Traumatic Brain Injur1
Traumatic Brain Injur1
Guideline for Management of Traumatic Brain Injury, RSU Dr. Soetomo – Fakultas
Kedokteran UniversitasAirlangga Surabaya, 2007
Anamnesis
Informasi yang diperlukan adalah:
– Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat
– Mekanisma trauma
– Waktu trauma
– Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
– Amnesia retrograde atau antegrade
– Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, kejang, vertigo
– Riwayat mabuk, alkohol, narkotika
– Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala,
hipertensi dan diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan darah
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari :
a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS)
b. Saraf kranial
• Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya,
reflek konsensuil, bandingkan kanan-kiri
• Tanda-tanda lesi saraf VII perifer (wajah asimetris)
c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina,
retinal detachment.
d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari
tanda- tanda lateralisasi.
e. Autonomis: refleks bulbocavernous, refleks kremaster, refleks spingter,
refleks tendon, refleks patologis dan tonus spingter ani.
Pemeriksaan CT Scan
Indikasi pemeriksaan CT kepala pada pasien cedera otak :
1. GCS < 13 setelah resusitasi.
2. Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
3. Nyeri kepala, muntah yang menetap
4. Terdapat tanda fokal neurologis
5. Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur
6. Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
7. Evaluasi pasca operasi
8. Pasien multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ )
9. Indikasi sosial
Guideline :
1. Pengobatan profilaksis dengan fenitoin, carbamazepin atau valproat
sebaiknya tidak rutin dilakukan setelah 7 hari pasca trauma karena
tidak menurunkan resiko kejang fase lanjut pasca trauma.
2. Pemberian profilaksis fenitoin efektif untuk mencegah kejang fase
dini pasca trauma.
Penjelasan rekomendasi :
Tidak direkomendasikan untuk tipe lanjut (late type) karena sudah terbentuk
fokus epilepsi. Sebagai profilaksis kejang tipe dini (early type) pada 7 hari
paska trauma, Fenitoin atau karbamazepin terbukti efektif untuk tipe dini
karena belum terbentuk fokus epilepsi.
Kriteria pasien risiko tinggi kejang pasca trauma:
1. Cedera Otak Berat
2. Amnesia ≥ 24 jam
3. Fraktur depresi
4. Hematom intrakranial
5. Subdural Hematom
6. Kontusio Serebri
7. Fraktur tulang tengkorak
8. Defisit neurologis fokal
9. usia ≥ 65 tahun atau ≤ 15 tahun
dianjurkan
Penjelasan rekomendasi
Manitol menurunkan TIK dengan cara menarik cairan ke dalam ruang intravaskuler.
Euvolumia dipertahankan dengan penggantian volume cairan yang isotonis dan harus
dicegah terjadinya hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg). ( Balafif,
1999. Gemma, 1997., Mendelow, 1985 )
Penjelasan Rekomendasi
Ketebalan, volume hematoma, dan pergeseran midline struktur pada CT scan
kepala awal mempengaruhi outcome. CT scan kepala evaluasi pada pasien
non operatif dilakukan 6-8 jam setelah trauma. Literatur mendukung bahwa
pasien dengan EDH > 30 cc dan GCS < 9 sebaiknya dilakukan pembedahan.
Juga pasien dengan EDH > 30 cc, tanpa melihat GCS, sebaiknya dilakukan
pembedahan karena efek masa yang signifikan. Pasien dengan EDH < 30 cc
perlu dipertimbangkan tindakan pembedahan, tapi mungkin saja tanpa
tindakan pembedahan pada beberapa kasus.
Rekomendasi Pembedahan Pada Perdarahan Subdural (SDH)
Guideline : Menurunkan TIK dengan drainase CSS transventrikel dan
monitoring TIK lebih penting daripada operasi dekompresi pada SDH
tipis (tebal ≤ 10 mm).
Option : Indikasi pembedahan pada SDH akut sesuai penjelasan rekomendasi.
Indikasi Pembedahan
1. Pasien subdural hematoma, tanpa melihat GCS
- dengan ketebalan >10mm
- atau pergeseran struktur midline > 5mm pada CT scan
2. Semua pasien subdural hematoma dengan GCS < 9 harus dilakukan
monitoring tekanan intrakranial.
3. Pasien subdural hematoma dengan GCS < 9,
- ketebalan subdural hematoma < 10mm dan pergeseran struktur
midline, jika mengalami penurunan GCS lebih dari 2 poin atau lebih
- dan/atau jika didapatkan pupil yang dilatasi asimetris atau fixed
- dan/atau TIK > 20mmHg.
Waktu
Metode
Penjelasan Rekomendasi
Penderita cedera otak berat dengan komplikasi subdural hematom akut
merupakan penyebab utama kematian pada cedera otak berat dengan lesi
massa intrakranial. Angka kematian mencapai 42% - 90%. Kerusakan otak
yang terjadi lebih berat karena mekanisme trauma yang hebat, kerusakan
parenkim otak yang luas dan edema serebral. Secara patofisiologi, pengaruh
cedera otak primer yang terjadi terhadap hasil akhir lebih penting dari efek
hematom subdural itu sendiri. Kemampuan untuk mengontrol TIK lebih penting
daripada waktu pelaksanaan evakuasi hematom.
Rekomendasi Pembedahan Pada Perdarahan Parenkim Otak
Option : Indikasi, waktu, dan metode pembedahan
Indikasi pembedahan
Bila tidak ada kebocoran dura yang persisten, fraktur tulang temporal,
kelumpuhan otot – otot wajah, kehilangan pendengaran, atau kebutaan.
Meliputi Antibiotik empirik intravenous selama lima hari untuk memberikan
kesempatan penyembuhan robekan dura. Data terakhir menganjurkan
pemberian 1 sampai 2 juta unit penicillin perhari pada kasus kebocoran likuor.
Kultur nasal dan tenggorokan, dan antibiotik sesuai kultur.
Pasien dipertahankan tirah baring total dengan elevasi posisi the head of bed ,
untuk mengurang aliran CSF.
Bila kebocoran tidak berkurang dalam 72 jam. Pemasangan lumbar drain
dilakukan untuk mengalirkan 150 ml CSF per hari selama 3 sampai 4 hari.
Diversi CSF dari kebocoran dura dapat membantu penutupan secara spontan.
Indikasi pembedahan
Waktu
Metode
1. Subtotal petrosectomy yang terdiri dari eksenterasi total dari temporal bone air
cell tracts dan obliterasi dari tuba Eustachian. Setelah struktur yang cidera
diperbaiki atau dibebaskan (nervus fasialis, arteri karotis atau otic capsule),
kavitas yang terbentuk diobliterasi dengan graft lemak endogen dan flaps otot
temporal.
2. Tindakan operasi untuk otorrhea meliputi craniotomy fossa media atau fossa
posterior, menelusuri tulang untuk melihat paparan dura yang menutupi tulang
petrosus. Diusahakan melakukan penutupan primer, namun bila tidak
memungkinkan dapat dilakukan graft fascia lata atau graft lemak atau otot untuk
menutup defek.
3. Tindakan operasi untuk rhinorrhea disesuaikan dengan lokasi kebocoran yang
diketahui dengan tindakan diagnostik radiologis.
Edema serebri
a. Edema vasogenik
Cairan secara pasif terkumpul di ruang interstitiel setelah pecahnya sawar
darah otak, hal tersebut disebabkan meningkatnya tekanan hidrostatik
misalnya karena:
- sistematik hipertensi
- sumbatan aliran darah vena
- tumor otak
- trauma kapitis
b. Edema sitotoksik
Terjadi kegagalan pompa dan transportasi khlorida, bikarbonat, natrium,
kalsium, sehingga terjadi akumulasi cairan intra selluler, karena cairan dari
ekstraselluler termasuk ke intraselluler.
c. Edema Hidrostatik
d. Edema Interstitial
e. Edema Hipoosmotik
Perkenalkan diri
B dengan O2
D GCS ?
Exposure ---
Survey sekunder
St. Lokalis
Look : Jejas, hematome, luka – tepi ireguler, regio, perdarahan aktif, bone expose
Pemeriksaan Penunjang:
Darah lengkap
Ro Cranium, Ro. cervical, Ro. Thorax dan CT Scan jika stabil
Diagnosis :
CKS tertutup/ terbuka GCS + Perdarahan intra kranial regio .....
Terapi
Medika mentosa :
Ivfd Nacl 0,9%
O2
AB
AG
Head up 300
Inform consent
Operatif
Indikasi:
Timing:
SDH dengan ketebalan > 10mm/midline shift > 5mm Harus dioperasi sesuai GCS
Pasien SDH dan GCS < 9 harus ICP monitoring
SDH dengan ketebalan < 10mm atau < 5mm midline shift harus dievakuasi jika GCS drops 2
poin atau lebih, pupil anisokor, atau ICP> 20 mm Hg
Timing
Methods
Open fractures dg depressed 2 tabula harus segera operasi untuk cegah infection
Open fraktur tidak dioperasi jika tidak ada eviserasi dura, intraparenchymal hematoma,
depression > 1 cm, cedera sinus frontal, wound infection, pneumocephalus, or gross wound
contamination
Closed fraktur tidak dioperasi
Timing
Methods