Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SINDROM STEVENS-JOHNSON
Oleh :
201620401011123
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat
serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
kasih yang tak terhingga kepada dr. Andri Catur Jatmiko, Sp. KK. Juga kepada
seluruh tenaga medis maupun non-medis RSUD Jombang dan seluruh teman-
teman dokter muda di RSUD Jombang, atas dukungan serta doanya. Laporan
kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati penulis mohon
pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga
Salah satu penyakit kulit yang akhir-akhir ini insidennya semakin meningkat
adalah sindrom steven johnson karena salah satu penyebabnya adalah alergi obat
dan sekarang semua obat dapat diperoleh secara bebas (Djuanda & hamzah,
2013).
yang ditandai dengan adanya nekrosis dan pengelupasan epidermis yang luas dan
tubuh dan ekstremitas superior, kemudian meluas dengan cepat menjadi bula
Angka kematian SSJ dan NET cukup tinggi, dari data yang ada, angka
kematian pada kasus SSJ sekitar 1-5%. Berkaitan dengan tingginya angka
diagnosis yang cepat, identifikasi obat penyebab yang cepat, perawatan di ruang
2016).
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat; kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai
nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas. Kedua penyakit ini mirip dalam
sehingga saat ini digolongkan dalam proses yang identik, hanya dibedakan
berdasarkan keparahan saja (Allanore, 2012; Perdoski, 2017). Pada SSJ, terdapat
epidermolisis sebesar <10% luas permukaan badan, sedangkan pada NET >30%.
2.2 Epidemiologi
jarang, SSJ/NET adalah penyakit yang mematikan; pada kasus yang berat fase
22% (Creamer, 2016). Insiden SSJ diperkirakan 1-6 kasus/juta orang per tahun,
mortalitas 30% pasien. Baik SSJ maupun NET dapat menyerang semua usia
5
maupun ras. Kasus NET lebih banyak terjadi pada wanita, sementara SSJ lebih
banyak terjadi pada laki-laki. Insiden meningkat seiring usia dan kelompok resiko
juga pada dewasa. Hal ini berhubungan dengan kasus SSJ yang biasanya
disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum
2.3 Etiologi
diketahui obat-obatan adalah etiologi utama yang dapat terjadi pada orang dewasa
atau anak-anak. Terdapat lebih dari 100 obat yang dikenal sebagai penyebab
SSJ/NET. Sebuah penelitian case control mengevaluasi resiko SSJ dan NET yang
penyebab paling umum dari SSJ dan NET, terutama ketika diresepkan pada dosis
yang sama atau lebih tinggi dari 200 mg per hari (Wong, 2016). Peningkatan dosis
lamotrigin dan nevirapin secara lambat dapat menurunkan gejala ruam, tetapi
tidak ada bukti bahwa hal itu mengurangi risiko terjadinya Epidermal Necrolysis.
Banyak obat anti inflamasi nonsteroid (terutama derivate oxicam dan diklofenak)
yang diduga terkait dengan EN. Juga telah dilaporkan resiko EN jauh lebih rendah
6
pada penggunaan antibiotik non-sulfonamide seperti aminopenicillins, kuinolon,
faktanya obat bukan satu-satunya penyebab EN, tetapi masih ada sedikit bukti
bahwa infeksi bisa mendasari lebih dari sebagian kecil persentase kasus EN
(Allanore, 2012). Beberapa faktor pencetus SSJ seperti: infeksi (virus, jamur,
(Allanore, 2012)
Dipercaya bahwa obat adalah penyebab utama SSJ (50 hingga 80% kasus)
dan NET (sekitar 80%), meskipun penyakit ini juga dapat dipicu oleh infeksi dan
7
keganasan. Obat yang paling umum adalah sulfonamide dan penicillins (26%) dan
agen infeksi yang paling sering dikaitkan adalah virus herpes simplex (19,7%).
Sementara obat-obatan dan kanker lebih terkait dengan pasien dewasa, infeksi
adalah penyebab utama pada anak-anak: diperkirakan bahwa setengah dari pasien
yang didiagnosis dengan SJS memiliki infeksi saluran pernapasan atas baru-baru
2.4 Patofisiologi
yang penting dalam perkembangan SSJ dan NET. Walaupun interaksi Fas-FasL
keratinosit.
masif. Reaksi ini dicetuskan sel T CD4+ dan CD8+ yang menghasilkan mediator
dijumpai adanya CD8+ killer lymphocytes (sel NK) pada epidermis dan CD4+
pada dermis pada reaksi bulosa yang berat, dijumpai sel CD8+ pada epidermis.
Jumlah sel CD4+ ini dijumpai meninggi pada darah perifer penderita SSJ ataupun
melalui perforin dan granzyme B, tidak melalui Fas atau Trail. Jadi ikatan obat
dan protein akan diproses, kemudian akan dipresentasikan oleh sel penyaji antigen
(APC) ke sel naive yang akan menghasilkan reaksi toleran atau reaksi efektor
8
seperti gejala hipersensitivitas. Ekspansi dari CD8+ ini spesifik terhadap obat,
reaktif. Sitokin penting seperti IL-6, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), dan Fas
ligand (Fas-L) juga ada pada lesi kulit SSJ/NET (Chung, 2010; Harr, 2010;
Peran dari FasL pada SSJ dan NET masih kontroversial. Fas dikatakan
menyebabkan kematian sel melalui ikatannya. Tampaknya makin jelas saat ini
bahwa peningkatan level FasL dapat ditemukan pada serum pasien dengan SSJ
dan NET, dan levelnya meningkat secara konsisten ketika sebelumnya terdapat
keratinosit. Ketika limfosit T sitotoksik kontak dengan sel target, terjadi aktivasi
Protein). FADD merupakan molekul yang melekat pada Fas dan prokaspase 8,
9
ini kemudian mengalami autoaktivasi membentuk kaspase 8 yang selanjutnya
Jalur lainnya yaitu melalui perforin/granzyme. Ketika sel target dikenali, sel
SSJ dan NET yang diinduksi karbamazepin tetapi tidak dengan erupsi
dikenal sebagai reaksi obat dengan eosinofilia dan gejala sistemik atau DRESS).
100% pasien SSJ yang diinduksi karbamazepin tetapi hanya sebesar 3% dari
B*1502 terjadi pada 10-15% individu dari Cina selatan, Thailand, Malaysia,
Indonesia, Filipina, Taiwan, dan mempunyai angka prevalensi 2-4% lebih tinggi
di kelompok Asia selatan lainnya termasuk India (Chung, 2010; Knowless, 2009).
10
Gambar 2.1
Apoptosis keratinosit yang diinduksi sinaps imun dari interaksi obat
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas
prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri
tenggorok.
Pada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa: Kelainan kulit, kelainan selaput
a. Kelainan Kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memcah hingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu juga
ialah pada mukosa mulut (100%), kemudian disusul oleh kelainan di lubang
alat genital (50%), sedangkan lubang hidung dan anus jarang (masing-
11
Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat
c. Kelainan Mata, merupakan 80% diantara semua kasus; yang tersering ialah
Hamzah, 2013).
obat. Sebelum terjadi lesi kulit, dapat timbul gejala non-spesifik, misalnya
demam, sakit kepala, batuk/pilek dan malaise selama 1-3 hari. Lesi kulit tersebar
secara simetris pada wajah, badan dan bagian proksimal ekstremitas, berupa
makula eritematosa atau purpurik, dapat pula dijumpai lesi target. Dengan
sehingga terjadi bula kendur dengan tanda Nikolsky positif. Keparahan dan
epidermolisis. Lesi pada mukosa berupa eritema dan erosi biasanya dijumpai
minimal pada 2 lokasi, yaitu mulut dan konjungtiva, dapat juga ditemukan erosi di
mukosa genital. Erupsi timbul mendadak. Gejala bermula di mukosa mulut berupa
lesi bulosa atau erosi, eritema, disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk
12
trias: stomatitis, konjungtivitis, urethritis. Gejala prodormal tak spesifik, dapat
berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat menyembuh dalam 3-4 minggu
organ dalam juga dapat terjadi, namun jarang, misalnya paru, saluran cerna, dan
Gambar 2.2
Gejala Klinis pada Sindrom Steven Johnson (Creamer, 2016)
Gambar 2.3
Gejala Klinis bagian Kulit dan Mata pada SSJ-NET (Creamer, 2016)
13
Gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema,
pada kepala yang berambut. Efloresensi syndrom steven johnson adalah eritema
berkembang menjadi urtikaria atau lesi papular berbentuk target dengan pusat
ungu, atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Purpura (ptekie), vesikel dan bula,
numular sampai dengan plakat. Erosi, ekskoriasi, perdarahan dan krusta berwarna
Gambar 2.4
Sindroma Stevens Johnson (Murtiastutik, 2009)
Manifestasi kulit
Erupsi biasanya muncul secara simetris pada wajah, tubuh bagian atas, dan
bawah biasanya tidak terkena, namun ruam dapat dengan cepat menyebar ke
14
Gambar 2.5
A. Fase dini eksantema dengan Nikolsky’s Sign. B. Nikolsky’s Sign (Allanore,
2012; F Yau, 2016)
Gambar 2.6
A. Erosi luas dan nekrosis bibir bawah dan mukosa mulut. B. Erosi masif ditutupi
oleh krusta di bibir. Perhatikan juga pelepasan bulu mata (Allanore, 2012)
Ruam prodorma
Serupa dengan morbili atau erythema multiforme, atau eritema yang luas.
Manifestasi dini
permukaan yang keriput yang meluas dan bergabung menjadi satu, berbentuk
tidak beraturan. Epidermis dapat terlepas berbentuk seperti kertas. Bula yang
15
muncul lembek yang bila ditekan menjadi bergeser (nikolsky’s sign) pada area
yang eritema. Apabila terkena trauma, bula terserbut akan pecah dan dasar bula
akan terekspos, tampak merah dan mengeluarkan cairan, mirip dengan luka bakar
derajat dua.
Pasien diklasifikasikan menjadi satu dari tiga grup tergantung dari jumlah
area dimana terdapat lisis permukaan kulit. Pada SSJ epidermolisis terjadi pada
<10% luas permukaan tubuh, SSJ-NET overlapping pada 10-30% luas permukaan
Gambar 2.7
Purpura luas disertai epidermolisis
muncul, dan tumbuh sempurna dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu. Area
dengan tekanan dan dan area disekitar orificium sembuh lebih lambat
dibandingkan dengan area lain. Kulit yang tidak terkelupas saat fase awal akan
16
terkelupas pada fase ini (misal pada telapak tangan dan telapak kaki). Kuku dan
Distribusi lesi
Eritema pada awalnya muncul pada wajah dan ekstremitas, lalu bergabung
menjadi satu dalam waktu beberapa jam atau hari. Terkelupasnya epidermis dapat
terjadi secara generalisata. Kulit kepala, telapak tangan, dan telapak kaki mungkin
terjadi lebih ringan atau tidak terkena sama sekali dibandingkan dengan tempat
lainnya. Pada SSJ biasanya tersebar pada anggota gerak dan wajah.
Membran mukosa
90% pasien memiliki lesi pada mukosa yang muncul berupa eritema, erosi
yang nyeri pada bibir, mukosa pipi, konjungtiva, genital, dan kulit anus.
Gambar 2.8
Erosi hemoragik pada bibir dan mukosa oral
Mata
85% pasien memiliki lesi pada konjungtiva yang muncul berupa hiperemis,
17
Gambar 2.9
Lesi pada konjungtiva yang hebat
Manifestasi sistemik
- Sesak nafas
- Kelemahan
- Hipotensi
- Takikardia
18
2.6 Diagnosis
perjalanan penyakit, disertai hubungan waktu yang jelas dengan konsumsi obat
tersangka, dan gambaran klinis lesi kulit dan mukosa. Diagnosis SSJ ditegakkan
bila epidermiolisis hanya ditemukan pada <10% LPB, NET bila epdermiolisis
>30% LPB dan overlap SSJ-NET bila epidermiolisis 10%-30% LPB (Menaldi,
Gambar 2.10
Epidermolisis SSJ-NET (Creamer, 2016)
19
Gambar 2.11
Body Surface Area (BSA) (F Yau, 2016).
Anamnesis
Jangka waktu pemberian obat sampai timbul kelainan kulit (beberapa saat,
Pemeriksaan laboratorium
20
Pemeriksaan elektrolit
Histopatologi
dari perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh.
Kelainan berupa:
Gambar 2.12
Histopatologi SSJ/NET.
Ada beberapa keratinosit apoptosis sepanjang ketebalan epidermis, dan
pembelahan subepidermal yang membentuk bulla. Ada infiltrasi limfositik
perivaskular di dalam dermis (Creamer, 2016).
21
2.7 Diagnosis Banding
2. Pemfigus Vulgaris
4. Pemfigoid Bulosa
5. Pemfigus Paraneoplastik
NET SSSS
22
Fixed Drug Eruotion
Gambar 2.13
Diagnosis Banding SSJ
Tabel 2.2 Diagnosis Banding Sindroma Stevens-Johnson
Sindroma Stevens Nekrolisis Staphylococcal Fixed Drug
Johnson (SSJ) Epidermal Toksik Scalded Skin Eruption
(NET) Syndrome (SSSS)
Definisi SSJ merupakan reaksi NET merupakan SSSS adalah FDE adalah reaksi
mukokutan akut yang reaksi mukokutan infeksi kulit oleh hipersensitivitas
mengancam nyawa, akut yang Staphylococus terhadap obat
ditandai dengan mengancam nyawa, aureus tipe dengan
nekrosis epidermis ditandai dengan tertentu dengan manifestasi pada
yang luas sehingga nekrosis epidermis ciri khas ialah kulit yang dapat
terlepas. SSJ termasuk yang luas sehingga terdapatnya disertai maupun
penyakit kulit dan terlepas. NET atau epidermiolisis. tidak keterlibatan
mukosa yang akut dan sindroma Lyell mukosa.
berat, yang merupakan
diakibatkan oleh reaksi penyakit yang akut
intolerans terhadap dan berat ditandai
pbat dan infeksi. eritem, vesikel,
bula, erosi, purpura,
dan epidermolisis
yang luas.
Etiologi Penyebab SSJ banyak, Obat: Sulfonamide, Staphylococus Obat penyebab
tetapi obat merupakan fenilbutazone, aureus grup II yang sering
penyebab utama. Di piroxicam, faga 52,55, dan menyebabkan
samping itu infeksi, hydantoin, atau faga 71. FDE adalah
vaksinasi, kadang- allopurinol, aspirin, tetrasiklin,
23
kadang menyebabkan carbamazepin, naproxen,
timbulnya SSJ. antibiotik metamizol.
Beberapa obat sebagai (penicilin,
penyebab antara lain tetrasiklin,
preparat sulfa terutama rifampicine),
long acting antitoksin tetanus.
sulfonamide, beberapa Virus: varisela,
antibiotik herrpes, vaksinasi
(tetracycline, polio
penicilin), allopurinol, Keganasan:
dan anti konvulsi. limfoma, leukemia.
Gejala Terdapat gejala Terdapat gejala Demam tinggi Lesi berupa
prodormal dan prodormal dan disertai infeksi makula atau plak
Klinis
nikolsky sign positif. nikolsky sign saluran nafas atas. eritema-keunguan
Erupsi timbul positif. Erupsi Kelainan kulit dan kadang
mendadak. Gejala timbul mendadak. yang pertama disertai
bermula di mukosa Gejala bermula di timbul adalah vesikel/bula pada
mulut berupa lesi mukosa mulut eritema yang bagian tengah lesi
bulosa atau erosi, berupa lesi bulosa timbul mendadak sehingga sering
eritema, disusul atau erosi, eritema, pada wajah, leher, menyerupai
mukosa mata, genetlia disusul mukosa aksila, dan lipat eritema
sehingga terbentuk mata, genetlia paha, kemudian multiforme.
trias: stomatitis, sehingga terbentuk menyeluruh Predileksi
konjungtivitis, trias: stomatitis, dalam waktu 24 tersering di
urethritis. Gejala konjungtivitis, jam. Dalam waktu daerah bibir,
prodormal tak spesifik, urethritis. Gejala 24-48 jam akan tangan, dan
dapat berlangsung prodormal tak timbul bula besar genitalia.
hingga 2 minggu. spesifik, dapat berdinding Kemudian bercak
Keadaan ini dapat berlangsung hingga kendur. Nikolsky meninggalkan
menyembuh dalam 3-4 2 minggu. Keadaan positif. Dalam 2-3 hiperpigmentasi
minggu tanpa sisa, ini dapat hari tampak yang lama
beberapa penderita menyembuh dalam daerah erosif. menghilang.ciri
mengalami kerusakan 3-4 minggu tanpa Daerah tersebut khas FDE
mata permanen. sisa, beberapa akan mengering berulang pada
Keterlibatan organ penderita dalam beberapa predileksi yang
24
dalam juga dapat mengalami hari dan terjadi sama setelah
terjadi, namun jarang, kerusakan mata deskuamasi. pajanan obat
misalnya paru, saluran permanen. Meskipun bibir penyebab.
cerna, dan ginjal. Pada Keterlibatan organ sering dikenai,
SSJ terdapat dalam juga dapat tetapi mukosa
epidermolisis < 10% terjadi, namun jarang diserang.
LPB. jarang, misalnya Penyembuhan
paru, saluran cerna, akan terjadi dalam
dan ginjal. Pada 10-14 hari tanpa
NET terdapat disertai sikatriks.
epidermolisis >30%
LPB.
Penatala Melakukan deteksi Melakukan deteksi Kortikosteroid Menghentikan
dini dan penghentian dini dsn tidak perlu obat penyebab.
ksanaan
obat segera, serta penghentisn obst diberikan. Terapi sistemik:
perawatan suportif segera, serta Pengobatannya Kortikosteroid,
mencangkup perawatan suportif ialah antibiotik antihistamin, dan
mempertahankan mencangkup misalnya pemberian terapi
keseimbangan cairan, mempertahankan kloksasilin 3x 250 sistemik lain
elektrolit, suhu keseimbangan mg untuk dewasa penggunaan
lingkungan yang cairan, elektrolit, sehari per oral. siklosporin,
optimal 28-30 derajat suhu lingkungan Obat lain yang plasmafaresis, dan
celsius, nutrisi sesuai yang optimal 28-30 dapat diberikan imunoglobulin
dengan kebutuhan dan derajat celsius, ialah klindamisisn intravena.
kemampuan asupan nutrisi sesuai dan sefalosporin
makanan, perawatan dengan kebutuhan gen I. Topikal
mata dan mukosa dan kemampuan dapat diberikan
mulut. Penggunaan asupan makanan, sofratulle atau
kortikosteroid perawatan mata dan krim antibiotik.
sistemik. mukosa mulut.
IVIg, siklosporin A, Penggunaan
siklofosfamid, kortikosteroid
plasmaferesis, dan sistemik.
hemodialisis juga telah IVIg, siklosporin
digunakan di berbagai A,
25
negara dengan hasil siklofosfamid,nplas
yang bervariasi. maferesis, dan
hemodialisis juga
telah digunakan di
berbagai negara
dengan hasil yang
bervariasi.
2.8 Pengobatan
tatalaksana yang optimal berupa: deteksi dini dan penghentian obat segera obat
elektrolit. Pada EN dengan kehilangan cairan akibat erosi yang mana terjadi
yang harus diberikan sesegera mungkin. Suhu lingkungan yang optimal 28-30˚C,
kulit secara aseptik tanpa debridement, perawatan mata dan mukosa mulut. Tidak
superficial tidak ada masalah untuk reepiteliasasi, dan bahkan mungkin proliferasi
setiap 2 jam pada fase akut. Penggantian membran amniotik telah diusulkan
mampu mengurangi gejala sisa yang berat pada mata. Pada mulut seharusnya
diberikan antiseptik atau antijamur beberapa kali dalam sehari. Berbagai terapi
26
spesifik telah dipakai untuk mengatasi penyakit ini, namun belum diperoleh hasil
yang jelas karena sulitnya mengadakan uji klinis untuk penyakit yang jarang ini.
ruang rawat Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM adalah menggunakan
kortikosteroid sistemik untuk setiap kasus SSJ-NET, dengan hasil yang cukup
anti TNF juga telah digunakan di berbagai negara dan hasilnya bervariasi.
sulfonamide, dan antibiotik yang sering juga sebagai penyebab SJS misalnya
kultur kulit, mukosa, dan sputum. Dapat dipakai injeksi gentamisin 2-3x 80 mg iv
Non Medikamentosa
3. Berikan nutrisi secara enteral pada fase akut, baik secara oral maupun
nasogastrik.
27
Medikamentosa
1. Prinsip
2. Topikal
Terapi topikal bertujuan untuk mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi
(debrideman).
3. Sistemik
dan jika nyeri berat dapat diberikan analgesik opiate-based seperti tramadol
Pilihan lain:
28
Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu
Gambar 2.13
Manajemen SSJ
29
2.9 Prognosis
mengancam nyawa berupa sepsis dan multiple organ failure. Prognosis SSJ-NET
(Allanore, 2012)
(Creamer, 2016)
waktu rerata 3 minggu. Gejala sisa yang sering terjadi adalah skar pada mata dan
30
Gambar 2.14
Alur SSJ (Perdoski, 2017)
31
BAB 3
KESIMPULAN
nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas. Sedangkan pada Sindrom steven
johnson itu sendiri memiliki definisi penyakit kulit akut dan berat, terdiri dari
erupsi kulit, kelainan mukosa dan lesi pada mata. Lesi pada kutaneus sering
menunjukkan Nikolsky sign yang positif. Kedua penyakit ini mirip dalam gejala
saat ini digolongkan dalam proses yang identik, hanya dibedakan berdasarkan
keparahan saja. Pada SSJ, terdapat epidermolisis sebesar <10% luas permukaan
badan, sedangkan pada NET >30%. Keterlibatan 10%-30% luas permukaan badan
Beberapa obat sebagai penyebab antara lain preparat sulfa terutama long acting
konvulsi.
perjalanan penyakit, disertai hubungan waktu yang jelas dengan konsumsi obat
tersangka, dan gambaran klinis lesi kulit dan mukosa. Diagnosis SSJ ditegakkan
bila epidermiolisis hanya ditemukan pada <10% LPB, NET bila epdermiolisis
mendadak. Gejala bermula di mukosa mulut berupa lesi bulosa atau erosi, eritema,
32
disusul mukosa mata, genitalia sehingga terbentuk trias: stomatitis, konjungtivitis,
urethritis. Keterlibatan organ dalam juga dapat terjadi, namun jarang, misalnya
paru, saluran cerna, dan ginjal. Pada SSJ terdapat epidermolisis < 10% LPB. Pada
elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada penderita dengan
keadaan umum berat. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi. IVIG dapat
diberikan untuk mencegah kerusakan kulit yang lebih lanjut dan antibiotik
mengancam nyawa berupa sepsis dan multiple organ failure. Prognosis SSJ-NET
dan kelamin, penyakit ini memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk
mendapatakan prognosis yang baik. Bila terdapat purpura yang luas dan
leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk dan
33
DAFTAR PUSTAKA
Chung WH, Hung SI. Genetic markers and danger signals in stevens Johnson
syndrome and toxic epidermal necrolysis. Dalam: Allergology International,
2010;59:325-32
Creamer D, Walsh SA, Dziewulski P. U.K Guidlines for the Management of
Steven-Johnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis in Adults 2016. In
British Journal of Dermatology. 2016
Djuanda Adhi, Mochtar Hamzah, 2013, Ilmu Penyakit Kulit Kelamin, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Harr T, French LE. Toxic Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson Synrome.
Orphanet J Rare Dis. 2010;5:39.
Kim Hye-In, Kim Shin-Woo, Park Ga-Young. Causes and Treatment Outcomes
of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis in 82 Adult
Patients. Department of Internal Medicine, Kyungpook National University
School Of Medicine, Daegu, Korea. 2012
Knowles S, Shear NH. Clinical risk management of stevens Johnson syndrome,
toxic epidermal necrolysis. Dalam: Spectrum; 2009;22:441-451
Mahadi IDR. Sindroma Stevens Johnson. Dalam: Simposium dan Pelatihan
“What’s new in Dermatology”. Banda Aceh, 10 Juli 2010; 1-5
Maja Mockenhaupt, MD, PhD. The Current Understanding of Steven Johnsos
Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. Expert Rev Clin Immunol 7 (6),
803 – 815. 2011
Menaldi SL. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta: 2015
Murtiastutik D, Ervianti E, Suyoso S. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2.
DEP/SMF kesehatan kulit dan kelamin FK Unair/RSUD Dr.Soetomo.
Surabaya. 2009
PERDOSKI. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Panduan Praktis
Klinis. Jakarta. 2017
Rojeau JC, Allanore LV. Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome and
Toxic Epidermal Necrolysis) In: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, 8th Edition. USA: McGraw-Hill. 2012.
34
Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. 2004. EGC. Jakarta.
William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Contact Dermatitis and Drug Eruption. In:
Andrews’ Disease of the Skin Clinical Dermatology, 11th edition. USA :
Sauders Elseviers. 2011 : 285-286
Wong Anthony, Malvestiti, Hafner Mariana, 2015, Stevens-Johnson syndrome
and toxic epidermal necrolysis: a review, Rev Assoc Med Bras, 62, pp. 468-
473.
35