Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

A DENGAN APENDIKSITIS DI
RUANG RAWAT INAP BEDAH RSUD PARIAMAN
TAHUN 2015

DISUSUN OLEH :
YESI VERNELI
NPM : 14 10 120 901 078

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN


STIKes NAN TONGGA
LUBUK ALUNG
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga mahasiswa dapat menyelesaikan proposal

asuhan keperawatan pada klien dengan Apendiksitis dengan baik dan tepat pada

waktunya.

Proposal ini berisikan pembahasan tentang askep Apendiksitis, memberikan

banyak informasi kepada pembaca dan dapat menambah pengetahuan pembaca.

Mahasiswa menyadari proposal ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan

yang membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut, oleh karena itu

mahasiswa mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan sasaran dan kritik

yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan ini semoga proposal ini

memberikan manfaat bagi kita semua.

Pariaman, Oktober 2015

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Appendiksitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi

intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada

negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet

serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan dengan

masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendiksitis dapat

menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia

dibawah 40 tahun, khususnya 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada

usia dibawah dua tahun. Apendiks adalah seperti-jari yang kecil panjangnya kira-

kira 10cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks

berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi

tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Brunner &

Suddarth, 2002).

Hasil survei pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di sebagian

besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien

yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk

di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab

dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi


kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia menempati urutan

tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008)

Pada tahun 2010 sampai 2011 angka kejadian Apendisitis menurun secara

bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.

Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat

pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,

sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa.

Data dari RSUD Pariaman menunjukan bahwa angka kejadian apendisitis

untuk tahun 2014 tercatat sebanyak 135 kejadaian apedisitis dan harus dilakukan

tindakan apendiktomi sedangkan untuk periode tahun 2015 di mulai dari bulan

januari sampai bulan september sebanyak 116 kejadian apendisitis. Kejadian

Apendiktomi di RSUD Pariaman menempati urutan kedua dalam pelaksanaan

pembedahan setelah masalah pembedahan operasi sistim Muskuloskeletal. (Untuk

data dapat dilihat dilampiran)

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun sebuah

laporan elektif “asuhan keperawatan pada Tn. A dengan Apendiksitis di ruang

rawat inap bedah RSUD Pariaman tahun 2015.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran penerapan asuhan keperawatan pada klien

dengan Apendiksitis pada Tn. A di ruang rawat inap bedah RSUD Pariaman

tahun 2015.
2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengkajian pada pasien Apendiksitis.

b. Mengetahui bagaimana merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

Apendiksitis.

c. Mengetahui cara merumuskan intervensi pada pasien Apendiksitis.

d. Mengetahui rencana tindakan keperawatan pada pasien Apendiksitis.

e. Mengetahui evaluasi tindakan keperawatan pada pasien Apendiksitis.

f. mengetahui tentang analisa jurnal Apendiksitis

g. mengetahui tentang perbandingan anlisa jurnal dengan kasus kelolaan

pada penelitian Apendiksitis.

C. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam menyusun laporan

penelitian, menambah wawasan peneliti dan mengaplikasikan ilmu

pengetahuan yang dimiliki.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi dan dapat digunakan untuk meningkatkan

mutu pendidikan dalam hal pengembangan tenaga kesehatan di masyarakat.

3. Bagi Lahan Penelitian

Diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi instansi terkait

baik di RSUD Pariaman maupun di pelayanan kesehatan lainnya.


4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk penelitian

selanjutnya dan dapat digunakan untuk menambah bahan informasi yang

dapat disajikan sebagai referensi bagi mahasiswa diperpustakaan.


BAB II

APENDIKSITIS

A. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis

akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat

(Smeltzer, 2001 dalam Docstoc, 2010).

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam

kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan

laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,

angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai

cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010).

B. Anatomi Fisiologi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal

dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini

mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel,

2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar

submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan

pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam

mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh

peritoneum viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di

sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada

infeksi, apendiks akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid

tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena

jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di

saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).


Gambar. 2.1
Gambar Apendiks

(Indonesia Children, 2009)

C. Etiologi / Faktor Predisposisi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang

diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,

tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab

lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks

karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi

akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.


Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De

Jong, 2004).

Penyebab apendisitis paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan

bawah dan rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah

abdomen darurat, kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada

waktu yang bersamaan dalam hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi

daripada wanita dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat

terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan

30 tahun.

D. Patofisiologi

Apendisitis terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau

tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda

asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri

abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,

terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang

terinflamasi berisi pus.

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat

dalam makanan yang rendah (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi

mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan

muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada


permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang

bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal

(Burkitt, Quick, Reed, 2007)

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam

lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai

apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi

nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga

peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan

terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).


E. WOC

Hiperplasis folikel limfoid, benda asing, cacing, tumor, atau neoplasma

Obstruksi lumen apendik

Menyumbat saluran mukosa

Peningkatan tekanan intraluminal

Apendiksitis (Tebal)

Penatalaksanaan

Pembedahan (Surgikal) Apendik

Pembedahan

Anestesi Luka atau pembedahan

Regional anestesi general estesi perdarahan jaringan terbuka


Terbuka

SAB (Sub arahnoi pusat kesadaran pusat pernafasan resiko infeksi


Blok) terganggu

Reflek batuk Nyeri


Tidak efektifnya
Akumulasi pola nafas
Saluran
Pernafasan

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas


F. Manifestasi Klinis

Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam

ruangan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik

McBurneg (gambar 37.2) bila dilakukan tekanan nyeri tekan lepas (hasil atau

intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri

tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung

pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang

sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumber, bila ujungnya ada

pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal. Nyeri

pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum, nyeri pada saat

berkemih atau uretes, adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan

dapat terjadi.

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah

kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan

bawah/ apabila apendiks telah rupture, nyeri menjadi lebih menyebar, distensi

abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk.

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.

Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan. Menunjukkan obstriksi usus atau

proses penyakit lainnya. pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia

mengalami reptor apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada

lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan

tidak secepat pasien-pasien yang lebih mudah.


G. Diagnostic

Diagnostik diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes

laboratorium dan sinar-X hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan

peningkatan jumlah darah putih. Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari

10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound dapat menunjukkan densitas kuadran

kanan bawah atau kadar aliran udara terlokalisasi.

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini

terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh

saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau

rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk

mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah

demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,

diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010).

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan

membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi

perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler

abses (Departemen Bedah UGM, 2010).

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.

Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,

dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran

kanan bawah:

1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran

kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri

lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan

secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan

dan dalam di titik Mc. Burney.

3. Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence

muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan

adanya rangsangan peritoneum parietale.

4. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan

bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini

diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal

pada sisi yang berlawanan.

5. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas

oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

6. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul

dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara

pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah

hipogastrium. (Departemen Bedah UGM, 2010)

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat

peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis

generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu

dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis

maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah UGM,

2010).

H. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,

dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,

obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan

kematian (Craig, 2011).

Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan

komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-

abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses

residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja

internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Bailey, 1992).

I. Penatalaksanaan

Pembedahan di indikasikan bila didiagnosa apendisitis telah ditegakkan.

Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan analgesic dapat

diberikan setelah didiagnosa ditegakkan.

Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkap apendiks) dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat

dilakukan dibawah anastesi emon atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau

dengan lapareskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.


J. Askep Teoritis

1. Pengkajian Fokus

a. Identitas Klien

b. Riwayat Keperawatan

1) Awal Serangan : Nyeri yang tak tertahankan pada perut kana

bawah.

2) Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah bekas operasi.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat penyakit yang diderita, nyeri yang hilang timbul sejak lama

d. Riwayat Psikososial keluarga

e. Kebutuhan dasar

1) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien yang di lakukan anasthesi tidak boleh makan dan minum

sebelum flatus.

2) Pola eliminasi

Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih menggunakan

dower chateter karena masih dalam pengaruh anastesi, dan pasien akan

dilatih untuk berkemih.

3) Pola Istirahat dan Tidur

Akan terganggu karena adanya nyeri abdomen bekas operasi yang

akan menimbulkan rasa tidak nyaman.


4) Pola Aktifitas

Akan terganggu karena kondisi tubuh yang terfokus karena adanya

nyeri akibat bekas operasi.

f. Pemeriksaan Penunjang

1) Darah

Ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan

neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum

yang meningkat.

2) Radiologi

terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan

CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta

perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya

pelebaran sekum.

g. Data Fokus

1) Subyektif

a) Nyeri abdomen kanan bawah bekas operasi

b) Diare lunak s/d cair

c) Tidak toleran terhadap diit

d) Susah tidur

e) Keterbatasan aktivitas

f) Nadi mkeningkat, tekanan darah turun, nafas sesak.


2) Obyektif

a) Nyeri tekan abdomen

b) Keringat dingin

c) Gelisah

d) Leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis)

e) Mual muntah

f) Kenaikan suhu badan

2. Genogram

Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan

konstelasi keluarga atau pohon keluarga dan genogram merupakan alat

pengkajian informatif yang digunakan untuk mengetahui keluarga dan riwayat

serta sumber-sumber keluarga atau bagan geneologis dan genetika, genogram

keluarga memuat informasi tentang tiga generasi keluarga. (keluarga inti dan

keluarga asal masing-masing orang tua), status sehat atau sakit, kelas sosial,

etnis agama, pekerjaan dan tempat tinggal.

Laki-laki digambarkan dengan kotak wanita dan lingkaran garis

horizontal terputus-putus menunjukan terpisah atau bercerai. anggota keluarga

diidentifikasi dengan melingkari semua anggota rumah tangga dengan garis

terputus-putus. Biasanya genogram keluarga dibuat pada saat kunjungan

pertama dan direfisi kemudian setelah dapat informasi baru. memberi tahu

keluarga tentang latar belakang informasi diperlukan untuk memahami

masalah-masalah spesifik yang dialami oleh keluarga.


3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah (Doenges 2000).

b. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer

terhadap luka Post operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya

tanda dan gejala yang membuat diagnosa atual (Doenges, 2000).

c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan

skunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru

(Ulric, 1990).

d. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

sekret disaluran pernafasan ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat

kesaadaran menurun (Doenges, 2000).

4. Intervensi dan Rasional

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah.

Tujuan : Nyeri dapat berkurang

Kriteria Hasil : Nyeri hilang, skala 3, pasien tampak rileks, mampu

tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi :

1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)

R/ berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan. Perubahan pada karateristik nyeri menunjukan

terjadinya abses/peritonitis.
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

R/ Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi

terlentang.

3) Berikan aktivitas hiburan

R/ meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan

koping

4) Ajarkan teknik nafas dalam

R/ untuk mengurangi nyeri yang dirasakan

5) Kolaborasi pemberian analgetik

R/ Menghilangkan dan mengurangi nyeri

b. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakmampuan pertahanan primer.

Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi.

Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda dan gejala infeksi.

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda infeksi.

R/ Dengan adanya infeksi atau terrjadinya sepsis, abses, Peritonitis.

2) Obserfasi tanda dan gejala infeksi.

R/ Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi

3) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik.

R/ Menurunkan resiko penyebaran bakteri.

4) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.


R/ Mungkin diberikan secara profilatik atau menurunkan jumlah

organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk

menunjukkan penyebaran dan pertumbuhan pada rongga abdomen.

5) Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

R/ Dapat diperlukan untuk mengalirkan pus terlokisir.

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

Skunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru.

Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif.

Kriteria hasil : Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal.

Intervensi :

1) Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas

R/ Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan batelektasis.

2) Atur posisi klien semi fowler

R/ Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan

upaya pernafasan

3) Lakukan pengisapan lendir

R/ mencegah sekresi menyumbat jalan nafas.

4) Kolaborasi untuk pemberian o₂.

R/ Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder

terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar.

d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan

dengan nyeri bekas operasi dan anoreksi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi

terpenuhi.

Kriteria hasil : menunjukkan berat badan yang normal dengan nilai

laboratorium normal dan tidak ada tanda malnutrisi.

Intervensi :

1) Timbang berat badan tiap hari

R/ Memberikan informasi tentang kebutuhan diet

2) Dorong tirah baring dan pembatasan aktivitas

R/ Menurunkan kebutuhan metabolik

3) Anjurkan istirahat sebelum makan

R/ Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energy untuk makan.

4) Berikan kebersihan oral.

R/ Meningkatkan nafsu makan

5) Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan

R/ Menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan

6) Batasi makanan yang dapat meningkatkan kram abdomen, flatus

(missal produk susu).

R/ Mencegah serangan akut

e. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

saluran pernafasan.

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih

/Jelas.
Kriteria hasil : Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan

nafas.

Intervensi :

1) Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk

R/ Batuk paling efektif pada pasien posisi duduk, tinggi atau kepala

dibawah setelah perkusi dada.

2) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas.

R/ Beberapa derajat spasma bronkus tejadi dengan obstruksi Jalan

nafas dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventinus

3) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi atau

ekspirasi

R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat

ditimbulkan pada penerimaan atau selama strress proses inflamasi akut

pernafasan dapat merambat dan frekuensi ekspirasi menunjang

inspirasi.

4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman.

R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan

dengan menggunakan gravitasi


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN DIAGNOSA MEDIS


APENDIKSITIS DI RUANG BEDAH
RSUD PARIAMAN

A. Identitas Klien

1. Nama : Tn. A

2. Umur : 36 Tahun

3. Jenis kelamin : laki-laki

4. Status marital : Kawin

5. Agama : Islam

6. Pendidikan terakhir : SMP

7. Pekerjaan : Wiraswasta

8. Alamat : Sintuk Toboh Gadang

9. Masuk : 7 Oktober 2015

B. Riwayat Kesehatan

1. Masalah kesehatan saat ini

Pasien mengatakan nyeri bekas operasi yang tidak tertahankan

membuat nafasnya sesak dan susah untuk melakukan aktivitas dan makan.

Nyeri dirasakan di bagian bawah perut, dengan skala 7 menurut

Burbains (nyeri berat namun dapat dikontrol).


2. Masalah kesehatan dahulu

Pasien mengatakan bahwa 2 bulan sebelum dmasuk rumah sakit pasien

sering merasakan nyeri pada perut kanan bagian bawah, nyeri hilang timbul

dan disertai demam dan mual muntah.

3. Masalah kesehatan keluarga

Saudara laki-laki (kakak) pasien juga pernah dioperasi dengan diagnosa yang

sama pada tahun 2012. Pasien menyatakan keluarganya tidak mempunyai

penyakit menurun.

C. Kebiasaan Sehari-Hari

1. Pola Nutrisi

Di Rumah : Makan 2-3 kali sehari, dengan porsi nasi sepiring penuh, lauk

pauk, sayur, dan buah-buahan. Minum ± 2600 cc/hari, tidak

pernah minum susu.

Di RS : Makan bubur 1kali sejak dikaji, porsi 2 suap sendok makan.

Minum ±150cc sejak dikaji. Mual dan muntah 1 kali dengan

kosistensi encer, berwarna putih berlendir, terdapat makanan

bubur yang ia makan.

2. Pola Eliminasi

Di Rumah : BAK 4-5 kali sehari, bau khas dan berwarna putih

kekuningan, BAB 1-2X sehari dengan konsistensi lunak dan

bau khas.

Di RS : BAK terpasang dawai kateter, ±500cc, urin berwarna kuning

kecoklatan, berbau khas. BAB sejak dioperasi belum pernah.


3. Pola Aktivitas

Di Rumah : Pasien mengatakan sehari-hari ia sebagai pedagang.

Di RS : Tidak dapat beraktivitas banyak hanya tiduran.

4. Pola Istirahat dan Tidur

Di Rumah : Pasien mengatakan istirahat dan tidur 6-8 jam/hari jam 22.00

– 06.00 WIB. Dan tak ada gangguan tidur sama sekali.

Di RS : Sangat terganggu karena nyeri di perut bagian kanan bawah

bekas operasi, dan tidak bisa tidur karena nyeri tersebut.

5. Pola Personal Hygiene

Di Rumah : Pasien mandi 2 kali/hari, yaitu pagi dan sore, keramas 2-

3x/seminggu, ganti baju 1-2kali/hari.

Di RS : Pasien belum mandi sama sekali sejak kemaren, hanya ganti

baju 1 kali dalam satu hari ini.

6. Ketergantungan

Pasien mengatakan ketergantungan terhadap rokok, 1 bungkus 1 hari dan

telah berlangsung sejak pasien usia 22 tahun sampai sekarang.

D. Data psikososial

1. Status Emosi

Stabil

2. Konsep Diri

a. Body Image : Pasien tidak tenang dengan merasakan nyeri di

perutnya bekas operasi.

b. Self Ideal : Pasien berharap ingin segera pulang dan sembuh.


c. Self Esteem : Pasien merasa diperlakukan baik oleh perawat serta

mendapat perhatian yang cukup dari keluarga.

d. Role : pasien nomor 2 dari 5 bersaudara, telah menikah dan

memiliki usaha sendiri.

e. Identity : Pasien berumur 36 tahun, berstatus kawin dan

memiliki 2 orang anak, pekerjaan sebagai wiraswasta

khususnya adalah sebagai pedagang.

3. Interaksi Sosial

Interaksi pasien dengan keluarga, perawat sangat baik dan merespon

pertanyaan yang diajukan oleh perawat.

4. Spiritual

Pasien beragama Islam yang taat beribadah, tetapi setelah di operasi pasien

jarang menjalankan sholat 5 waktu. Tetap berdoa dan berharap cepat sembuh

dan sabar dalam menghadapinya.

E. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Kurang

2. Kesadaran

Composmetis

3. Tanda-Tanda Vital

S : 38 0C RR : 24x/menit

N : 120x/menit T : 140/80 mmHg

BB di RS : 65
BB sebelum MRS : 65 kg

4. Kepala

Rambut : pendek, tidak berminyak, permukaan kulit kepala tidak terdapat

benjolan dan lesi, tidak rontok.

Mata : cowong, sclera putih, pupil isokor, fungsi pengelihatan baik,

konjungtiva pucat.

Hidung : fungsi penciuman baik, tidak ada polip, simetris, agak sedikit

kotor.

Mulut : mukosa bibir kering, bibir pucat, tidak ada perdarahan pada gusi,

tonsil merah muda, suara serak.

Leher : tidak terdapat nyeri telan, simetris, tidak ada pembesaran tyroid

dan kelenjar limfe.

Telinga : telinga luar dan dalam bersih, tidak ada gangguan pendengaran.

5. Thorax

Inspeksi : bentuk dada dan thorak simetris, warna kulit sawo matang.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tactil vremitus.

Perkusi : suara resonan.

Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 cepat.

6. Abdomen

Inspeksi : perut tidak seberapa buncit, tekstur kulit kering dan berwarna

sawo matang, simetris, ada bekas luka operasi di kanan bawah.

Auskultasi : bising usus ± 4x/menit.

Perkusi : tympani.
Palpasi : terdapat nyeri tekan di area bekas operasi.

7. Ekstremitas

Atas : Tangan kanan terpasang infuse. Akral panas, jumlah jari

lengkap, tidak ada kelumpuhan, kekuatan otot skala 3

(menahan tegak walaupun sedikit didorong tapi tidak mampu

melawan tekanan/dorongan).

Bawah : tidak terjadi kelumpuhan, jumlah jari-jari lengkap, jari-jari kaki

dingin.

+ +

- -

8. Genetalia

Terpasang dawai kateter.

9. Integumen

Warna kulit sawo matang, turgor kulit jelek.

F. Data Penunjang

Hasil Lab :

Tgl. 7 Oktober 2015

Hb : 12.5

Leukosit : 17.800

Led : 50

Berat Badan sebelum masuk RS : 65 kg


G. Terapi

a. Infus RL 20 jam / kolf

b. Ranitidine 2x1 amp

c. Dulcolak

d. Ceftriaxon 2x1 gram

e. Asam Efenamat 3x1

f. Pronalges kapan perlu


DATA FOKUS

1. Data Subjektif

 Pasien mengatakan nyeri pada bekas operasi

 Pasien mengatakan sesak pada nafas bila nyeri

 Aktivitas dibantu

 Pasien mengatakan tidak ada selera makan

 Pasien mengatakan masih terasa mual

 Pasien mengatakan belum pernah mandi sejak kemaren

2. Data Objektif

 Tampak meringis

 Tampak sesak apabila nyeri menyerang

 Keringat dingin

 Tidak dapat beraktivitas banyak hanya tiduran.

 Nasi tidak habis dan tinggal 2/3 porsi, sangat terganggu karena nyeri bekas

operasi

 Aktivitas dibantu

 Pasien nyeri dalam skala 7 menurut Burbains (nyeri berat namun dapat

dikontrol)

 Keadaan umum : kurang


 Tanda-tanda vital :

S : 38 0C RR : 24x/menit

N : 120x/menit T : 140/80 mmHg

BB di RS : 65 BB sebelum MRS : 65 kg
ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1 DS : Pasien mengeluhkan nyeri pada Distensi jaringan usus Nyeri (akut)
bekas operasi. oleh inflamasi, adanya
insisi bedah
DO : Pasien tampak meringis,
Tensi 140/80mmHg, Nadi 120x/mnt,
S=380C, RR= 24x/menit

2 DS : Pasien mengatakan sesak pada Depresi pusat pernafasan Pola nafas tidak
nafas terutama apabila nyeri Skunder terdapat efek efektif
anestesi ditandai dengan
DO : peningkatan ekspansi
- Tampak sesak apabila nyeri paru.
menyerang
- Keringat dingin

Tensi 140/80mmHg, Nadi 120x/mnt,


RR 24x / menit

3 DS : Nyeri bekas operasi dan Gangguan nutrisi


- Pasien mengatakan tidak ada anoreksia kurang dari
selera makan kebutuhan tubuh
- Aktivitas dibantu berkurang

DO :
- Nasi tidak habis dan tinggal 2/3
porsi, sangat terganggu karena
nyeri bekas operasi
- Tampak aktivitas dibantu
Diagnosa keperawatan yang muncul

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya

insisi bedah.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan Skunder

terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan dengan

Nyeri bekas operasi dan anoreksia


INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Nyeri (akut) berhubungan dengan Tujuan : Nyeri dapat  Kaji nyeri, catat lokasi,  berguna dalam pengawasan
distensi jaringan usus oleh berkurang karakteristik, beratnya keefektifan obat, kemajuan
inflamasi, adanya insisi bedah. (skala 0-10) penyembuhan. Perubahan pada
Kriteria Hasil : Nyeri karateristik nyeri menunjukan
hilang, skala 3, pasien terjadinya abses/peritonitis.
tampak rileks, mampu  Pertahankan istirahat  Menghilangkan tegangan abdomen
tidur/istirahat dengan dengan posisi semi fowler yang bertambah dengan posisi
tepat. terlentang.
 Berikan aktivitas hiburan  meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
 Ajarkan teknik nafas dalam  untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan
 Kolaborasi pemberian  Menghilangkan dan mengurangi nyeri
analgetik
2 Pola nafas tidak efektif Tujuan : Klien dapat  Kaji tanda dan gejala  Penurunan bunyi nafas dapat
berhubungan dengan depresi pusat mempertahankan pola ketidakefektifan pola nafas menunjukkan batelektasis.
pernafasan Skunder terdapat efek nafas yang efektif.  Atur posisi klien semi  Posisi membantu memaksimalkan
anestesi ditandai dengan fowler. ekspansi paru dan menurunkan upaya
peningkatan ekspansi paru. Kriteria hasil : pernafasan
Kecepatan dan  Lakukan pengisapan lendir  mencegah sekresi menyumbat jalan
kedalaman pernafasan nafas.
normal.  Kolaborasi untuk  Alat dalam memperbaiki hipoksemia
pemberian o₂. yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau menurunnya
permukaan alveolar.
3 Gangguan nutrisi kurang dari Tujuan : Setelah  Timbang berat badan tiap  Memberikan informasi tentang
kebutuhan tubuh berkurang dilakukan tindakan hari kebutuhan diet
berhubungan dengan Nyeri bekas keperawatan kebutuhan  Dorong tirah baring dan  Menurunkan kebutuhan metabolic
operasi dan anoreksia nutrisi terpenuhi. pembatasan aktivitas
 Anjurkan istirahat sebelum  Menenangkan peristaltic dan
Kriteria hasil : makan meningkatkan energy untuk makan.
menunjukkan berat  Berikan kebersihan oral.  Meningkatkan nafsu makan
badan yang normal  Ciptakan lingkungan yang  Menurunkan stress dan lebih kondusif
dengan nilai nyaman saat makan untuk makan
laboratorium normal  Batasi makanan yang dapat  Mencegah serangan akut
dan tidak ada tanda meningkatkan kram
malnutrisi. abdomen, flatus (missal
produk susu)
IMPLEMENTASI

Hari/tanggal Dx Keperawatan Implementasi Evaluasi


Kamis / 8-10-2015 Nyeri (akut)  Mengkaji nyeri, catat lokasi, S :
berhubungan dengan karakteristik, beratnya (skala 0-10) - Pasien mengatakan nyeri pada
distensi jaringan usus bekas operasi, dan mual.
oleh inflamasi, adanya  Mempertahankan istirahat dengan O :
insisi bedah. - Pasien tampak meringis
posisi semi fowler
- TTV : T = 140/80mmHg, S = 380C,
N = 120 x/mnt, RR = 24x/mnt.
 Memberikan aktivitas hiburan - Skala nyeri 7
(komunikasi)

A : masalah belum teratasi


 Mengajarkan teknik nafas dalam P : intervensi dilanjutkan

 Mengkolaborasi pemberian analgetik


(pronalges)

Kamis / 8-10-2015 Pola nafas tidak efektif


 Mengkaji tanda dan gejala
berhubungan dengan S:
ketidakefektifan pola nafas
depresi pusat pernafasan - Pasien mengatakan nafasnya masih
 Mengatur posisi klien semi fowler.
Skunder terdapat efek tetap sesak.
anestesi ditandai dengan
 Melakukan pengisapan lendir
peningkatan ekspansi O:
paru. - Nafas Tampak sesak apabila nyeri
 Mengkolaborasi untuk pemberian o₂. menyerang
- Keringat dingin
- Tensi 140/80mmHg, Nadi
120x/mnt, RR 24x / menit

A : masalah belum teratasi


P : intervensi dilanjutkan

Kamis / 8-10-2015 Gangguan nutrisi kurang S:


dari kebutuhan tubuh
 Menimbang berat badan tiap hari - Pasien mengatakan nafsu makan
berkurang berhubungan
masih kurang karena nyeri pada
dengan Nyeri bekas
 Mendorong tirah baring dan area abdomen,
operasi dan anoreksia
pembatasan aktivitas
O:
 Menganjurkan istirahat sebelum makan - Pasien masih tampak meringis
- Nasi tidak habis dan tinggal 2/3
 Memberikan kebersihan oral. porsi, sangat terganggu karena
nyeri bekas operasi
 Menciptakan lingkungan yang nyaman
saat makan - Tampak aktivitas dibantu

A : masalah belum teratasi


 Membatasi makanan yang dapat
P : intervensi dilanjutkan
meningkatkan kram abdomen, flatus
(missal produk susu)
Hari/tanggal Dx Keperawatan Implementasi Evaluasi
Jumat / 9-10-2015 Nyeri (akut)  Mengkaji nyeri, catat lokasi, S :
berhubungan dengan karakteristik, beratnya (skala 0-10) - Pasien mengatakan masih nyeri
distensi jaringan usus pada bekas operasi, dan masih
oleh inflamasi, adanya  Mempertahankan istirahat dengan sedikit merasa mual, tetapi nyeri
insisi bedah. hilang setelah masuk obat yang
posisi semi fowler
dipasangkan kedalam dubur.
O:
 Memberikan aktivitas hiburan - Pasien masih tampak meringis
(komunikasi) - TTV : T = 120/70mmHg, S =
36,70C, N = 98 x/mnt, RR =
20x/mnt.
 Mengajarkan teknik nafas dalam - Skala nyeri 5

 Mengkolaborasi pemberian analgetik


A : masalah belum teratasi
(pronalges)
P : intervensi dilanjutkan

Jumat / 9-10-2015 Pola nafas tidak efektif


 Mengkaji tanda dan gejala
berhubungan dengan S:
ketidakefektifan pola nafas
depresi pusat pernafasan - Pasien mengatakan nafasnya masih
 Mengatur posisi klien semi fowler.
Skunder terdapat efek sesak.
anestesi ditandai dengan
 Melakukan pengisapan lendir
peningkatan ekspansi O:
paru. - Nafas Tampak sesak apabila nyeri
 Mengkolaborasi untuk pemberian o₂. menyerang
- Keringat dingin sudah tidak ada
lagi
- Tensi 120/70mmHg, Nadi 98x/mnt,
RR 20x / menit

A : masalah belum teratasi


P : intervensi dilanjutkan

Jumat / 9-10-2015 Gangguan nutrisi kurang


S:
dari kebutuhan tubuh
 Menimbang berat badan tiap hari - Pasien mengatakan nafsu makan
berkurang berhubungan
dengan Nyeri bekas sudah mulai ada, walaupun masih
 Mendorong tirah baring dan ada sisa.
operasi dan anoreksia
pembatasan aktivitas
O:
 Menganjurkan istirahat sebelum makan
- Pasien masih tampak meringis
- Nasi tidak habis dan tinggal 1/2
 Memberikan kebersihan oral.
porsi.
 Menciptakan lingkungan yang nyaman - aktivitas masih dibantu
saat makan
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
 Membatasi makanan yang dapat
meningkatkan kram abdomen, flatus
(missal produk susu)
Hari/tanggal Dx Keperawatan Implementasi Evaluasi
Sabtu / 10-10-2015 Nyeri (akut)  Mengkaji nyeri, catat lokasi, S :
berhubungan dengan karakteristik, beratnya (skala 0-10) - Pasien mengatakan masih nyeri
distensi jaringan usus pada bekas operasi, dan mual sudah
oleh inflamasi, adanya  Mempertahankan istirahat dengan tidak ada lagi, tetapi nyeri hilang
insisi bedah. setelah masuk obat yang
posisi semi fowler
dipasangkan kedalam dubur.
O:
 Memberikan aktivitas hiburan - Pasien sudah tampak tidak meringis
(komunikasi) - TTV : T = 110/70mmHg, S = 360C,
N = 80 x/mnt, RR = 20x/mnt.
- Skala nyeri 3
 Mengajarkan teknik nafas dalam

A : masalah belum teratasi


 Mengkolaborasi pemberian analgetik
P : intervensi dilanjutkan
(pronalges)

Sabtu / 10-10-2015 Pola nafas tidak efektif S:


 Mengkaji tanda dan gejala
berhubungan dengan - Pasien mengatakan sudah tidak
ketidakefektifan pola nafas
depresi pusat pernafasan sesak lagi.
 Mengatur posisi klien semi fowler.
Skunder terdapat efek
anestesi ditandai dengan O:
 Melakukan pengisapan lendir
peningkatan ekspansi - Pasien tampak tenang
paru. - Keringat dingin sudah tidak ada
 Mengkolaborasi untuk pemberian o₂. lagi
- Tensi 110/70mmHg, Nadi 80x/mnt,
RR 20x / menit

A : masalah teratasi
P : intervensi masih dilanjutkan untuk
memantau serangan sesak mendadak.

Sabtu / 10-10-2015 Gangguan nutrisi kurang S:


dari kebutuhan tubuh - Pasien mengatakan nafsu makan
 Menimbang berat badan tiap hari
berkurang berhubungan sudah mulai membaik.
dengan Nyeri bekas
 Mendorong tirah baring dan
operasi dan anoreksia O:
pembatasan aktivitas
- Pasien sudah tidak meringis lagi
 Menganjurkan istirahat sebelum makan - Nasi tidak habis dan tinggal 1/3
porsi.
 Memberikan kebersihan oral. - aktivitas masih dibantu

 Menciptakan lingkungan yang nyaman A : masalah teratasi sebagian


saat makan P : intervensi dilanjutkan

 Membatasi makanan yang dapat


meningkatkan kram abdomen, flatus
(missal produk susu)
BAB IV

ANALISA JURNAL

A. Telaah Jurnal

1. Prevalensi dan determinan penyakit apendiksitis di Indonesia

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa appendiksitis dapat

menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan

usia dibawah 40 tahun, khususnya 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang

terjadi pada usia dibawah dua tahun. Apendiks adalah seperti-jari yang kecil

panjangnya kira-kira 10cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup

ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke

dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil,

apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi

(apendisitis). (Brunner & Suddarth, 2002)

Appendiksitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi

intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada

negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan

diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan

dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. (Brunner &

Suddarth, 2002)

Hasil survei pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis di

sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia,

jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah sekitar 7% dari


jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan

salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan

operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia

menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya

(Depkes 2008)

2. Pengaruh teknik relaksasi efflurage terhadap penurunan nyeri pada pasien

post apendictomy di rumah sakit umum daerah Kabupaten Kudus.

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pencernaan masih

menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan

mortalitas. Penyakit appendicitis merupakan salah satu kelainan yang

mengganggu sistem pencernaan. Appendicitis merupakan penyakit radang

pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai

cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering

menimbulkan keluhan yang mengganggu (Sundaru, 2005).

Di negara-negara yang telah maju, diperkirakan 5% - 20% orang

dewasa menderita appendicitis, sementara di Indonesia penyakit ini semakin

meningkat dan diperkirakan mencapai 12% yaitu 6,5 juta jiwa. Meningkatnya

prevalensi appendicitis di Indonesia, diduga ada hubungannya dengan cara

hidup (pola makan) yang sering makan pedas dan mengandung biji. Jumlah

penderita appendicitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus

menduduki peringkat kedua setelah hernia yaitu sebanyak 252 pasien

(Sundaru, 2005).
Insiden penyakit appendicitis dipengaruhi oleh banyak faktor antara

lain: umur pasien, jenis kelamin, makanan, lingkungan dan faktor daya tahan

tubuh. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm),

menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam

lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam

pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis

(radang pada apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat

pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig

A, tetapi sering dapat menyebabkan appendicitis (Smeltzer & Bare, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan telah menggambarkan bahwa

pemberian teknik relaksasi efflurage yang menderita nyeri pada bekas operasi

yang dikarenakan appendiksitis sangat mempengaruhi nyeri yang dirasakan

klien. Berdasarkan hasil penelitian peneliti berpendapat bahwa pada penelitian

sebelumnya telah dilakukan pemberian teknik relaksasi pada klien yang

menderita apendiktomi, dimana adanya pengaruh terhadap pemberian teknik

relaksasi terhadap penurunan skala nyeri setelah post operasi apendik (p =

0.001). Pemberian teknik relaksasi dapat dihubungkan dengan berkurangnya

nyeri yang dirasakan klien setelah operasi.

Dari penelitian diatas dapat dilihat bahwa pada penelitian yang

dilakukan tentang masalah apendiksitis tersebut dapat disimpulkan bahwa

diperkirakan teknik relaksasi dapat mengurangi tingkaatan nyeri terhadap post

operasi apendiksitis.
B. Perbandingan hasil telaah jurnal dengan kasus penelitian apendiksitis di RSUD

Pariaman.

1. Prevalensi dan determinan penyakit apendiksitis di Indonesia

Setelah dilakukan penelitian selama 5 hari di RSUD Pariaman,

didapatkan data pada bulan September 2015 sebanyak 116 kasus yang

mengalami apendiksitis. Jumlah ini meningkat dibandingkan bulan yang lalu

yaitu 135 kasus tahun 2014, sedangkan untuk tahun 2015 Januari s/d Oktober

sebanyak 116. Hal ini sejalan dengan jurnal “Prevalensi dan Determinan

Penyakit Gastroenteritis di Indonesia” dimana penderita rheumatoid artritis di

Indonesia selalu meningkat dari tahun ketahun dengan berbagai faktor

pencetus di Indonesia penyakit ini semakin meningkat dan diperkirakan

mencapai 12% yaitu 6,5 juta jiwa..

Data dari RSUD Pariaman menunjukan bahwa angka kejadian

apendisitis untuk tahun 2014 tercatat sebanyak 135 kejadaian apedisitis dan

harus dilakukan tindakan apendiktomi sedangkan untuk periode tahun 2015 di

mulai dari bulan januari sampai bulan september sebanyak 116 kejadian

apendisitis. Kejadian Apendiktomi di RSUD Pariaman menempati urutan

kedua dalam pelaksanaan pembedahan setelah masalah pembedahan operasi

sistim Muskuloskeletal.
2. Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat

nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur di rumah Sakit Karima

Utama Surakarta.

Setelah dilakukan penelitian selama 5 hari di RSUD Pariaman, pada

kasus kelolaan pada Tn. A ditemukan masalah kesehatan terhadap

apendiksitis dengan diagnosa keperawatan utama yang muncul yaitu Nyeri

(akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya

insisi bedah. Dan dilakukan perencanaan keperawatan terhadap nyeri yang

disebabkan sayatan operasi yaitu dengan mengajarkan teknik nafas dalam.

Setelah dilakukan implementasi selama 3 hari didapatkan hasil bahwa nyeri

dapat berkurang dengan skala nyeri 3.

Berdasarkan jurnal “Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur di rumah

Sakit Karima Utama Surakarta” digambarkan bahwa adanya penurunan

tingkat nyeri yang dirasakan klien pasca operasi dengan pemberian teknik

nafas dalam.

Berdasarkan hasil penelitian peneliti berpendapat bahwa pemberian

teknik nafas dalam pada klien yang mengalami post operasi apendik

mengalami penurunan tingkatan nyeri dibandingkan dengan yang tidak

diberikan terapi teknik nafas dalam. Hal ini terlihat tampak respon klien

terhadap nyeri dari hari kehari dengan menggunakan terapi teknik nafas dalam

dibandingkan dengan yang tidak. Berdasarkan hasil analisa pada penelitian

yang telah dilakukan dari 40 responden, yaitu 20 responden eksperimen dan


20 responden control, dimana 20 responden ekperimen lebih banyak

menunjukkan penurunan terhadap tingkatan nyeri dibandingkan dengan yang

tidak diberikan teknik nafas dalam.

Setelah dilakukan sinkronisasi askep terhadap jurnal diatas,

digambarkan adanya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi.


BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah di lakukan pada Tn. A mulai

tanggal 7 oktober s/d 11 oktober 2015 di bangsal bedah RSUD Pariaman maka

diketahui hal-hal sebagai berikut :

A. Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 7 Oktober di

bangsal bedah RSUD Pariaman klien mengeluhkan nyeri pada bekas operasi,

sesak pada nafas bila nyeri, dan aktivitas dibantu.

Tidak ditemukan perbedaan yang spesifik antara teoritis dengan tinjauan

kasus yang didapatkan. Secara teoritis pada pasien dengan post operasi apendik

mengalami hal seperti nyeri perut kanan bawah bekas operasi dan mual.

B. Diagnosa Keperawatan

Secara teoritis diagnosa keperawatan yang dapat muncul dengan klien

gastroenteritis adalah sebagai berikut :

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah (Doenges 2000).

2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer

terhadap luka Post operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda

dan gejala yang membuat diagnosa atual (Doenges, 2000).


3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan

skunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru

(Ulric, 1990).

4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret

disaluran pernafasan ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat kesaadaran

menurun (Doenges, 2000).

Dari 4 diagnosa yang berkemungkinan muncul dari teoritis, tidak

seluruhnya dialami oleh pasien. sesuai dengan data objektif dan subjektif klien

maka dirumuskan 3 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan keadaan pasien

yaitu :

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

Skunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berkurang berhubungan

dengan Nyeri bekas operasi dan anoreksia

C. Rencana Keperawatan

Dalam penyusunan rencana keperawatan mahasiswa menggunakan

rencana keperawatan yang telah disusun oleh doengoes sebagai standar. Dalam

hal ini setiap rencana keperawatan dikembangkan berdasarkan teori yang dapat

diterima secara logis dan sesuai dengan kondisi klien.


D. Implementasi

Implementasi keperawatan yang dilakukan juga sesuai dengan rencana

asuhan keperawatan yang telah disusun, yang disesuaikan dengan kondisi Tn. A,

namun ada beberapa rencana asuhan keperawatan yang tidak terlaksana.

E. Evaluasi

Sesuai dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari pada Tn. A, hari

pertama sampai ke empat Tn. A memperlihatkan adanya penurunan terhadap

tingkatan nyeri yang diraskaan klien meskipun masalah keperawatan belum

teratasi secara keseluruhan.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn. A pada

tanggal 7 Oktober s/d 11 Oktober 2015 Maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pasien dengan post op apendiksitis mengalami keluhan seperti nyeri pada

bekas operasi, sesak pada nafas bila nyeri, aktivitas dibantu, tidak ada selera

makan, dan masih terasa mual.

2. Sesuai dengan teoritis pada kasus apendiksitis adalah nyeri (akut)

berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi

bedah (Doenges 2000)..

3. Setelah dilakukan pengkajian, diperoleh 3 diagnosa keperawatan, yaitu :

Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah, resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan

pertahanan primer terhadap luka Post operasi dimulai dengan tidak

diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa atual, dan

pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan

skunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru.

4. Untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul, disusun rencana asuhan

keperawatan sesuai teoritis untuk mengatasi masalah penyakit post operasi

apendiksitis.
5. Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai rencana asuhan

keperawatan yang telah disusun, yang sesuai dengan kondisi pasien, walaupun

ada beberapa rencana asuhan keperawatan yang tidak terlaksana.

6. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari pada Tn. A, hari pertama

sampai ke tiga Tn. A memperlihatkan adanya perbaikan dengan keadaan

kondisi yang diderita klien, meskipun masalah keperawatannya belum teratasi

secara keseluruhan.

B. Saran

Dengan selesainya dilakukan asuhan keperawatan pada klien dengan apendiksitis,

diharapkan dapat memberikan masukan terutama pada :

1. Penulis / mahasiswa

Mengasah kemampuan dalam bidang keperawatan keluarga “apendiksitis”

dalam penerapannya dalam memberikan asuhan keperawatan yang

professional.

2. Instansi pendidikan

Sebagai bahan masukan kepada STIKes Nan Tongga yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan ajar untuk perbandingan dalam memberikan

konsep asuhan keperawatan secara teoritis dan praktek.

3. Bangsal bedah RSUD Pariaman

Sebagai bahan acuan kepada petugas kesehatan bangsal bedah dalam

memberikan pelayanan yang lebih baik dan memuaskan serta perhatian pada

klien serta melihat perkembangan klien dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai