MAKALAH Osteoporosis
MAKALAH Osteoporosis
A DENGAN APENDIKSITIS DI
RUANG RAWAT INAP BEDAH RSUD PARIAMAN
TAHUN 2015
DISUSUN OLEH :
YESI VERNELI
NPM : 14 10 120 901 078
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Apendiksitis dengan baik dan tepat pada
waktunya.
yang membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut, oleh karena itu
mahasiswa mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan sasaran dan kritik
yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan ini semoga proposal ini
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet
serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan dengan
menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia
dibawah 40 tahun, khususnya 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada
usia dibawah dua tahun. Apendiks adalah seperti-jari yang kecil panjangnya kira-
kira 10cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
Suddarth, 2002).
besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien
di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah
Pada tahun 2010 sampai 2011 angka kejadian Apendisitis menurun secara
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat
pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
untuk tahun 2014 tercatat sebanyak 135 kejadaian apedisitis dan harus dilakukan
tindakan apendiktomi sedangkan untuk periode tahun 2015 di mulai dari bulan
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
dengan Apendiksitis pada Tn. A di ruang rawat inap bedah RSUD Pariaman
tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
Apendiksitis.
C. Manfaat
1. Bagi Peneliti
APENDIKSITIS
A. Pengertian
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai
B. Anatomi Fisiologi
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel,
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
Jong, 2004).
bawah dan rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah
waktu yang bersamaan dalam hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi
daripada wanita dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat
terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan
30 tahun.
D. Patofisiologi
tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
Apendiksitis (Tebal)
Penatalaksanaan
Pembedahan
Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam
ruangan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik
McBurneg (gambar 37.2) bila dilakukan tekanan nyeri tekan lepas (hasil atau
intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri
tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung
pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumber, bila ujungnya ada
pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal. Nyeri
pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum, nyeri pada saat
berkemih atau uretes, adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi.
kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan
bawah/ apabila apendiks telah rupture, nyeri menjadi lebih menyebar, distensi
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
mengalami reptor apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
laboratorium dan sinar-X hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan
peningkatan jumlah darah putih. Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran
kanan bawah:
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
4. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
5. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
6. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah UGM,
2010).
H. Komplikasi
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses
residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja
I. Penatalaksanaan
dilakukan dibawah anastesi emon atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau
1. Pengkajian Fokus
a. Identitas Klien
b. Riwayat Keperawatan
bawah.
Riwayat penyakit yang diderita, nyeri yang hilang timbul sejak lama
e. Kebutuhan dasar
sebelum flatus.
2) Pola eliminasi
dower chateter karena masih dalam pengaruh anastesi, dan pasien akan
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah
yang meningkat.
2) Radiologi
pelebaran sekum.
g. Data Fokus
1) Subyektif
d) Susah tidur
e) Keterbatasan aktivitas
b) Keringat dingin
c) Gelisah
e) Mual muntah
2. Genogram
keluarga memuat informasi tentang tiga generasi keluarga. (keluarga inti dan
keluarga asal masing-masing orang tua), status sehat atau sakit, kelas sosial,
pertama dan direfisi kemudian setelah dapat informasi baru. memberi tahu
(Ulric, 1990).
Intervensi :
terjadinya abses/peritonitis.
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
terlentang.
koping
Intervensi :
3) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik.
Intervensi :
upaya pernafasan
terpenuhi.
Intervensi :
saluran pernafasan.
/Jelas.
Kriteria hasil : Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas.
Intervensi :
R/ Batuk paling efektif pada pasien posisi duduk, tinggi atau kepala
ekspirasi
inspirasi.
A. Identitas Klien
1. Nama : Tn. A
2. Umur : 36 Tahun
5. Agama : Islam
7. Pekerjaan : Wiraswasta
B. Riwayat Kesehatan
membuat nafasnya sesak dan susah untuk melakukan aktivitas dan makan.
sering merasakan nyeri pada perut kanan bagian bawah, nyeri hilang timbul
Saudara laki-laki (kakak) pasien juga pernah dioperasi dengan diagnosa yang
penyakit menurun.
C. Kebiasaan Sehari-Hari
1. Pola Nutrisi
Di Rumah : Makan 2-3 kali sehari, dengan porsi nasi sepiring penuh, lauk
2. Pola Eliminasi
Di Rumah : BAK 4-5 kali sehari, bau khas dan berwarna putih
bau khas.
Di Rumah : Pasien mengatakan istirahat dan tidur 6-8 jam/hari jam 22.00
6. Ketergantungan
D. Data psikososial
1. Status Emosi
Stabil
2. Konsep Diri
3. Interaksi Sosial
4. Spiritual
Pasien beragama Islam yang taat beribadah, tetapi setelah di operasi pasien
jarang menjalankan sholat 5 waktu. Tetap berdoa dan berharap cepat sembuh
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kurang
2. Kesadaran
Composmetis
3. Tanda-Tanda Vital
S : 38 0C RR : 24x/menit
BB di RS : 65
BB sebelum MRS : 65 kg
4. Kepala
konjungtiva pucat.
Hidung : fungsi penciuman baik, tidak ada polip, simetris, agak sedikit
kotor.
Mulut : mukosa bibir kering, bibir pucat, tidak ada perdarahan pada gusi,
Leher : tidak terdapat nyeri telan, simetris, tidak ada pembesaran tyroid
Telinga : telinga luar dan dalam bersih, tidak ada gangguan pendengaran.
5. Thorax
Inspeksi : bentuk dada dan thorak simetris, warna kulit sawo matang.
6. Abdomen
Inspeksi : perut tidak seberapa buncit, tekstur kulit kering dan berwarna
Perkusi : tympani.
Palpasi : terdapat nyeri tekan di area bekas operasi.
7. Ekstremitas
melawan tekanan/dorongan).
dingin.
+ +
- -
8. Genetalia
9. Integumen
F. Data Penunjang
Hasil Lab :
Hb : 12.5
Leukosit : 17.800
Led : 50
c. Dulcolak
1. Data Subjektif
Aktivitas dibantu
2. Data Objektif
Tampak meringis
Keringat dingin
Nasi tidak habis dan tinggal 2/3 porsi, sangat terganggu karena nyeri bekas
operasi
Aktivitas dibantu
Pasien nyeri dalam skala 7 menurut Burbains (nyeri berat namun dapat
dikontrol)
S : 38 0C RR : 24x/menit
BB di RS : 65 BB sebelum MRS : 65 kg
ANALISA DATA
2 DS : Pasien mengatakan sesak pada Depresi pusat pernafasan Pola nafas tidak
nafas terutama apabila nyeri Skunder terdapat efek efektif
anestesi ditandai dengan
DO : peningkatan ekspansi
- Tampak sesak apabila nyeri paru.
menyerang
- Keringat dingin
DO :
- Nasi tidak habis dan tinggal 2/3
porsi, sangat terganggu karena
nyeri bekas operasi
- Tampak aktivitas dibantu
Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya
insisi bedah.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan Skunder
A : masalah teratasi
P : intervensi masih dilanjutkan untuk
memantau serangan sesak mendadak.
ANALISA JURNAL
A. Telaah Jurnal
terjadi pada usia dibawah dua tahun. Apendiks adalah seperti-jari yang kecil
panjangnya kira-kira 10cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup
negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan
diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan
dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat. (Brunner &
Suddarth, 2002)
sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia,
salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan
(Depkes 2008)
pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai
cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering
meningkat dan diperkirakan mencapai 12% yaitu 6,5 juta jiwa. Meningkatnya
hidup (pola makan) yang sering makan pedas dan mengandung biji. Jumlah
(Sundaru, 2005).
Insiden penyakit appendicitis dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain: umur pasien, jenis kelamin, makanan, lingkungan dan faktor daya tahan
menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam
pemberian teknik relaksasi efflurage yang menderita nyeri pada bekas operasi
operasi apendiksitis.
B. Perbandingan hasil telaah jurnal dengan kasus penelitian apendiksitis di RSUD
Pariaman.
didapatkan data pada bulan September 2015 sebanyak 116 kasus yang
yaitu 135 kasus tahun 2014, sedangkan untuk tahun 2015 Januari s/d Oktober
sebanyak 116. Hal ini sejalan dengan jurnal “Prevalensi dan Determinan
apendisitis untuk tahun 2014 tercatat sebanyak 135 kejadaian apedisitis dan
mulai dari bulan januari sampai bulan september sebanyak 116 kejadian
sistim Muskuloskeletal.
2. Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat
nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur di rumah Sakit Karima
Utama Surakarta.
penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur di rumah
tingkat nyeri yang dirasakan klien pasca operasi dengan pemberian teknik
nafas dalam.
teknik nafas dalam pada klien yang mengalami post operasi apendik
diberikan terapi teknik nafas dalam. Hal ini terlihat tampak respon klien
terhadap nyeri dari hari kehari dengan menggunakan terapi teknik nafas dalam
PEMBAHASAN
tanggal 7 oktober s/d 11 oktober 2015 di bangsal bedah RSUD Pariaman maka
A. Pengkajian
bangsal bedah RSUD Pariaman klien mengeluhkan nyeri pada bekas operasi,
kasus yang didapatkan. Secara teoritis pada pasien dengan post operasi apendik
mengalami hal seperti nyeri perut kanan bawah bekas operasi dan mual.
B. Diagnosa Keperawatan
terhadap luka Post operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda
(Ulric, 1990).
seluruhnya dialami oleh pasien. sesuai dengan data objektif dan subjektif klien
yaitu :
C. Rencana Keperawatan
rencana keperawatan yang telah disusun oleh doengoes sebagai standar. Dalam
hal ini setiap rencana keperawatan dikembangkan berdasarkan teori yang dapat
asuhan keperawatan yang telah disusun, yang disesuaikan dengan kondisi Tn. A,
E. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
bekas operasi, sesak pada nafas bila nyeri, aktivitas dibantu, tidak ada selera
diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa atual, dan
apendiksitis.
5. Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun, yang sesuai dengan kondisi pasien, walaupun
6. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari pada Tn. A, hari pertama
secara keseluruhan.
B. Saran
1. Penulis / mahasiswa
professional.
2. Instansi pendidikan
memberikan pelayanan yang lebih baik dan memuaskan serta perhatian pada