterus
berkontraksi
18

Table 2.1 (Lanjutan)

10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama 1


sampai 2 menit, hal ini bukan atonia
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan
gawat darurat di fasilitas yang mampu
melaksanakan bedah dan tranfusi darah
11 Dampingi ibu ke tempat Kompresi uterus ini memberikan tekanan
rujukan. Teruskan melakukan langung pada pembuluh darah dinding
KBI uterus dan merangsang uterus
berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU RL dapat membantu memulihkan
oksitosin dalam 500 cc larutan volume cairan yang hilang akibat
dengan laju 500 cc/ jam perdarahan. Oksitosin dapat merangsang
sehingga menghabiskan 1,5 I uterus untuk berkontraksi.
infus. Kemudian berikan 125
cc/jam. Jika tidak tersedia
cairan yang cukup, berikan
500 cc yang kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan
minum untuk rehidrasi

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini

(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi

postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol

perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme

ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-

serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi

daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut

miometrium tersebut tidak berkontraksi.

2.2.8. Manajemen Atonia Uteri (Penatalaksanaan)

1. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu

resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-


19

tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.

Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan

transfusi darah.

2. Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan

menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya

plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika

uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah

perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera

3. Jika uterus tidak berkontraksi maka :

a. Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang

serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong,Lakukan kompresi

bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

b. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan

perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.

c. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai

melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-

lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi);

Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml

RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi

KBI

d. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat,

jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.


20

4. Pemberian Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior

hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat

seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor

oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan

meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan

lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa

diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian

oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping

lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan

secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25

mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM)

atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme

perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini

tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin

F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,

intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25

mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.

Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum

(5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif


21

tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea,

vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan

kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga

kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang

disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan

saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan

kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius

penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.

Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk

mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka

kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan

oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini

untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

5. Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka

keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang

berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika

dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.

Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang

absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan

jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian

avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari

rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri

miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium.


22

Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi

perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,

ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm

dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar

cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang

menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan

bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

6. Ligasi arteri Iliaka Interna

Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk

melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel

dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial

kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan

eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan

benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari

trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan

femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka

adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam

melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi

pasien.

7. Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika

terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif.

Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada

persalinan abdominal dibandingkan vaginal.


23

8. Kompresi bimanual atonia uteri

Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan

tangan telanjang yang telah dicuci.

Teknik :

a. Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan

tidak diperlukan

b. Eksplorasi dengan tangan kiri

Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina

c. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan

menangkap uterus dari belakang atas

d. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar

Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah

aferen sehingga menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual dapat

ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.Biasanya ia sangat

baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan

secara sempurna.

2.3. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Anemia dalam Kehamilan Atobia Uteri


24

2.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri di Desa Sijambur

Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.


25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifar analitik yaitu

untuk mengetahui bagaimana hubungan anemia dalam kehamilan dengan atonia

uteri di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Tobasa tahun 2015.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan akan dilakukan pada bulan Juli 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh ibu bersalin pada bulan Januari s/d Juni 2015 di Desa Sijambur

Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa tahun 2015 sebanyak jumlah 45 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi

sampel (total Sampling) yaitu sebesar 45 orang.

25
26

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan

kuesioner.

b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari

dokumen atau catatan yang diperoleh dari Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Tobasa tahun 2015.

3.5. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur

Definisi Operasional Cara dan Skala Hasil Ukur


Alat Ukur Ukur
1. Anemia dalam kehamilan Pemeriksaan Ordinal 0. < HB = 12 gr%
adalah kondisi ibu dengan HB 1. ≥ HB = 12 gr%
kadar haemoglobin (Hb)
dalam darahnya kurang dari
12 gr%
2. Atonia uteri adalah Pemeriksaan Ordinal 0. Atonia Uteri
myometrium tidak dapat 1. Tidak Atonia
berkontraksi dan bila ini Uteri
terjadi maka darah yang
keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali.
27

3.5. Metode Pengolahan dan Analisa data

3.5.1. Pengolahan Data

Setelah data penelitian terkumpul maka dilakukan proses pengolahan data

meliputi tahap-tahap berikut ini :

1. Editing

Editing dalam penelitian ini berupa kegiatan pengecekan data apakah sudah

lengkap.

2. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan data-data yang telah dikumpulkan menurut

macamnya.

3. Data Entry

Data rntry yaitu proses memasukkan data ke dalam kategori tertentu untuk

dilakukan analisis data dengan menggunakan bantuan komputer.

4. Tabulating

Tabulating adalah langkah memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam

tabel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (Riyanto, 2009).

3.5.2. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif yaitu mendeskripsikan data yang

telah dikumpulkan dan disajikan ke dalam tabel-tabel distribusi frekuensi, lalu

dianalisis dengan menggunakan teori dan kepustakaan yang ada dan yang

berhubungan dengan penelitian.


28

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Sijambur terletak di Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir.

Desa ini merupakan salah satu kecamatan yang terletak di daerah dataran tinggi.

Secara geografis Desa Sijambur mempunyai luas wilayah 14.492 km2 dengan

batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kecamatan ..............

2. Sebelah Selatan : Kabupaten ................

3. Sebelah Barat : Kecamatan .................

4. Sebelah Timur : Kecamatan ..................

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: umur,

pendidikan dan pendidikan.

4.2.1. Umur Responden

Untuk melihat umur responden di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 4.1 :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden Di Desa Sijambur


Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir

No Umur f %
1 > 20 tahun 3 6,7
2 20-35 tahun 29 64,4
3 > 35 tahun 13 28,9
Jumlah 45 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa umur responden lebih banyak

dengan umur 20-35 tahun sebanyak 29 orang (64,4%), umur > 35 tahun sebanyak
29

13 orang (28,9%) dan lebih sedikit dengan umur > 20 tahun sebanyak 3 orang

(6,7%).

4.2.2. Pendidikan Responden

Untuk melihat pendidikan responden di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 4.2 :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Desa Sijambur


Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir

No Umur f %
1 SD 3 6,7
2 SMP 16 35,6
3 SMA 21 46,7
3 PT 5 11,1
Jumlah 45 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan responden lebih

banyak dengan pendidikan SMA sebanyak 21 orang (46,7%), pendidikan SMP

sebanyak 16 orang (35,6%), pendidikan PT sebanyak 5 orang (11,1%) dan lebih

sedikit dengan pendidikan SD sebanyak 3 orang (6,7%).

4.2.3. Pekerjaan Responden

Untuk melihat pekerjaan responden di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 4.3 :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Desa Sijambur


Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir

No Pekerjaan f %
1 IRT 4 8,9
2 Petani 25 55,6
3 Berdagang 16 35,6
Jumlah 45 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan responden lebih

banyak dengan petani sebanyak 25 orang (55,6%), berdagang sebanyak 16 orang

(35,6%) dan lebih sedikit dengan IRT sebanyak 4 orang (8,9%).


30

4.3. Analisis Univariat

Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: anemia dan

atonia uteri.

4.3.1. Anemia

Untuk melihat anemia responden di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 4.4 :

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Anemia Responden di Desa Sijambur


Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir

No Anemia f %
1 Hb < 12 gr% 10 22,2
2 Hb ≥ 12 gr% 35 77,8
Jumlah 45 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kejadian anemia responden

lebih banyak dengan tidak terjadi anemia sebanyak 35 orang (77,8%) dan lebih

sedikit dengan anemia sebanyak 10 orang (22,2%).

4.3.2. Atonia Uteri

Untuk melihat atonia uteri di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 4.5 :

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Atonia Uteri Responden di Desa Sijambur


Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir

No Atonia Uteri f %
1 Atonia uteri 11 24,4
2 Tidak atonia uteri 34 75,6
Jumlah 45 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kejadian atonia uteri lebih

banyak dengan tidak terjadi atonia uteri sebanyak 34 orang (75,6%) dan lebih

sedikit dengan atonia uteri sebanyak 11orang (24,4%).


31

4.4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan anemia

dalam kehamilan dengan atonia uteri di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata

Kabupaten Tobasa.

4.4.1. Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Atonia Uteri di Desa


Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa

Untuk melihat hubungan anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri di

Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa dapat dilihat pada Tabel

4.6:

Tabel 4.6. Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Atonia Uteri di


Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa
Atonia Uteri
No Anemia Atonia Tidak Total RP Nilai
Uteri Atonia (95% CI) p
Uteri
n % n % N %
1 Hb < 12 gr% 7 70,0 3 30,0 10 100,0 6,125 0,001
2 Hb ≥ 12 gr% 4 11,4 31 88,6 35 100,0 2,236-16,775

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 10 orang dengan Hb < 12

gr% terdapat atonia uteri sebanyak 7 orang (70,0%) dan tidak atonia uteri

sebanyak 3 orang (30,0%). Sedangkan dari 35 orang dengan Hb ≥ 12 gr% terdapat

atonia uteri sebanyak 4 orang (11,4%) dan tidak atonia uteri sebanyak 31 orang

(88,6%).

Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa terdapat 25% sel

expected < 5 maka sebaiknya mempergunakan uji eksak Fisher. Dari hasil uji

Eksak Fisher diperoleh nilai p=0,001 < 0,05 maka dapat disimpulkan ada

hubungan anemia antara ibu dengan atonia uteri dengan ibu tidak atonia uteri (ada

hubungan yang signifikan antara anemia dengan atonia uteri). Dari hasil analisis

diperoleh pula nilai RP 6,1 (95% CI = ,236-16,775) artinya ibu dengan kejadian
32

anemia mempunyai hubungan 6,1 kali terjadi atonia uteri dibandingkan ibu

dengan tidak anemia.


33

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Anemia

Hasil penelitian tentang variabel anemia ditemukan ibu dengan kadar Hb <

12 gr% sebesar 22,2%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian anemia pada ibu

Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa tergolong tinggi. Keadan ini

perlu mendapat perhatian agar pada saat ibu hamil lebih memperhatian gizi

sewaktu hamil untuk mencegah terjadinya anemia, karena anemia pada ibu hamil

bukan tanpa resiko.

Pemerintah telah melakukan program pencegahan anemia pada ibu hamil

dengan pemberian tablet besi (Fe) secara gratis kepada semua ibu hamil untuk

mencegah terjadinya anemia terutama pada masa kehamilan. Tindakan yang

dilakukan adalah pendistribusian tablet Fe melalui Posyandu, Polindes, dan

Puskesmas. Selain itu melibatkan peran serta dari petugas kesehatan seperti;

bidan, perawat hingga kader Posyandu dapat mengurangi jumlah ibu hamil yang

mengalami anemia dengan meningkatkan pengetahuan tentang manfaat tablet

besi, meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi tablet besi, dan juga diperlukan

sistem evaluasi dan monitoring yang dapat dipercaya

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, angka anemia

berkisar 24,5%. Anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh yang kurang

baik bagi ibu, baik dalam masa kehamilan, persalinan, maupun nifas, seperti

abortus, partus prematur, partus lama, inersia uteri, perdarahan post partum karena

atonia uteri, syok, infeksi baik intra partum maupun post partum bahkan sampai
34

dapat menyebabkan kematian ibu. Anemia penyebab gangguan pembekuan darah

yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.

Menurut penelitian tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan

anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel

tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia

meningkatkan frekuaensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Resiko

kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka

kematian perinatal meningkat. Perdarahan antepartum dan post partum lebih

sering di jumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab

wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.

Menurut Yeyeh (2010) bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi

dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan

kehamilan (abortus, partus immatur atau prematur), gangguan proses persalinan

(atonia, partus lama, perdarahan), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim,

daya tahan terhadap infeksi, stress, dan produksi ASI rendah), dan gangguan pada

janin (dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian periinatal, dll).

5.2. Atonia Uteri

Hasil penelitian tentang variabel atonia uteri ditemukan ibu mengalami

atonia uteri sebesar 24,4%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian atonia uteri pada

ibu Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa tergolong tinggi.

Keadan ini perlu mendapat perhatian agar pada waktu bersalin mengurangi

kejadian atonia uteri.

Menurut Apri (2007) bahwa pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat

mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
35

mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III

dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan

transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya

yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani

seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia

uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi

lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit

per liter IV drip 100-150 cc/jam.

5.3. Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Atonia Uteri di Desa


Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa
Hasil penelitian tentang variabel anemia ditemukan dengan kadar Hb < 12

gr% dengan kejadian atonia uteri sebesar 70,0%. Uji statistik Eksak Fisher

menunjukkan variabel umur nilai p < 0,05 dengan RP 6,1 (95% CI = 2,236-16,775)

berhubungan dengan atonia uteri. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan

semakin tinggi ibu anemia saat kehamilan akan meningkat kejadian atonia uteri.

Pada penelitian ini perlu pelaksanaan penyuluhan kepada ibu bahwa perlu

pemakaian pencegahan atonia uteri saat hamil.

Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat

kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif

seperti: 1) gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel

otak, 2) kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang

ditransfer ke sel tubuh maupun otak. Sehingga dapat memberikan efek yang buruk

baik pada ibu maupun bayi yang dilahirkan (Manuaba,2001).


36

Menurut Anderson, S (1994), anemia mempengaruhi kerja dari tiap organ

tubuh manusia karena jumlah oksigen yang diikat dalam darah kurang. Karena

oksigen yang diikat dalam darah kurang, maka akan mempengaruhi kerja otot

uterus untuk mengadakan kontraksi sehingga menyebabkan atonia uteri.

Hasil penelitian Ayu Wuryanti (2010) tentang hubungan antara anemia

dalam kehamilan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri di RSUD

Wonogiri diperoleh bahwa berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai p= 0,008

< 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara anemia dalam

kehamilan dengan perdarahan postpartum karena atonia uteri.

Menurut asumsi peneliti bahwa anemia menjadi salah satu pemicu

terjadinya atonia uteri, karena jumlah oksigen yang diikat dalam darah kurang.

Sehingga jumlah oksigen yang dikirim ke uterus pun kurang. Hal ini

menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul

atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan postpartum.


37

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Kesimpulan

1. Kejadian anemia pada ibu di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten

Toba Samosir sebesar 22,2%.

2. Kejadian atonia uteri di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba

Samosir sebesar 24,4%.

3. Terdapat hubungan anemia dalam kehamilan dengan atonia uteri di Desa

Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Tobasa

6.2. Saran

1. Bagi petugas kesehatan Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba

Samosir agar melakukan pengawasan yang pada ibu hamil untuk mengurangi

resiko kejadian anemia.

2. Bagi ibu di Desa Sijambur Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir agar

mengkonsumsi zat besi selama hamil untuk mencegah anemia.


38

DAFTAR PUSTAKA

Aimee, et al., 2010. Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leiomyomata by 35 Years of Age in the Sister Study.
Environmental Health Perspectives. Volume 118. No. 3. Pages 375-380.

Anonim, 2011. Uterine Fibroids, Active Component Females, U.S. Armed Forces,
2001-2010. Medical Surveillance Monthly Report. Volume 18, No. 12.
Pages 10-13.

Benson, Ralph. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta :
Penerbit EGC.

Copaescu, C., 2007. Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume 102,


No. 2, March-April 2007. Romanian.

Hadibroto., R.Budi., 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara, Volume


38, No. 3, September 2005. Medan.

Hart D.M, Norman J, 2001. Gynecology Illustrated.5th Edition. UK: Churchill


Livingstone

James R., Md. Scott, Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md.
Haney, David N, 2003.Danforth By Lippincott Williams & Wilkins
Publishers; 9th edition:475

JK, Park et al., 2005. A Clinical Analysis of Uterine Myoma. Korean Journal
Obstetric Gynecology. Volume 48, No. 2. Pages 436-445.

Kumar Vinay,Abbas Abul K, Fausto Nelson, Mitchell Richard N, Robbins Basic


Pathology, 8th Edition, Philadelphia, USA, Saunders Elsevier 2007,
Chapter 19 The Female Genital System and Breast: 724-725.

Kurniasari, T., 2010. Karakteristik Mioma Uteri Di RSUD Dr. Moewardi


Surakarta Periode Januari 2009 – Januari 2010. Laporan Penelitian
Mahasiswa FK UNS.

Laughlin et al., 2009. Prevalence of Uterine Leiomyomas in the First Trimester of


Pregnancy : An Ultrasound-Screening Study. Journal of Obstetric and
Gynaecology. Volume 113. Issue 3. Pages 630-635

Lefebvre, et al., 2003. The Management of Uterine Leiomyomas. Journal


Obstetric Gynecologic Canada, No 128, Pages 396-405.

Martin L. Pernoll, 2001.Benson & Pernoll’s handbook of Obstetrics &


Gynecology. USA: McGraw-Hill:619-625

29
39

Muzakir, 2008. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006. Laporan Penelitian.

Ohonsi, A, Amole, et al., 2011. Surgical Management of Uterine Fibroids at


Aminu Kano Teaching Hospital. Hindawi Publishing Corporation
Obstetrics and Gynecology International. Volume 2012. Pages 1-6.

Ompusunggu, Miranti., 2009. Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap di


RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2008. Skripsi Mahasiswa FKM
USU Medan.

Parker WH. 2007, Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas.


Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of
Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine.

Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S, 2007. Ilmu kandungan. Edisi II.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005. 338-345.

Purba, C, Merry., 2009. Karakteristik Penderita Mioma Uteri yang Dirawat Inap
di rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2004-2008. Skripsi
Mahasiswa FKM USU Medan.

Randell, et al., 2006. Fracture Risk and Bone Density of Peri – and Early
Postmenopausal Women with Uterine Leiomyoma. Maturitas. Volume 53,
No. 3, February 2006, Finland.

Whiteman et al., 2008. Inpatient Hysterectomy Surveillance in The United States,


2000-2004. American Journal of Obstetric and Gynecology. Volume 198,
No. 134, pages 1-7.

Wise, Lauren, et al., 2009. A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of
Uterine Leiomyomata. American Journal of Epidemiology. Vol. 171 No.
2. Pages 221-232.

Yilmaz et al., 2009. Assessment of the predictivity of preoperative serum CA 125


in the differential diagnosis of uterine leiomyoma and uterine sarcoma in
the Turkish female. European Journal of Gynaecological Oncology.
Volume 30. No. 4. Pages 412-414
40

KUESIONER

KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RSUP HAJI ADAM


MALIK MEDAN TAHUN 2015.

A. Indentitas Responden
1. Nama : ………………
2. Umur : ………………
3. Pekerjaan : ………………

B. Data Khusus :
1. Berat Badan : ………….. kg
2. Jumlah anak : ………….. orang
41

MASTER DATA

No Umur Pendidikan Pekerjaan Anemia Mioma Uteri


1 1 2 1 1 1
2 2 3 2 0 0
3 0 2 2 1 1
4 2 3 1 1 1
5 1 2 2 1 1
6 1 3 2 1 1
7 1 3 2 0 0
8 2 1 1 1 0
9 1 2 2 1 1
10 2 1 2 1 1
11 2 0 2 0 0
12 2 1 1 1 0
13 1 2 0 1 0
14 2 3 1 1 1
15 2 2 2 1 1
16 2 2 1 1 1
17 1 2 2 1 1
18 2 2 2 1 1
19 2 2 1 1 1
20 0 2 1 0 1
21 1 2 1 0 0
22 1 1 1 0 0
23 1 2 2 1 1
24 1 2 2 1 1
25 1 1 1 1 1
26 1 2 0 0 0
27 1 2 1 1 1
28 1 1 2 1 1
29 2 2 2 1 1
30 1 1 1 1 1
31 2 1 1 1 1
32 1 2 1 1 1
33 1 0 1 1 1
34 1 2 1 1 1
35 1 2 0 0 0
36 1 2 1 1 1
37 1 1 2 1 1
38 1 1 1 1 1
39 0 1 1 1 1
40 1 1 1 1 1
42

41 1 1 1 1 1
42 1 1 1 1 1
43 1 0 0 0 1
44 1 1 1 0 1
45 1 1 1 1 0
43

Frequencies

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid > 20 tahun 3 6.7 6.7 6.7
20-35 tahun 29 64.4 64.4 71.1
> 35 tahun 13 28.9 28.9 100.0
Total 45 100.0 100.0

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid SD 3 6.7 6.7 6.7
SMP 16 35.6 35.6 42.2
SMA 21 46.7 46.7 88.9
PT 5 11.1 11.1 100.0
Total 45 100.0 100.0

pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT 4 8.9 8.9 8.9
Petani 25 55.6 55.6 64.4
Berdagang 16 35.6 35.6 100.0
Total 45 100.0 100.0

Anemia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 12 gr% 10 22.2 22.2 22.2
> = 12 gr% 35 77.8 77.8 100.0
Total 45 100.0 100.0

Atonia Uteri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Atonia Uteri 11 24.4 24.4 24.4
Tidak Atonia Uteri 34 75.6 75.6 100.0
Total 45 100.0 100.0
44

Crosstabs
Anemia * Atonia Uteri Crosstabulation
Atonia Uteri
Tidak Atonia
Atonia Uteri Uteri Total
Anemia < 12 gr% Count 7 3 10
Expected Count 2.4 7.6 10.0
% within Anemia 70.0% 30.0% 100.0%
> = 12 gr% Count 4 31 35
Expected Count 8.6 26.4 35.0
% within Anemia 11.4% 88.6% 100.0%
Total Count 11 34 45
Expected Count 11.0 34.0 45.0
% within Anemia 24.4% 75.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 14.447 1 .000
b
Continuity Correction 11.450 1 .001
Likelihood Ratio 12.959 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear 14.126 1 .000
Association
N of Valid Cases 45
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.44.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Anemia (< 12 gr% / > = 18.083 3.281 99.674
12 gr%)
For cohort Atonia Uteri = Atonia Uteri 6.125 2.236 16.776

For cohort Atonia Uteri = Tidak Atonia .339 .130 .879


Uteri
N of Valid Cases 45
45

KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RSUP HAJI ADAM


MALIK MEDAN TAHUN 2015

PROPOSAL

OLEH :
………………………………..
NIM ……………….

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS DARMA AGUNG
MEDAN
46

2015

Anda mungkin juga menyukai