Anda di halaman 1dari 15

KARYA TULIS ILMIAH

UPAYA IBU HAMIL DALAM MENCEGAH PENULARAN HBsAg

TERHADAP ANAK

(NY. S )

OLEH:

Andika

201510300511023

PROGRAM D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hepatitis B adalah merupakan infeksi virus yang disebabkan oleh virus

hepatitis B (HBV) yang menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit akut

maupun kronik dan secara potensial merupakan infeksi hati yang mengancam nyawa

disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (WHO, 2012.)

Hepatitis merupakan peradangan hepar yang disebabkan oleh banyak hal

namun yang terpenting diantaranya adalah keren infeksi virus yang sampai saat ini

telah di identifikasi 6 tipe virus yaitu vrus hepatitis A, B, C, D, E dan G. Hepatitis

juga merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai wanita hamil. Hepatitis

virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2% dari seluruh kehamilan (Rizky,

2015).

Tingginya infeksi hepatitis B tersebut diduga karena rendahnya kesadaran

masyarakat terhadap penyakit hepatitis dan bahkan sebagian besar mungkin tidak

memahami apa yang dimaksut dengan hepatitis (2,8).pengindap infeksi HBV sering

tidak mengetahui bahwa dirinya terinfeksi virus hevatitis karena terinfeksi HBV bisa

tidak menimbulkan gejala hingga dalam jangka panjang yang disebabkan adanya fase

imun toleran (HBsAg dan DNA HBV yang positif tanpa gejala dan tanda,serta

alanine transferase dalam batas normal)dalam perkembangan infeksi HBV

kronis(4).Kondisi ini menjadi dasar pentingnya upaya health promotion dan early

detection dalam strategi pengelolan infeksi HBV. Deteksi dini infeksi HBV di

Indonesia masih belum rutin dikerjakan karena pemeriksaan serologi hepatits belum

tersedia di fasilitas kesehatan tingkat primer, dan biayanya relative mahal untuk

2
masyarakat ekonomi bawah (9). Selama ini belum pernah dilakukan penapisan infeksi

HBV pada ibu hamil, baik secara normal maupun secara regional, termasuk di

malang.Upaya penapisan di Indonesia sangat penting mengingat Indonesia

merupakan negara dengan endemisitas tinggi hepatitis B,terbesar kedua di Asia

tenggara selatan Myanmar. Data riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2013, dari

studi dan uji saring darah donor PMI, diperkirakan di antara 100 orang di Indonesia,

maka 10 diantaranya telah terinfeksi hepatitis B atau C. Dari data tersebut, saat ini

diperkirakan terdapa 28 juta penduduk Indonesi yang terinfeksi hepatitis B dan C, 14

juta di antaranya berpotensi untuk menjadi kronis, dan dari yang kronis tersebut 1,4

juta orang berpotensi untuk menderita kanker hepatoseluler (10). Besarnya masalh

tersebut tentu berdampak terhadap masalah kesehatan masyarakat, produktifitas,

umur harapan hidup dan dampak sosial ekonomi lainnya.

Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk

di Indonesia, yang terdiri dari hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E sering

muncul sebagai kejadian luar biasa, ditularkan secara fecal oral dan biasanya

berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat akut dan dapat

sembuh dengan baik. Sedangkan hepatitis B, C dan D (jarang) ditularkan secara

parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan lalu kanker hati.

Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta

orang diantaranya menjadi pengidap hepatitis B kronik. Indonesia merupakan Negara

dengan endemisitas tinggi hepatitis B, terbesar kedua dinegara south East Asian Region

(SEAR) setelah Myanmar. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas), studi

dan uji saring darah donor PMI maka diperkirakan antara 100 orang Indonesia, 10

diantaranya telah terinfeksi hepatitis B atau C. sehingga saat ini diperkirakan terdapat

28 juta penduduk Indonesia yang teinfeksi hepatitis B dan C, 14 juta diantaranya

3
berpotensi untuk menjadi kronis, dan dari yang kronis tersebut 1,4 juta orang

berpotensi untuk menderita kanker hati. Sebanyak 1,5 juta penduduk meninggal

dunia setiap tahunnya karena hepatitis. Menurut Rinkesdas, prevalensi hepatitis 1,2%

dari penduduk di Indonesia, dimana 1-5% merupakan ibu hamil dengan virus

hepatitis B. Besaran masalah tersebut tentunya akan berdampak sangat besar

terhadap masalah kesehatan masyarakat, produktifitas, umur harapan hidup, dan

dampak social ekonomi lainnya. Setiap tahun terdapat 5,3 juta ibu hamil hepatitis B

(HBsAg) reaktif pada ibu hamil rata-rata 2,7%, maka setiap tahun diperkirakan

terdapat 150 ribu bayi yang 95% berpotensi mengalami hepatitis kronis (sirosis atau

kanker hati) pada 30 tahun. Kasubdit hepatitis dan penyakit infeksi saluran

pencernaan, direktorat pencegahan dan pengendalianpenyakit menular langsung.,

kemenkes RI dr. sedya dwisangka mengatakan berdasarkan riskesda 2017 sebanyak

7,1% penduduk Indonesia mengidap hepatitis B.(Depkes RI, 2014).

Penularan infeksi HBV dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu penularan horizontal

dan vrtikal. Penularan horizontal HBV dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu

penularan perkutan, melalui selaput lender atau mukosa. Mother-to-child-transmission

(MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang menderita hepatitis B akut atau pengidap

prsisten HBV kepada bayi yang dikandungnya atau dilahirkannya. Penularan HBV in-

utero, penularan perinatal dan penularan post natal. Penularan HBV in-utero ini

sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, karena salah satu fungsi dari plasenta

adalah proteksi terhadap bakteri atau virus. Bayi dikatakan infeksi in-utero jika dalam

satu bulan postpartum sudah menunjukkan HBsAg positif (Ajeng, 2017).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di puskesmas Gribig Kota Malang

pada bulan februari 2018. Hasil wawancara dengan ibu hamil, peneliti menemukan

bahwa dari 37 ibu hamil, 2 diantaranya ibu hamil dengan HbSag reaktif.

4
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini

sebagai berikut “Apa saja upaya ibu hamil dalam mencegah penularan HbSAg

terhadap anaknya

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui upaya apa saja pada ibu hamil dalam penecegahan

penularan HBsAg positf.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengidentifikasi upaya ibu hamil dalam upaya pencegahan penularan

HBsAg terhadap anaknya.

1.4. Manfaat Studi Kasus

1.5.1. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai bentuk pengalaman nyata dalam konsep teori dan riset di

lapangan dan sebagai bahan informasi untuk memperluas atau memperkaya

wawasan bagi peneliti maupun pembaca/pemerhati kesehatan masyarakat

khusunya dalam kasus ibu haml dengan HBsAg positif.

1.5.2. Manfaat Bagi Instansi Pendidikan

Manfaat studi kasus untuk instansi pendidikan yaitu hasl studi kasus ini

diharapkan dapat memberikan peningkatan terhadap kualitas asuhan

keperawatan khususnya pada keperawatan maternitas. Peranperawat maternitas

adalah sebagai helath educator, pelaksana pelayanan kesehatan dan sebagai

pengamat kesehatan. Hal ini menjadi penting bagi masyrakat, karena HBsAg

positif sangat berbahaya penularannya khusunya pada ibu hamil.

5
1.5.3 Manfaat Bagi Instansi Kesehatan

Sebagai masukan dalam perencanaan program kesehatan bagi ibu hamil

dengan HBsAg positif.

1.5.4 Manfaat Bagi Masyarakat dan Keluarga

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

keluarga khususnya ibu hamil untuk mengetahui upaya –upaya apa saja untuk

mencegah penularan HBsAg positif pada anak.

1.5.5 Manfaat Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

perawat sebagai bahan untuk mengedukasi ibu hamil dengan HBsAg positif

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Hepatitis B

2.1.1 Definisi

Hepatitis B adalah infeksi serius pada hati yang disebabakan oleh virus hepatitits B

(HBV).Hepatitis B bisa menyebabakan kondisi akut dan kronis pada pasien. Jika sudah

memasuki level kronis, penyakit ini bisa membahayakan nyawa penderitanya.Jika tidak

segera di tangani, penderita hepatitis B kronis berisiko terkena sirosis, kanker hati, atau

gagal hati(WHO, 2017).

Hepatitis adalah peradangan pada hati yang mengalami nekrosis berupa bercak difus

yang mempengaruhi seluruh sel asinus hati dan merusak arsitektur hati (Morgan, 2009.hal

209). Hepatitis B adalah proses nekroinflamatorik pada hati yang terjadi secara akut

disebabkan oleh infeksi VHB (Soewignjo, 2008.Hal 35).

Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi saat persalinan. Sebagian besar ibu

dengan HBsAg positif akan menularkan infeksi HBV vertikal pada bayi yang

dilahirkannnya sedangakan ibu yang anti Hbe positif tidak akan menularkannya. Penularan

post natal terjadi setelh bayi lahir misalnya melalui ASI yang diduga tercemar HBV lewat

luka kecil dalam mulut bayi. Pada kasus persalinan lama cenderung meningkatkan

penularan vertikal (llebih dari 9 jam).

2.1.2 Klasifikasi dan Manifestasi klinis

Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie M. Putri (2013) klasifikasi hepatitis adalah:

1. Hepatitis virus

1) Hepatitis A

7
Penyebabnya adalah virus hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis di

beberapa Negara berkembang. Selain itu hepatitis A merupakan hepatitis yang

ringan, bersifat akut, sembuh spontan/sempurna tanpa gejala sisa dan tidak

menyebabkan infeksi kronik. Penularan penyakit ini melalui fekal oral. Sumber

penularannya umumnya terjadi karena pencemaran air minum, makanan yang

tdak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal

hygne yang rendah. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya IgM anti bodi

serum penderita. Gejalanya bersifat akut, tidak akhas bisa berupa demam, sakit

kepala, mual dan muntah, sampai icterus, bahkan sampai menyebabkan

pembengkakan hati.

2) Hepatitis B Akut

Penyebab penyakit hepatitis ini adalah HBV yaitu virus hepatitis B dari

golongan virus DNA. Masa inkubasinya 60-90 hari. Penularannya vertical

terjadi pada masa perianatal an 5% intra uterine. Penularan horizontal melalui

transfuse darah, jarum suntik tercemar, pisau cukur, tattoo, transplantasi

organ. Gejala hepatitis B tidak khas, seperti rasa terlalu lesu, nafsu makan

berkurang, demam ringan, nyeri abdomen kanan, dapat timbul ikterus.

3) Hepatitis B Kronik

Hepatitis B kronik berkembang dari hepatitis B akut. Usia saat terjadinya

infeksi mempengaruhi kronsitas penyakit. Bila penularan terjadi saat bayi maka

95% akan menjadi hepatitis B kronik sedangkan penularan terjadi pada usia

balita, maka 20-30% menjadi hepatitis B kronik dan bila penularan saat

dewasa maka hanya 5% yang menjadi penderita hepatitis B.

4) Hepatitis C

8
Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati. Etiologi virus hepatitis C

termasuk golongan virus RNA (Ribo Nucleic Acid). Masa inkubasi 2-24 minggu.

Penularan hepatis C melalui darah dan cairan tubuh. Penularan masa perinatal

sangat kecil melalui jarum suntik (IDUS, tattoo) transplantasi organ,

kecelakaan kerja (petugas kesehatan), hubungan seks dapat menularkan tapi

sangat kecil. Kronisitasnya 80% penderita akan menjadi kronik.

5) Hepatitis D

Virus hepatitis D paling jarang ditemukan tapi paling berbahaya. Hepatitis D

juga disebut virus delata, virus ini memerlukan virus hepatitis B untuk

berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang telah terinfeksi

virus hepatitis B. Tidak ada vaksin tetapi orang secara akan otomatis orang

akan terlindungi jika telah diberikan imunisasi hepatitis B.

6) Hepatitis E

Dahulu dikenal sebagai hepatitis non A-non B. etiologi virus hepatitis E

termasuk virus RNA. Masa inkubasi 2-9 minggu. Penularan melalui fecal oral

seperti hepatitis A. gejala ringan menyerupai gejala flu, sampai ikterus.

Pengobatannya belum adapengobatan antivirus.pencegahan dengan menjga

kebersihan kebersihan lingkungan ,terutama kebersihan makanan dan

minum.vaksinasi hepatitis E belum tersedia.

2. Hepatitis Kronik

Jika penyakit pasirn menetap tidak sembuh secara klinik laboratorik atau gambaran

patologik anatomi dalam waktu 4 bulan.Dikatakan hepatitis kronik jika kelainan menetap

lebih dari 6 bulan. Ada 2 jenis hepatitis kronik, yaitu :

a. Hepatitis kronik persisten biasa yang akan sembuh sempurna

b. Hepatitis kronik aktif yang umumnya berakhir menjadi sirosis hepatis

9
3. Hepatitis Fulminan

Hepatitis yang perjalanan penyakitnya berjalan dengan cepat, ikterus menjadi

hebat, kuning seluruh tubuh, timbul gejala neurologi/ensefalopati dan masuk dalam

keadaaan koma, kegagalan hati, dan ditemukan tanda-tanda perdaraha. Biasanya

penderita meninggal 1 mingggu sampai 10 hari.

2.1.3 PATOFISIOLOGI

Imflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan pada oleh

infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.

Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki

suplai darah sendiri seiring dengan berkembangnya imflamasih pada hepar, pola

normal pada hepar terganggu gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel

hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-

sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sisitem imun dan

digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat oleh karenanya, sebagian besar pasien

yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.

Imflamsi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu

badan dan peregangan kapsula hati ytang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman

pada perut kuatran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan

nyeri di ulu hati.

Timbulnya ikterus karena kerusakan selo paren kim hati. Walaupun jumlah

bilirubin yang belum mengalami konjungasi masuk kedalam hati tetap normal, tetapi

karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intra hepatik, maka terjadi

kesukaran pengangkuta bilirubin tersebbut dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan

dalam hati konjungaasi akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus

hepatikus. Karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi ) dan resusitasi pada

10
duktuli, empedu belum mengalami konjungasi (bilirubin direk).jadi ikterus yang

timbul disini terutama disebabkan karena kerusakan dalam pengangkutan, konjungasi

dan eksresi bilirubin.

Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh kerena itu tinja tanpak pucat

(abolis). Karena bilirubin konjungasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi

kedalm kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap.

Peningkatan kadar bilirubin terkunjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam

empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada icterus (Andra Saferi

Wijaya dan Yessie M.Putri, 2013).

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie M. Putri (2013) pemeriksaan peninjang yang

dapat dilakukan pada pasien dengan hepatitis adalah:

1. ASR (SGOT)/ALT (SGPT)

Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak

menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim-enzim intra seluler yang terutama berada di

jantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkatkan pada

kerusakan hati.

2. Darah Lengkap (DL)

Eritrosit menurun sehubungan dengan penurunan hidup eritrosit (gangguan enzim hati)

atau mengakibatkan perdarahan.

3. Leukopenia

Trombositopenia mungkin ada (splenomegaly).

4. Diferensia Darah Lengkap

Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.

5. Feses

11
Warna seperti tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).

6. Albumin Serum

Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh hati dan

karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.

7. Anti HAVIgM

Positif pada tipe A.

8. HbsAG

Dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A).

9. Masa protrombin

Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang meningkat

absorbs vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.

10. Bilirubin Serum

Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin berhubungan

dengan peningkatan nekrosis seluler).

11. Biopsi Hati

Menunjukkan diagnosis dan luas nekrosis.

12. Scan Hati

Membantu dalam perkiraaan beratnya kerusakan parenkin hati.

13. Urinalisa

Peningkatan kadar bilirubin. Gangguan ekskresi bilirubin mengakibatkan

hiperbilirubinemia terkonjugasi larut dalam air, ia di sekresi dalam urin menimbulkan

bilirubinuria.

2.1.5

12
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui

prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya dan bertujuan menungkapkam gejala secara

hlistik-konstektual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri

peneliti sebagai instrument kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cendertung

menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Pada studi kasus ini peneliti menggunakan

jenis kualitatif dengan pendekatan studi kasus (Case Studies) (Eko Sugiarto, 2015).

Studi kasus menrupakan jenis penelitian kualitatif mendalam tentang individu, kelompok,

institusi, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuan studi kasus adalah berusaha menemukan

makna, menyelidiki proses, serta memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam serta

utuh dari individu, kelompok, atau situasi tertentu. Data studi kasus dipeoleh dengan

wawancara, observasi, dan mempelajari beberapa dokumen yang terkait dengan topic yang

diteliti (Eko Sugiarto,2015).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi untuk

medapatkan gambaran tentang upaya ibu hamil dengan penyakit hepatitis. Peneliti

menggunakan metode ini dengan alas an peneliti memperoleh gambaran menyeluruh upaya ibu

hamil dengan penyakit hepatitis.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kecamatan Cemoro Kandang, Kota Malang, kemudian waktu

penelitian dilaksanakan pada bulan juli 2018.

3.3 Setting Penelitian

13
Penelitian dilakukan dirumah Ny. S di Kecematan Cemoro Kandang. Rumah NY. S

di dalam ruang tamu dan ditemani oleh suami Ny. S yaitu Tn. M dan peneliti ditemani

oleh participant

3.4 Subjek Penelitian

Subjek utama dari penelitian ini adalah Ny. S dengan usia …yang menjadi partisipan

pertama, Ny. S merupakan istri dari Tn. M yang merupakan ibu hamil dengan HbsAg Reaktif.

Ny. S. Ny. S adalah penderita Hepatitis B dengan riwayat penyakit keluarga hepatitis dari …

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Wawancara

Dalam studi kasus

3.6 Metode Uji Keabsahan Data

3.7 Metode Analisa Data

3.8 Etika Penelitian

Pelaksanaan penelitian, peneliti perlu membawa rekomendasi dari institusi untuk pihak lain

dengan cara mengajukan permohonan izin kepada responden atau lembaga tempat penelitian

yang dituju oleh peneliti. Setelah mendapat persetujuan, barulah peneliti dapat melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi:

3.8.1 Lembar Persetujuan (Informrd Consent)

Lembar persetujuan atau informed consent ini diberikan kepada responden dan

keluarga responden yang akan diteliti dan sudah menemukan kriteria. Lembar informed consent

diberikan kepada esponden yang berisikan informasi studi penelitian dan menjelaskan tentang

maksud dan tujuan penelitian serta dampaknya, sehingga responden dapat memutuskanapakah

akan terlibat atau tidak dalm penelitian. Jika subjek bersedia maka responden harus

14
menandatangani lembar persetujuan dan apabila tidak bersedia maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.

3.8.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Kerahasiaan mengacu pada tanggung jawab peneliti untuk melindungi semua data

yang dikupulkan dalam lingkup proyek atau pemberitahuan kepada orang lain. Kerahasiaan

informasi dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dapat dilapokan sebagai hasil

penelitian. Anonymity mengacu pada tindakan merahasiakan nama responden terkait dalam

partisipasi mereka dalam penelitian. Untuk kerahasiaan penlititidak akan mencantumkan nama

responden tetapi pada lembar tersebut diberi kode atau inisial untuk nama responden.

3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Semua informasi dari responen tetap dirahasakan, dan peneliti melindungi seua data

yang dikumpulkan dalam lingkup proyek dari pemberitahuankepada orang lain dan hanya

kelompok data tertentu yang akan diperoleh pada hasil riset.

15

Anda mungkin juga menyukai