Anda di halaman 1dari 4

KESIMPULAN

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN LAHAN RAWA

Lahan rawa adalah lahan yang sering tergenang secara terus menerus akibat drainase buruk.
Berdasarkan tipologinya, lahan rawa dibagi menjadi dua, yaitu rawa pasang surut dan rawa lebak.
Lahan rawa pasang surut (tidal swamp) merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut, sedangkan rawa lebak (non tidal swamp) diartikan sebagai daerah yang tidak langsung
dipengaruhi pasang surut air laut tapi mengalami genangan minimal tiga bulan daam satu tahun
dengan tinggi genangan minimal 50 cm.
Luas keseluruhan rawa di Indonesia sekitar 33,43 juta hektar, yang terdiri atas 20,14 juta hektar
rawa pasang surut dan 13,30 juta hektar rawa lebak.? Dari keseluruhan lahan rawa yang dibuka?
baru sekitar 1,53 juta hektar yang ditanami, sebagian besar untuk tanaman pangan diantaranya
0,80 juta hektar di sawah pasang surut dan 0,73 hektar di sawah lebak. Dari total luas lahan lebak
di Indonesia, yang berpotensi untuk areal pertanian diperkirakan seluas 10,19 juta ha tetapi yang
dibuka baru seluas 1,55 juta ha sedangkan yang dimanfatkan untuk pertanian sekitar 0,729 juta
ha.? Dengan demikian masih terdapat areal lahan rawa lebak sangat luas yang bisa dimanfaatkan
untuk pertanian.
Pilihan lahan rawa sebagai sumber produksi padi dan diversifikasi pertanian didasarkan pada
pertimbangan agrofisik lahan dan lingkungan. Lahan rawa mempunyai beberapa keunggulan
sebagai wilayah pengembangan padi, antara lain: (1) air tersedia? cukup berlimpah, (2) topografi
relatif datar, (3) akses ke lokasi relatif mudah melalui transportasi air/sungai. Selain itu masyarakat
lokal telah menunjukkan kepiawaiannya dalam praktek budidaya padi yang secara turun temurun
dikembangkan hingga saat ini.
Pengembangan lahan rawa untuk pertanian selain memiliki prospek yang baik juga menghadapi
berbagai kendala.? Sifat-sifat tanah dari lahan pasang surut? dikenal sangat labil. Perubahan sifat-
sifat tanah dapat terjadi secara alamiah, misalnya kekeringan atau kemarau panjang, ayunan
pasang surut sehingga pembasahan dan pengeringan silih berganti, dan akibat perbuatan
manusia seperti pembukaan/reklamasi lahan yang mengakibatkan terjadinya pengatusan,
pertanian intensif, penambangan gambut dan lain sebagainya.
Reklamasi selain merubah tatanan tata air, misalnya dari tipe A menjadi B,? B menjadi C atau D,
juga dapat merubah sifat-sifat tanah atau tipologi lahan, misalnya? lahan gambut menjadi lahan
bergambut atau lahan sulfat masam (gambutnya hilang),? tanah potensial menjadi lahan sulfat
masam, tanah gambut? mentah fibris-hemismenjadi sapris. Tingginya kemasaman tanah, kahat
hara makro dan mikro, adanya unsur dan senyawa racun seperti Al, Fe, SO4, asam-asam organik
juga menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan tanaman.
Masalah utama pengembangan laddßhan lebak untuk usaha pertanian adalah (1) rejim air yang
fluktuatif dan seringkali sulit diduga, (2) kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau khususnya di lahan lebak dangkal, (3) sifat fisiko-kimia dan kesuburan tanah serta
hidrotopografi mikro lahannya beragam dan umumnya belum ditata dengan baik, dan (4) sebagian
lahannya bertanah gambut.? Pola fluktuasi rejim air di lahan lebak sangat tergantung kepada pola
hujan, baik yang turun setempat maupun yang turun di daerah atasnya serta kondisi daerah
atasnya.? Oleh karena itu, pengelolaan air secara makro di lahan lebak seyogyanya berbasis
daerah aliran sungai (DAS).? Hasil observasi lapang peneliti Balai Penelitian Pertanian Lahan
Rawa (Balittra) menunjukkan bahwa tanah di lahan rawa lebak pada umumnya berupa tanah
mineral dan gambut dengan te mkstur liat dan tingkat kesuburan alami sedang - tinggi serta pH
4,5 dan drainase terhambat ? sedang.
Penelitian dan pengembangan di lahan rawa menghasilkan banyak temuan baru yang dapat
memberikan berbagai alternatif teknologi pengelolaan lahan rawa untuk meningkatkan produksi
pertanian.? Karena kelebihan atau kekurangan air merupakan kendala utama di lahan rawa, maka
pengelolaan air yang baik merupakan kunci keberhasilan pertanian di lahan rawa. Berbagai
simposium dan seminar juga menyimpulkan bahwa pengelolaan air yang baik di lahan rawa harus
dilaksanakan terlebih dahulu sebelum menginjak pengelolaan lainnya seperti penataan lahan,
pemilihan komoditas, dan pengelolaan lahan.
?
PENGELOLAAN AIR DI LAHAN RAWA PASANG SURUT
Sistem tata air yang teruji baik di lahan pasang surut adalah sistem aliran satu arah (one way flow
system) dan sistem tabat (dam overflow).? Penerapan sistem tata air ini perlu disesuaikan dengan
tipologi lahan dan tipe luapan air serta komoditas yang diusahakan.? Pada? lahan bertipe luapan
?A, tata air diatur dalam sistem aliran satu arah, sedangkan pada lahan bertipe luapan B diatur
dengan sistem aliran satu arah dan tabat karena air pasang pada musim kemarau sering tidak
masuk ke petakan lahan.? Sistem tata air pada lahan bertipe luapan C dan D ditujukan untuk
menyela?matkan atau konservasi air, karena sumber air hanya berasal dari air hujan.? Oleh
karena itu, saluran air pada sistem tata air di lahan bertipe luapan C dan D perlu ditabat dengan
pintu-pintu yang sesuai sebagai pengendali air.? Pintu air tersebut dapat berupa stoplog maupun
pintu ayun atau pintu engsel (flapgate) untuk menjaga permukaan air tanah agar sesuai dengan
kebutuhan tanaman serta memungkinkan air hujan tertampung dalam saluran tersebut.
Sistem Aliran Satu Arah
Sistem ini dirancang sedemikian rupa sehingga air di kelola untuk masuk dan keluar melalui
saluran tersier atau handil yang berlainan.? Untuk itu maka pada masing-masing muara saluran
tersier dipasang pintu air otomatis tipe flapgates.? Pada saluran pemasukan (irigasi), pintu air
dirancang secara semi otomatis yang hanya membuka ke dalam pada saat air pasang dan
menutup sendiri pada saat air surut.? Pada saluran pengeluaran (drainase), pintu air dipasang
membuka ke arah luar sehingga hanya akan mengeluarkan air yang masuk dari saluran tersier
apabila terjadi surut.? Sistem ini menciptakan terjadinya sirkulasi air dalam satu arah, baik air
permukaan maupun air bawah tanah karena adanya perbedaan tinggi muka air dari saluran tersier
irigasi dan drainase.
Air yang masuk melalui saluran irigasi ke dalam petakan lahan dialirkan keluar melalui saluran
drainase.? Selanjutnya pada saluran kuarter dipasang pintu pengatur tinggi muka air (stoplog)
yang dapat dibuka dan ditutup secara manual sesuai dengan keperluannya.? Penerapan tata air
sistem aliran satu arah, selain dapat memperlancar pencucian unsur racun, juga memungkinkan
dikembangkannya beragam pola tanam agar terjadi peningkatan produktivitas lahan dan hasil
padi. Namun, pencucian lahan yang dilakukan saat pasang kecil dan atau pasang besar ternyata
tidak hanya membuang unsur racun saja, tetapi juga membuang unsur hara yang diperlukan
tanaman. Hasil penelitian Balittra memperlihatkan bahwa adanya drainase dengan penerapan tata
air sistem aliran satu arah ternyata bukan hanya mencuci asam organik dan unsur racun (ion Al,
H, SO4, Fe) tetapi juga unsur hara seperti kation K, Na, Mg.? Makin rapat jarak antar kemalir makin
banyak ion yang tercuci.? Oleh karena itu, penelitian pengelolaan air ke depan haruslah dipadukan
dengan pengelolaan lahan yang dapat mengurangi terbuangnya unsur hara tetapi masih efektif
membuang unsur racun.
Gambar 1.? Ilustrasi tata air sistem aliran satu
arah (A) dan pintu air tipe flapgate (B) untuk
sistem aliran satu arah
?
Biofilter
Salah satu teknologi yang dihasilkan Balittra untuk memperbaiki kualitas air dan meminimalkan
kehilangan unsur hara adalah dengan menanam biofilter purun tikus (Eleocharis dulcis) pada
saluran air masuk dan atau saluran keluar untuk mencegah masuknya zat beracun ke sawah
(Gambar 2).? Biofilter purun tikus mampu menurunkan konsentrasi Fe sebesar 6-27 ppm dan
SO4 30-75 ppm pada air buangan. Kemampuan tanaman gulma ini menyerap Fe dan SO4 dan
disimpan dalam tubuhnya sangat tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai biofilter unsur
toksik pada saluran air.? Hasil penelitian menunjukkan bahwa purun tikus muda menyerap Fe
lebih tinggi (1560 ppm) dibandingan purun tikus dewasa (518 ppm) dan purun tikus tua (165 ppm).

Gambar 2. Purun tikus (Eliocharis dulcis) sebagai


biofilter yang ditanam pada saluran inlet petakan
sawah
Sistem Tabat
Tata air sistem ini dilaksanakan dengan cara memfungsikan saluran sekunder menjadi saluran
penampung.? Pada saluran ini dipasang pintu tabat berupa stoplog untuk mengatur tinggi muka
air di petakan lahan sehingga ketinggian pintu dapat diatur sesuai keperluan (Gambar 3).? Pada
saat ?hujan, pintu-pintu dibiarkan terbuka untuk membuang unsur racun dari petakan lahan, tetapi
4 sampai 6 minggu kemudian pintu tabat difungsikan sesuai dengan keperluannya.? Sistem tabat
yang dikombinasikan dengan kultur teknis lainnya juga dapat mendukung pengembangan pola
tanam padi-padi, padi-palawija dan palawija-palawija asalkan disertai pengelolaan air yang tepat
di baik tingkat tersier maupun pada petakan lahan.
Gambar 3. Ilustrasi sistem tabat (A) dan tipe stoplog (B) untuk sistem tabat
?
PENGELOLAAN AIR DI LAHAN RAWA LEBAK
Pada musim hujan, lahan rawa lebak mengalami penggenangan,? sebaliknya pada musim
kemarau ketersediaan air menurun drastis. Oleh karena itu pengelolaan air untuk usahatani di
lahan rawa lebak ditujukan agar kebutuhan air optimal tanaman dapat terpenuhi, dalam arti apabila
terjadi kelebihan air seperti kebanjiran atau terlalu lembab untuk tanaman palawija dan hortikultura
dilakukan drainase dan apabila kekurangan dilakukan irigasi. Berkenaan dengan keadaan
alamiahnya tersebut, maka pertanian lahan lebak lebih banyak dilakukan dan berkembang pada
musim kemarau, khususnya di Kalimantan di lahan rawa lebak dangkal dan lebak tengahan. Saat
kemarau panjang lahan rawa lebak? dibuka dan ditanami lebih luas lagi, termasuk lebak dalam.
Namun demikian pada musim hujan? sebagian besar lebak dangkal dan sebagian lebak tengahan
juga ditanami dan sebagian lagi menjadi lahan perikanan. ?Lahan lebak dalam pada musim hujan
lebih banyak dibiarkan menjadi tempat pengembangbiakan ikan atau tempat pengembalaan
ternak rawa.
Pengelolaan air atau lengas tanah di lahan rawa lebak dapat dilakukan melalui : (1) pembuatan
saluran atau parit dan pengaturan air di dalam saluran, (2) pembuatan saluran cacing atau kemalir
di petakan lahan, (3) pemberian air kepada tanaman pada musim kemarau, dan (4) pemberian
mulsa di petakan lahan.? Pemilihan teknologi pengelolaan air didasarkan kepada jenis tanaman,
musim tanam, dan ketersediaan airnya.? Pemberian air pada musim kemarau dapat dilakukan
dengan pemompaan dari saluran ke petakan lahan atau dengan teknik penyiraman menggunakan
gembor maupun teknik irigasi tetes.
Pengelolaan air yang baik dapat mendukung? pengaturan pola tanam dan waktu tanam yang
sesuai. Hal ini dengan sendirinya dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) ?tiap musim tanam
sehingga produksi pertanian pertahun meningkat. ?Akhirnya dengan pengelolaan air yang baik
maka pendapatan petani juga meningkat.

Anda mungkin juga menyukai