Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid harus dilakukan dengan


pemahaman patofisiologi, riwayat sakit dari kelainan yang dicurigai. Uji laboratorium
hanya mewakili keadaan sesaat (snapshot) fungsi tiroid pada saat sampel darah
diambil. Tidak semua kelainan tiroid menunjukkan kelainan fungsi tiroid, juga ada yang
tanpa gejala (hipertiroidisme dan hipotiroidisme subklinis). Sebaliknya adanya kelainan
fungsi tiroid juga tidak selalu mencerminkan gangguan fungsi tiroid, yaitu pada keadaan
non thyroidal illnesses. Walaupun pola jelas menunjukkan kelainan uji berkaitan dengan
keadaan penyakit tertentu, banyak kelainan yang tidak statis, misalnya tiroiditis pasca
melahirkan (postpartum). Juga ada pengaruh obat-obatan.

Hasil analisis hormon-hormon tiroid dapat membantu menegakkan diagnosis, diagnosis


banding dan memantau perjalanan penyakit serta hasil pengobatan yang berkaitan
dengan kelenjar tiroid. Kemajuan teknik metodologi analisis hormon yang makin sensitif
dan spesifik telah banyak mempermudah diagnosis laboratorium. Penting untuk dapat
memilih parameter-parameter yang sesuai.

Pada makalah ini akan dibahas tentang perkembangan analisis laboratorium hormon
tiroid, pemilihan parameter pada keadaan tiroid tertentu, beberapa bagan alir (flow
chart) serta keterbatasannya.

PERKEMBANGAN ANALISIS HORMON TIROID


Analisis hormon-hormon tiroid mulai berkembang setelah diperkenalkan teknik
radioimmunoassay (RIA) pada awal tahun 1970-an, diikuti dengan immunoradiometric
assay (IRMA), enzyme-linked immunoassay (Elisa) dan enzyme immunoassay (EIA)
serta yang terbaru electrochemiluminescent assay (ECLIA). Cara ECLIA menjadi
metoda yang paling peka dibandingkan yang terdahulu. Cara ini dikembangkan sejak
akhir tahun 1980-an dan pada Kursus Laboratory Endocrinology di Singapore di tahun
1989 sudah dinyatakan sebagai metoda yang menjanjikan untuk analisis hormon.
Kepekaan bergeser dari kadar microgram/dL menjadi nanogram/dL bahkan
pikogram/dL. Cara-cara ini juga sudah diterapkan pada otomasi (automated analyzer).
Dengan demikian selain makin peka juga ketelitian dan ketepatan analisis hormon
makin baik.

Selain hormon juga dikembangkan beberapa jenis antibodi yang berperan pada
penyakit tiroid otoimun.
PEMILIHAN PARAMETER HORMON TIROID
Dalam Pedoman dari Persatuan Tiroid Amerika (American Thyroid Association),
dinyatakan bahwa pemilihan uji laboratorium yang tepat akan memungkinkan klinisi
mendiagnosis kelainan tiroid secara langsung pada kebanyakan pasien. Pada saat kini
penetapan tiroksin bebas, FT4 dan FT3, dan tirotropin yang peka, sensitiveTSH (sTSH,
dianjurkan sebagai uji utama untuk penyakit tiroid. Kadar tiroksin bebas yang rendah
dan peningkatan tirotropin memastikan diagnosis hipotiroidisme oleh kegagalan
kelenjar tiroid. Sebaliknya peningkatan kadar tiroksin bebas dan penurunan tirotropin
serum sampai kurang dari 0.1 mU/L menegakkan diagnosis tirotoksikosis. Pada pasien
sakit (sick patients), tiroksin bebas yang normal atau meningkat disertai dengan
tirotropin yang normal mengesankan tiada hipotiroidisme ataupun tirotoksikosis. Pada
pasien sakit berat, umumnya di ruang perawatan intensif, mendapatkan obat-obatan
tertentu, juga pasien dengan kelainan tiroid yang tidak lazim, mungkin menunjukkan
hasil pemeriksaan laboratorium yang membingungkan. Pada keadaan NTI tersebut
diperlukan pemahaman pato-fisiologi tiroid dan konsultasi dengan endokrinologist. 1
Sebaran kadar TSH dengan berbagai kelainan tiroid disajikan pada gambar 1

Gambar 1. Rentang rujukan TSH2


American College of Physicians pada tahun 1998 mengeluarkan rekomendasi untuk
melakukan uji penapisan disfungsi tiroid pada perempuan usia lebih dari 50 tahun
menggunakan TSH sebagai uji awal. Bila kadar TSH tidak terdeteksi atau sebaliknya
>10 mU/L dilanjutkan dengan fT4. Kadar TSH yang tidak terdeteksi dan peningkatan
kadar fT4 mendiagnosis tirotoksikosis nyata. Kadar TSH >10 mU/L dan kadar fT4
rendah mendiagnosis hipotiroidisme nyata. Pasien-pasien tersebut biasanya akan
mendapat manfaat dari terapi. Keadaan subklinis tirotoksikosis dan juga hipotiroid dapat
memberikan akibat kurang baik.3
Hubungan kadar TSH dan fT4 atau T4 total dapat dilihat pada gambar 2. Terlihat
hipotiroidisme primer karena kegagalan kelenjar sasaran (TSH tinggi, fT4 rendah: A),
kegagalan sekresi TSH (TSH dan FT4 rendah: B), fungsi kelenjar sasaran terangsang
secara tidak normal atau otonom (fT4 tinggi, TSH tertekan: C), dan TSH ekses primer
atau resistensi hormon tiroid (fT4 dan TSH tinggi: D). Hasil-hasil tidak normal di luar
area tersebut menunjukkan adanya gangguan faktor lain terhadap hubungan TSH-FT4.

Gambar 2. Hubungan antara TSH dan T4 total serta T4 bebas serum pada keadaan
normal (N) dan berbagai kelainan fungsi tiroid: hipotiroidisme primer (A); hipotiroidisme
pusat atau tergantung hipofisis (central or pituitary-dependent hypothyroidism = B);
tirotoksikosis karena rangsangan tiroid otonom atau tidak normal (C); dan tirotoksikosis
tergantung TSH atau resistensi hormon tiroid umum (generalised thyroid hormone
resistance = D).
Catatan: respons T4 total dan bebas linier berhubungan dengan perubahan TSH
logaritmik. Temuan pada A dan C mewakili kelainan hipofisis primer, sedangkan hasil-
hasil di area B dan D mengarah kelainan hipofisis primer. Hasil-hasil di area antara
(intermediate) tersering karena kondisi sampling yang tidak tetap atau perubahan
hubungan T4 -TSH.3
Kadar fT3 baru diperiksa bila ada indikasi. Pada tabel 1 diberikan beberapa keadaan
dimana pengukuran kadar fT3 serum diperlukan dan tidak diperlukan. 3
Tabel 1. Indikasi pengukuran fT3 serum. 3

Diperlukan - Tirotoksikosis potensial dengan TSH


tertekan dan fT4 normal
– Selama terapi obat antitiroid untuk
mengenal kelebihan T3 tunggal yang
menetap
– Diagnosis tirotoksikosis yang diinduksi
oleh amiodaron

Berguna Kekambuhan dini tirotoksikosis


Perluasan kelebihan T3 selama terapi penekanan T4 atau
setelah kelebihan dosis

Tidak diperlukan atau Diagnosis hipotiroidisme


salah Selama sakit kritis
Selama sulih T4 rutin
Penapisan subyek asimtomatik
Pemantauan pengobatan T3

Kadar TSH yang rendah diikuti dengan pengukuran kadar T4 dan T3, yang total atau
free, seperti terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pola fungsi tiroid berhubungan dengan kadar tiro-tropin serum yang tertekan
dan kadar hormon tiroid yang mungkin normal. 4

Kondisi atau faktor T3 T4

Free Total Free Total

Hipertiroidisme subklinis UARR UAR UARR UARR


endogen (berhubungan dengan R
penyakit Graves atau goiter
nodular)*

Hipertiroidisme subklinis N N UARR / T UARR / T


eksogen (berhubungan dengan
terapi levothyroxin)

Non-thyroidal illness N, R, N, R N, R, T † N, R, T ‡
T#

Terapi obat ø N N N N
Dopamin N N N N
Kortikosteroid N N Biasanya T Biasanya T
Amiodaron tetapi mungkin tetapi mungkin
pada UARR pada UARR

Central hypothyroidism N/R N/R URRR / R URRR / R

* Hipertiroidisme subklinis mungkin juga didapatkan selama fase hipertiroid dari


tiroiditis subakut, silent atau postpartum
# Pada pasien dengan non-thyroidal illness, kadar T3 mungkin meningkat jika
digunakan sistem esei komersial tertentu (Vitros ECi, Ortho Clinical Diagnostic).
† Nilai tergantung pada beratnya sakit dan cara pengukuran
‡ Nilai tergantung pada jenis dan beratnya sakit
ø Hasil uji fungsi tiroid pada pasien dengan nonthyroidal illness mungkin dipengaruhi
oleh terapi obat-obatan

N = Normal, R= rendah, T = tinggi / meningkat, UARR = Ujung atas rentang rujukan,


URRR = Ujung rendah rentang rujukan

Beberapa Bagan Alir Diagnosis Laboratorium Kelainan Tiroid


Pada kecurigaan adanya kelainan tiroid maka dilakukan uji fungsi tiroid (thyroid function
tests = TFT). Pada awal era pemeriksaan hormon tiroid, parameter yang tersedia
adalah T4 total,T3 total, T3 uptake dan TSH. Penetapan T4 total tidak tepat
menggambarkan fungsi tiroid sebab dipengaruhi oleh Thyroid binding globulin (TBG)
sehingga hasil dapat tinggi atau rendah palsu, juga dipengaruhi oleh obat-obatan
tertentu. Oleh karena itu ada parameter hitungan yaitu Free thyroxin index (FTI) yang
didapatkan dari nilai T4 total x T3 uptake sebagai perkiraan kadar T4 bebas. FTI ini
lebih baik daripada hanya kadar T4 total. Hasil yang tinggi sesuai dengan
hipertiroidisme dan yang rendah sesuai dengan hipotiroidisme. TSH lama kurang peka,
hanya dapat mendeteksi kadar tinggi sehingga hanya dapat mendiagnosis hipotiroid.

Dengan perkembangan teknik pengukuran yang makin peka maka dimungkinkan untuk
mengukur kadar T4 bebas (FT4), T3 bebas (fT3) dan TSH sensitive (TSHs). Dengan
adanya fT4 dan fT3 maka FTI tidak diperlukan lagi. TSHs dapat mengukur kadar TSH
baik yang tinggi maupun rendah sehingga juga dapat mendiagnosis hipertiroid atau
tirotoksikosis. Sekarang dengan TSH yang dimaksud adalah TSHs.

Pada sangkaan adanya kelainan tiroid baik gangguan fungsi maupun morfologi maka
TFT dimulai dengan TSH, diteruskan dengan fT4 atau fT3. Di bawah ini ada 2 algoritme
/ bagan alir. Gambar 3 membedakan pasien rawat jalan dan rawat inap dan sudah
menggunakan fT4 dan fT3, gambar 5 masih dengan T4 total dan T3 total. 5,6

Gambar 3. Bagan alir diagnosis laboratorium gangguan fungsi tiroid pasien rawat jalan
dan pasien rawat inap.5

Gambar 4. Algoritme penilaian fungsi tiroid berdasarkan pengukuran awal dengan TSH
serum. Nilai TSH tidak normal perlu diikuti oleh pengukuran parameter lain. Pengukuran
FT4 selalu diperlukan jika disangka disfungsi hipofisis, selama terapi dini disfungsi
tiroid, selama sakit kritis dan dengan penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi
sumbu hipofisis-tiroid. (* Uji lebih lanjut diindikasikan bila disfungsi hipofisis diketahui
atau disangka, selama sakit kritis dan pada 6-12 bulan pertama untuk disfungsi tiroid). 3
Gambar 5. Penafsiran uji fungsi tiroid laboratorium untuk dokter perawatan primer. 6
Tabel 3. Serum TSH saja dapat memberikan indikasi status tiroid tidak pasti atau
salah.3
Kondisi TSH fT4 fT3
Sekresi TSH tidak Tirotoksik N-T T T
normal Kelebihan TSH pusat

Hipotiroid R-N R
Gangguan Hipofisis-hipotalamus R-N
Bayi prematur berat badan lahir R
amat rendah

Eutiroid N,T T T
Resistensi hormontiroid

Tirotoksikosis Subklinis TD N N
Pengobatan dini TD T-N- T-N-
R R

Hipotiroidisme Subklinis T N
Pengobatan dini T R-N

Artefak esei TSH Subyek Eutiroid T N N


Subyek Tirotoksik R-N- T T
T

Pengobatan Dopamin R N
Glukokortikoid R N

Sakit kritis Subyek Eutiroid TD,R R,N R


Subyek Hipotiroid R,N

TD: tidak terdeteksi TSH <0.03 mU/L;


R: rendah; N: normal; T: tinggi; BB: berat badan
Pemantauan terapi
Pada pemantauan terapi perubahan TSH serum lambat dan memerlukan waktu
beberapa bulan untuk kembali ke rentang normal / steady state. Lihat gambar 6.
Gambar 6. Pengukuran T4 serum lebih baik daripada TSH serum sebagai uji tunggal
untuk uji fungsi tiroid bila kondisi steady state belum tercapai, misalnya pada fase awal
pengobatan tirotoksikosis atau hipotiroidisme. 7
Penapisan pada kehamilan
Pada tahun 2005, American Endocrine Society, membentuk suatu komisi internasional
untuk mengeluarkan konsensus pedoman tentang “tiroid dan kehamilan”. Beberapa
negara di Eropa sudah menerapkan penapisan perempuan sebelum dan selama
kehamilan. Tetapi bukti-manfaatnya belum disepakati. Komisi mencapai kesepakatan
bahwa pencarian kasus secara agresif pada kelompok risiko tinggi perlu. Sasarannya
perempuan yang pernah mengalami penyulit ginekologik atau obstetrik dimana
pengobatan masih bermanfaat. Penapisan pada kelompok terpilih dapat dibenarkan
berdasarkan risiko bermakna kepada keturunan, kemungkinan manfaat pengobatan,
dan rendahnya kemungkinan kejadian hasil yang tidak diinginkan dari intervensi. Komisi
juga menganjurkan penapisan sebagai bagian penatalaksanaan infertilitas berdasarkan
tingginya prevalensi penyakit tiroid otoimun (autoimmune thyroid disease = AITD)
dibandingkan perempuan fertil, manfaat pengobatan L-thyroxine (pada kasus
hipotiroidisme) terhadap titik akhir pengganti (siklus haid, pulsatilitas LH dan
hiperprolaktinemia), potensial menghindari prosedur teknologi reproduksi bantu
(assisted reproductive technology = ART) dan pencegahan evolusi menjadi disfungsi
tiroid nyata setelah hiperstimulasi ovarium terkendali (controlled ovarian hyper-
stimulation = COH) pada perempuan dengan AITD. Lihat algoritme pada gambar 7.

PRAANALITIK PEMERIKSAAN LABORATORIUM HORMON TIROID


Umumnya tidak perlu mengubah pola makan dan keaktifan fisik. Hanya saja pasien
akan diminta untuk menghentikan obat-obatan tertentu sampai uji selesai dikerjakan.
Sebaliknya ada juga keadaan dimana obat-obatan diminta tetap dimakan karena ingin
diketahui pengaruhnya. Biasanya diukur kadar hormon dalam serum yang dipisahkan
dari spesimen darah vena; plasma EDTA atau heparin juga dapat dipakai.

Bila tidak segera diperiksa serum sebaiknya disimpan pada 2-8 0 C untuk 3-5 hari; bila
dibekukan stabil sampai ± 30 hari. Sebaiknya serum tidak hemolisis atau lipemik. 9
Gambar 7. Algoritme penapisan disfungsi dan otoimunitas tiroid pada perempuan
dengan infertilitas.8
ANALITIK
Cara yang banyak dipakai saat ini adalah cara Elisa dan ECLIA. Seperti juga uji metoda
imunologik yang lain maka analisis hormon tiroid juga mempunyai keterbatasan dan
mungkin memberikan hasil yang berbeda atau salah. Kemungkinan adanya gangguan
atau interferensi oleh zat lain tidak mudah diketahui. Yang lebih sering mengetahuinya
adalah dokter yang merawat yang melihat adanya ketidaksesuaian atau penyim-pangan
hasil analisis dengan keadaan klinis.

Interferensi pada imunoesai kompetitif dan nonkompetitif ada 4 kelas, yaitu masalah
reaksi silang, antibodi analit endogen, antibodi heterofilik, dan interaksi obat. Masalah
reaksi silang lebih sering pada esai TSH daripada hormon tiroid. Antibodi endogen:
Otoantibodi terhadap TSH maupun T4 dan T3 telah dideteksi dalam serum pasien
dengan kelainan tiroid otoimun dan kelainan nontiroid. Interferensi otoantibodi
menyebabkan nilai ketinggian atau kerendahan. Otoantibodi terhadap tiroglobulin
(TgAb) masih merupakan masalah utama pada pengukuran Tg serum. Antibodi
heterofilik membentuk jembatan antara antibodi capture dan signal, menimbulkan sinyal
palsu, menyebabkan hasil tinggi palsu. Karena antibodi dapat melewati plasenta maka
dapat mempengaruhi hasil uji tapis neonatus. Interferensi antibodi heterofilik dapat
dibedakan dalam 2 kelas, yaitu human anti-mouse antibody (HAMA) dan human anti-
animal (immunoglobulins) antibodies (HAAA). HAMA adalah antibodi yang relatif
polireaktif multispesifik lemah, seringkali IgM rheumatoid factor. HAMA mungkin
mengganggu pengukuran T4 dan T3 total dan free, juga TSH. Pendekatan untuk
mengurangi interferensi dengan Fab fragments dan hetero-species assay
configurations. HAAA adalah antibodi spesifik tehadap antigen spesifik pasca paparan
terhadap bahan terapi yang mengandung antigen binatang atau imunisasi tidak sengaja
di tempat kerja. Pengaruh in-vitro bila spesimen mengan-dung zat terapi atau diagnostik
yang menghasilkan interferensi metodologik misalnya heparin yang merangsang
lipoprotein lipase melepaskan asam lemak bebas yang menghambat pengikatan T4
kepada protein serum. Pengaruh in-vivo disebabkan zat terapi misalnya furosemid yang
menghambat pengikatan kepada protein serum dalam spesimen menyebabkan hasil
kadar hormon tiroid yang rendah. Pada keadaan uremia dapat terjadi akumulasi indole
acetic acid yang mengganggu pengikatan hormon tiroid. Adanya zat terapi atau
diagnostik yang bersifat fluorofor dapat menganggu metoda yang menggunakan sinyal
fluoresen.9
Gangguan lain misalnya bias antar metoda, kepekaan suboptimal, ketelitian antar
esai/run suboptimal, masalah “hook” dan interferensi otoantibodi Tg. Masalah bias
dicoba atasi dengan International Reference Preparation CRM-457, masalah ketelitian
dengan meyertakan serum sebelumnya dari pasien yang sama sewaktu mengukur
serum baru, masalah ”hook” karena ketidakseimbangan kadar antigen dan antibodi
dengan 2 tingkat pengenceran apabila diduga hasil rendah palsu. Perlu informasi dan
kerjasama dokter klinikus dan laboratorium.9
Angka Rujukan
Nilai rujukan hormon dapat berbeda antar laboratorium tergantung pada metoda, alat
analyzer, merk reagen, subyek populasi dan lain-lain. Selalu dianjurkan agar tiap
laboratorium menetapkan rentang rujukan masing-masing. Di bawah ini diberikan
rentang rujukan sebagai pembanding.

Tabel 4. Nilai rentang rujukan Uji Fungsi Tiroid. 10

Rentang
Uji Kelompok subyek Unit Catatan
rujukan

mIU/
TSH Anak lahir 4 hari 1.0 – 39.0 -
L

- 2-20 minggu 1.7 – 9.1 - -

- 21 minggu – 20th 0.7 – 64.0 - -

Dewasa 21 – 54
- 0.4 – 4.2 - -
tahun

- 55 – 87 tahun 0.5 – 8.9 - -

Kehamilan trimester
- 0.3 – 5.2 - -
1

Darah utuh untuk


T4 Neonatus > 6.5 μg/dL
penapisan

- Dewasa 4.6 – 11.0 - -

T3 Dewasa 20-50 70 – 204 ng/dL -


tahun

50-90 tahun 40 – 181 - -

T3 Dewasa 10 – 28 ng/dL -

fT4
Dewasa 0.8 – 2.0 ng/dL -
(FT4)

FT4E Dewasa 0.8 – 2.3 ng/dL Total T4 x %FT4

FT4E Anak dan Dewasa 210 – 440 pg/dL Total T3 x %FT3

Tg - 3 – 42 μg/L -

antiTgA
- variasi U/mL -
b

TPOAb - 54 – 84 U/mL -

DAFTAR PUSTAKA
1. Surks MI, Chopra IJ, Mariash CN, Nicoloff JT, Solomon DH. American Thyroid
Association Guidelines for Use of Laboratory Tests in Thyroid Disorders. JAMA
1990;263:1529-32.
2. Demers LM, Spencer CA. Laboratory medicine practice guidelines: Laboratory
support for the diagnosis and monitoring of thyroid disease. Washington, DC: The
National Academy of Clinical Biochemistry; 2000. Free download:
http://www.nacb.org/lmpg/thyroid_LMPG_Word.stm diunduh 1 November 2008.
3. Stockigt J. Assessment of thyroid function: Towards an integrated laboratory –
clinical approach. Clin Biochem Rev 2003; 24:110-23.
4. Toft AD. Subclinical hyperthyroidism. N Engl J Med 2001; 345:512-6.
5. Anonymous. Thyroid Quick Reference Guide. Abbott Diagnostics Educational
Services. USA. 1993.
6. Supit EJ, Peiris AN. Interpretation of laboratory thyroid function tests for the
primary care physician. South Med J 95(5):481-85, 2002. © 2002 Southern Medical
Association.
7. Anonymous. Laboratory support for the diagnosis and monitoring of thyroid
disease. Thyroid 2003; 13; 1-126)
8. Poppe K, Velkeniers B, Glinoer D. Thyroid disease and female reproduction. Clin
Endocrinol 2007;66(3):309-21.
9. Spencer C. Assay of Thyroid Hormones and Related Substances. 2004.
10. Demers LM, Spencer C. The thyroid: Pathophysiology and thyroid function
testing. Dalam: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE. (Eds). Tietz Textbook of Clinical
Chemistry and Molecular Diagnostics. StLouis:Elsevier Saunders, 4th ed, 2006 p
2053-95.

Anda mungkin juga menyukai

  • QC Dapus
    QC Dapus
    Dokumen15 halaman
    QC Dapus
    Nadzar Canggih Hendro
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 9
    Lampiran 9
    Dokumen5 halaman
    Lampiran 9
    Nadzar Canggih Hendro
    Belum ada peringkat
  • Vibrio SP 9
    Vibrio SP 9
    Dokumen30 halaman
    Vibrio SP 9
    Nadzar Canggih Hendro
    Belum ada peringkat
  • Vibrio SP 9
    Vibrio SP 9
    Dokumen30 halaman
    Vibrio SP 9
    Nadzar Canggih Hendro
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen17 halaman
    Cover
    Nadzar Canggih Hendro
    Belum ada peringkat