Anda di halaman 1dari 17

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam

atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam

maupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal adalah

material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan

bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai

temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun (Sukirman,

2003).

Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari

sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun

oleh pecahan batu batuan. Setelah berjuta juta tahun material organisme dan

lumpur terakumulasi dalam lapisan-lapisan ratusan meter, beban dari beban

teratas menekan lapisan yang terbawah menjadi minyak mentah yang menjadi

senyawa dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi dari

minyak mentah, namun aspal ditemukan juga sebagai bahan alam (misal :

asbuton), dimana sering juga disebut mineral (Shell Bitumen, 1990).


5

B. Jenis-jenis Aspal

Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut

bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous. Jenis-

jenis aspal buatan hasil penyulingan minyak bumi terdiri dari:

1. Aspal keras (asphalt cement)

Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat

viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup

pemanasan dan sebaliknya. Aspal keras digunakan untuk bahan

pembuatan Asphalt Course, aspal yang digunakan dapat berupa aspal

keras penetrasi 60 atau penetrasi 80 yang memenuhi persyaratan aspal

keras. Jenis-jenisnya:

a. Aspal penetrasi rendah 40/55, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.

b. Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas sedang atau tinggi, dan daerah dengan cuaca

iklim panas.

c. Aspal penetrasi rendah 80/100, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim

dingin.

d. Aspal penetrasi rendah 100/110, digunakan untuk kasus jalan dengan

volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.
6

2. Aspal cair (cut back asphalt)

Aspal cair adalah aspal berbentuk cair pada temperatur ruang. Aspal cair

merupakan campuran aspal keras dengan bahan pengencair dari hasil

penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.

Aspal cair digunakan untuk keperluan lapis resap pengikat (prime coat).

3. Aspal emulsi (emulsion asphalt)

Aspal emulsi adalah campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi

yang dilaksanakan di pabrik pencampuran. Aspal ini berbentuk lebih cair

dibandingkan dengan aspal cair.

4. Aspal Beton

Aspal beton, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi-bagi menurut

angka penetrasinya. Misal : AC 40/60, AC 80/100, dan seterusnya.

Umumnya aspal beton yang digunakan dalam proyek-proyek konstruksi

jalan terbagi atas beberapa jenis yaitu jenis aspal beton campuran panas atau

dikenal dengan Hot Mix Asphalt Concrete (HMAC) merupakan aspal yang

paling umum digunakan dalam jalan raya, sedangkan jenis lainya seperti

aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis

(Asiyanto, 2008).

Aspal harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan

ketentuan yang ada. Berikut ini adalah Tabel 4 yang berisi spesifikasi dari

aspal keras penetrasi 60/70 yang sering digunakan dalam pelaksanaan

perkerasan di Indonesia.
7

Tabel 1. Spesifikasi Aspal Keras pen 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyarat


an
Penetrasi, 25oC, 100 gr,
1. SNI 06-2456-1991 60 - 70
5 detik; 0,1 mm
2. Viskositas 135oC SNI 06-6441-2000 385
3. Titik Lembek (oC) SNI 06-2434-1991 ≥ 48
4. Indeks Penetrasi - ≥ - 1,0
5. Daktilitas pada 25oC, (cm) SNI 06-2432-1991 ≥ 100
6. Titik Nyala (oC) SNI 06-2433-1991 ≥ 232
7. Kelarutan dlm Toluene (%) ASTM D5546 ≥ 99
8. Berat Jenis SNI 06-2441-1991 ≥ 1,0
9. Bert yang Hilang SNI 06-2441-1991 ≤ 0,8

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Divisi 6 Tabel 6.3.2.5

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses

pembentukannya adalah sebagai berikut:

a) Aspal Alamiah

Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan

Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-

zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda

mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan

pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak

penting.

b) Aspal Minyak Bumi

Aspal minyak bumi perrtama kali digunakan di Amerika Serikat untuk

perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal

sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang

di Kentucky, Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal,

Rocky Mountain, California, dan Alaska. Sumber-sumber asing termasuk


8

Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton

telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996).

C. Sifat-sifat Aspal

Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen, dan logam lain, sesuai jenis

minyak bumi dan proses pengolahannya. Mutu kimiawi aspal ditentukan dari

komponen pembentuk aspal. Saat ini telah banyak metode yang digunakan

untuk meneliti komponen–komponen pembentuk aspal. Komponen

fraksional pembentuk aspal dikelompokkan berdasarkan karakteristik reaksi

yang sama. Metode Rostler menentukan komponen fraksional aspal melalui

daya larut aspal di dalam asam belerang (sulfuric acid).

Terdapat 5 komponen fraksioanal aspal berdasarkan daya reaksi kimiawinya

di dalam sulfuric acid , yaitu:

1. Asphaltenes (A)

2. Nitrogen Bases (N)

3. Acidaffin I (A1)

4. Acidaffin II (A2)

5. Paraffins (P)

(Sukirman, 2003).

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan

yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat

cukup pemanasan dan sebaliknya (Silvia Sukirman, 2003). Sifat viskoelastis

inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap

pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Aspal


9

merupakan material yang bersifat viscoelastis dan memiliki ciri-ciri

beragam, yaitu:

a. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami

tegangan-tegangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan

jalannya waktu.

b. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu viskositasnya akan berubah

sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi

temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah, demikian

pula sebaliknya.

c. Aspal mempunyai sifat Rheologic, yaitu hubungan tegangan (stress) dan

regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami

pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka

aspal akan bersifat elastis, namun jika lama pembebanan yang terjadi

cukup lama, sifat aspal menjadi plastis.

D. Sifat Kimiawi Aspal

Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen

molekul berat yang disebut aspaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak

perantara disebut maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara

disebut resin yang menjadi instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene.

(Koninklijke, 1987). Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C)

yang terdiri dari paraffin.


10

Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut

agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek

permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti

mengurangi penetrasi air ke dalam campuran (Rianung, 2007).

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis,

dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan

komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi

bitumen.

Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh

hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga

beberapa logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik

dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah

Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan

Nitrogen (0-1%).

Gambar 1. Struktur Kimiawi Aspal


11

Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun dari aspal:

1. Asphaltene

a) Berwarna hitam/coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar,

merupakan komplek aromatis, H/C ratio 1 :1, berat molekul 1000 –

100000, dan tidak larut dalam n-heptan.

b) Berpengaruh pada sifat reologi bitumen, pemanasan yang berkelanjutan

akan rusak.

c) Makin tinggi asphaltene, maka bitumen makin keras, makin kental,

makin tinggi titik lembeknya, makin rendah harga penetrasinya.

d) Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan struktur benzena

aromatis serta berat molekul tinggi.

Gambar 2. Struktur Asphaltene

2. Resin

a) Berwarna coklat tua, berbentuk solid/semi solid, tersusun oleh C dan H,

dan sedikit O, S, dan N, bersifat sangat polar, H/C ratio 1,3 - 1,4, berat

molekul 500 – 50000, dan larut dalam n-heptan.

b) Daya rekat yang kuat, dan berfungsi sebagai dispersing agent atau

peptisizer dari asphaltene.


12

c) Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan

mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oil dan resin

sering disebut maltene.

3. Aromatis

a) Berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di

dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300 – 2000.

b) Terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total

bitumen.

4. Saturate

a) Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan

aromatis.

b) Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene,

dan aromatis, komposisi 5-20% dari total bitumen.

5. Oil

Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari

paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul

rendah.

Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur membentuk

koloid atau micelle dan menyebar dalam aromatis dan saturate. Dengan

demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental

senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan

disusun utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat

kompak. (Nuryanto, A. 2008).


13

E. Aspal Modified

Aspal modified adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara

polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Aspal modified telah

dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Umumnya dengan sedikit

penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat

meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi

keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan usang dari kerusakan

akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta

juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan (Polacco, 2005).

Penggunaan campuran aspal modified merupakan trend yang semakin

meningkat tidak hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga demi mendapatkan

kualitas aspal yang lebih baik dan tahan lama. Aspal modified yang

diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dengan bahan pengikat alami

(Natural binder) atau aditif polimer dapat meningkatkan sifat-sifat dari aspal

tersebut. Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan bahan pengikat alami

(Natural binder) atau aditif polimer yang sesuai dengan campuran aspal.

Penggunaan polimer sebagai bahan untuk memodifikasi aspal terus

berkembang di dalam dekade terakhir (Fei-Hung, 2000).

Dengan kemajuan teknologi pada saat ini banyak dihasilkan bahan tambah

atau modified, sering juga disebut aditif, yaitu suatu bahan yang dapat

dicampurkan atau ditambahkan pada aspal atau batuan.

Untuk hal ini ada baiknya kalau dapat diketahui mengenai susunan rangkaian

dari atom yang ada pada aspal, menurut G.T Austin, ditinjau dari sudut kimia
14

aspal merupakan suatu rangkaian atom atau “polymer“. Polimer satu dengan

polimer satunya tidak berkaitan secara kuat karena adanya ikatan rangkap

pada struktur molekul tersebut atau biasa disebut “Co-polymer”. Sifat sifat

Co-polymer tersebut secara umum bersifat antara lain:

1. Stabilitas yang rendah

2. Kurangnya ketahanan terhadap suhu.

3. Mudahnya mengikat atom bebas.

Adanya sifat-sifat yang kurang menguntungkan tersebut para ahli berusaha

menemukan bahan yang dapat memperbaiki sifat kimiawi dari aspal.

Akhirnya ditemukan berbagai macam bahan tambah yang berfungsi sebagai

katalisator pada reaksi kimia pada aspalnya. Lewat reaksi kimia katalisator ini

mengubah ikatan rangkap pada aspal menjadi ikatan – ikatan tunggal pada

rantai panjang, yang lasim disebut polimer, yang bertindak sebagai katalisator

untuk memperbaiki struktur molekul pada aspal. Aspal merupakan senyawa

hidrokarbon, struktur molekul aspal sangatlah kompleks yang merupakan

koordinasi dari 3 jenis molekul dasar hidrokarbon, yaitu alifatik siklis dan

aromatic (Rianung, 2007).


15

Gambar 3. Molekul Hidrokarbon Alifatik Siklik dan Aromatic

Dengan perbaikan struktur molekul dalam aspal, artinya setelah pemakaian

bahan pengikat alami (Natural binder) atau aditif akan dapat merubah sifat-

sifat aspal antara lain:

1. Meningkatkan stabilitas.

2. Mengurangi kepekaan terhadap suhu.

3. Meningkatkan ketahanan terhadap deformasi.

Untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan permukaan aspal, peneliti telah

memusatkan perhatian pada aditif yang diperoleh dengan memanfaatkan

bahan pengikat alami (Natural binder), seperti lignin isolat dari kayu pinus

(pinus merkusii jungh et de vriese). Untuk bahan-bahan polimer yang efektif

digunakan jalan raya, haruslah yang dapat meningkatkan resistensi terhadap

keretakan letih, mengurangi cakupan deformasi permanen dan mengurangi

pengerasan pada suhu tinggi (King, 1986).


16

F. Bahan Pengikat Alami

Bahan pengikat alami (natural binder) aspal adalah suatu bahan yang dipakai

untuk ditambahkan pada aspal. Terrel & Epps (1988), penggunan bahan

pengikat alami (natural binder) atau aditif aspal merupakan bagian dari

klasifikasi jenis aspal modified yang yang berunsur dari jenis karet alam,

karet sintetis /buatan juga dari karet yang sudah diolah (dari ban bekas), dan

juga dari bahan plastic. Adapun pengujian yang pernah dilakukan adalah:

1. Badan Litbang Dep PU (2007), melakukan pengujian dengan

menggunakan bahan pengikat alami (natural binder) dengan

menggunakan karet alam (Lateks KKK.60) untuk meningkatkan mutu

perkerasan jalan berasapal sebesar 3 % dari berat aspal minyak dengan

hasil memperbaiki karakteristik aspal konvensional, meningkatkan mutu

perkerasan beraspal yang ditunjukkan dengan peningkatan modulus

resilien dan kecepatan deformasi, meningkatkan umur konstruksi

perkerasan jalan yang ditunjukkan percepatan terjadinya retak dan alur.

2. PT. Tunas Mekar Adiperkasa (2005) dengan produknya aspal BituPlus®.

Aspal BituPlus® memakai polimer elastomerik atau dari bahan jenis karet.

Pengujian dilakukan dari penelitian penggunaan aspal tersebut pada jalan

yang telah dibangun. Hasil penelitian adalah dengan pemakaian aspal

BituPlus® menghasilkan aspal yang memiliki titik lembek tinggi,

kelenturan yang lebih baik serta penetrasi yang optimal daripada

menggunakan aspal biasa serta perkerasan jalan lebih tahan terhadap aging

akibat pengaruh sinar ultraviolet sehingga memperbaiki kinerja beton

aspal.
17

G. Lignin

Lignin berasal dari kata “lignum” yang berarti kayu. Lignin merupakan salah

satu komponen kayu baik kayu jarum (gymnospermae) maupun kayu daun

(angiospermae) di samping polisakarida dan ekstraktif (sarkanen dan ludwig,

1971). Ketiganya merupakan komponenn polimer, bergabung satu sama lain

membentuk suatu struktur tiga dimensi yang sangat kompleks.

Lignin adalah bahan polimer alam kedua terbanyak setelah selulosa, lignin

berada pada dinding sel dan antar sel, membuat kayu keras dan mampu

menahan stress mekanik. Belum ditemukan stuktur kimia yang pasti dari

lignin (Fuadi dan Sulistya, 2008).

Lignin memiliki heterogenitas pada banyak tumbuhan yang secara botani

berbeda dalam seksi, kelas, ordo, genus maupun pada jaringan sel-sel kayu

yang berbeda bahkan pada lapisan dinding sel satu spesies (Anonymous,

1971). Kadar lignin rata-rata Kalindra, Balsa, Gamal, dan Sengon menurut

bagian dalam batang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar lignin rata-rata beberapa jenis kayu menurut bagian dalam batang

Jenis Kadar Lignin (%)

Ujung Tengah Pangkal Rata-rata

Kaliandra 20,35 22,00 22,53 21,63

Balsa 23,33 24,85 25,35 24,51

Gamal 21,83 25,29 25,93 24,35

Sengon 23,59 25,29 25,98 25,95

Sumber: Kasmudjo, 1982 dalam Santoso, 1995)


18

Lignin berada dengan polisakarida kayu, seperti selulosa dan liemilulosa yang

mempunyai afinitas yang kuat terhadap molekul air (hidrofobik) dan

berfungsi mengontrol penyerapan air oleh kayu. Lignin merupakan perekat

alam, suatu polimer kompleks penyusun kayu (Fengel dan wagener, 1985).

Jumlah dan sifat lignin kayu sangat bervariasi dan bergantung pada jenis

kayu, kayu daun jarum (softwood) atau kayu daun lebar (hard wood),

lingkaran usia kayu. Penelitian pada “Douglas-fir: menunjukkan bahwa kayu

di bagian tengah batang memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi

dibandingkan dengan bagian tepi batang. Kayu daun tropis mempunyai

kandungan lignin lebih tinggi dibandingkan dengan kayu daun dari daerah

temperatur sedang. Kandungan lignin kayu jarum bervariasi antara 24-33%

dan kayu daun tropis 26-35%. Dalam tanaman bukan kayu kandungan lignin

umumnya antara 12-17% (Supri, 2000).

Lignin juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan lignosulfonat.

Lignosulfonat adalah salah satu derivate lignin yang diperoleh dengan cara

sulfonasi lignin, merupakan polimer polielektrolit yang larut dalam air.

Umumnya lignosulfonat diperoleh dari lindi hitam (black liquor) yang berasal

dari buangan pabrik pulp. Lignosulfonat secara komersial banyak digunakan

sebagai additive (zat tambahan) yang berfungsi sebagai plasticizer pada

pembuatan semen dan beton. Lignosulfonat juga dapat digunakan sebagai

surfaktan, bahan baku pembuatan vanillin, sebagai bahan pengikat pada

pakan ternak, dispersant untuk pewarna, conditioner, paper coating, pupuk

(Falah, 2012).
19

H. Sifat Kimia Lignin

Karakteristik kimia lignin dapat dilakukan dengan analisis unsur dan

penentuan gugus metoksil. Selanjutnya ditentukan kandungan gugus

fungsional lain (missal gugus fenolat, hidroksil alifatik, dan gugus karbonil

dan karboksil) yang menunjukan perubahan-perubahan struktur lignin yang

disebabkan oleh prosedur isolasi atau perlakuan kimia (Meier et al., 1981

dalam Fengel dan Wegener, 1995). Santoso (1995) menyatakan bahwa lignin

mengandung gugus metoksil sekitar 16,8%-17,4%. Jumlah metoksil dalam

lignin tergantung pada sumber lignin dan proses isolasi yang digunakan.

Lignin merupakan senyawa aromatic dengan struktur kimia yang kompleks.

Reaktivitas lignin lebih rendah dibandingkan dengan perekat fenol

formaldehida serta jumlah gugus reaktifnya pun sedikit (Nimz, 1983 dalam

Pizzi, 1994).

Gambar 4. Struktur Ikatan Kimia Lignin


20

Faktor yang mendukung pemanfaatan lignin antara lain tempat reaktif dalam

struktur lignin dapat digunakan untuk beragam reaksi substitusi atau adisi,

lignin memiliki kesesuaian dengan beberapa bahan dasar kimia yang penting,

dan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup besar dalam lindi hitam dapat

menjadi sumber polusi yang serius bila dibiarkan. Kendala pemanfaatan

lignin adalah struktur kimia dan bobot molekulnya tidak homogen sehingga

membutuhkan biaya lebih tinggi untuk memfraksikan dan memodifikasinya,

apabila dicuci dengan klorin dan diberi perlakuan panas atau kimia maka

komponen yang rusak akan banyak terbentuk, kandungan oksigen dan sifat

higroskopisnya yang tinggi serta strukturnya yang berdimensi 3 yang

melibatkan ikatan C-C mengakibatkannya sulit dipisahkan dan didegradasi

menjadi molekul yang bobot molekulnya rendah (Salminah, 2001).

Anda mungkin juga menyukai