KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Referat ini
ditulis untuk melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam –
dalamnya kepada :
- dr. TriDjoko Widagdo, Sp.B selaku Kepala, pembimbing dan penguji Ilmu
Kedokteran Bedah RSUD Kudus
- dr. Handy Susetyo, Sp.B selaku penguji dan pembimbing
- dr. Rosich Attaqi, Sp.B selaku penguji dan pembimbing
- Dan smeua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak,
sehingga penyusunan laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu
dengan rendah hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangu agar di masa
datang penulis dapat menyusun laporan lebih baik.
Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya apabila dalam penyusunan
referat ini terdapat kekurangan dan kesalahan.
Penulis
Bab I
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik lmu Bedah RSUD Kudus
26 Agustus 2013 – 2 November 2013 i
Referat Bedah – Infertilitas Pada Pria Dalam Ilmu Bedah
Pendahuluan
Istilah infertilitas digunakan untuk pasangan lelaki dan perempuan yang tidak mampu
mencapai pembuahan antara sperma dan sel ovum. Diperkirakan 10% pasangan suami istri
yang berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi belum hamil pada tahun
pertama perkawinan. Hampir separuh dari penyebab infertilitas ini berasal dari pihak laki-laki
sepenuhnya (30%) atau dari gabungan bersama pihak perempuan (20%). Oleh karena itu
dapat dikatakan 50% penyebab infertilitas berasal dari pria.
Testis
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di scrotum. Ukuran testis pada dewasa
adalah 4x3x2,5 cn dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus
oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat
tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan visceralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot
kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakan mendekati
rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas sekitar 250 lobuli dan tiap lobules terdiri atas
tubulus seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel
sertoli, dan diantra tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel sertoli berfungsi memberi makan pada
bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig berfungsi menghasilkan hormone testosterone. Sel-
sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan di epididimis. Setelah matur sel-sel spermatozoa disalurkan menuju ampula vas
deferens. Setelah bercampur dengan cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis
dan prostat maka membentuk cairan semen.
Epididimis
Epididimis adalah organ yang berbentuk memanjang terdiri atas kaput, corpus, dan
kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui duktuli eferentes.
Disebelah kaudal, epididimis berhubungan dengan vasa deferens. Sel-sel spermatozoa yang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik lmu Bedah RSUD Kudus
26 Agustus 2013 – 2 November 2013 i
Referat Bedah – Infertilitas Pada Pria Dalam Ilmu Bedah
Vas Deferens
Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dengan panjang 30-35cm bermula
dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior. Dalam
perjalanannya ke duktus ejakulatorius, duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu
pars tunika vaginalis, pars scrotalis, pars inguinalis, pars pelvikum, dan pars ampularis. Pada
vasektomi, pars skrotalis merupakan bagian yang diligasi atau dipotong. Duktus ini terdiri
atas otot polos yang mendapatkan persarafan dari system simpatik sehingga dapat
berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior.
Proses spermatogenesis
Sperma diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Proses ini diatur
oleh sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad. Hipotalamus akan mengeluarkan hormon
Gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang kemudian akan merangsang kelenjar
hipofisis anterior untuk memproduksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH).
Di dalam testis, proses spermatogenesis dimulai dari diferensiasi sel stem primitive
spermatogonium yang terdapat pada membrane basalis tubulus seminiferus testis.
Spermatogonium kemudian mengalami mitosis, meiosis, dan bertransformasi menjadi
spermatozoa. Dengan proses : spermatogonium spermatosid I spermatosid II
spermatid spermatozoa
Transportasi sperma
Sperma yang dibentuk di tubuli seminiferi terkumpul di dalam rete testis (muara
tubuli seminiferi di dalam testis), kemudian disalurkan ke epididimis melalui duktus
eferentes. Di dalam epididimis sperma mengalami maturasi sehingga mampu bergerak,
kemudia disimpan beberapa saat di kauda epididimis dan selanjutnya dialirkan melalui vas
deferens untuk disimpan di ampula duktus deferens.
Sperma kemudian dikeluarkan dari organ reproduksi pria melalui proses ejakulasi.
Proses ini dimulai dengan fase emisi dimana terjadi kontraksi otot vas deferens dan
penutupan leher buli-buli dibawah kontrol saraf simpatis sehingga sperma beserta cairan
vesikula seminalis dan cairan prostat terkumpul didalam uretra posterior dan siap untuk
dikeluarkan dari uretra. Proses ejakulasi terjadi karena adanya dorongan ritmik dari kontaksi
otot bulbo cavernosus.
Setelah masuk ke dalam vagina, sperma dapat hidup hingga 36-72 jam. Dalam waktu
sekitar 5 menit, sperma dapat bergerak mencapai ampula tuba falopii dan setelah mengalami
perubahan fisiologis akan bertemu dengan ovum dan terjadilah fertilisasi.
Etiologi
Infertilitas pada pria dapat disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada fase-fase:
Fase pretestikuler
Kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis
Fase testikuler
Kelainan dalam proses spermatogenesis
Fase pascatestikuler
Kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi fertilisasi
Terapi
Terapi untuk mengatasi infertilitas pada pria umunya ditujukan pada penyebab
terjadinya infertilitas tersebut. Secara umum, terapi untuk infertilitas pada pria dibagi menjadi
terapi mendikamentosa dan terapi pembedahan.
Medikamentosa
Beberapa kelainan yang menyebabkan infertilitas pada pria dapat dikoreksi secara
mendikamentosa. Kelainan tersebut antara lain: defisiensi hormone, reaksi imunologik
antibody sperma, infeksi, dan ejakulasi retrograde. Pada hipogonadotroik-hipogonadismus
dapat diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosterone, kemudian
diberikan hormone human choriogenic gonadotropin. Sedangkan pada kelainan antibody
antisperma dapat diberikan kortikosteroid. Untuk ejakulasi retrograde dapat diberikan
golongan adrenergic alfa atau antidepresan trisiklik yang dapat menyebabkan kontraksi leher
buli-buli pada saat remisi sperma pada uretra posterior.
Pembedahan
Bab II
Tinjauan Pustaka
A.Varicocele:
Definisi
Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-
41% pria yang mandul menderita varikokel.
Epidemiologi
Anatomi
Sangatlah penting untuk mengetahui anatomi dari pembuluh darah testikular untuk
memahami tujuan dari mekanisme patofisiologi dari varikokel dan tingginya frekuensi
munculnya varikokel pada sisi kiri.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika
interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan
bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri
lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara
vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular, arteri
kremaster dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis berasal dari arteri
testikular, sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi yang adekuat dari testis,
walaupun arteri testikular terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari testis
diprantarai oleh pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular (spermatika interna),
vasal (diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal). Walapun varikokel dari vena
spermatika biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya terjadi perubahan fisiologi normal
yang terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan aliran darah testikular menjadi dasar
terjadinya anomali vena yang overperfusi dan terkadang terjadi ektasis vena.
Etiologi
Penyebab varikokel secara umum:
1.Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus
pampiniformis.
2.Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
3.Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri berlawanan
dengan kedalam v. spermatika interna kiri.
4.Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
5.Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
6.Sekunder : tumor, trombus v. renalis, hidronefrosis.
Mekanisme Patofisiologi
Peningkatan suhu skrotum telah dibuktikan pada manusia dengan varikokel dan pada
hewan dengan pembedahan induksi varikokel dan ini merupakan mekanisme yang paling
banyak diyakini dapat bertanggung jawab atas akibat varikokel patologi. Sensitivitas
spermatogenesis terhadap tingginya suhu telah didokumentasikan dengan baik. Usaha yang
cermat dari Zorgniotti dan McCleod mengungkapkan bahwa laki-laki dengan varikokel
memiliki suhu intrascrotal yang lebih tinggi daripada yang terkontrol. Namun, mengamati
tingginya suhu intrascrotal pada pria dengan varikokel mungkin tidak spesifik, karena pria
dengan infertilitas yang idiophatic juga sering menunjukkan tingginya pembacaan pada suhu
intrascrotal. Observetd penurunan suhu testis setelah varicocelectomy mendukung teori.
Teori metabolit adrenal dan refluks ginjal berasal dari awal dokumentasi pembelajaran
refluks darah dari vena ginjal ke vena spermatika internal pada anatomi
radiograpic. Meskipun laporan-laporan menunjukkan korelasi antara peningkatan
konsentrasi metabolit ini dalam vena spermatika internal dan kehadiran varikokel, hanya
sedikit dari metabolit ini yang jelas terbukti bersifat gonadotoxic. Peningkatan tekanan
hidrostatik dalam vena spermatika internal dari refluks vena renalis mungkin merupakan
mekanisme tambahan yang disebabkan varikokel patologi.
Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan terplintirnya
vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard. Darah vena dari testis
kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira – kira 30 0). Sudut ini,
bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior diperkirakan dapat meningkatkan
drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Sebagai perbandingan, vena testikular kiri menuju
ke arteri renalis kiri (kira – kira 90 0). Insersi menuju vena renalis kiri sepanjang 8 – 10 cm
lebih ke arah kranial daripada insersi dari vena spermatic interna kanan, yang berarti sisi kiri
8 – 10 cm memiliki kolum hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan tekanan dan
relatifnya aliran darah lebih lambat pada posisi vertikal.
Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri
mesenterika superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara arteri
iliaka komunis dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat juga
menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri.
Manifestasi Klinis
Varicokel memiliki beberapa tanda dan gejala yang sering dijumpai, yaitu:
Nyeri jika berdiri terlalu lama. Hal ini terjadi karena saat berdiri, maka beban untuk
darah kembali ke arah jantung akan semakin besar, dan akan semakin banyak darah
yang terperangkap di testis. Dengan membesarnya pembuluh darah, maka akan
mengenai ujung saraf, sehingga terasa sakit.
Masalah kesuburan. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa 40% dari pria-pria
infertile merupakan penderita varicocele (hal ini akan dijelaskan lebih lanjut)
Atrofi testis. Atrofi testis banyak ditemukan pada penderita varicocele, namun setelah
perawatan lebih lanjut biasanya akan kembali ke ukuran normal
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi berdiri tegak, untuk melihat
dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya distensi kebiruan dari dilatasi
vena. Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur vena harus dipalpasi, dengan valsava
manuever ataupun tanpa valsava. Varikokel yang dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai
“bag of worms”, walaupun pada beberapa kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan
dinding vena.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli
seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen
pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya
jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
Klasifikasi varikokel
Grade II Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari kulit
skrotum
Grade III Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum
Gambar 2 Orchidometer
Pemeriksaan Penunjang
Angiografi/venografi
USG
MRI
CT Scan
Nuclear Imaging
Angiografi/venografi
Ultrasonografi
Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan bahwa
USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%.
Penatalaksanaan
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan
operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah
menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk
mendapatkan suatu terapi.
Analisis Sperma :
1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc
2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc
3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc
4. Normozoospermia : jumlah hitungan sperma > 20 jt/cc
5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250 juta/cc
6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc
7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5 jt/cc
8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan beberapa spermatozoa saja
9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa yg normal < 30 %
10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa < 50 %
Penatalaksanaan
Tindakan Operasi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik lmu Bedah RSUD Kudus
26 Agustus 2013 – 2 November 2013 i
Referat Bedah – Infertilitas Pada Pria Dalam Ilmu Bedah
Alternatif Terapi
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel klinis,
ada beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah termasuk
percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogard perkutaneus dengan
menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coil pada vena spermatika interna.
Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteri testikular dan limfatik dikarenakan
sulitnya menuju vena spermatika interna. Radiographic occlusion juga meiliki komplikasi
seperti migrasi embolisasi materi menuju ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya
ginjal dan emboli paru, tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian
kontras.
Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi perkutan dari
vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini memiliki angka performa
yang tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan yang teknik retrograd, dapat
memberikan risiko trauma pada arteri testikular.
Teknik Operasi
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Teknik yang
paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena lewat kulit skrotum.
Fasia M. External oblique secara hati – hati disingkirkan untuk mencegah trauma
N. ilioinguinal yang terletak dibawahnya.
3. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan keuntungan dan
kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk melakukan teknik
ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan arteri testikular
sewaktu melakukan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila vena comitantes
bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa komplikasi seperti
trauma pada usus, pembuluh darah intraabdominal dan visera, emboli, dan peritonitis.
Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan varikokelektomi open.
Komplikasi
Perdarahan
Infeksi
Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6 bulan
postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)
Komplikasi
Hidrokel
Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit
5. Teknik embolisasi8
Angiokateter kecil dimasukkan ke sistem vena, dapat lewat vena femoralis kanan
atau vena jugularis kanan.
Biasanya vena atau cabangnya terembolisasi dengan injeksi besi atau platinum
spring-like embolization coils.
Vena kemudian terblok pada level kanalis inguinalis interna dan sendi sakroiliaka.
Pada tahap akhir, venogram dilakukan untuk memastikan semua cabang ISV
terblok, kemudian kateter dapat dikeluarkan.
Tidak ada penjahitan pada teknik ini. Setelah selesai, pasien diobservasi selama
beberapa jam, kemudian dapat dipulangkan. Angka keberhasilan proses ini
mencapai 95%.
Gambar 8 Embolisasi
Evaluasi Pascaoperasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator
antara lain:
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen,
dan 50% pasangan menjadi hamil.
Prognosis
B. Orchitis:
Definisi:
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar
kasus berhubungan dengan infeksi virus mumps , namun, virus lain dan bakteri dapat
menyebabkan orchitis.
Etiologi:
Virus: orchitis mumps paling umum. Infeksi Coxsackievirus tipe A, varicella, dan
echoviral jarang terjadi.
Infeksi bakteri dan pyogenik: E. coli, Klebsiella, Pseudomonas, Staphylococcus, dan
Streptococcus
Granulomatous: T. pallidum, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae,
Actinomycetes
Trauma sekitar testis
Virus lain meliputi coxsackievirus , varicella , dan echovirus .
Beberapa laporan kasus telah dijelaskan imunisasi mumps, campak, dan rubella
(MMR) dapat ,enyebabkan orchitis
Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif
atau laki-laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia
trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae , Pseudomonas aeruginosa ,
Staphylococcus, Streptococcus
Idiopatik
Epidemiologi
Faktor Risiko
Patofisiologi :
Kebanyakan penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puber adalah mumps ,
dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3 sampai 4 hari setelah
pembengkakan kelenjar parotis. Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis sekitar 15
% – 20% pria menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra
pubertas dengan orchitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa disertai disfungsi
testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus seminiferus dan
pada beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi
testosteron. Ada resiko infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orchitis
parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar melalui darah biasanya berawal unilateral
pada kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula-nodula yang kemudian mengalami
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik lmu Bedah RSUD Kudus
26 Agustus 2013 – 2 November 2013 i
Referat Bedah – Infertilitas Pada Pria Dalam Ilmu Bedah
ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat menyebar melalui fenikulus spermatikus menuju testis.
Penyebaran lebih lanjut terjadi pada epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan
ginjal.
Diagnosis:
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Rasa nyeri dan bengkak pada area lokal testis selama 1 sampai dengan
beberapa hari
Kemudian, infeksi meningkat pada seluruh testis
Mungkin terasa nyeri atau rasa terbakar sebelum dan sesudah kencing, serta
adanya penile discharge.
Pemeriksaan Penunjang
Orchitis gondok dapat dikaji berdasarkan riwayat penyakit dan pengkajian fisik, lalu
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serum antibodi imunofluoroscence.
Epididimo-orchitis ditegakkan melalui pemeriksaan urinalisis (abnormalitas
konsistensi, konsentrasi, dan warna) dan kultur uretra untuk mengetahui adanya
gonore atau klamidia.
USG Doppler Warna dapat menunjukkan adanya edema akut.
Scan inti testis digunakan untuk mengetahui adanya testicular torsion, atau kelebihan
suplai darah pada area testis.
Diagnosis Differential
Epididimitis
Hernia scrotalis
Torsio testis: kemungkinan besar jika nyeri memiliki onset tiba-tiba dan parah. Lebih
umum pada pria di bawah 20 tahun (tetapi bisa terjadi pada usia berapapun).
Membedakan torsi testikular ini dalam diagnosis sangat penting dari segi bedah.
Tumor testis
Hydrocele
Penatalaksanaan:
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada
Contoh antibiotik:
1. Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi
lebih rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa
IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan
kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri.
Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore.
Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis
terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari
3. Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan
mikroorganisme.
Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1
g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus.
Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4. Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic.
Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO
tid / qid selama 14 hari
5. Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S
epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas
terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan
bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan .
Komplikasi:
Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis.
Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk
mengurangi tekanan dari tunika.
Abscess scrotalis
Infark testis
Rekurensi
Epididymitis kronis
Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang
didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya
sementara.
Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang disebabkan
oleh gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki penderita epididymitis
yang tidak diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum
diketahui.
Prognosis:
Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3-10
hari
Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis bakteri dapat
sembuh tanpa komplikasi.
C.Kriptokismus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik lmu Bedah RSUD Kudus
26 Agustus 2013 – 2 November 2013 i
Referat Bedah – Infertilitas Pada Pria Dalam Ilmu Bedah
Definisi
Kriptorkismus _ berasal dari bahasa Yunani
• Cryptos : tersembunyi
• Orchis : testis
Sinonim : Undescended testis (UDT)
Testis terletak di jalur desensus normal, tapi tidak mencapai di tempat yang normal di
Skrotum Sering didiagnosa banding : testis ektopik, testis retraktil
(pseudokriptorkismus)_testis pd saat nangis (+), gliding atau ascending testis.
Epidemiologi
Insiden: bayi prematur (21 %) , bayi aterm (4,3 %)
Posisi testis : intra abdominal
inguinal
preskrotal
skrotal
retraktil
6 minggu setelah lahir _testis kriptorkid turun spontan ke skrotum
Usia 1 tahun : 0,75-0,8 % yang tetap kriptorkismus 70-75% : kriptorkismus unilateral,
sisanya bilateral
Klinis : sulit ditegakkan sebelum usia 1 tahun
Insiden 1: 20.000 bayi neonatus
Monokidismus 1: 5000 dan lebih sering pada sisi kiri
Angka kejadian kriptorkismus:
Neonatus < 2500 g : 30,3 %
Neonatus > 2500 g : 3,4 %
Umur 12 bulan : 1,8 %
> 12 bulan : 0,8 %
Dewasa : 0,8 %
Klasifikasi
True undescended testis proses penurunan testis terhenti di jalur penurunan normal
Testis ektopik
Etiologi
Patofisiologi
Penurunan testis tergantung pada interaksi antara faktor hormonal dan mekanik
Pada bulan ke-8 kehamilan testis menuju skrotum, sehingga saat lahir testis berada
dalam skrotum.
Kriteria Diagnosis
PF: testis tidak teraba, bisa uni/bilateral, agenesis, testis teraba tapi di luar jalur yang
normal
Perangsangan pada paha bag. Dalam cremaster jika testis turun maka ini testis
retraktil tpi jika tidak turun ada ke- mungkin ektopik
Penatalaksanaan
Kirim ke radiologi utk USG abdomen dan inguinalis utk mencari testis.
Apabila tdk berhasil scra hormonal maka bisa dilakukan operasi retraktil testis
orchydopexy.
Bila ditemukan pada bayi baru lahir--. Tidak langsung diterapi, tapi dimonitor tiap 3
bulan bila pada usia 10-12 bulan belum turun berikan terapi hormonal
Komplikasi
Keganasan
Torsi testis
Hernia inguinalis
Beban psikologik
Prognosis
Keberhasilan terapi tergantung dari posisi testis sebelum operasi dan usia saat mulai
terapi
D.Anorkismus Bilateral:
Definisi:
Anorchia atau anorchism adalah kondisi kelainan bawaan langka di mana bayi laki-
laki saat lahir anak tanpa testis atau hanya satu testis . Beberapa minggu setelah sel telur
dibuahi , embrio akan mulai mengembangkan organ reproduksinya . Pada manusia jika testis
tidak berkembang dalam 8 minggu pertama , bayi akan memiliki alat kelamin perempuan.
Seorang bayi akan memiliki alat kelamin ambigu jika testis hilang antara delapan dan sepuluh
minggu (bagian laki-laki dan perempuan bagian alat kelamin ) . Kondisi anorkhismus ini
terjadi antara 12 sampai 14 minggu setelah pembuahan , di mana alat kelamin pria dan
skrotum berkembang tetapi tidak adanya testis saat lahir .
Etiologi:
Penyebab anorchia yang sesungguhnya ttidak benar-benar diketahui .Pada saat torsi
intra - uterus diperkirakan menjadi penyebab paling mungkin dari anorchia .Yaitu vena yang
melekat pada testis menjadi twisted , dan memotong aliran darah ke testis yang masih
berkembang saat dalam janin , sehingga mereka atrofi ( menyusut ) dan mati . Faktor Risiko
anorchia mungkin melibatkan faktor genetik namun data saat ini masih belum tersedia
.Anorchia kongenital bilateral terjadi pada sekitar 1 dari 25.000 laki-laki . Anorchia uni
-lateral mempengaruhi sekitar 1 dari 6.000 laki-laki , ( berarti Uni -lateral hanya
mempengaruhi satu sisi atau teste ) .
Skrinning:
Terapi:
Anorchia uni -lateral cukup sering tidak memerlukan terapi atau intervensi bedah
selama produksi testosteron dan tingkat yang cukup memadai . Pada laki-laki dengan
anorchia kongenital bilateral , pengobatan testosteron harus diganti secara permanen pada
saat pubertas dicurigai agar tidak menunda atau mengganggu perkembangan pubertas yang
normal . Jika tidak diobati , pubertas tidak akan pernah memulai dan tidak diragukan lagi
akan berkembang menjadi apa yang dikenal sebagai eunechoidism , ( ia akan menjadi steril
dan memiliki pertumbuhan tulang panjang yang berlebihan dan kurangnya karakteristik seks
sekunder ) .
Pada laki-laki yang telah diduga anorchia uni -lateral , pemeriksaan menyeluruh harus
dilakukan dengan menggunakan sonografi , komputer tomografi , MRT . Hal ini karena setiap
gonad yang tidak turun memiliki tingkat tinggi keganasan . Pembedahan eksplorasi bahkan
mungkin diperlukan untuk menentukan apakah ada teste tidak turun atau jaringan gonad
terbuang , ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disebut laparoskopi .
Perawatan untuk kedua uni - lateral dan bilateral anorchia termasuk , prostetik testis
implan (bahan silastic ) , obat-obatan hormonal dan konseling psikologis dan dukungan .
Masalah terbesar dengan kondisi ini adalah infertilitas . Kurangnya satu testis biasanya tidak
berarti seorang pria akan menjadi kurang subur , sebagai salah satu teste sudah cukup jika itu
adalah normal , untuk tujuan reproduksi . Seperti yang dinyatakan sebelumnya , seorang pria
yang memiliki anorchia bawaan bilateral itu steril, dan tidak ada obat dikenal untuk kondisi
ini .
Tidak adanya kedua testis bayi laki-laki di ( anorchia bawaan bilateral ) jarang terjadi,
Anorchia unilateral atau monorchidism lebih umum . Kecelakaan pembuluh darah pada
kehamilan tampaknya menjadi penyebab utama anorchia . Bilateral anorchia dikaitkan
dengan perubahan hormon luteinizing , follicle-stimulating hormone , dan kadar testosteron .
Setelah diagnosis bilateral anorchia dibuat , baik sterilitas dan kebutuhan untuk terapi
penggantian androgen perlu dipertimbangkan . Untuk pengobatan , terapi penggantian
androgen menginduksi pubertas Bilateral anorchia.
E. Trauma Testis:
Definisi
Trauma testis didefinisikan sebagai semua cedera yang diderita oleh testis. Jenis cedera
termasuk tumpul , penetrasi dan degloving (avulsi).
Trauma tumpul mengacu pada luka yang diderita dari benda-benda diterapkan dengan
kekuatan yang signifikan ke skrotum dan testis. Hal ini dapat terjadi dengan berbagai
jenis kegiatan. Contohnya termasuk tendangan ke pangkal paha atau cedera terkena bola.
Trauma tembus mengacu pada luka yang diderita dari benda tajam,contohnya termasuk
tembak dan luka tusuk.
Degloving(avulsi) lebih jarang terjadi, salah satu contohnya adalah kulit skrotum yang
terlepas karena terjebak dalam mesin-mesin berat.
Epidemiologi
Trauma testis biasanya jarang terjadi. 85% trauma testis biasanya merupakan trauma
tumpul, dan sisanya merupakan trauma tembus dandegloving. Trauma tumpul dapat ditangani
dengan obat-obatan atau bedah, tergantung dari gejala klinisnya. Intervensi bedah secepatnya
memiliki tingkat perbaikan yang lebih tinggi (94% : 79%).
Etiologi
Penyebab tersering dari trauma tumpul pada testis adalah cedera karena olah raga,
tendangan ke selangkangan, kecelakaan lalu lintas, dan jatuh. Sedangkan penyebab tersering
dari trauma tembus adalah luka tembak, luka tusuk, sel-mutilation, dan gigitan hewan.
Penyebab tersering dari trauma avulsi adalah kecelakaan saat menggunakan mesin-mesin
berat (mesin pabrik atau bertani).
Patofisiologi
Testis dilapisi dengan lapisan fibrosa berwarna putih yang terbentuk dari jaringan ikat
yang disebut dengan tunikavaginalis dan tunikaalbuginea. Tunikaalbuginea adalah lapisan
viseral yang membungkus testis sedangkan tunikavaginalis adalah lapisan parietal yang
membungkus kantong hidrokel.
Tunika albuginea merupakan lapisan yang terkena bila terjadi ruptur testis, diperlukan
tekanan minimal sekitar 50 kg untuk menyebabkan ruptur testis. Robekan pada
tunikaalbuginea akan menyebabkan ekstrusi dari tubulusseminiferus dan membuat
perdarahan intratestikular masuk ke dalam tunikavaginalis. Hal ini adalah yang dimaksud
sebagai hematokel. Gangguan pada tunikavaginalis atau ekstensi dari epididimis akan
menyebabkan perdarahan ke dinding skrotum sehingga terjadi hematoma skrotum.
Terdapat dua faktor yang bekerja melindungi testis dari trauma luar minor. Pertama,
lapisan tipis dari cairan seriosa (hidrokel fisiologis) memisahkan tunikaalbuginea dari
tunikavaginalis yang membuat testis dapat bergerak bebas dalam kantong skrotum. Kedua,
testis disuspensi di dalam skrotum oleh funikulusspermatikus sehingga testis dapat bergerak
bebas pada area genital. Jika terjadi trauma tumpul atau tusuk yang berat, mekanisme
perlindungan ini berfungsi untuk melindungi testis dari cidera yang lebih berat.
Presentasi Klinis
Pasien dengan trauma testis biasanya datang ke unit gawat darurat dengan keluhan
utama riwayat cidera (cidera olah raga, selangkangan tertendang, luka tembak). Pasien yang
mengalami trauma tumpul yang berat biasanya menunjukkan gejala berupa nyeri pada
skrotum yang sangat hebat, biasanya sampai terjadi mual dan muntah. Pada pasien dengan
riwayat trauma tumpul minor kemungkinan terjadinya torsio testis dan epididimitis tidak
boleh diabaikan. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan tanda-tanda bengkak, dan terdapat
hematoma. Kemungkinan terdapat ekimosis dari skrotum atau perineum. Pemeriksaan testis
bilateral dan pemeriksaan perineum harus selalu dilakukan. Namun, karena keluhan nyeri
sangat hebat yang dialami pasien, pemeriksaan secara menyeluruh biasanya sulit dilakukan
sehingga pemeriksaan radiologi atau eksplorasi mungkin diperlukan.
Sebagian besar trauma tumpul testis adalah unilateral. Tidak adanya pembengkakan
skrotum dan hematoma kemungkinan menunjukkan cidera yang ringan. Pemeriksaan imaging
dan eksplorasi skrotum diperlukan jika terdapat tanda-tanda ruptur testis atau ketika pasien
mengalami nyeri berlebihan saat dilakukan pemeriksaan fisik. Trauma tumpul pada testis
dapat bermanifestasi sebagai hematokel atau ruptur testis. Tidak terdapat nyeri sama sekali
pada pasien dengan pembengkakan skrotum meningkatkan kemungkinan telah terjadinya
infark testis atau torsio dari funikulusspermatikus.
Pada trauma tembus, tempat masuk dan keluarnya luka harus ditentukan. Hampir 75%
laki-laki dengan trauma tembus pada genitalia memiliki cidera di tempat lain. Pemeriksaan
dengan seksama pada scrotumkontralateral dan perineum harus dilakukan. Singkirkan
kemungkinan terjadina cidera pada testis kontralateral, uretra bulbar, dan rektum. Evaluasi
juga pembuluh darah temporal, karena biasanya cidera pada daerah selangkangan dapat
disertai dengan perlukaan vaskular. Walaupun jarang, telah dilaporkan terjadinya iskemik dari
testis karena perlukaan vaskular.
Pemeriksaan radiologi lainnya, seperti CT Scan atau MRI dapat berguna untuk
mendapatkan informasi tambahan pada kasus yang kurang jelas. Namun, diagnosa definitif
dari ruptur testis hanya dapat ditegakkan di ruang operasi. Eksplorasi skrotum adalah alat
diagnosa terbaik pada trauma testikular yang kurang jelas.
Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
Terapi konservatif di rumah sakit dilakukan pada pasien dengan trauma minor, di
mana testis secara tegas masih baik dan tidak terdapat luka pada skrotum. Biasanya terapi
meliputi bantalan testis, NSAID, Ice packs, dan Bee restu selama 24-48 jam.
Bantalan testis berguna untuk mengurangi pergerakan pada testis yang dapat membuat
cidera lebih parah. Penggunana NSAID berguna untuk mengurangi oedema skrotum dan
mempunyai efek analgesik. Ice packs ditempelkan pada selangkangan setidaknya setiap 3-4
jam untuk mengurangi bengkak pada fase akut.
Jika terdapat tanda-tanda epididimitis atau infeksi saluran kemih, terapi dapat
ditambah dengan antibiotik.
Terapi Bedah
Pasien dengan riwayat trauma tumpul dan terdapat hematokel biasanya dapat
dilakukan eksplorasi secepatnya untuk mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan.
Namun, beberapa institusi tidak melakukan eksplorasi jika hematokel berukuran kurang dari
5 cm.
Trauma pada testis harus dilakukan repair segera. Penangan yang tidak tepat dapat
menimbulkan terjadinya infeksi, atrofi dan nekrosis. Repair yang terlambat dapat juga
membuat hilangnya spermatogenesis dan fungsi hormonal. Lee dik (2008) melaporkan bahwa
20% pasien ruptur testis dengan penanganan konservatif mengalami atrofi dan menuju ke
orchiektomi.
Cidera pada vas deferensi atau epididmis dapat dilakukan perbaikan dengan teknik
bedah mikro. Hal ini biasnya dilakukan secara bertahap.
Orchiektomi jarang dilakukan, kecuali bila testis sudah mengalami infark total atau
rusak total. Cidera testis biasanya juga disertai dengan hilangnya lapisan skrotum yang
signifikan, yang biasanya merupakan cidera avulsi. Tatalaksana dari cidera avulsi adalah
sebagai berikut :
Metode yang lebih banyak dipakai adalah penutupan dengan menggunakan sisa dari
kulit skrotum. Minimal 20% dari kulit skrotum dapat menutupi isi skrotum dengan
adekuat. Debridemen harus dilakukan sebelum dilakukan penutupan.
Jika jumlahkulit skrotumyang tersisatidak mencukupi, mobilisasitestiske daerahyang
berdekatanuntuk mendapatkancakupan. Lokasi yang optimaladalahkantong paha
sbkutan, denganrekonstruksiskrotumdalam 4-6minggu. Suhupahaadalah
sekitar10°lebih rendah darisuhu tubuhinti, mendukungspermatogenesis.
Jika hal di atas tidak dapat dilakukan, usaha terakhir yang dapat dilakukan adalah
dengan mengaplikasikan salin per hari sampai terbentuk jaringan granulasi yang
adeuat pada testis. Dalam 1 minggu, dapat dilakukan skingraft.
Komplikasi:
Infark testis
Torsio testis
Abses epididimis atau abses testis
Infertil
Nekrosis testis
Atrofi testis
Komplikasi yang dapat terjadi pada saat dilakukan eksplorasi skrotum antara lain :
Perdarahan
Infeksi
Tidak adanya vas deferans bilateral kongenital (congenital bilateral absence of the
vas deferens, CBAVD) merupakan kelainan kongenital yang jarang dan ditemukan paling
sering pada pria dengan fibrosis kistik (cystic fibrosis, CF). CBAVD terjadi pada laki-laki
dimana testis tidak dapat menyalurkan sperma ( vas deferens gagal berkembang). Meskipun
testis biasanya dapat berkembang dan berfungsi normal, sperma tidak dapat disalurkan
melewati vas deferens menjadi bagian dari semen.
Kelainan ini juga dapat terjadi tanpa gejala klinis CF. Jika hal ini terjadi, biasanya
berhubungan dengan mutasi pada kode gen untuk reseptor transmembran CF (CF
transmembrane receptor, CFTR). Mekanisme molekular mengenai bagaimana reseptor
transmembran abnormal yang terlibat pada kanal klorida menyebabkan kegagalan vas
deferens untuk berdiferensiasi atau kegagalan resorpsi tidak diketahui. Adanya CBAVD
mengharuskan dilakukannya pemeriksaan genetik terhadap gen CF.
Penatalaksanaan
Jika vas deferens tidak ada, pembedahan tidak dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Tetapi, ada tindakan bedah untuk menyelamatkan sperma dari dalam tubuh. MESA
(microsurgical epididymal sperm aspiration) adalah prosedur yang dapat mengambil sperma
dari epididimis. Kemudian dilakukan dengan menggunakan teknologi modern yang dikenal
dengan intracytoplasmic sperm injection (ICSI).
Epididimis
Berbentuk huruf C dan menempati margo posterolateral testis. Terdiri atas tiga bagian
yaitu kaput, korpus dan kauda. Duktuli efferentes testis yang mula-mula lurus kemudian
kemudian berkelok-kelok waktu memasuki epididimis duktuli ini membentuk bangunan
seperti baji di mana apeksnya menghadap testis sedangkan basisnya menghadap kaput
epididimis bangunan baji ini disebut lobuli epididimis. Beberapa tubuli eferentes testis
membentuk satu saluran disebut duktus epididimis yang jalannya sangat berkelok-kelok dan
membentuk sebagian besar epididimis.
Epididimitis
Epididimitis adalah peradangan pada epididimis, epididimis akut biasanya lebih berat
daripada epididimis kronis. Epididimis kronis berlangsung selama lebih dari 6 minggu.
Penyebabnya biasanya disebabkan ileh bakteri yang berhubungan dengan :
1. pemasangan kateter
2. prostatektomi
Gejala
Gejala berupa nyeri dan pembengkakan skrptum yang sifatnya ringan atau berat.
Peradangan yang sangat hebat menyebabkan penderita tidak dapat berjalan karena sangat
nyeri .Gejala lain yang mungkin ditemui adalah :
benjolan ditestis
pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena
pembengkakan selangkangan pada sisi yag terkena
nyeri testis ketika buang air besar
demam
keluar nanah dari uretra
nyeri ketika berkemih
nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi
darah di dalam semen
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Testis pada sisi yang
terkena kadang membengkak, nyeri tekan terbatas pada daerah tertentu. Biasanya ditemukan
adanya pembesaran kelenjar getah bening di selangkangan. Pemeriksaan lain dapat
dilakukan;
Vas deferens
Vas deferens adalah lanjutan dari duktus epididimis. Mula-mula sangat berkelok-
kelok tetapi setelah asenderen pada sisi medial korpus epididimis terlihat lurus. Mulai dari
bagian lurus ini dia dibungkus oleh plekus venosus dari v. spermatika interna yang disebut
pleksus pampininiformis.
Vesikula seminalis terletak pada bagian posterior basis buli-buli. Sekret dari vesikula
seminalis diekskresikan lewat duktus ekskretorius yang akan bergabung pada duktus
ejakulatorius.
Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan salah satu metode kontrasepsi
yang sangat efektif bagi pria, tidak memiliki efek samping klinis karena bersifat non
hormonal, pengaruhnya jangka lama dengan sekali tindakan saja. Akan tetapi, Komplikasi
dapat terjadi saat prosedur berlangsung atau beberapa saat setelah tindakan. Komplikasi
selam prosedur dapat berupa komplikasi akibat reaksi akibat penggunaan lidokain atau
manipulasi berlebihan terhadap anyaman pembuluh darah di sekitar vas deferens.
1. Komplikasi Minor
a. Ecchymosis, terjadi pada 2-65%.
Penyebabnya : pecahnya pembuluh darah kecil subkutan sehingga terjadi
perembesan darah dibawah kulit. Tidak memerlukan terapi, dan akan hilang
sendiri dalam 1-2 minggu post operarif.
b. Pembengkakan (0,8-67%)
c. Rasa sakit/rasa tidak enak.
2. Komplikasi Mayor :
a. Hematoma
1. Insiden < 1 %
4. Pengobatan :
b. Infeksi
1. Insisi
2. Vas deverens
c. Sperm Granuloma
1. Granuloma adalah satu abses non bacterial, yang terdiri dari
spermatozoa, sel-sel epitel dan limfosit, dan merupakan suatu respon
Penatalasanaan
• Jika terdapat pembuntuan pada vas deferens karena infeksi atau setelah menjalani
vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau vaso-vasostomi.
• Sedangkan pada pembuntuan yang lebih proksimal yaitu pada epididimis dilakukan
penyambungan epididimovasostomi yaitu penyambungan epididimis dengan vas
deferens (yang ditandai dengan terdapatnya sperma pada ejakulat ).