Disusun Oleh
MUHAMMAD HARIDSAH Z
NIM. 170901203
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi
keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
HR. Bukhari, Lafadz yang hampir sama terdapat pada riwayat An-Nasa’i.
2
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at; Keanehan Bacaan Al-Qur’an Qira’at Ashim dari
Hafash, Jakarta : Amzah, 2008, hlm. 33-34.
1
3. Tujuh aspek kewahyuan seperti perintah, larangan, janji, halal, haram,
muhkam, mutasyabih dan amtsal.
4. Tujuh perubahan perbedaan yaitu ism, i’rab, tashrif, taqdim dan ta’khir,
tabdil dan tafkhim.
5. Tujuh huruf diartikan bilangan yang sempurna seperti 70, 700, 7000 dan
seterusnya.
6. Tujuh Qira’at yang disebut dengan Qira’ah Sab’ah.
7. Tujuh huruf diartikan tujuh bangsa selain bangsa Arab seperti Yunani,
Persia dan lain-lain.3
Dari perbedaan pendapat di atas, yang paling kuat adalah pendapat pertama,
yaitu al-Qur’an mengandung tujuh bahasa Arab yang memiliki satu makna, seperti
aqbil, ta’al, halumma, ‘ajjil, asri’ yang memiliki satu makna yaitu ‘datang kemari’.
Contoh lain terdapat pada rasm utsmani dalam surat al-Ma’idah ayat 82 : kata
qissiisiina yang berarti para rahib (pendeta), berbeda dengan bacaan ‘Ubay bin
Ka’b, yaitu shiddiiqiina (yang membenarkan). Dua perbedaan ini dibenarkan oleh
Nabi SAW.4 Begitu juga pada surat al-Baqarah ayat 9, kata yukhaadi’u tertulis
dalam al-Qur’an Jordania, yakhda’uuna.5
Qira’at al-Qur’an, khususnya istilah ‘qira’ah sab’ah’ sering dimaknai dan
dikorelasikan identik dengan ‘Tujuh Huruf’, tetapi pendapat ini tidak kuat. Meski
demikian, istilah ‘Tujuh Huruf’ merupakan salah satu sebab munculnya multiple
reading (banyak bacaan) al-Qur’an.6
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan qiraah.
2. Apa saja bentuk qira’ah serta syarat-syaratnya.
3
M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir, Jakarta : Bulan
Bintang, 1992, hlm. 68. Hal ini disebabkan karena terdapat kata-kata dalam al-Qur’an yang berasal
dari bahasa lain, seperti istibraq (Yunani), sijjil (Parsi), haunan (Suryayi), shirath (Rum).
4
Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an,
Liecester: The Islamic Foundation, 1989. hlm. 73.
5
Ibid..
6
M. M. Al A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin
Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005, hlm. 73. Ada perbedaan istilah yang dipakai oleh
penulis buku ini dengan apa yang dipakai oleh orientalis, yaitu multiple reading dan variant reading.
2
BAB Π
PEMBAHASAN
7
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa,
1998, hlm. 85.
8
Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I,ulumul Quran 1,Pustaka setia Bandung,1997,hlm 224
9
Ibid,hlm 226
3
Pengertian Qira’at yang di kemukakan oleh Al-Zarkasyi di atas hanya
terbatas pada lapal-lapal Al-Quran yang memiliki perbedaan dalam lingkup
yang lebih luas yang mencakup pula lapal-lapal Al-Quran yang tidak memiliki
perbedaan Qira’at artinya lapal-lapal Al-quran tanda sukun), fashl,
(memisahkanhuruf), washl(menyambungkan huruf), ibdal (menggantikan
huruf-huruf atau lafal tertentu) ,dan lain-lain yang diperoleh melalui indra
pendengaran.
- Shihabuddin al-Qusthalani
Qira’at yaitu suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan
para ahli Qira’at (tentang cara mengucapkan lapal-lapal Al-Quran) seperti yang
menyangkut aspek kebahasaan, I’rob, hazf, isbat, fashl, washl, yang di peroleh
dengan cara periwayatan.
Jadi dari defenisi yang di kemukakan oleh Al-Dimiyathi dan Al-
Qusthalani di atas tanpak bahwa Qira’at Al-Quran itu di peroleh melalui
mendengar langsungdari bacaan Nabi SAW, atau sebagai mana di ucapakan
oleh para sahabat di hadapan Nabi SAW, lalui beliau men taqrir kannya.10
Qira’at adalah suatu mashab cara pelapalan Al-Quran yang di anut salah
seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah
SAW.11
- Mana’Khalil Al-Qattan
Qira’at adalah jamak dari Qira’ah yang berarti bacaan, dan ia adalah
masdar dari qara’a menurut istilah ilmiyah Qira’at adalah salah satu mashab
atau (alirannya) pengucapan Quran yang di pilih oleh salah seorang imam
qara’a sebagai suatu mashab yang berbeda dengan mashab lainnya.12
Secara terminologi, qira’at adalah salah satu aliran dalam
pelafalan/pengucapan al-Qur’an oleh salah seorang imam Qurra’ yang berbeda
dengan yang lainnya dalam hal ucapan al-Qur’an serta disepakati riwayat dan jalur-
jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf maupun dalam pengucapan
10
Ibid
11
Rosihon Anwar, Ulum Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm 141
12
Mana’Khalil-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor, 2007,hlm 247
4
lafadznya.13 Secara praktis, qira’at disandarkan kepada salah satu imam Qurra’
yang tujuh, sepuluh dan empat belas.14
Qira’at sebagai satu sistem bacaan menjadi sangat vital bagi para
pembacanya, terlebih lagi al-Qur’an merupakan sumber pokok rujukan dalam
segala hal bagi pemeluk agama Islam. Teks wahyu yang diturunkan dalam bentuk
lisan, diajarkan oleh Nabi SAW dalam cara yang sama, meski tetap ada usaha dalam
bentuk penulisan teks al-Qur’an tersebut. Tetapi, dalam praktek dominan, metode
ajar secara lisan tetap menjadi metode utama hingga saat ini. Itulah mengapa dalam
sejarahnya, al-Qur’an banyak mengalami ragam cara baca, sesuai dengan dialek
Arab yang ada saat itu.
Jika al-Qur’an merupakan inti ajaran Islam, maka ilmu Qira’at menjadi
sebuah sunnah yang harus dipegang, sebagaimana Nabi SAW selalu menjaga
orisinalitas al-Qur’an dengan cara memanggil para sahabat penghafal al-Qur’an
untuk kemudian mengulang dan mengingat kembali bacaannya.15 Zaid bin Thabit,
orang yang begitu penting dalam pengumpulan Al-Qur'an, menyatakan bahwa “al-
Qira’ah sunnatun muttaba’ah” (Seni bacaan (qira'at) Al-Qur'an merupakan sunnah
yang mesti dipatuhi dengan sungguh-sungguh).16
Dalam satu riwayat, Nabi SAW bersabda : “Ambillah (belajarlah) al-
Qur’an dari empat orang : Abdullah bin Mas’ud, Salim, Muadz dan Ubay bin
Ka’b”17
Sepeninggal Nabi SAW, ragam bacaan al-Qur’an mendapat tempat
tersendiri di kalangan sahabat sesuai dengan dialek kabilah yang ada.
Jadi dalam penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pengertian ilmu
qiro’atul quran yaitu suatu ilmu pengetahuan yang membahas atau mempelajari
cara bacaan alquran yang berbeda-beda penyebutan lafal-lafal Alquran, tetapi
13
Ibid.
14
Abduh Zulfikar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’ah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1996, hlm.
194.
15
MH. Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terj. A. Malik Madani dan Hamim
Ilyas, Bandung : Mizan, 1990, hlm. 138.
16
M. M. Al A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin
Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005, hlm. 73.
17
HR. Bukhari.
5
disertai sepakat riwayat-riwayat dan jalurnya. namun walaupun berbeda
penyampaiannya atau penyebutannya karena banyaknya cara melafalkannya
Alquran tetapi tetap berasal dari satu sumber yaitu Muhammad SAW.
Dalam hal ini bahwa kami ingin menerangkan tentang pembahasan ini
qiro’at memang menampilkan perbedaan yang sangat mencolok tetapi mempunyai
makna yang sama terhadap apa yang disampaikan baginda kita nabi besar
Muhammad SAW sebagai mana yang beliau terima dari-Nya. Sebagaimana di
jelaskan qiro’at adalah tilawah dan bacaan Al-quran yang secara etimologi biasa
disebut dengan tilawah Al-quran yang memiliki cirri khusus. Dengan kata lain,
setiap kali tilawah Al-quran itu diujarkan dari nas wahyu IIahi dan sesuai dngan
ijthihat salah satu qori terkenal, serta sesuai dengan kaidah ilmu qiro’at ,maka
qiro’at Al-quran itu telah terlaksana.Tentunya Al-quran memiliki satu nas dan
perbedaan yang ada di para kalangan qori berkisar antara masalah cara memperoleh
hingga menemukan satu nas. namun imam Ja’far Shadiq berkata,
“Sesungguhnya alquran itu satu, diturunkan dari Yang Maha Esa. Namun
perbedaan itu datang dari sisi para perawi.18
18
M. Hadi Ma’rifat, Sejarah Alquran, Jakarta ,2007.hlm212
19
M. M. Al A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin
Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005, hlm. 74.
6
bin Ka’b, Mushaf Abdullah bin Mas’ud, Mushaf Ibnu Abbas, Mushaf Zaid bin
Tsabit, Mushaf Abu Musa al-‘Asy’ari dan mushaf beberapa sahabat lain yang
sangat mungkin tidak kita kenal.
Qira’ah, disebutkan oleh para ahli sejarah, menjadi sebuah disiplin ilmu
bermula ketika Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam (w. 224 H) menulis sebuah
buku Al-Qira’at, yang termuat di dalamnya qira’at dari 25 orang rawi. 20 Di masa
inilah mulai timbul kebohongan dan usaha-usaha penggantian kata atau kalimat
dalam al-Qur’an, sehingga para ulama qurra’ memulai penyusunan qira’at al-
Qur’an menuju kepada disiplin ilmu.
Meski sebelumnya telah ada beberapa ulama qira’ah yang terbagi kedalam
beberapa kelompok yaitu :
1. Kelompok sahabat : Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’b,
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari.
2. Kelompok Tabi’in :
a. Madinah : Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan Umar bin Abdul Aziz
b. Mekah : Ubaid bin Umair, Atho' bin Abi Robah, Thowus, Mujahid,
: Ikrimah
c. Kufah : ilqimah, al-aswad, masruq, ubaidah, dll
d. Bashroh : abu aliyah, abu roja', qotadah, ibnu siirin
e. Syam : al-mughiroh, shohib utsman, dll
3. Kelompok Ulama Qurra’ yang hidup pada pertengahan abad dua hijriyah,
seperti Ibnu Katsir, Abu Ja’fah, Nafi bin Nua’im, dll.
4. Kelompok yang meriwayatkan qira’ah dari ulama kelompok ketiga, seperti
Ibnu Iyasy, Hafsh dan Khalaf.
5. Kelompok pengkaji dan penyusun ilmu qira’ah, yaitu Abu Ubaid al-Qasim
bin Salam, Ahmad bin Jubair al-Kufi, Ismail bin Ishak al-Maliki, Abu Ja’far
bin Jarir at-Tabari, Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Dajuni
dan Abu Bakar bin Mujahid.
Abu Bakar bin Mujahid, terlahir di Baghdad tahun 245 H, memberikan
penjelasan yang cukup rinci tentang ilmu qira’ah, sebagai berikut :
20
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa,
1998, hlm. 88.
7
Pertama, macam-macam Qira’at dari segi kuantitas atau jumlahnya. Adapun
sebutan qira`at dari segi jumlah qira’at ada bernacam-macam. Ada yang bernama
qira`at tujuh, qira`at delapan, qira`at sepuluh, qira`at sebelas, qira`at tiga belas, dan
qira`at empat belas. Tetapi dari sekian macam jumlah qira`at yang dibukukan,
hanya tiga macam qira’at yang terkenal yaitu:
1. Qira`at al-Sab’ah: ialah qira`at yang dinisbatkan kepada para imam qurra’
yang tujuh yang masyhur. 21
No. Tempat Imam Qurra’
1 2 3
1 Madinah Nafi' (169/785)
2 Mekah Ibn Katsir (120/737)
3 Damaskus Ibn 'Amir (118/736)
4 Basrah Abu 'Amru (148/770)
5 Kufah 'Asim (127/744)
6 Kufah Hamza (156/772)
7 Kufah Al-Kisa'i (189/804)
2. Qira`at ‘asyroh: ialah qira`at sab’ah diatas ditambah dengan tiga qira`at lagi.
No. Tempat Imam Qurra’
1 2 3
8 Madinah Abu Ja'far (130/747)
9 Basrah Ya'qub (205/820)
10 Kufah Khalaf al-Asyir (229/843)
3. Qira`at arba’ah asyrah: ialah qira`at ‘asyrah yang lalu ditambah dengan empat
qira’ah lagi.
No. Tempat Imam Qurra’
1 2 3
11 Basrah Hasan al Basri (110/728)
12 Mekah Ibn Muhaisin (123/740)
13 Basrah Fahya al-Yazidi (202/817)
14 Kufah al-A’masy (148/765)
21
Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester:
The Islamic Foundation, 1989. hlm. 83.
8
Kedua, dari segi kualitas, qira`at berdasarkan kualitas dapat dikelompokkan
dalam lima bagian:
1. Qira`at Mutawatir, yaitu qira`at yang diriwayatkan oleh orang banyak dari
orang banyak yang tidak mungkin terjadi kesepakatan di antara mereka untuk
berbohong.
2. Qira`at Masyhur, yakni qira’at yang memilki sanad sahih, tetapi tidak sampai
kepada kualitas mutawatir. Qira`at ini sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan
tulisan
3. Qira`at Ahad, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan
Mushaf ‘Utsmani dan kaidah bahasa Arab, tidak memilki kemasyhuran, dan
tidak dibaca. (Qira’at Aisyah dan Hafsah, Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Sa’ad
bin Abi Waqqash, Ibn Abbas)
4. Qira’at Syadz (menyimpang), yakni qira’at yang sanadnya tidak sahih.
5. Qira’at Maudhu’(palsu), yaitu qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan
kepada seorang tanpadasar. Seperti qira’at yang disusun oleh Abu Al-Fadhl
Muhammad bin Ja’far dan mensbtkannya kepada Imam Abu Hanifah.
6. Qira’at Syabih bi al-mudroj, yaitu qira’at yang mirip dengan mudroj dari
macam-macam hadis. Dia adalah qira’at yang didalamnya ditambah kalimat
sebagai tafsir dari ayat tersebut.
Tolak ukur yang dijadikan pegangan para ulama’ dalam menetapkan qira’at
yang sahih adalah sebagai berikut :22
a. Bersesuaian dengan kaidah bahasa Arab, baik yang fasih atau paling fasih.
Sebab, qora`at adalah sunnah yang harus diikuti, diterima apa adanya dan
menjadi rujukan dengan berdasarkan pada isnad, bukan pada rasio.
b. Bersesuai dengan salah satu kaidah penulisan Mushaf ‘Ustmani walaupun
hanya kemungkinan (ihtimal) atau mendekati.
c. Memiliki sanad yang sahih atau jalan periwayatannya benar, sebab qira`at
merupakan sunnah yang diikuti yang didasarkan pada penukilan dan
kesahihan riwayat.
22
Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester:
The Islamic Foundation, 1989. hlm. 84.
9
C. Faedah Keragaman Qira’at Al-Qur’an
Dalam keragaman cara baca al-Qur’an, dapat diambil beberapa manfaat yang
berguna sebagai tanda keotentikan al-Qur’an :23
1. Bukti yang jelas tentang keterjagaan Al-Quran dari perubahan dan
penyimpangan, meskipun mempunyai banyak qiroat tetapi tetap terpelihara.
2. Keringanan bagi umat serta kemudahan dalam membacanya, khususnya
mempermudah suku-suku yang berbed logat/dialek di Arab.
3. Membuktikan kemukjizatan Al-Quran, karena dalam qiroat yang berbeda
ternyata bisa memunculkan istinbat jenis hukum yang berbeda pula.
Contoh dalam masalah ini adalah lafadhz : " wa arjulakum" dalam Al-Maidah
ayat 6, yang juga bisa dibaca dalam qiroah lain dengan "wa arjulikum ". Maka
yang pertama menunjukkan hukum mencuci kedua kaki dalam wudhu.
Sementara yang kedua menunjukkan hukum mengusap ( al-mash) kedua kaki
dalam khuf atau sejenis sepatu.
4. Qiroat yang satu bisa ikut menjelaskan / menafsirkan qiroat lain yang masih
belum jelas maknanya.
Contoh masalah ini : dalam surat Jumat ayat 9, lafal " Fas'au ", asli katanya
berarti berjalanlah dengan cepat, tetapi ini kemudian diterangkan dengan
qiroat lain : " famdhou" yang berarti pergilah , bukan larilah.
23
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa,
1998, hlm. 92.
10
4. Adanya lahjah atau dialek kebahsaan di kalangan bahsa arab pada masa turunya
Al-Quran.24
24
Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. Ulum Al-Quran.hlm 142-149
25
Ibid.hlm 155
11
Sekitar tahun 65 – 86 H, Khalifah Abdul Malik bin Marwan atas saran Hajjaj
bin Yusuf mulai memberi tanda titik pada huruf-huruf Al – Quran. Ia menugaskan
Yahya bin Ya’mar dan Nashar bin Ashim yang merupakan murid Dari Abu Aswad
Ad_Duali.
Tanda-tanda yang sudah ada pun dirasa masih kurang cukup. Dimana dengan
tanda – tanda tersebut seringkali masih diketemukan terjadi kekeliruan dalam
membaca al-Quran, terutama panjang – pendeknya bacaan. Maka pada tahun 162
H, Imam Khalil bin Ahmad yang tinggal di Bashrah memberi tanda yang lebih jelas.
Ia memperbaharui tanda-tanda yang telah ditulis oleh Abul Aswad Ad_Duali. Dan
hasilnya adalah seperti tanda-tanda Al-Quran yang kita ketahui saat ini.
Adapun perubahan khat Al Quran terjadi pada masa Al-Wasil ibnu Muqlah
(272 H), seorang menteri pada Dinasti Abbasiyah. Dialah orang yang dikenal
pertama kali menulis Al Quran dengan berbagai macam khat, termasuk diantaranya
khat Al Quran yang kita pakai sekarang ini.
Sedangkan yang membagi Al Quran menjadi 30 juz adalah Hajjaj bin Yusuf.
Ia juga memberikan tanda “Nishf” (separuh) dan “Rubu’_” (seperempat) dalam
mushaf Al Quran.
12
BAB Ш
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini, maka dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Qira’at adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh Al-Quran yang baik
menyankut hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf.
2. Qira’at memiliki bermacam-macam, yakni Qira’at sab’ah, qira’at asyrah dan
Qira’at arbaah asyrah.
3. Qira’at memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu hukum
akibat perbedan kata, huruf dan cara baca.
B. Saran
Penulis meyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, itu
semua hayalah keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki dan hanya
mengandalka buku referensi. maka dari itu penulis meyarankan agar para pembaca
yang ini mendalami Qira’at agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-
sumber lain yang lebih komplit. tidak haya membaca makalah ini saja.
Akhirnya penulis ucapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I, Ulumul Quran 1, Pustaka Setia, Bandung, 1997
Akaha, Abduh Zulfikar, Al-Qur’an dan Qira’ah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar,
1996.
Al A’zami, M. M., Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj.
Sohirin Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005.
An-Nawawi, Abu Zakariya Yahya Muhyiddin bin Syaraf bin Hizam, At-Tibyaan fii
Aadaabi Hamalatil Quran, tk..
Anwar, Abu, Drs, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Jakarta : Amzah,
2002.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir, Jakarta
: Bulan Bintang, 1992.
Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998.
14
Syamsuddin, Hatta, Ringkasan Praktis Sistematis dari Terjemahan Kitab "
Mabahits Fi Ulumil Qur'an" karya Syeikh Manna'ul Qathan, dengan
beberapa tambahan, catatan dan penyesuaian, PESANTREN
MAHASISWA ARROYAN SURAKARTA, 2008 M / 1430 H.
15