Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tropoblas gestasional merupakan kelompok penyakit yang dapat muncul dengan
spektrum yang sangat luas. Penyakit-penyakit yang tergolong dalam penyakit tropoblas
gestasional ini meliputi mola hidatidosa (komplit maupun parsial), mola invasif, koriokarsinoma,
dan plasental site trophoblastic tumor, yang secara umum ditandai oleh proliferasi abnormal dari
jaringan tropoblas.1 Koriokarsinoma merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG)
dimana seringkali berasal dari wanita dengan mola hidatidosa yang mengalami degenerasi
keganasan. Koriokarsinoma tidak selalu berasal dari molahidatidosa namun dapat juga berasal
dari kehamilan normal, premature, abortus, maupun kehamilan ektopik yang jaringan
trofoblasnya mengalami konversi menjadi tumor trofoblas ganas.
Frekuensi terjadinya koriokarsinoma di Amerika Serikat dan Eropa antara 1 : 20.000
sampai 1 : 40.000 kehamilan. Perkiraan insiden koriokarsinoma di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin secara umum lebih tinggi, dengan frekuensi yang pernah dilaporkan 1 : 500 sampai 1 :
1000 kehamilan. Di Nigeria, koriokarsinoma merupakan tumor terbanyak ketiga pada wanita,
setelah karsinoma payudara dan karsinoma serviks. Perbedaan frekuensi ini mengasumsikan
bahwa kondisi social ekonomi atau faktor makanan dapat berperan pada terjadinya penyakit
trofoblas.1 Sedangkan di Indonesia sendiri disebutkan bahwa angka kejadian penyakit trofoblas
secara umum bervariasi diantara 1 : 120 sampai 1 : 200 kehamilan. Oleh karena itu penting untuk
mengetahui kelainan yang terjadi pada koriokarsinoma mengingat cukup tingginya angka
kejadian koriokarsinoma di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.
Seperti penanganan karsinoma secara umum, deteksi dini korioarsinoma memegang
peranan penting. Mengingat koriokarsinoma terjadinya pada wanita-wanita usa reproduksi,
penanganan yang optimal untuk mempertahankan fungsi reproduksinya menjadi pertimbangan
sendiri. Koriokarsinoma merupakan keganasan yang bersifat sangat sensitif terhadap pemberian
kemoterapi dengan hasil pengobatan hamper 100% mencapai kesembuhan. Oleh karena itu
perhatian perlu ditingkatkan terhadap perkembangan terjadinya koriokarsinoma sehingga dapat
didiagnosis sedini mungkin untuk menghindari tindakan operasi terhadap organ reproduksi yang
masih diperlukan.2-4

1
BAB II

PEMBAHASAN

KORIOKARSINOMA

1. Definisi
Koriokarsinoma merupakan salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG) berupa keganasan
yang berasal dari sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang
menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh darah sehingga
menyebabkan perdarahan, bersifat sangat agresif dengan kemampuan yang tinggi menyebar
secara hematogen. Hal ini ditandai dengan metastase perdarahan yang cepat ke paru-paru.5
Koriokarsinoma dapat berasal dari trofoblas previllus saat implantasi atau dari permukaan villus
plasenta. Mola hidatidosa merupakan asal tersering dari koriokarsinoma. Kurang lebih 50%
koriokarsinoma berkembang dari mola hidatidosa komplit, seperempatnya berasal dari abortus,
dan sisanya berkembang dari kehamilan normal atau kehamilan ektopik. 3
Meskipun pasien-pasien dengan koriokarsinoma paling sering menunjukkan gejala perdarahan
abnormal pervaginam, koriokarsinoma yang tidak didahului oleh kehamilan mola sering tidak
dicurigai sebelumnya. Sebaliknya, koriokarsinoma dapat mengalami regresi di uterus tanpa
menimbulkan gejala, dan metastasis merupakan gejala awal dari penyakit tersebut.6,7
“Korio” adalah istilah yang diambil dari vili korionik yaitu salah satu jenis selaput pada rahim
manusia. Istilah “Karsinoma” merupakan kanker yang berasal dari sel-sel epithelial. Karena
kanker ini merupakan kanker yang berasal dari salah satu plasenta yaitu korion maka salah satu
ciri khusus dari kanker ini adalah menghasilkan hormon hCG (Human Chorionic
Gonadothropin) yang sangat tinggi bahkan melebihi kadar hCG pada wanita hamil.
Koriokarsinoma bisa menyerang semua wanita yang pernah hamil termasuk wanita yang pernah
mengalami mola hidatidosa. Tidak seperti mola hidatidosa, korikarsinoma bisa menyerang
banyak organ dalam tubuh, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang belakang, otak juga dinding
rahim.

2
2. Plasenta
Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena plasenta merupakan alat pertukaran
zat antara ibu dan bayi dan sebaliknya, juga sebagai penghasil hormon.
Setelah nidasi, sel-sel trofoblas menyerbu ke dalam desidua sekitarnya sambil menghancurkan
jaringan. Diantara masa trofoblas timbul lubang-lubang sehingga menyerupai susunan spons.
Lubang ini kemudian berisi darah ibu karena dinding pembuluh-pembuluh darah juga termakan
oleh kegiatan trofoblas. Mula-mula sel-sel yang dihancurkan menjadi bahan makanan bagi telur,
kemudian makanan diambil dari darah ibu.8
Sel-sel trofoblas yang menyerbu kemudian berubah menjadi batang-batang yang masing-masing
bercabang dan akhirnya membentuk jonjot korion (vili korialis). Sementara itu, trofoblas yang
membentuk dinding vilus sudah terdiri dari dua lapisan.
a. Lapisan luar atau sinsitiotrofoblas.
b. Lapisan dalam atau sitotrofoblas (sel-sel Langhans)
Sebelah dalam vilus terisi oleh mesoderm. Dalam mesoderm ini terbentuk sel-sel darah merah
dan pembuluh-pembuluh darah yang lambat laun sambung-menyambung dan akhirnya
berhubungan dengan peredaran darah janin melalui pembuluh-pembuluh darah di dalam tali
pusat.Pada kehamilan muda, seluruh korion mempunyai vili, tetapi vili dalam desidua kapsularis
akan mati, sedangkan vili dalam desidua basalis tumbuh terus dan merupakan bagian fetal dari
plasenta. 8
Sebagian vili ada yang menanamkan diri ke dalam desidua, vili ini disebut jonjot pancang
(Haftzotte) karena memancangkan telur pada desidua. Ada juga vili yang ujungnya tidak sampai
ke desidua, tetapi terapung dalam darah ibu. Vili ini terutama bertugas mencari makanan. Mula-
mula vili itu berbentuk batang saja, tetapi kemudian mengeluarkan cabang-cabangnya. Hal ini
sangat memperluas permukaan filtrasi vili tersebut dan berguna karena kebutuhan janin
bertambah seiring usianya.
Pada minggu ke-16, sel-sel Langhans mulai menghilang. Hal ini menguntungkan bagi kecepatan
pertukaran zat antara darah bayi dan ibu. Darah bayi dan ibu tidak dapat bercampur karena
terpisah oleh jaringan yang dinamakan membrane plasenta. Membran plasenta terdiri dari lapisan
sinsitium, lapisan sel Langhans, jaringan ikat vilus dan lapisan endotel kapiler. Dengan
hilangnya satu lapisan, membran plasenta akan menjadi lebih tipis dan pertukaran zat lebih
lancar.8

3
Pada akhir bulan ke-IV, daya serbu trofoblas berhenti dan pada batas antara jaringan janin dan
ibu terdapat lapisan yang bersifat nekrotik, disebut lapisan fibrin Nitabuch. Pada akhir
kehamilan, plasenta berbentuk seperti cakram dengan garis tengah 15-20 cm, tebal 2-3 cm, dan
berat ± 500 gr. Plasenta tadi terletak pada dinding rahim sebelah depan atau balakang di dekat
fundus. 8
Permukaan maternal adalah permukaan plasenta yang menghadap ke dinding rahim, warnanya
merah dan terbagi oleh celah-celah. Celah ini tadinya terisi oleh septa (sekat) yang berasal dari
jaringan ibu. Oleh celah-celah ini, plasenta terbagi dalam 16-20 kotiledon.
Pada penampang sebuah plasenta yang masih melekat pada dinding rahim, tampak bahwa
plasenta terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Bagian yang terdiri dari jaringan anak, disebut lempeng penutup atau membrana
korii, yang dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah janin, korion, dan vili.
b. Bagian yang terbentuk oleh jaringan ibu, disebut lempeng desidua atau lempeng
basal, yang terdiri dari desidua kompakta dan sebagian desidua spongiosa, yang kelak
ikut lepas bersama plasenta.
Darah janin menuju ke plasenta melalui 2 buah arteri umbilicalis dan dari plasenta kembali ke
tubuh janin melalu vena umbilicalis. Ketiga pembuluh darah ini terdapat dalam tali pusat. Arteri
mengandung darah yang “kotor” dan vena mengandung darah yang “bersih”.
Dari tali pusat, pembuluh-pembuluh darah tersebut berjalan dalam korion dan kemudian masuk
ke dalam vili. Darah ibu memancar ke dalam ruangan interviler, yaitu rongga diantara vili, dari
arteri-arteri ibu yang terbuka pada dasar ruangan tersebut. Kemudian darah ibu menyebar ke
segala jurusan dan secara lambat mengalir kembali ke bawah dan masuk ke dalam vena pada
dasar plasenta. 8
Dulu orang mengira bahwa darah ruangan interviler semuanya dialirkan ke dalam vena besar
pada pinggir plasenta, yang dinamakan sinus marginalis atau sinus sirkularis. Saat ini, ahli-ahli
beranggapan bahwa darah ruangan interviler mengalir kembali ke dalam vena-vena pada dasar
ruangan tersebut maupun pada pinggir plasenta.
Seperti yang telah dikatakan, darah ibu dan anak pada umumnya tidak bercampur karena terpisah
oleh lapisan trofoblas, jaringan pengikat vilus dan endotel pembuluh darah vilus.
Plasenta sebagai organ yang kompleks, melepaskan berbagai macam hormon dan enzim ke
dalam sirkulasi darah ibu. Selain itu, plasenta juga berfungsi sebagai organ transpor untuk

4
pertukaran oksigan dan CO2 antara janin dan ibu. Dapat dikemukakan bahwa fungsi plasenta
adalah sebagai berikut:8
 Fungsi nutritif (transpor zat-zat makanan bagi janin)
 Fungsi ekskresi (mengeluarkan sisa metabolisme janin)
 Fungsi respirasi (pertukaran oksigen dan karbondioksida)
 Pembentukan hormon
 Transpor antibodi, obat-obatan, dan berbagai zat.

3. Etiologi Koriokarsinoma
Etiologi terjadinya Koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal cenderung menjadi
invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan
biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang
paling sering adalah paru-paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa kasus
metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak. 9
Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain:
a. Faktor ovum
Ovum memang sudah patologik.
b. Immunoselektif dari trofoblast
Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang
dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast.
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang
pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada
terbentuknya mola hidatidosa.
d. Paritas tinggi
Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada
kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi mola
hidatidosa dan berikutnya menjadi Koriokarsinoma.
e. Infeksi virus dan faktor kromosom.

5
4. Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala tersering dari koriokarsinoma. Keluhan ini
biasanya terjadi setelah kehamilan mola sebelumnya (50% kasus), bisa terjadi setelah abortus
(25%), setelah kehamilan normal (22,5%), atau setelah suatu kehamilan ektopik (2,5%). Jumlah
perdarahan yang terjadi tergantung apakah kehamilan sebelumnya merupakan kehamilan mola
atau bukan. Terkadang lesi pada uterus terbatas pada miometrium dan bersifat asimptomatik.
Tidak semua kasus koriokarsinoma menunjukkan lesi pada uterus setelah kehamilan intrauterin.
Banyak kasus koriokarsinoma metastasis tanpa adanya lesi pada uterus. Terkadang, gejala-
gejala yang muncul merupakan gejala metastasis sesuai dengan organ yang terkena. Paru-paru
merupakan lokasi metastasis tersering dari koriokarsinoma, dan pasien dapat menunjukkan
gejala hemoptisis. Gejala-gejala yang muncul tergantung pada terjadinya perdarahan, yang dapat
terjadi pada otak, hati, traktus gastrointestinal, atau traktus urinarius.1-3
Pada pemeriksaan fisik, tidak banyak hal yang bisa ditemukan pada organ genitalia interna,
terlebih-lebih pada penyakit dengan stadium yang masih dini. Yang paling sering ditemukan
adalah pembesaran uterus pada kasus-kasus yang seharusnya uterus sudah mengalami involusi
dan teraba lunak pada palpasi. Diagnosis ke arah koriokarsinoma dikenal dengan Trias
Acostasizon. Trias ini terdiri dari :10
- H (History) yaitu pasca mola hodatidosa, abortus, partus, atau kehamilan ektopik.
- B (Bleeding) yaitu perdarahan abnormal pervaginam.
- Es (Enlargement and softness) yaitu uterus membesar dan lunak.
Disamping itu, sering kali ditemukan adanya kista teka lutein unilateral/bilateral, dan bintik
tumor kebiruan pada mukosa vagina.10 Namun sebaliknya, banyak kasus dimana uterus sudah
mengalami regresi, gejala kliniknya ditemukan pada organ-organ yang mengalami metastasis.1
Setelah suatu proses kehamilan, baik itu kehamilan mola, abortus, partus, maupun kehamilan
ektopik, diagnosis penyakit tropoblas ganas dibuat berdasarkan adanya gejala-gejala dan tanda-
tanda tersebut diatas ditunjang dengan adanya kadar β- hCG serum yang menetap atau malah
meningkat. Kemampuan metastasis koriokarsinoma secara hematogen sangat tinggi, sehingga
perlu dicari fokus-fokus metastasis melalui pemeriksaan penunjang, baik laboratorium maupun
pemeriksaan radiologis. Perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, dan fungsi
hati. Demikian pula pemeriksaan foto toraks untuk melihat metastasis ke paru-paru. Apabila
dalam pemeriksaan foto toraks tidak ditemukan metastasis, sangat jarang ditemukan metastasis

6
di organ-organ lainnya. Pemeriksaan USG pelvis diperlukan untuk mengetahui besarnya lesi di
uterus dan seberapa jauh penyebaran koriokarsinoma di sekitar organ-organ genitalia interna.4
Pada pemeriksaan histopatologi, secara makroskopis koriokarsinoma tampak sebagai 1 atau lebih
fokus-fokus perdarahan. Fokus-fokus perdarahan ini sebagai respon proliferasi yang cepat dan
invasi massa tumor ke pembuluh darah.1,6,7 Ukuran tumor bervariasi dari pinpoint sampai massa
tumor yang besar dan bersifat destruktif. Bagian sentral tumor secara khas ditandai oleh adanya
perdarahan dan nekrosis, dengan batas yang tipis terdiri dari sel-sel tropoblas pada bagian
perifer.6 Secara mikroskopis, gambaran klasik dari koriokarsinoma dikenal sebagai bentukan
bilaminer, dimorpik, atau bipasik. Pengertian ini merujuk pada pembedaan antara sel-sel
tropoblas mononuklear dan sel-sel sinsitiotropoblas yang khas pada koriokarsinoma. Sel-sel
tropoblas mononuklear dapat berupa sel-sel sitotropoblas, tropoblas intermediat, atau keduanya.
Sel-sel tropoblas intermediate pada koriokarsinoma menyerupai tropoblas intermediat primitif
pada fase previllus perkembangan plasenta, tetapi dapat menunjukkan berbagai variasi dan
derajat atipia pada kasus per kasus. Inti-inti sel yang pleomorfik dan hiperkromatik sering
mencolok serta nukleoli yang prominen disertai derajat mitosis yang tinggi. Frekuensi tropoblas
intermediat pada koriokarsinoma bervariasi sangat lebar, antara 1-90% dari populasi sel-sel
tropoblas mononuklear.1,6,7
Karena nekrosis yang luas selalu terdapat pada koriokarsinoma, jaringan tropoblas mungkin
tidak terlihat, sehingga insisi secara hati-hati diperlukan untuk melihat gambaran bipasik.
Terkadang, setelah pemberian kemoterapi, sinsitiotropoblas tidak tampak pada tumor. Invasi ke
pembuluh darah sangat menonjol pada koriokarsinoma, dan villi korialis bukan merupakan
komponen dari koriokarsinoma, kecuali pada kasus-kasus yang jarang koriokarsinoma berasal
dari perkembangan plasenta yang normal. Sinsitiotropoblas dan tropoblas intermediat merupakan
sel-sel penghasil hormon. Hal ini memungkinkan studi immunohistokimia menggunakan
antibodi β- hCG dan hPL membantu mengevaluasi kasus yang dicurigai suatu koriokarsinoma.
Pada koriokarsinoma, sel-sel sinsitiotropoblas bereaksi dengan β-hCG, dan reaksinya lebih
rendah dengan hPL. Sel-sel sitotropoblas tidak berekasi dengan β-hCG, sedangkan sel-sel
tropoblas intermediat bereaksi sama kuat terhadap β-hCG dan hPL.6

5. Stadium Koriokarsinoma
Berdasarkan jauhnya penyebaran Koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu:

7
 Stadium I yang terbatas pada uterus
 Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan vagina
 Satadium III, mengalami metastasis ke paru-paru
 Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas ganas. Semua
sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan pada kemoterapi. Sistem
Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem skoring WHO.

Tabel I : Stadium Karsinoma berdasarkan klasifikasi FIGO

Stadium Deskripsi

I Tumor terbatas pada uterus


II Tumor meluas ke genitalia lainnya
Tumor meluas ke paru-paru dengan atau tanpa
III
perluasan pada organ genitalia
Metastasis jauh, dengan atau tanpa metastasis
IV
paru

Masing-masing stadium dibagi menjadi A (bila tanpa faktor resiko), B (dengan 1 faktor resiko),
dan C (dengan 2 faktor resiko).

Faktor-faktor resiko meliputi;


- Kadar β-hCG urin > 100.000 U/mL atau Kadar β-hCG serum > 40.000 U/mL.
- Interval diagnosis PTG dengan berakhirnya kehamilan >6 bulan.

Seperti dikemukakan pada bagian pendahuluan, koriokarsinoma secara klinis disebut sebagai
penyakit tropoblas ganas yang merupakan bagian dari penyakit tropoblas gestasional. Penyakit
tropoblas gestasional menurut The U.S. National Institutes of Health secara klinis
diklasifikasikan sebagai berikut :
I. Penyakit tropoblas gestasional jinak :
A. Mola hidatidosa komplit

8
B. Mola hidatidosa parsial
II. Penyakit tropoblas ganas (PTG) :
A. PTG non metastasis
B. PTG metastasis :
1. Prognosis baik : tidak adanya faktor risiko
2. Prognosis jelek : adanya beberapa faktor risiko seperti :
a. Durasi PTG dari kehamilan sebelumnya > 4 bulan.
b. β-hCG serum sebelum terapi > 40.000 mIU/mL.
c. Adanya metastasis ke hati atau otak.
d. PTG setelah kehamilan aterm.
e. Kegagalan kemoterapi sebelumnya.
Selanjutnya WHO membuat suatu skoring untuk menentukan prognosis Penyakit Tropoblas
Ganas (PTG) yang dikenal sebagai skor prognosis sebagai berikut(Tabel 2).

9
Tabel 2 : Prognosis PTG berdasarkan sistem skoring
Skor Prognosis
Faktor Prognosis
0 1 2 4
Umur (tahun) <40 ≥40
Kehamilan sebelumnya mola abortus hamil aterm
Interval kehamilan dgn
<4 4-<7 7-12 >12
PTG (bulan)
Kadar β-hCG serum <103 103-<104 104-<105 ≥105
Diameter tumor (cm) <3 3-<5 ≥5
Lokasi metastasis paru-paru ginjal, lien traktur GI hati, otak
Jumlah metastasis 1-4 5-8 >8
Kegagalan kemoterapi 1 obat ≥2 obat

Kategori :
- Skor prognosis total ≤7 : resiko rendah
- Skor prognosis total >7 : resiko tinggi

6. Patofisiologi
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma dari epitel
korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor
yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada Koriokarsinoma,
kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh
darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan
infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul
di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum.
Gambaran diagnostik yang penting pada Koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa atau
mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat,
walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi
kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan
pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah
satu faktor penyebab kesalahan diagnosis Koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat

10
plasenta secara salah di diagnosis sebagai Koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini
dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah.
Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau
kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler
setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten,
dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan
tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium.
Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor
vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah
akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai
Koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang
tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, Koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada
mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian
tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi.
Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum
lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm,
atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan
kemoterapi kombinasi yanitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid,
dan vinkristin.11

7. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO) menetapkan
beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG termasuk Koriokarsinoma
adalah:
- Menetapnya kadar ß hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih (misalnya
hari 1,7, 14 dan 21)
- Kadar ß hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau lebih (misalnya hari
1,7 dan 14)
- Tetap terdeteksinya ß hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.
- Gambaran patologi anatomi adalah Koriokarsinoma

11
b. Pemeriksaan Penunjang
a) Klinis :
– untuk kasus Kr yang berasal dari MHK, diagnosis lebih mudah dibuat karena
sebelumnya mereka pasti sudah diberi informasi tentang adanya kemungkinan
keganasan, dan diharuskan untuk melakukan follow up selama satu tahun. Bila
selama follow up ditemukan distorsi dari kurva regresi B-hCG sebelum minggu
ke-12, atau kenaikan lagi setelah pernah mencapai kadar normal, kemungkinan
adanaya keganasan sudah dapat dipikirkan, hanya saja tidak langsung disebut
sebagai Kr, melainkan Persistent Trophoblastic Disease (PTD), karena tidak
dilakukan pemeriksaan PA.
– untuk kasus yang didahului oleh jenis kehamilan lain seperti abortus, kehamilan
ektopik, atau aterm, diagnosis lebih sulit ditegakkan. Untuk itu, Acosta Sison
mengusulkan kriteria Hbes, yang berarti :
 H : having expelled a product of conception
 B : Bleeding
 es : enlargement and softness of the uterus
Jadi, menurut Acosta Sison, pada semua wanita yang pernah mengeluarkan hasil kehamilan,
apapun jenisnya, kemudian mengalami perdarahan pervaginam, yang disertai adanya subinvolusi
uterus, maka wanita tersebut patut dicurigai adanya keganasan. Apalagi disertai dengan adanya
kenaikan kadar B-hCG atau tanda-tanda metastasis lainnya.

b) Pemeriksaan laboratorium :
 adanya peninggian kadar B-hCG
 sebaiknya setiap kasus Kr, diperiksa juga T3, T4, dan TSH sehunbungan
dengan adanya penyulit tirotoksikosis.

c) USG :
 biasanya akan tampak masa kompleks dengan disertai adanya
neovaskularisasi
 kadang dapat juga menunjukkan adanya ancaman perforasi.

12
d) Diagnosis pasti :
ditentukan juga dari hasil PA. Pada umumnya gambaran PA nya
menunjukkan adanya sel-sel trofoblas yang atipik, tanpa vili korialis, disertai
hemoragi dan nekrosis.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan koriokarsinoma tergantung pada stadium, besarnya resiko, dan keinginan
pasien untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.3,10 Pada kasus- kasus dengan
stadium masih dini, risiko rendah, dan masih memerlukan fungsi reproduksi,
koriokarsinoma ditangani dengan pemberian kemoterapi tunggal dengan kesembuhan
mencapai 100%.10 Pemberian kemoterapi dilakukan dengan interval 2 minggu sampai β-
hCG mencapai kadar normal, untuk selanjutnya diberikan dosis tambahan sebanyak 1-3
seri (after course dose). Selama pengobatan, penderita disarankan jangan hamil dulu
minimal selama 1 tahun. Koriokarsinoma dikatakan mencapai keadaan remisi apabila
kadar β-hCG mencapai kadar normal 3 kali berturutturut dengan interval 2 minggu.10
Selama pemberian kemoterapi, perubahan regimen kemoterapi dimungkinkan apabila
titer β-hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri atau terdapat tanda-
tanda metastasis. Koriokarsinoma dikatakan resisten terhadap kemoterapi apabila setelah
5 seri pemberian kemoterapi, kadar β-hCG mengalami penurunan, tetapi tidak mencapai
kadar normal. Obat-obat kemoterapi tunggal yang diberikan meliputi metotreksat dengan
dosis 0,4 mg/kgBB/hari IM atau 3X5 mg/hari oral, selama 5 hari atau aktinomisin D
dengan dosis 10-12 ug/kgBB/hari IV selama 5 hari. Regimen kemoterapi kombinasi yang
sering digunakan adalah MAC, terdiri dari metotreksat 0,4 mg/kgBB/hari IM,
aktinomisin D 10-12 ug/kgBB/hari IV, dan clorambusil 10 mg/hari oral selama 5 hari
dengan interval 2 minggu.10

Operasi
Tujuan operasi adalah :
1. mengontrol perdarahan
2. mengurangi atau menghilangkan masa tumor

13
3. mengurangi kompresi terhadap organ.
Operasi hanya merupakan tindakan tambahan saja, karena pada prinsipnya
kita ingin mempertahankan fungsi reproduksi. Indikasi dilakukannya tindakan
operasi adalah : 12
a) indikasi absolut :
 perdarahan pervaginam yang tidak terkontrol secara medikamentosa
 perforasi uterus, terutama bila disertai akut abdomen
b) indikasi relatif
 uterus lebih besar dari 14 minggu
 ancaman perforasi uterus, berdasarkan hasil USG
 kemoterapi gagal
 jumlah anak cukup
Histerektomi bukanlah satu-satunya jenis operasi pada Kr. Pada keadaan dimana
masa tumor tidak terlalu besar, soliter, dan berkapsul yang jelas, dapat dipikirkan
untuk melakukan reseksi parsial uterus, terutama yang masih menginginkan fungsi
repoduksi.
Jenis operasi lain yang bisa dilakukan adalah ekstirpasi metastasis di vulva/vagina,
lobektomi, atau kraniotomi untuk metastasis di paru-paru dan otak yang resisten
terhadap kemoterapi. Apapun jenis operasinya, selalu harus diikuti dengan
pemberian kemoterapi.
Soper membagi tindakan histerektomi menjadi dua bagian, yaitu histerektomi
primer, bila dilakukan sebelum pemberian kemoterapi, dan histerektomi sekunder
dilakukan bila kemoterapi pertama dianggap gagal. Histerektomi primer akan lebih
berhasil jika dilakukan pada golongan resiko rendah yang sudah tidak memerlukan
lagi fungsi reproduksinya.
Untuk tindakan ekstirpasi, yang umum dilakukan adalah dengan membuat
pullstring ligation pada dasar tangkai, baru kemudian memotong tangkai tersebut
diatas ikatan tadi. Cara ini banyak dilakukan pada kasus dengan tangkai yang tidak
terlalu besar, dan hubungannya dengan dinding vagina tidak terlalu erat. Teknik ini
akan sukar jika metastasis pada vaginanya berdasar lebar. Untuk itu, sebaiknya
mukosa vagina diatas tumor dibuka, lalu masa tersebut dikeluarkan secara digital.

14
Setelah perdarahan dirawat, mukosa vagina ditutup kembali. Hati-hati dengan
perdarahan, karena banyak metastasis berdasar lebar yang disertai vaskularisasi
yang berlebihan. Karena itu, setelah tindalan ekstirpasi selalu harus dipasang
tampon vagina selama 24 jam.12
Radiasi
Radioterapi banyak digunakan pada stadium IV dengan metastasis di otak. Begitu
diagnosis ditegakkan, langsung dilakukan ”whole brain irradiation”, dengan dosis
3000 cGy. Dosis tersebut diberikan dalam 10 kali fraksi.
Radiasi ini sebaiknya diberikan bersamaan dengan kemoterapi, karena radiasi
berfungsi sebagai hemostatika dan tumorisidal untuk mengurangi resiko terjadinya
perdarahan spontan.12

9. Prognosis
Faktor umur, stadium, dan rendah-tingginya faktor risiko berpengaruh terhadap prognosis
penderita. Kasus-kasus koriokarsinoma stadium dini sangat responsif terhadap pemberian
kemoterapi, sehingga bisa menghasilkan kesembuhan hampir 100%. Pasien-pasien penderita
koriokarsinoma yang memperoleh kemoterapi dengan remisi total, dalam perjalanannya
mampu hamil dan melahirkan bayi secara normal.3

15
BAB III

KESIMPULAN

Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik Gestasional


(PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel-sel sito-trofoblas serta
sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang menginvasi miometrium, merusak jaringan di
sekitarnya termasuk pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan.
Penatalaksaan koriokarsinoma tergantung pada stadium, besarnya resiko, dan
keinginan pasien untuk mempertahankan fungsi reproduksinya. Pada kasus- kasus dengan
stadium masih dini, risiko rendah, dan masih memerlukan fungsi reproduksi,
koriokarsinoma ditangani dengan pemberian kemoterapi tunggal dengan kesembuhan
mencapai 100%, jika karsinoma sudah menginvasi miometrium maka dapat dilakukan
histerektomi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Mazur MT, Kurman RJ. Gestational trophoblastic disease and related lesions. In: Kurman
RJ, editor. Blaustein’s pathology of the female genital tract. Edisi ke-4. New York:
Spinger-Verlag, 1994; h. 1049-86.
2. O’Quin AG, Barnard DE. Gerstational trophoblastic diseases. In: DeCherney AH, Pernoll
ML, editor. Current obstetric and gynecologic diagnosis & treatment. Edisi ke-8. USA:
Appleton & Lange, 1994; h. 967-76.
3. Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic disease. In: Berek JS, Adashi EY,
Hillard PA, editor. Novaks Gynecology. Twelfth edition. Philadelphia:
Williams&Wilkins. 2007; h. 1261-79.
4. Berkowitz RS, Goldstein DP. Presentation and management of persistent gestational
trophoblastic disease and gestational trophoblastic tumors in the USA. In: Handcock BW,
Newlands ES, Berkowitz RS, editor. London: Chapman and Hall. 1997; h. 157-72.
5. Gest T. placenta and extraembryonic membranes. Journal; Medical Umich. 2012.
6. Shih IM, Mazur MT, Kurman RJ. Gestational tropholastic disease. In: Mills SC, Carter
D, Greenson JK, editor. Sternberg’s Diagnostic Surgical Pathology. Edisi ke-4.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 2004; h. 2277-96.
7. Rosa J. Placenta. In: Ackerman’s surgical pathology. Edisi ke-8. New York: Mosby.
1998; h. 1540-59.
8. Firman F, Wirakusumah, Johanes C. Obstetri fisiologi : ilmu kesehatan reproduksi.
Jakarta: EGC. Edisi ke-2. 2010.
9. Cunningham, MacDonald, Gant. Gestational trophoblastic tumors. Willm Obstetric. Edisi
ke-9. 1990; h. 746-50.
10. Nguyen CP. Bristow R. gestational trophoblastic disease. In: Bankowski BJ, Hearne AE,
Lambiau NC, Fox HE, Wallach EE, editor. The Johns Hopkins Manual of Gynecology
and Obstetrics. PhiladelphiaL Lippincott Williams & Wilkins. 2005; h. 500-10.
11. Hacker, Moore. Essensial obstetric dan ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Hipokrates, 2001.
12. Martaadisoebrata D. Buku pedoman pengelolaan penyakit trofoblas gestational. Jakarta;
EGC, 2005.

17

Anda mungkin juga menyukai