Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress


syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur,
khususnya yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu (Suriadi, dkk., 2009). Hyaline
Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir.
Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau
komplikasinya (Christian, 2013). Di Amerika Serikat, Hyaline Membrane Disease terjadi
pada sekitar 40.000 bayi per tahun. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada
neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. HMD pada bayi prematur bersimat
primer kejadiannya terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Kejadiannya sebesar
60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada
bayi kurang dari 37 mingggu dan sangat jarang terjadi pada bayi matur. Di Indonesia,
kematian neonatus yang menderita penyakit HMD mencapai 40% dengan asfiksia
merupakan faktor resiko independen kematian neonatus (Anggraini, 2014).
Indonesia merupakan negara dengan angka kasus HMD yang cukup tinggi. Saat ini,
di RSMH Palembang tepatnya di gedung selincah I lantai 2 ruang perawatan neonatus.
Terdapat seorang pasien dengan inisial By. A berusia 7 hari. By. A masuk rumah sakit
pada tanggal 14 Februari 2018 dengan diagnosa HMD. By. A masuk rumah sakit dengan
keluhan utama yaitu bayi lahir dengan berat badan lahir rendah dengan berat badan 1500
gr dan pada saat lahir tidak langsung menangis. By. A lahir pada usia 32 minggu dengan
kembaran (gemeli). Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 19 Februari 2018, Keadaan
umum By. A tampak lemah dengan kulit kemerahan, terpasang NGT, CPAP 6 L/jam,
dengan reflek genggam lemah. By. A berada di dalam inkubator dengan temperatur 38,4 0
C. By. A diberi terapi cairan D40% + 1/5 NS. Hasil pengkajian yang dilakukan pada
pukul 09.00 wib didapatkan tanda tanda vital pasien yaitu ; T: 37,1 0 C; RR: 58 x/menit;
HR: 169 x/menit, dan SP02 80%. Berat badan bayi saat dilakukan pemeriksaan
mengalami penurunan dari 1500 gram menjadi 1453 gram dengan panjang badan 38 cm,
lingkar kepala 30 cm, lingkar dada 28 cm, dan lingkar abdomen 34 cm.
Hasil wawancara keluarga pasien mengatakan By.A sering muntah dan mengalami
sesak napas. Daya hisap pasien lemah, frekuensi muntah pasien > 3 x sehari. By. A
mendapatkan nutrisi dari ASI dengan hari pertama pengkajian diberikan 5 ml, lalu hari

65
ketiga 20 ml namun ternyata By. A mengalami muntah kemudian 3 jam setelahnya hanya
diberi 10 ml susu formula. Pasien pola BAB 3 x/hari dengan konsistensi feses lunak
berarna kuning terang dan BAK 4-5 x dengan konsenterasi cair berwarna jernih. Kasus
Anak “A” dengan diagnosa medis Hyaline Membrane Disease (HMD), sesuai dengan
manifestasi klinis HMD yaitu By. A awalnya tidak menangis setelah dilahirkan dan
mengalami takipnea dengan RR 58 x/menit.
Berdasarkan hasil pengkajian, baik secara objektif maupun subjektif didapatkan
empat masalah keperawatan. Pertama pola napas tidak efektif, pada kasus By. A
didapatkan bahwa keluarga pasien mengatakan anaknya mengalami sesak napas. setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan RR 58 x/menit, SPO2 80%, dan terpasang CPAP.
Kedua By. A juga mengalami masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
karena setelah By. A mengalami penurunan berat badan lahir dari 1500 gram menjadi
1453 gram, daya hisap lemah dan terpasang NGT, dan mengalami muntah dengan
frekuensi >3 x/hari. Ketiga gangguan integritas kulit, hal ini dapat di lihat adanya
kemerahan pada kulit bayi dan CRT <3 detik. Keempat resiko hipotermi berhubungan
dengan prematuritas di buktikan dengan suhu tubuh 37,1 0 C dan By. A Berada dalam
inkubator. Berdasarkan asuhan keperawatan secara teoritis, diagnosa yang umum
diangkat pada kasus Hyaline Membrane Disease (HMD) yaitu pola napas tidak efektif
berhubungan dengan imaturitas fisiologis, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan prematuritas, dan gangguan integritas kulit berhubungan
dengan faktor perkembangan, resiko hipotermi berhubungan dengan prematuritas.
Setelah menentukan prioritas masalah dan penegakkan diagnosa, dilanjutkan dengan
perencanaan pada masing-masing diagnosa yang telah dibuat. Setelah intervensi di
realisasikan melalui tindakan implementasi sampailah pada tahap akhir dari proses
keperawatan yaitu evaluasi, tindakan ini bertujuan untuk melihat hasil yang didapat dari
tindakan implementasi dan mampu menentukan apakah intervensi dilanjutkan atau
dihentikan karena masalah sudah teratasi. By. A dilakukan tindakan asuhan keperawatan
selama ± 7 hari, didapatkan hasil untuk diagnosa pertama pola napas tidak efektif dengan
imaturitas fisiologis, pada hari ke 1 dan 2 By. A terpasang CPAP, hari ke 3 dan 4
terpasang nasal kanul, hari 5-7 By. A hanya berada di inkubator dengan oksigen berasal
dari ruangan perawatan. Diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan prematuritas di dapatkan hasil hari 1 By A diberi ASI 5
ml/3 jam kemudian hari ke 2 diberi ASI 20 ml/3 jam lalu By. A mengalami muntah.

66
Maka hari 3-7 Bayi A diberi ASI 10 ml/3 jam. Diagnosa ketiga gangguan integritas kulit
berhubungan dengan faktor perkembangan. Didapatkan hasil hari 1 kulit bayi masih
mengalami kemerahan karena plester NGT lalu dilakukan tindakan keperawatan dengan
mengganti plester NGT bayi dengan yang lebih kecil dan menganjurkan keluarga bayi
untuk menggunkan baby oil lalu pada hari ke 2-4 kemerahan berkurang dan kulit bayi
mengalami pengelupasan, hari ke 5 kulit bayi tidak kemerahan lagi. Diagnosa keempat
resiko hipotermi, pada hari ke 1-4 memonitoring suhu tubuh bayi dan hari ke 5-7 tetap
memonitoring suhu tubuh bayi dan melakukan metode kanguru untuk penghangatan
tubuh yang bisa dilakukan oleh ibu bayi sendiri. Namun dari keseluruhan, setelah By. A
dilakukan tindakan asuhan keperawatan, By A menunjukkan perubahan yang bermakna,
yaitu bayi tidak mengalami sesak napas kembali dengan tidak terpasang Cpap, tidak
terpasang nasal kanul, RR 35 x/menit dan HR 140 x/menit, tidak mengalami muntah,
warna kulit tidak kemerahan, suhu tubuh normal yaitu 36,5 0 C.

67
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien By. A dengan diagnosa Hyaline
Membrane Disease (HMD) selama 7 hari perawatan di Selincah Lt. 2 RSMH Palembang
dapat ditarik kesimpulan :
1. Selama 7 hari perawatan di RSMH Palembang, pada By. A ditemukan diagnosa
keperawatan:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas fisiologis
b. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
prematuritas
c. gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor perkembangan
d. resiko hipotermi berhubungan dengan prematuritas
2. Intervensi dibuat sesuai dengan masalah keperawatan dengan memperlihatkan kondisi
pasien serta ketersediaan sarana dan prasarana di ruangan termasuk kemampuan
perawat dalam melaksanakannya.
3. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan dan dapat
dilaksanakan dengan baik berkat adanya kerjasama perawat, keluarga, mahasiswa
dan tim kesehatan lainnya. Orang tua pasien sangat kooperatif.
4. Selama perawatan yang dilakukan selama 7 hari, bayi tidak mengalami sesak napas
kembali dengan tidak terpasang Cpap, tidak terpasang nasal kanul, RR 35 x/menit
dan HR 140 x/menit, tidak mengalami muntah, warna kulit tidak kemerahan kembali,
suhu tubuh normal yaitu 36,5 0 C.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan mampu memberi informasi mengenai askep Hyaline Membrane Disease
(HMD) tidak hanya melalui makalah tetapi penyuluhan sederhana seperti ceramah
maupun penyebaran leaflet.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Sebagai sumber informasi dalam melengkapi literatur perpustakaan tentang
Hyaline Membrane Disease (HMD) pada anak.
b. Sebagai sumber informasi dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan proses
bimbingan yang berhubungan dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) pada
anak.
3. Bagi RSMH

69
Agar RSMH diharapkan dapat lebih meningkatkan pelayanan dalam pemberian
asuhan keperawatan khusunya pada pasien Hyaline Membrane Disease (HMD).

70

Anda mungkin juga menyukai