Anda di halaman 1dari 22

BAB I : UMUM

Spesifikasi
Pematangan Lahan Rencana Lokasi WWTP

1.1. Ruang lingkup


Spesifikasi ini, bersama dengan gambar rencana dari gambar kerja (drawings) merupakan
pedoman untuk pelaksanaan pekerjaan Pematangan Lahan Rencana Alokasi WWTP.

1.2. Definisi
 PT. Dacrea Design and Engineering Consultants yang selanjutnya disebut perencana.
 Konsultan pengawas akan ditunjuk melalui proses lelang yang dilaksanakan
bersamaan pelelangan pematangan lahan lokasi WWTP ini yang selanjutnya disebut
konsultan pengawas.

1.3. Perubahan spesifikasi


Setiap perubahan material dan/atau pekerjaan yang menyimpang dari spesifikasi ini harus
dengan persetujuan tertulis diketahui pengawas.

1.4. Standar spesifikasi


Persyaratan-persyaratan dan metode-metode yang terdapat pada ketentuan-ketentuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) yang sesuai serta edisi standar-standar lainnya yang tercantum
dalam uraian bagian-bagian pekerjaan pada masing-masing bab dalam persyaratan teknis ini
merupakan penjelasan dan bagian yang tidak terpisah dari persyaratan teknis ini.

1.5. Survei dan pengukuran


Ketelitian dari pekerjaan survei harus memenuhi batas-batas berikut :
1. Pasal-pasal untuk cross section dari pekerjaan tanah harus ditempatkan kurang dari 20
mm dari posisi vertikal dan 100 mm dari horizontal yang ditetapkan.
2. Survei mendatar (level survey) harus diikatkan dengan Bench-Mark (BM) permanen
atau titik awal. Kesalahan pengikatan harus dari 10 mm dikalikan akar kuadrat dari
panjang / keliling dalam kilometer.
3. Patok yang menunjukkan ketinggian akhir pekerjaan tanah harus tidak berselisih lebih
dari 20 mm dari ketinggian yang ditentukan.
4. Bangunan-bangunan harus dibuat / diletakkan dengan kesalahan kurang dari 5 mm
dari posisi vertikal / horizontal yang ditetapkan, kecuali jika untuk keperluan
operasional atau khusus seperti pemasangan pekerjaan / peralatan besi diperlukan
lebih tepat lagi.
5. Formasi mendatar dan vertikal dari lereng (slope), saluran, buangan air, dan pekerjaan
lain harus dibuat / diletakkan setepat-tepatnya dan berulang-ulang dicek. Untuk
meyakinkan kebenarannya dibuat cross section pada setiap jarak yang tidak lebih dari
50 m atau arahan dari pengawas. Cross section terakhir dari bangunan-bangunan air
harus dibuat sedemikian untuk menjamin kesempurnaan aliran air.
6. Tanda-tanda / rambu BM akan ditunjukkan oleh pengawas kepada pelaksana pada
saat pelaksanaan pekerjaan. Pelaksana harus memelihara rambu / tanda-tanda BM dan
melindunginya dari kerusakan selama pelaksanaan proyek.
7. Perubahan dari hal-hal tersebut meskipun untuk keperluan pelaksanaan tidak
diperkenankan. Titik bantu pengukuran ditetapkan dengan titik reverensi yang ada di
lokasi yang tidak akan terganggu oleh pekerjaan permanen sampai setting permulaan
pekerjaan tanah di sekitarnya telah diselesaikan dan disetujui oleh pengawas.
8. Rambu dan BM harus diserahkan sempurna kepada pengawas pada penyelesaian
pekerjaan, jika ada rambu yang rusak atau pelaksana kuatir terjadi kerusakan, ia harus
segera memberikan saran kepada pengawas dan harus mengembalikan atau membuat
rambu-rambu sesuai dengan petunjuk pengawas.

1.6. Tindakan pencegahan untuk keselamatan


Pelaksana harus menyelenggarkan, membangun dan memelihara rintangan-rintangan, lampu-
lampu tanda bahaya, tanda-tanda peringatan yang sesuai dan cukup memadai untuk
mencegah dan melindungi pekerjaan, keselamatan kerja dan keselamatan umum
(masyarakat). Jalan-jalan yang tertutup bagi lalu lintas harus dilindungi dengan barikade
yang cukup efektif dan rintangan harus diberikan penerangan pada malam hari dan
penerangan harus tetap menyala sepanjang malam atau pada waktu diperlukan.

1.7. Ukuran-ukuran pokok


Ukuran-ukuran pokok dapat dilihat dalam gambar kerja, sedang ukuran lainnya akan
diuraikan pada pasal-pasal berikutnya dalam spesifikasi teknis ini.
Apabila ukuran-ukuran tersebut belum tercantum pada gambar, maka ukuran-ukuran tersebut
dapat dimintakan persetujuan dari pengawas atau perencana.

1.8. Perbedaan-perbedaan
1. Apabila terdapat perbedaan antara spesifikasi teknis dan gambar, maka spesifikasi
teknis yang mengikat.
2. Apabila di dalam gambar terlukis tetapi di dalam spesifikasi teknis tidak tercantum,
maka gambarlah yang mengikat, demikian pula sebaliknya.
3. Apabila ukuran-ukuran belum tercantum pada gambar dan spesifikasi teknis maka
pelaksana wajib dan harus melapor kepada pengawas dan perencana agar diadakan
pemecahan.
4. Apabila terdapat perbedaan pada gambar skala besar dengan skala kecil, maka gambar
dengan skala besar yang mengikat.
5. Apabila terjadi masalah atau kejanggalan di dalam dokumen perencanaan, perbedaan
gambar dan sebagainya, pelaksana harus segera konsultasi / lapor kepada pengawas
untuk kemudain dibicarakan penyelesaiannya dengan perencana.
6. Jika terdapat perbedaan perincian kualitas tentang bahan-bahan yang dipergunakan
antara pelaksana dan pengawas, maka dapat diadakan pengetesan bahan.
BAB II : PEKERJAAN GALIAN DAN TIMBUNAN TANAH

2.1. Ruang lingkup


Spesifikasi ini dan gambar rencana digunakan sebagai pedoman pada pekerjaan yang
melibatkan penggalian, persiapan tanah dasar, timbunan, transport, penebaran, kondisi
kandungan air untuk pemadatan, uji dan pemeliharaan bahan timbunan untuk penimbunan
tanah.

2.2. Referensi
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) serta standar
berikut, merupakan uraian lebih lanjut dan merupakan bagian yang menyatu dengan
spesifikasi ini.
ASTM D 1557 /
ASTM D 698 : (metode pengujian standar untuk hubungan antara kadar air dengan
kepadatan, pada tanah dan campuran tanah-batuan, dengan
menggunakan penumbuk 4,54 kg tinggi jatuh 457 mm) hubungan
antara kepadatan tanah dan kadar air tanah,
ASTM D 1556 : (metode pengujian standar untuk kepadatan tanah dan kepadatan
lapangan dengan menggunakan sand-cone) penentuan kepadatan
tanah dilapangan dengan menggunakan sand-cone.
ASTM D 422, C 136 : Analisa ukuran butiran tanah,
ASTM D 423 : Batas cair tanah,
ASTM C 424 : Batas plastis tanah,
ASTM C 127 /128,
ASTM D 854 : specific grafity.

2.3. Ketentuan umum


1. Lokasi pekerjaan yang termasuk dalam batas yang ditentukan pada gambar rencana,
harus dibersihkan dari pepohonan, semak-semak, tanaman pagar, akar-akar, humus,
puing-puing, serta benda pengganggu lainnya. Harus dilakukan dahulu penentuan
benchmark atau titik tetap dengan peralatan yang mempunyai presisi tinggi dengan
metode triangulasi dan hasilnya disampaikan ke direksi
2. Benda-benda permanen diatas permukaan maupun di dalam tanah, seperti : bangunan,
pagar, dinding, jaringan pipa, dsb. harus dilakukan mobilisasi, pemberian penerangan,
pagar dan tanda-tanda pengaman
3. Kondisi lapangan yang ditetapkan, harus dapat diperkirakan dan ditinjau, sebelum
pekerjaan dilaksanakan. Pembuatan patok-patok referensi sebagai pedoman
pelaksanaan untuk menjadi ketelitian bentuk posisi arah elevasi dan lain-lain.
4. Semua tenaga kerja dan peralatan, termasuk peralatan, pengerukan, pengangkutan,
pengangkatan, serta pemindahan, harus sesuai dengan material pekerjaan. Pelaksana
harus menyediakan dilapangan antara lain fotocopy persyaratan, standar bahan,
katalog, rekomendasi dan sertifikat dari pabrik sesuai dengan persyaratan material.
5. Semua peralatan pengerukan dan pemindahan tanah harus mempunyai tipe yang
sesuai dengan pekerjaan, dan harus selalu dirawat agar dapat digunakan setiap saat.
6. Pelaksana dilapangan harus memiliki antara lain fotocopy persyaratan, standar bahan,
katalog, hasil test lab, rekomendasi dan sertifikat dari pabrik untuk setiap material
yang digunakan.

2.4. Material timbunan


1. Material timbunan harus memnuhi semua persyaratan material timbunan yang yang
disyaratkan, yang perlu diperhatikan yaitu grain size distribution, kadar air,
kebersihan dari bahan organik, specific grafity, dan sumber material itu sendiri.
2. Material timbunan dan pemadatan, dikelompokkan dalam kelas I, II, atau III, seperti
uraian dibawah ini.
Material yang digunakan pada msing-masing kelas, dapat berupa tanah lempung,
tanah berbutir, tergantung pada sistem drainase dan pertimbangan lain.
a. Timbunan kelas I – persyaratan pemadatan untuk timbunan kelas I adalah
sebagai berikut :

b. Timbunan kelas II – persyaratan pemadatan seperti kelas I, kecuali berikut ini


c. Timbunan kelas III – pemadatan timbunan dengan peralatan penghampar
sampai setara dengan kepadatan tanah asli di area pekerjaan.
d. Ketentuan penghamparan :
tebal penghamparan untuk timbunan kelas I dan kelas II tidak boleh lebih dari
200 mm sebelum dipadatkan. Tebal maksimum untuk kelas III, tidak boleh
lebih dari 350 mm sebelum dipadatkan. Masing-masing lapis penghamparan,
harus dipadatkan secara seragam untuk mendapatkan kepadatan yang
diharapkan.
e. Tipe material – jika tidak ada ketentuan, material untuk timbunan kelas I dan
kelas II harus terdiri dari pasir, lempung, atau lanau, tergantung keberadaan
material tersebut di lokasi pekerjaan. Material jenis lain dapat digunakan
untuk timbunan, jika disetujui perencana.
3. Sebelum pekerjaan pengurugan dimulai daerah yang akan diurug harus dibersihkan
dari material organik, lumpur maupun tanah lunak
4. Pengukuran topografi dilakukan sebelum dan sesudah pengurugan tiap tahap
pekerjaan dan pada akhir pekerjaan dan diperiksa direksi.
5. Sebelum dilaksanakan penimbunan, pada area timbunan dibuatkan patok-patok
sejarak 5-10m, pada patok tersebut dibuatkan ukurannya sehingga dapat mengetahui
kedalaman timbunan dan peil rencana
6.
2.5. Penggunaan timbunan
Jika tidak ada ketentuan lain pada gambar, kriteria berikut dapat digunakan untuk
menentukan kelas timbunan dan tipe material timbunan.
1. Timbunan kelas I, digunakan untuk :
a. Sebagai tanah dasar pada jalan beton dan slab fondasi. Selain itu juga sebagai
tanah dasar pada bangunan struktur lainnya.
Tebal tanah dasar (sub-grade) ini tidak boleh kurang dari 200 mm, baik pada
puncak timbunan, pada permukaan tanah asli dibawah slab perkerasan maupun
dibawah lapisan pasir urug padat di bawah fondasi.
b. Pada galian untuk fondasi telapak dan fondasi rakit, tebal padat lapisan tidak
boleh kurang dari 200 mm, kecuali jika dipasang lantai kerja.
c. Konstruksi badan bendungan sesuai dengan gambar rencana.
2. Timbunan kelas II, digunakan untuk :
a. Konstruksi tanggul (dikes), parapet, bahu dan badan jalan, sesuai gambar
rencana.
b. Untuk tanah isian pada penahan tanah, urugan pada sekeliling pipa, urugan
fondasi, atau penggunaan lain sesuai ketentuan pada gambar.
3. Timbunan kelas III
a. Digunakan pada area yang tidak ditempati oleh peralatan / bangunan yang
direncanakan untuk menambah elevasi sesuai gambar rencana, pada area
dimana terjadinya settlement tidak diperhitungkan.
b. Pasir, lempung dan lanau dapat digunakan sebagai bahan timbunan pada kelas
ini.

2.6. Penggalian dan tanah galian


1. Penggalian dilakukan untuk mendapatkan penampang, ketinggian, pelurusan atau
bentuk tertentu sesuai gambar rencana, maupun tujuan lain yang ditentukan oleh
perencana.
2. Material galian dapat berupa tanah lempung, lanau kepasiran ataupun batuan sesuai
dengan kondisi dan profil lapisan geologis tanah di lokasi galian.
3. Setelah dilakukan penggalaian sesuai bentukdan ukuran rencana, harus dijaga pada
tampang dan elevasinya, serta harus bebas dari lumpur dan kotoran lain.
4. Galian tidak boleh diisi timbunan kembali, sebelum diperiksa dan disetujui oleh
perencana.
5. Jika diperlukan perubahan, maka skema detail, ketebalan, dan prosedur serta
penjelasan yang relevan harus mendapat persetujuan perencana, untuk di chek
kembali sebelum pelaksanaan dimulai
6. Jika terdapat lumpur / bahan lain pada dasar galian, maka harus dikeruk dan diganti
dengan material timbunan yang baik.
7. Jika penggalian dilakukan terlalu berlebihan, maka dilakukan penimbunan kembali
(re-filled) dengan material yang balk dan diberi lapis lean concrete untuk
mendapatkan elevasi dasar bangunan (fondasi) seperti ketentuan gambar, dan harus
disetujui perencana.
8. Jika pada lokasi penggalian terdapat fasilitas/jaringan yang tidak mungkin
dipindahkan, maka pelaksanaan penggalian dilakukan dengan hati-hati.
9. Lebar alur pada dasar galian untuk jaringan pipa harus sesuai dengan gambar
pelaksanaan dan didasarkan pada ukuran pipa, kedalaman dan kondisi tanah.
Kedalaman galian tersebut tidak boleh kurang dari diameter pipa ditambah 500 mm
untuk melindungi pipa dari pengaruh pemadatan tanah.
10. Pelaksanaanpenggalian harus dilakukan dengan cara-cara yang baik sehingga sisi
galian tetap stabil dari longsoran.
11. Galian harus diusahakan selalu dalam keadaan kering selama pengerjaan.
12. Tanah atau batuan galian harus ditempatkan pada lokasi yang ditentukan oleh
perencana.
13. Tanah atau batuan galian yang akan digunakan lagi tidak boleh tercampur dengan
humus dan kotoran lain.
14. Area penempatan tanah atau batuan galian harus datar dan kering.

2.7. Penimbunan
1. Pengukuran topograpfi dilakukan sebelum dan sesudah penimbunan tiap tahap
pekerjaan dan pada akhir pekerjaan dan diperiksa pengawas.
2. Elevasi timbunan rencana tidak termasuk tebal perkerasan.
3. Material timbunan harus memperhitungkan settlement dan dicantumkan pada gambar
keterangan settlement yang terjadi.
4. Sebelum penimbunan dimulai, daerah yang akan di timbun harus dibersihkan dari
material organik, lumpur maupun tanah lunak serta dilakukan pengontrolan pada
bangunan / jaringan yang ada di dalam tanah.
5. Area timbunan dibuatkan patok-patok dengan jarak 5- 10 m, pada patok tersebut
dibuatkan ukurannya sehingga dapat mengetahui kedalaman timbunan dan peil
rencana.
6. Pekerjaan timbunan agar dicantumkan pelaksanaan settlement record berupa
pemasangan settlement plate, pengamatan pergerakan horizontal tanah dengan
inclinometer dan pengematan muka air tanah dengan piezometer.
7. Material timbunan agar diuji sand-cone test setiap 30 cm dan tes CBR lapangan pada
lapisan teratas.
8. Penimbunan harus dilakukan secara lapis demi lapis, tebal tiap lapisan tidak boleh
lebih dari 30 cm sebelum dipadatkan.
9. top soil atau material yang mengandung humus / vegetasi tidak boleh digunakan
sebagai bahan timbunan.
10. Pemadatan harus dilakukan dengan peralatan yang telah disetujui oleh perencana.
11. Material timbunan harus mempunyai kadar air tertentu untuk mendapatkan tingkat
kepadatan yang sesuai dan dihamparkan seeara hati-hati, dipadatkan sampai diperoleh
kepadatan yang diinginkan.
12. Pada penimbunan kembali (re-fill) di daerah galian kabel / pipa bawah tanah, harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. digunakan bahan timbunan butiran (granuler) dengan ketebalan sampai 50 cm
di atas pipa dan 15emdiatas kabel,
b. material hasil galian dapat digunakan sebagai bahan timbunan seperti di atas,
jika disetujui oleh perencana,
c. material timbunan yang digunakan di sekitar galian diversion-tunnel (pipa
pengelak) merupakan tanah lempung plastis (high platieity clay),
13. Material timbunan tidak boleh diletakkan pada dinding lantai beton yang belum
mengeras / belum eukup kuat untuk mendukungtanah timbunan.

2.8. Penghamparan dan pemadatan


1. Penghamparan dilakukan lapis demi lapis, dengan tebal lapisan tidak lebih dari 30 em,
kemudian dipadatkan dengan peralatan yang ditentukan.
2. Masing-masing lapis penghamparan tidak boleh kurang dari lebar timbunan rencana,
Sedangkan untuk Rencana Bangunan WWTP masing-masing lapis dengan lebar
timbunan di bagi tiga bagian dan tidak dalam satu garis (lihat gambar) di bawah ini:
3. Setiap kali akan menebarkan lapis berikutnya pada pekerjaan Rencana Bangunan
WWTP, lapis yang sudah dipadatkan permukaannya perlu dibuat kasar (digaruk) agar
diperoleh bidang kontak yang baik.
4. Arah dan kemiringan (slope) pemadatan harus sesuai dengan petunjuk gambar
rencana.
5. Material harusdipadatkan sampaimencapaipersyaratanseperti tertera pada butir 2.4.
6. Bagian timbunan yang tidak memenuhi ketentuan pada butir 2.5, harus diganti dan
diperbaiki sehingga memenuhi persyaratan butir 2.4.
7. Jika tidak ada ketentuan lain pada garnbar, material timbunan harus dipadatkan
sampai mencapai kepadatan tidak kurang dari 90 % kepadatan kering maksimum
seperti ketentuan pada ASTMD 1557.
8. Tanah di bawah fondasi atau bangunan harus dipadatkan sampai mencapai kepadatan
tidak kurang dari 90 % kepadatan kering maksimum untuk fondasi tlang, dan tidak
kurang dari 95 % kepadatan kering maksimum untuk fondasi telapak.
9. Tebal lapisan maksimum sebelum dipadatkan serta jumlah lintasasn pemadatan,
ditentukan berdasar test pemadatan lapangan (paragraf 2.13). Tebal lapisan
maksimum dan jumlah lintasan minimum tersebut harus disetujui oleh perencana.
10. Pengukuran berikut digunakan untuk mengontrol kadar air tanah kering :
a. Tebal masing-masing lapis ditentukan berdasarkan batas ketebalan yang masih
dapat ditembus oleh air sampai dasar lapisan.Jika tanah menyerap lebih
banyak air, pekerjaan pemadatan sebaiknya dimulai setelah kadar air sesuai
dengan yang diperlukan untuk pemadatan.
b. Sebelum dihamparkan, sebaiknya material dan air dicampur terlebih dahulu di
dalam peralatan panghampar sampai didapatkan kadar air optimum untuk
pemadatan.
c. Metode lain dapat digunakanjika disetujui oleh perencana.
11. Pada bagian tepi area pemadatan baiknya dibuat perkuatan agar tidak terjadi
kelongsoran, metodenya selain dengan pembuatan talud / dinding penahan atau
dengan memberi beban untuk perlawananya (bisa dengan sandbag) seperti pada
gambar.

2.9. Persiapan subgrade untuk jalan


1. Jalan sementara
a. Semua jalan sementara (temporary roads) yang harus digunakan untuk
pelaksanaan konstruksl, harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas sementara
yang diperlukan.
b. Jalan berikut fasllltasnya tersebut harus dapat digunakan selama pelaksanaan
konstruksi, serta dapat dibongkar jika pelaksanaan konstruksi telah selesai.
c. Jika jalan tanah (sementara) tersebut nantinya / pada akhir perencanaan akan
diberi lapis perkerasan, sebaiknya diberi lapisan tanah-dasar (sub-grade) dan
lapisan fondasi jalan (sub-base). Semua pekerjaan di atas harus sesuai dengan
gambar dan spesifikasi. Harus dilakukan perbaikan struktur jalan yang
diperlukan serta ditentukan batas dan kemiringan jalan seperti gambar
rencana, sebelum lapis permukaan jalan dihamparkan.
2. Rencana Jalan Utama
a. Jalan utama bangunan WWTP Jalan utama harus diperkeras dengan aspal,
dengan lebar jalan 5 m seperti ditunjukan pada gambar.
b. Jalan akses (penghubung) harus mempunyai lebar seperti ditunjukan pada
gambar.
c. Radius putar padaj alan utama bangunan dari jalan utama ke jalan utama
(exiting) tidak boleh kurang dari 10 meter.
d. Jika jalan utama dihubungkan dengan jaringan jalan akses, radius putar klra-
klra sebesar lebar jalan penghubung, tapi tidak lebih besar dari 5 meter.
e. Jalan harus diberi kemiringan melintang 2% (dari center-line ke tepi
perkerasan) untuk mengalirkan air hujan.
f. Tanah dasar (sub-grade) jalan.
g. Badan jalan yang bersifat permanen harus bebas dari gangguan dan terletak
pada elevasi yang ditunjukkan gambar rencana.
3. Fondasi jalan.
a. Lapis pondasi jalan harus dihamparkan segera di atas tanah dasar (sub-grade).
b. Lebar dan tebal lapis fondasi harus sesuai dengan gambar rencana.
4. Lapis permukaan jalan
a. Lapis permukaan jalan berupa slab beton setebal 200 mm selebar jalan yang
direncanakan.
b. Beton yangdigunakanharus mempunyai kuat-tekan minimum 210 kg/cm2 pada
umur 28 hari.
c. Lalu-llntas belum boleh lewat pada jalan yang baru jadi, sampai perencana
memberi ijin.
d. Lapis permukaan jalan berupa cone-block setebal 50 mm selebar jalan yang
direncanakan, ke arah puncak bendungan.
e. Cone-block yang digunakan disesuaikan untuk beban ringan, lalu lintas yang
lewat adalah pejalan kaki dan sepeda.
f. Di bawah lapisan cone-block ditebarkan lapisan pasir yang dipadatkan setebal
50 mm.
g. Dibagian tepi jalan di pasang pembatas beton seperti dalam gambar rencana.
2.10. Persiapan subgrade untuk fondasi
1. Tanah yang lunak dan jelek pada sub-grade harus dl keruk dan diganti dengan tanah
baik yang disetujui oleh perencana.
2. Tanah-dasar (sub-grade) harus dipadatkan sesuai ketentuan pada gambar, sebelum
material timbunan dihamparkan.
3. Sub-grade harus dibuat dengan arah dan kemiringan sesuai dengan gambar rencana.
BAB III : PEKERJAAN PEMASANGAN GEOSINTETIK

3.1. Ruang lingkup

Spesifikasai ini, bersama dengan gambar (drawings), digunakan sebagai pedoman pada
pekerjaaan yang melibatkan pemasangan geosintetik.

3.2. Referensi
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam standar berikut ini, merupakan uraian lebih lanjut
dan merupakan bagian yang menyatu dengan spesifika siini.
ASTM D 4595-86 : uji dan metode kuat tarik geosintetik.
ASTM D 4632-86 : uji dan metode beban puncak dan pertambahan panjang geosintetik.
ASTM D 4751-87 : uji dan metode untuk menentukan ukuran lubang-Iubang pori
geosintetik.
ASTM D 4355-84 : uji dan metode untuk menentukan pengaruh sinar ultraviolet dan air
terhadap geosintetik.
ASTM D 4491-85 : uji dan metode untuk menentukan permeabilitas geoseintetik.
CFGG : manual untuk palaksanaan pekerjaan geosintetik.

3.3. Bahan
a. Geosintetik tipe grid
i. Bentuk struktur,
Geosintetik tipe grid dengan bentuk bidimensional atau mono-oriented geogrid
dengan bentuk lobang-lobang adalah oval.
ii. Stabilitasterhadap ultraviolet,
Bahan ini harus tahan terhadap sinar ultraviolet dan umumnya dari bahan
HDPE (High Density Polyethelene) berwarna hitam dan tahan terhadap
mikroorganiseme.
iii. Dimensi,
 Berat per satuan luas : 8 – 10 N/m2
 Lebar guluingan :1m
 Panjanggulungan : 30 m
 Berat total : 0,25 – 0,30 kN
iv. Karakteristik teknis
 Tegangantarik maksimum : 110 kN/m'
 Pertambahanpanjangpada tegangantarik maksimum : ≤ 13%
 Kuat tarik karakteristik pada temperatur 20°C : > 25 kN/m'
b. Geosintetik tipe mat
i. Bentuk struktur
Geosintetik tipe mat yang digunakandengan bentuk struktur tiga dimensi.
ii. Bahan
Bahandari polypropylene atau polyethelene.
iii. Dimensi
 Tebalgeosintetik tipe mat : 15 – 20 mm
 Berat per satuan luas : 3 – 5 N/m2
c. Geosintetik tipe geotekstil
a. Bentuk struktur geotekstil dengan tipe woven (anyaman) atau non-woven
(tidak dianyam).
b. Poresize(ukuran lubangpori)
Ukuran lubang pori (Of) < 70 micron
c. Permeabilitas
Koefisien permeabilitas geotekstil untuk arah normal ≥ 10-4m/s

d. Geosintetik yang dapat diterima


Karakteristik geosintetik yang digunakan untuk struktur / konstruksi ditentukan
berdasarkan rekomendasi dari perencana / pengawas dan harus sesuai dengan
dokumen kontrak. Geosintetik yang diterima harus disertai dengan identifikasi dari
pabrik dan karakteristik flsik, mekanis untuk perkuatan dan untuk filter ditambah
karakteristik hidrolis. Perkuatan geosintetik tipe geotextile pada slope tubuh dam yang
dipakai dalam perencanaan Dam Sei Tembesi Batam adalah Geotextile PP-Woven
Geo-Reinfox HRX 300, dengan nllai elastic axial stiffness, fA sebesar 50 kN/m.
Parameter input material geotextile untuk perkuatan slope tubuh dam dapat dilihat
selengkapnya pada Tabel 5.1 di bawah ini
e. Pemeriksaan geosintetik
Semua bahan geosintetik yang telah dikirim ke lokasi pekerjaan perlu diperiksa
meliputi identifikasi dari pabrik, pemeriksaan semua atau sebagian karakteristiknya.
i. Identifikasi dari pabrik
Minimal meliputi pemeriksaan secara visual antara lain label dari pabrik dan
berupa nama komersial, tipe dan pembungkusan.
ii. Pemeriksaan karakteristiknya Bilamana tanpa ada label identifikasi dari pabrik
dan dokumen karakteristiknya, maka bahan itu perlu diuji di laboratorium
yang berwenang untuk menguji bahan tersebut.
f. Penyimpanan dan pemindahan geosintetik
i. Penyimpanan
Umumnya geosintetik disimpan di lokasl pekerjaan tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti semen, hanya saja dijaga jangan sampai
pembungkusnya rusak.
ii. Pemindahan
Pemindahan / pengangkutan geosintetik dari tempat penyimpanan ke lokasi
penempatan dapat dilakukan dengan alat berat seperti loader, shovel dan lain-
lain.
g. Penempatan geosintetik
i. Persiapan penempatan
Pekerjaan geotekstil meliputi penghamparan bahan geotekstil secara teratur
pada permukaan tanah yang diratakan dengan menghamparkan bahan secara
tersusun sejajar, dengan arah memanjang bahan selalu disamakan dengan arah
kemungkinan terjadinya daya tarik yang terbesar dalam tanah..
ii. Rencana penempatan geosintetik
Penempatan geosintetik perlu direncanakan sebelumnya dimana letak
gulungan tersebut harus ditempatkan agar tidak mengganggu pekerjaan
berikutnya, dan penempatan overlapping maupun penyambungan serta
penimbunan.
iii. Pemotongan geosintetik
 Bila masih dalam bentuk gulungan, pemotongan dapat menggunakan
gergaji mesin.
 Bila sudah digelar, pemotongan dilakukan dengan pisau atau gunting.
iv. Penempatandan pemasangan
 Penempatan / penggelaran geosintetik umumnya secara manual. Bila
tidak diperlukan sambungan pada geosintetik, perlu diperhitungkan
lebar over lapping, sedangkan untuk geosintetik pada perencanaan
perlu diperhitungkan sambungan, prosedur penggelaran geosintetik
dengan cara gulungan ke dua berada di atas gulungan pertama yang
digelar.
 Setelah satu lapisan geotekstil terhampar, di atas geotekstil diurug
dengan tanah lapis dan dipadatkan sesuai spesifikasi pemadatan tanah.
Kemudian diangkur pada kiri dan kanan lahan sesuai dengan toleransi
dimensi spesifikasi,
 Pemasangan awal lembaran geotekstil harus dibuat dalam kondisi
kencang tertarik, tidak boleh kendur sebelum bahan geotekstil diurug
oleh tanah. Sambungan geotekstil tidak diperbolehkan searah dengan
gaya tarik.
 Jahitan untuk menahan gaya tarik, hanya sebagai penutup saja, misal
jahitan antara sisi overlap dari satu lajur geotekstil dengnan lajur
geotekstil di sebelahnya. Jahitan hanya untuk menutup bagian-bagian
yang tidak struktural dan tidak menahan tarik.
 Penyambungan geotekstil dilakukan dengan overlap yang sudah
ditentukan toleransi dimensinya dan dijahit dengan benang khusus
untuk geotekstil.
 Pemasangan geotekstil harus dipastikan tidak terusakkan oleh benda-
benda tajam dalam tanah dangkal dan sisa-sisa akar pepohonan yang
tajam menyembul dalam tanah, kecuali bila potensi kerusakan tersebut
sudah diantisipasi sebelumnya dan sudah diperhitungkan kekuatan dan
ketahanan beban.
BAB IV : PEKERJAAN BATU KALI

1. Pondasi bangunan yang dipakai adalah Pondasi Lajur Batu Kali untuk dinding luar keliling
ruangan sesuai gambar dan pondasi batu kali setempat sesuai gambar.
2. Pondasi Lajur Batu Kali, terdiri dari :

a. Lantai kerja pondasi/aanstamping adalah batu kali setebal 50 - 70 cm di isi pasir atau batu
pecah pada celahnya hingga kokoh.

c. Material batu kali/belah yang keras, bermutu baik dan tidak cacat dan tidak retak.

Batu kapur, batu berpenampang bulat atau berpori besar dan terbungkus lumpur tidak
diperkenankan dipakai.

d. Penggalian pondasi lajur batu kali dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan lay out, titik
as pondasi tersebut dan ditentukan dengan teliti sesuai gambar dan disetujui Direksi.

3. Pemeriksaan tiap galian pondasi dilaksanakan terhadap kebenaran penempatannya, kedalaman,


besaran, lebar, letak dan kondisi dasar galian. Sebelum pemasangan pondasi dimulai izin dari
Direksi mengenai hal tersebut harus didapat secara tertulis.
4. Pemborong harus memperhatikan adanya stek tulangan kolom, stek tulangan ke sloof dan
sparing pipa plumbing yang menembus pondasi.
5. Karena adanya cut and fill, pemborong harus memperhatikan kedalaman pondasi terhadap tanah
dasar/keras.
BAB V : SPESIFIKASI MOBILISASI ALAT, BAHAN, METODELOGI DAN TENAGA AHLI

1. Spesifikasi Peralatan dan Peraturan :


- Whell Loader 2 unit, Excavator 4 unit kap. min 07, Motor Grader 1 unit Vibro Roller 2
unit, Water Tanker 1 unit, Alat Bantu dan Dump Truck 25 unit kap 10 ton dengan
kapasitas 8 m3 maksimal pengangkutan, hal ini dikaitkan dengan beban jalan yang akan
dilalui, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan pada jalan yang dilalui.
- Pengangkutan material dari Site pengambilan ke lokasi pekerjaan sepanjang ± 12 km
dengan material yang dibawa cukup banyak, sehingga Kontraktor perlu melakukan
koordinasi kebeberapa instansi yang terkait, dengan melakukan :

a. Apabila pelaksanaan pekerjaan melalui jalan umum agar mendapatkan


rekomendasi terlebih dahulu dari Dinas Perhubungan Pemko Batam.
b. Apabila dilokasi penimbunan terdapat hutan bakau, agar berkoordinasi dengan
Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Pemko Batam.
c. Apabila kegiatan pematangan lahan dapat berdampak terhadap lingkungan, agar
berkoordinasi dengan Bappedalda Pemko Batam.
- Pelaksanaan pekerjaan harus sesuai izin yang diberikan beserta semua ketentuan dan
persyaratan pekerjaan Pematangan Lahan yang telah ditetapkan.

- Ketentuan dan persyaratan teknis sesuai Surat Keputusan Nomor : 210/SKEP/KA/IX/1985


tanggal 11 September 1985.

- Tidak dibenarkan melakukan kegiatan pekerjaan Pematangan Lahan diluar lokasi yang
ditetapkan

- Pada waktu hujan dilarang untuk melaksanakan pekerjaan Pematangan Lahan.

- Didalam pelaksanaan pekerjaan Saudara wajib menjaga / memelihara lingkungan sbb. :

a. Kebersihan badan jalan.

b. Saluran umum (saluran utama dan saluran permukaan)

c. Mencegah erosi (dilokasi galian maupun dilokasi penimbunan)

- Kendaraan yang keluar masuk lokasi harus selalu dalam keadaan bersih, sehingga
tidak mengotori / mengganggu jalan umum dan lingkungan.
- Memasang rambu-rambu lalu lintas yang diperlukan diarea jalan masuk dan keluar
kenderaan sehubungan dengan kegiatan pekerjaan dan muatan maksimum yang
diizinkan untuk angkutan tanah satu dump truck adalah 6 (enam) m³.
- Wajib menjaga arah aliran air pada waktu hujan, longsoran tanah dan batuan agar tidak
melintai jalan aspal ROW 50
- dalam pelaksanaan pekerjaan pemotongan tanah memperhitungkan kekuatan struktur
tower dan tanki air eksisting.
- Dalam seluruh kegiatan sebelum pekerjaan pelaksanaan, harus mematuhi dan mengacu
kepada :
a. UU.RI. No.32 th.2009 (tentang Perlindungan dan Pengelokasian Lingkungan
hidup&turunnya).
b. PERDA nomor : 11 Tahun 2011 (tentang Kebersihan Kota Batam)
c. PERDA nomor : 9 Tahun 2001 (tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Batam)
d. PERDA nomor : 5 Tahun 2011 (tentang Pajak Daerah Kota Batam)
e. PERDA nomor : 2 Tahun 2002 (tentang IMB) dan ketentuan-ketentuan lain yang
ditetapkan di Kota Batam.
f. PERDA nomor : 8 Tahun 2003 (tentang Pengendalian pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup) dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan di Kota Batam.
- Segala akibat yang timbul dari pelaksanaan pematangan lahan yang menimbulkan
kerugian pihak lain atau merugikan pihak lain, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan
resiko pelaksana.

- Setelah pekerjaan Pematangan Lahan dilaksanakan, Saudara diwajibkan merapikan


kembali bekas Pematangan Lahan agar lingkungan tetap terpelihara.
- Untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut diatas akan ditunjuk Pengawas oleh BP
Kawasan Batam.

2. Spesifikasi Material :
- Pengetesan dilaboratorium, baik di site pengambilan maupun dilokasi penimbunan
terhadap beberapa titik sample material, harga pengetesan laboratorium sudah
termasuk didalam harga material.
3. Tenaga Ahli :
- Ahli Teknik Lingkungan 1 orang, Pendidikan min S1 Teknik Lingkungan, Memiliki SKA
Madya Ahli Teknik Lingkungan, mempunyai kemampuan didalam perencanaan dan
pengawasan mengenai Tata Lingkungan khususnya pada pembangunan WWTP dengan
pengalaman minimal 10 tahun.\
- Ahli Mekanika Tanah 1 orang , Pendidikan min S.1 Geologi, memiliki SKA Ahli Madya
Geoteknik, mempunyai kemampuan dalam perancanaan dan pengawasan yang sesuai
pada bidangnya dengan pengalaman minimal 5 tahun.
- Site Engineer 1 orang, Pendidikan min S1 Teknik Sipil, memiliki SKA Ahli Madya Geodesi,
mempunyai kemampuan didalam perencanaan dan pengawasan yang sesuai dengan
bidangnya minimal 5 tahun.
- Ahli K3 1 Orang, Pendidikan min S1 Teknik Sipil, Memiliki SKA Ahli Madya K3 Konstruksi,
mempunyai kemampuan dalam bidang perencanaan maupun pengawasan yang sesuai
pada bidangnya minimal 5 tahun.
- Quality Control 1 Orang, Pendidikan min S1 Teknik Sipil, Memiliki SKA Ahli Madya Sistem
Manajemen Mutu
- Surveyor 1 orang, pendidikan D.3 Sipil, Memiliki SKT Juru Ukur / teknisi Survey pemetaan
mempunyai kemampuan dalam bidang perencanaan maupun pengawasan yang sesuai
pada bidangnya dengan pengalaman minimal 3 tahun.
- Cad Drafter 1 orang, Pendidikan min D.3 Sipil, Memiliki SKT Draftman tata Lingkungan
mempunyai kemampuan dalam bidang perencanaan maupun pengawasan yang sesuai
pada bidangnya dengan pengalaman minimal 3 tahun.
- Mandor Lapangan 1 orang, Pendidikan min SMA, Memiliki SKT Tukang Pekerjaan tanah /
Earthmoving, mempunyai kemampuan dalam bidang perencanaan maupun pengawasan
pada bidangnya dengan pengalaman minimal 3 tahun
- Tenaga Pendukung 4 orang (SLTA) dengan pengalaman minimal 2 tahun.

Semua Tenaga Ahli tersebut diatas harus melampirkan CV, Ijazah, NPWP dan Seritifikat sesuai
dengan keahliannya

4. Metodelogi yang disampaikan menggambarkan pelaksanaan pekerjaan dari mulai


pengambilan material (asal material /lokasi) dan pelaksanaan dilokasi pekerjaan dari loading
material, penghamparan sampai dengan pemadatan serta kesiapan peralatan-peralatan
yang dibutuhkan, sehingga didalam waktu pelaksanaan tidak terjadi kendala dilapangan,
semua pajak-pajak yang timbul merupakan tanggung jawab Kontraktor.

Anda mungkin juga menyukai