Anda di halaman 1dari 8

HUMANIORA

Irwan Abdullah
VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 34 - 41

MITOS MENSTRUASI:
KONSTRUKSI BUDAYA ATAS
REALITAS GENDER
Irwan Abdullah*

Pendahuluan dalam berbagai interaksi dan transaksi sosial


selanjutnya. Seorang yang mengalami
ahim merupakan sumber dari berbagai menstruasi telah dilihat, misalnya, sebagai
persoalan yang dihadapi perempuan orang yang terganggu secara fisik dan psikis
yang memiliki implikasi yang luas yang kemudian berpotensi untuk meng-
dalam penataan sosial (Lupton, 1994). ganggu keteraturan sosial sehingga berbagai
Karena memiliki rahim, perempuan harus proses eksklusi sosial dapat dikenakan
menghadapi menstruasi, kehamilan, melahir- terhadap perempuan yang sedang mengalami
kan, bahkan menopause. Fakta biologis ini menstruasi. Pembebasan perempuan dari
secara langsung membedakan perempuan tugas-tugas berat dan isolasi perempuan dari
dengan laki-laki yang bersifat kodrati. lingkungan suci dan sakral merupakan
Persoalan yang dihadapi perempuan dan laki- bentuk yang paling umum.
laki kemudian menjadi sangat berbeda karena Tulisan ini merupakan usaha untuk
alasan laki-laki tidak memiliki rahim. Adanya mengkaji bagaimana mitos tentang
rahim ini menyebabkan perempuan memiliki menstruasi yang terkait dengan kultur suatu
cacat bawaan karena ia membawa serta masyarakat memiliki implikasi yang luas
serangkaian “penyakit” yang harus diderita dalam penataan sosial, khususnya dalam
kaum perempuan yang oleh Morris (1993: pembentukan dan pelestarian hubungan gen-
104) dikatakan menyebabkan terjadinya der dalam masyarakat. Apakah, misalnya,
histeria yang merupakan gangguan terhadap menstruasi dapat menjadi tanda dari adanya
keseluruhan pengaturan suhu tubuh dalam negosiasi kekuasaan yang berlangsung
proses biologisnya. Penyakit semacam ini dalam suatu setting sosial tertentu dan
telah membentuk dikotomi yang tegas antara bagaimana proses dekonstruksi terhadap
“penyakit perempuan” dan “penyakit laki- realitas seksual itu dapat terjadi. Sebelum
laki”. diskusi itu dimulai, berikut ini dipaparkan
Menstruasi merupakan proses biologis terlebih dahulu beberapa aspek kultural
yang terkait dengan pencapaian kematangan menstruasi.
seks, kesuburan, ketidakhamilan, normali-
tas, kesehatan tubuh, dan bahkan pemba- Mitos dan Realitas Menstruasi
haruan tubuh itu sendiri (Lupton, 1994: 142).
Dalam berbagai proses sosial sifat positif Pada saat menstruasi muncul pertama
menstruasi yang terkait dengan kesehatan sekali berbagai komentar diberikan kepada
tubuh justru telah diberi makna sebaliknya, seorang yang mengalaminya, seperti “kamu
yakni sebagai suatu penyakit kaum perem- sudah dewasa” atau “kamu sudah bisa punya
puan karena dinilai mengganggu kesehatan anak”, sebagai pengakuan atas status baru
dan bahkan memiliki implikasi yang luas seorang perempuan. Dalam banyak hal,

* Dokotr, Staf Pengajar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

34 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002


Mitos Menstruasi: Konstruksi Budaya Atas Realitas Gender

menstruasi yang dialami dinilai sebagai suatu normal (laki-laki). Darah yang dikeluarkan
penyakit yang datang sebulan sekali yang dianggap sebagai kotoran atau polusi yang
mengganggu berbagai aktivitas. Pada saat harus disingkirkan atau dikeluarkan dari batas
menstruasi terjadi, setiap perempuan diajar- kelompok. Makna darah di sini terkait dengan
kan untuk menerima sifat pasif sebagai sakit, kematian, kehilangan kendali, emosi,
kutukan dan tidak bebas seperti biasanya atau peperangan yang menunjuk pada sakit
sehingga proses ini digambarkan sebagai atau tidak berfungsinya tubuh (Lupton, 1994:
suatu periode yang abnormal. Padahal, 142). Dalam masyarakat Beng di Pantai
seperti yang dikatakan Ruth Herschberger, Gading secara tegas ditekankan bahwa
menstruasi tidak lain merupakan tanda dari menstruasi dikaitkan dengan polusi dan
kesehatan telur dan uterus yang berlanjut dan fertilitas. Hal ini mengakibatkan larangan bagi
tanda dari lancarnya fungsi hormon seks (cf. perempuan untuk masuk ke hutan, tidak
Kramarae dan Treichler, 1985: 269). boleh memasak karena dianggap kotor, dan
Menstruasi sebagai gangguan merupakan tidak boleh melakukan aktivitas pertanian
fakta sosial yang diterima sehingga berbagai (Gottlieb, 1982). Di Bali kaum perempuan
proses sosial kemudian melihat periode tidak boleh memasuki hutan karena hutan
menstruasi ini sebagai sesuatu yang dianggap suci, sementara perempuan telah
merugikan. Seorang yang sedang menstruasi ternodai oleh adanya darah haid. Berbagai
ditabukan untuk berhubungan seks dan larangan dalam berbagai masyarakat muncul
melakukan ibadah. disebabkan oleh hubungan menstruasi
Tabu menstruasi menurut Freud dengan polusi yang dibawa perempuan yang
merupakan cerminan dari sikap masyarakat dianggap dapat merusak kesuburan dan
yang ambivalen terhadap perempuan: mengganggu kesucian. Dalam banyak
perempuan yang mengalami menstruasi kasus, terjadi pengucilan terhadap perem-
dianggap kotor dan terkena kekuatan jahat puan yang sedang haid dengan menempat-
sehingga perlu dijauhi dan karenanya dapat kan mereka pada gubug-gubug yang terpisah
dimanfaatkan untuk kekuasaan politik. Hal dari masyarakat dan disertai larangan-
ini seringkali dipelihara secara magis dalam larangan. Mereka, misalnya, tidak boleh
suatu masyarakat sehingga menjadi suatu makan makanan tertentu, tidak boleh
common sense dan realitas yang baku. melintas di tegal yang ditanami tanaman laki-
Mitos-mitos yang terkait dengan menstruasi laki seperti tales. Dalam laporan Meggitt,
ini meliputi: menstruasi adalah kotor, misalnya, digambarkan bagaimana perem-
membahayakan hubungan seks, kutukan puan diperlakukan dalam satu masyarakat
Tuhan, mengganggu kesehatan, tanda dari Papua
inferioritas perempuan, mengganggu kete- “It is not surprising that men refer
raturan sosial, pengecualian dari suatu to a woman during her menstrual period
kebiasaan, dll. Seorang perempuan yang as “she with the evil eyes” and require
mengalami menstruasi karenanya tidak her to remain in seclusion. In some lo-
boleh mengerjakan atau terlibat dalam calities she retires to a small hut used
pekerjaan atau kegiatan penting, seperti only for this purpose; in others she stays
dalam upacara dan pengambilan keputusan in the rear cubicle of her house, the
(Delaney et al., 1976). Dalam masyarakat room that a man never enters. Every-
Eropa pun dulunya diyakini bahwa masakan where she withdraws from the sight of
yang dimasak oleh perempuan yang sedang men for four days from the outset of her
menstruasi tidak boleh dimakan karena means.
dianggap kotor dan tidak sehat. During this time the woman has her
Tabu mentruasi sesungguhnya telah own fire and may prepare food for her-
menempatkan perempuan sebagai “orang self alone. She can collect food at night,
lain” yang berbeda dengan orang-orang yang but may harvest only mature “female”

Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 35


Irwan Abdullah

crops such as sweet potato, setaria, or menarik bahwa konseptualisasi semacam ini
crucifer, those which women normally memperlihatkan bahwa menstruasi bukan
cultivate. Should she enter a plot con- peristiwa biologis semata-mata (Umar, 1995),
taining “male” (tended) plants such as tetapi sarat dengan beban sejarah dan
taro, ginger, or sugar-cane, this would kultural. Secara historis menstruasi terkait
die. Similarly, she must not walk among dengan perkembangan peradaban yang
any young plants lest they wilt and those dipengaruhi oleh teks dan doktrin yang telah
who eat them fall ini. She may feed pig diinterpretasikan dan reinterpretasi dari
for these are, therefore, “female” but not generasi satu ke generasi yang lain, yang
dogs or cassowaries, as there are “male” tampak begitu sulit untuk berubah. Secara
and would lose their condition. She must kultural menstruasi mengalami proses
not eat game, for this, too, is “male” and pemaknaan yang kontekstual dengan set-
the hunter concerned would never again ting sosial tertentu yang bersifat fungsional
be successful. bagi penataan sosial.
One the fifth morning the woman
cleanes herself before emerging from Konstruksi Sosial Menstruasi
seclusion. Because an unmarried
woman is by definition, chaste, she is Berbagai proses sosial terjadi akibat
less dangerous than a married woman adanya mitos menstruasi yang dienkultu-
and need take fewer precaution. She rasikan dalam kehidupan sosial yang luas.
spits on white clay, recites a spell taught Pemahaman yang salah mengenai mens-
her by her mother, and draws a line from truasi telah menyebabkan kerugian di pihak
navel to vulva and an arc under each perempuan yang tampak, misalnya, dari
eye. A married woman, however, also bagaimana pengaturan pola makan pada
receives from her husband (through a suatu masyarakat di Malaysia (lihat
daughter or sister) a package of leaves Gambar 1).
(Evodia sp) which he has collected and Perempuan yang mengalami menstruasi
bespelled. She bites off the end of the secara ironis justru ditempatkan pada
leaves before placing them in the gable kelompok yang harus menjalankan diet
of her house, an action intended to neu- secara ekstra ketat yang bertentangan
tralize the effects of blood remaining in dengan prinsip medis yang berlaku. Hal ini
her uterus when next her husband copu- menunjukkan kesalahan persepsi yang
lates with her. Meanwhile, she hides in meluas dalam masyarakat tentang proses
the forest, the soft moss used as men- menstruasi itu. Secara medis, seorang yang
strual pads; the moss is not simply mengalami menstruasi adalah seseorang
thrown away lest a pig eat it and men yang membutuhkan makanan bernutrisi
then eat the contamined pork” (cf. karena ia harus menggantikan sel-sel darah
Kessler, 1976: 73-74). yang hilang pada saat menstruasi ber-
langsung. Persoalan ini jelas menunjukkan
Mengapa darah menstruasi yang berbagai proses sosial yang terkena atau
dijadikan objek? Dalam banyak masyarakat yang dialami perempuan akibat kesalahan
telah terpatri secara emosional serangkaian konsepsional yang akut dalam masyarakat.
ide yang menganggap darah berhubungan Berbagai bentuk pengucilan terhadap
dengan kematian, pembunuhan, kekera- perempuan terjadi pada saat mereka
batan, dan sebagainya, selain berhubungan mengalami menstruasi. Di Papua New
dengan periode haid yang misterius (Kessler, Guinea seorang perempuan ditempatkan di
1976). Begitu banyak pantangan yang luar dusun pada saat menstruasi di dalam
disebabkan oleh konseptualisasi menstruasi suatu rumah yang dibangun oleh perempuan
dalam berbagai masyarakat, tetapi yang dan tidak boleh didekati oleh laki-laki.

36 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002


Mitos Menstruasi: Konstruksi Budaya Atas Realitas Gender

Gambar 1. Pengaturan Diet berdasarkan Sektor

Women who’ve Menstruating


just completed women
menstruating

Babies, young Midwives who’ve


children just assisted in
birth

Old Old Childless men Childless Men with Adolescents Women with Women
men women Men with women young young children who’ve
older children (excluding childen just given
midwives) Pregnant birth
women
Midwives

Diet Kurang Ketat etat Diet Sangat Ketat


Sumber: Roseman (1993: 139).

Kepercayaan tentang roh jahat yang dibawa membatasi kepemilikan tertentu. Dalam hal
oleh perempuan menjadi suatu keyakinan ini fenomena biologis menstruasi telah
tentang sifat buruk dari menstruasi dan mendapatkan pemaknaan secara sosial
perempuan yang mengalaminya (Hays dan sehingga ia menjadi penegas perbedaan
Hays, 1982: 204). Dalam masyarakat Toraja antara laki-laki dan perempuan (Kessler,
proses pengucilan terjadi dengan 1976). Jika diletakkan dalam konteks relasi
mengeluarkan mereka dari berbagai pusat gender, mitos-mitos atau aturan yang
aktivitas produktif yang kemudian berkaitan dengan menstruasi merupakan
menyebabkan hilangnya akses perempuan alat bagi laki-laki untuk membatasi
(Delaney, 1976) yang memungkinkan partisipasi perempuan dalam wilayah publik
peningkatan basis tawar-menawar atas yang mangatur status dan peran yang
posisi sosialnya dalam masyarakat. berpengaruh dalam proses pembuatan
Menstruasi karenanya telah menjadi keputusan yang menyangkut keseluruhan
suatu bentuk eksklusi kaum perempuan. komunitas. Sejalan dengan gambaran ini,
Dengan status ‘kotor’ atau ‘sakit’ perempuan aturan-aturan dalam berbagai masyarakat
kemudian harus dipisahkan dari interaksi telah pula menjadi ‘pagar’ bagi perempuan
sosial yang ‘normal’ (lihat Morris, 1993). untuk masuk dalam wilayah privat yang
Pada tingkat ini terjadi pemutusan interaksi otoritasnya lebih kecil, seperti dalam ranah
sosial perempuan baik dengan laki-laki rumah tangga.
maupun dengan perempuan yang lain. Dari sudut pandang lain, menstruasi
Pemutusan relasi sosial tersebut dilegitimasi adalah penanda kedewasaan bagi
dengan berbagai nilai dan pranata sosial. perempuan,saat seorang perempuan mulai
Hampir semua masyarakat memiliki aturan- memiliki hak untuk terlibat dalam
aturan bagi perempuan yang menstruasi, pembicaraan, lebih bebas berbicara, boleh
yang intinya membatasi perempuan memiliki sesuatu, dan juga memiliki sumber
berhubungan dengan laki-laki dan dengan otoritas yang secara inheren merupakan
perempuan lain, membatasi perempuan ancaman bagi kekuasaan laki-laki. Mitos
melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa, dan ‘penyakit’, ‘darah kotor’, dsb, yang ditegas-

Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 37


Irwan Abdullah

kan dalam berbagai pranata merupakan disebabkan oleh interpretasi teks yang
mekanisme sistematis untuk mengekang dominatif dan bias gender. Kedua, bukan
atau membatasi otoritas perempuan dewasa menjadi persoalan jika peristiwa biologis
agar tidak menggugat kekuasaan laki-laki. yang dimitoskan itu tidak merugikan kaum
Keterlibatan perempuan dalam kegiatan perempuan dalam kehidupan sosialnya.
publik merupakan ancaman bagi laki-laki. Berbagai fakta menunjukkan sebaliknya,
Dengan penjinakan melalui konstruksi sosial, justru peristiwa biologis yang normal itu
menstruasi menyebabkan perempuan tidak memiliki implikasi yang luas untuk terjadinya
memiliki kekuasaan pada tingkat komunitas. berbagai proses sosial yang merugikan
Di tempat kerja berbagai proses margi- kaum perempuan yang dipengaruhi oleh
nalisasi berlangsung pada saat mitos PMS pemitosan yang berlangsung dalam
(pre-menstrual syndrome) terbentuk dan masyarakat. Oleh karena itu, mitos-mitos
menjadi kebenaran publik yang kemudian tersebut merupakan ruang yang kondusif bagi
dimanfaatkan untuk alokasi pekerjaan. terjadinya kekerasan terhadap perempuan
Seringkali perempuan tidak mendapatkan secara simbolik.
hak dalam pekerjaan tertentu karena alasan
gangguan psikologis yang dialaminya Menstruasi: Kekerasan dan Konstruksi
sebulan sekali. Sebaliknya, secara sosial Seksualitas
tidak ada pengesahan tentang kodrat perem-
puan semacam ini dan tidak mendapatkan Dalam berbagai masyarakat, makna
proteksi apa pun yang terkait dengan sosial dari menstruasi lebih bersifat politis,
gangguan PMS yang dialami. Hak-hak khususnya di masyarakat tempat laki-laki
perempuan yang terkait dengan kesehata- memiliki kekuasaan yang lebih dibandingkan
nnya dalam hal ini tidak mendapatkan perempuan. Persoalan menstruasi ini dapat
pengakuan sosial meskipun stereotipe dinilai sebagai persoalan kekerasan karena
tentang perempuan terganggu emosinya adanya menstruasi menyebabkan perempu-
pada saat menstruasi terbentuk. Dalam hal an kehilangan otoritas dan kontrol diri. Dalam
ini terdapat sikap ambivalensi dengan studinya, Bransen menemukan adanya 3
memberlakukan standar ganda, di satu sisi genre dalam penjelasan menstruasi (cf.
adanya PMS ditegaskan untuk kepentingan- Lupton, 1994: 143). Pertama, genre emansi-
kepentingan marginalisasi, di sisi lain patif, yang dicirikan dengan keaktifan,
keberadaannya tidak diakui pada saat keyakinan diri dan tanggung jawab,
menyangkut hak-hak yang harus diterima pengendalian, dan dapat memecahkan setiap
perempuan. Berbeda dengan proses persoalan yang terkait dengan menstruasi.
kehamilan yang relatif telah mendapatkan Kedua, genre objektif, yang mengonsepsikan
pengakuan dengan adanya cuti hamil dan tubuh dan siklus menstruasi sebagai objek
insentif penggajian, menstruasi tidak yang menjadi milik dokter karena dilihat
mendapatkan pengakuan. Hak untuk sebagai penyakit yang perlu penanganan
beristirahat dan pembebasan dari kewajiban medis. Ketiga, genre natural, suatu konsepsi
yang memberatkan secara fisik dan biologis yang lebih positif yang melihat siklus itu
tidak diperoleh kaum perempuan saat haid. sebagai sesuatu yang alami yang
Menstruasi sebagai suatu peristiwa merupakan proses pembersihan tubuh dari
biologis bukanlah persoalan jika ia tidak racun. Yang menarik di sini adalah dari ketiga
menyangkut dua proses penting secara genre tersebut tampak bahwa konsepsi
sosial. Pertama, jika menstruasi tidak menstruasi berada di luar subjektivitas.
mengalami pemitosan yang berlangsung Proses diskursif yang berlangsung telah
melalui proses konstruksi yang panjang, menafikan subjek (perempuan) dengan
yang agama itu menjadi sumber inspirasi dan membangun nilai dan norma yang bias gen-
legitimasi penting di dalamnya, yang der dan diskriminatif. Perempuan sebagai

38 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002


Mitos Menstruasi: Konstruksi Budaya Atas Realitas Gender

subjek kehilangan otoritas bahkan atas yang berkuasa, baik secara sosial, politik,
tubuhnya sendiri (Foucault, 1990). maupun ekonomi. Aspek kepentingan
Pre-Menstrual Syndrom (PMS) itu tampaknya menjadi aspek dominan yang
merupakan persoalan politik yang menyang- melibatkan berbagai agen sosial tidak hanya
kut akses perempuan dalam tenaga kerja dalam pembentukan pengetahuan dan
upahan. Hal ini disebabkan oleh hubungan tindakan dalam berbagai bentuk. Satu
PMS dengan “histeria” yang berlangsung catatan penting yang dibuat Byron Good di
sejak abad ke-19, yang melihat menstruasi sini adalah penyadaran tentang adanya
sebagai irasionalitas, hilangnya kontrol dan konsep resistensi terhadap berbagai
kegilaan yang ditentukan oleh siklus organ dominasi yang berasal dari luar individu
reproduksi perempuan. Wacana semacam (Good, 1994: 58), yang dalam berbagai
ini, dalam pandangan Rodin, telah mem- bentuknya merupakan respons langsung
batasi tingkah laku perempuan sesuai maupun tidak langsung terhadap stereotipe
dengan fungsi tubuhnya dan mendorong berbagai bentuk tekanan terhadap
perempuan untuk bertanggung jawab sendiri perempuan dalam berbagai bentuk bahasa
atas tingkah lakunya. Persoalan semacam kekerasan.
ini menunjukkan sifat labil perempuan yang Penolakan perempuan terjadi dalam
berakibat pada penilaian kelayakan perem- perlawanan mereka terhadap berbagai ide
puan untuk terlibat dalam pasar tenaga kerja tentang sifat labil emosi perempuan saat
(Lupton, 1994: 144). menstruasi berlangsung atau berbagai
Menstruasi dalam hal ini mengalami bentuk sindrom, baik yang dirasakan
mistifikasi yang menyebabkan hubungan langsung oleh perempuan maupun yang
sosial menjadi semacam realitas yang dipersepsikan pihak lain terhadap apa yang
kompleks, khususnya menyangkut hubung- dinilai dialami oleh perempuan. Perlawanan
an kekuasaan. Bagi Gramsci, menstruasi telah dilakukan dengan konsepsi obat-obatan
sesungguhnya merefleksikan hegemoni untuk menghindari sakit yang berpengaruh
wacana di luar realitas biologisnya. Peran pada aktivitas tubuh dan sosial. Revolusi
basis-basis kebudayaan dalam pembentuk- dalam format dan substansi pembalut wanita
an struktur yang hegemonis tampak dari apa dari tampon ke softex dan sebangsanya
yang dikatakan Greer: merupakan tanda penting dari pergulatan
hubungan kekuasaan. Iklan-iklan tentang
“the permeation throughout civil socie- pembalut menegaskan adanya penolakan
ty... of an entire system of values, atti- terhadap ide bahwa perempuan yang sedang
tudes, beliefs, morality, etc., that is one menstruasi tidak mampu bergerak aktif dan
way or another supportive of the estab- tidak berprestasi. Hal ini sekaligus menunjuk-
lished order and the class interest that kan adanya lapis-lapis realitas sosial
dominate it. ... to the extent that is pre- berdasarkan strata sosial dan perbedaan
vailing consciousness is internalized by implikasi sosial yang dialami perempuan atas
the broad masses, it becomes part of mitos menstruasi.
‘common sense’. ... For hegemony to Persoalan yang mendasar di sini adalah
assert itself successfully in any soci- realitas biologis menstruasi telah disalah-
ety, therefore, it must operate in a dual- gunakan oleh pihak lain dalam suatu struktur
istic manner: as a ‘general conception kekuasaan yang rumit. Kepentingan-
of life’ for the masses and as a ‘scho- kepentingan pihak lain menyebabkan
lastic programme’” (cf. Good, 1994: 57). terbentuknya realitas yang berlapis-lapis
yang menjauhkan pemahaman terhadap
Di sini tampak dengan jelas, seperti kata subjektivitas perempuan (Abdullah, 2000).
Byron Good, bahwa suatu representasi Nilai seksualitas yang disebarluaskan oleh
memperlihatkan adanya kepentingan elite berbagai pihak yang terkait dengan tabu

Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 39


Irwan Abdullah

menstruasi ini kemudian menjadi rambu yang Kedua, akibat-akibat sosial dari
dipelajari. Mitos tentang seksualitas perem- menstruasi yang berlangsung dalam
puan cenderung direproduksi dengan masyarakat telah melucuti hak kaum
menegaskan perbedaan-perbedaan laki-laki perempuan, baik terkait dengan dunia
dan perempuan dalam bentuk aturan-aturan pribadinya maupun dunia publik yang
yang mendapatkan pengesahan so sial seharusnya diterimanya. Perempuan,
secara meluas. misalnya, kehilangan hak untuk terlibat
Cara menstruasi dipersoalkan sesu- dalam berbagai aktivitas dan hak dalam
ngguhnya memperlihatkan adanya suatu berbagai ruang sosial dan pengambilan
pemaksaan dari suatu realitas bahasa yang keputusan yang berlangsung. Paling tidak
dalam bahasa Foucault merupakan fakta seminggu dalam sebulan setiap perempuan
diskursif yang menyangkut the way in which kehilangan haknya terhadap berbagai
sex is put into discourse (Foucault, 1990: pemilikan yang seharusnya diperolehnya.
11). Siapa yang membicarakan, dari sudut
Kebudayaan dalam hal ini telah menjadi
pandang apa, dan untuk kepentingan apa
kekuatan dalam melegitimasi tindakan-
merupakan isu penting yang harus dikaji
tindakan pelucutan hak atau milik bersama
secara seksama. Jika menstruasi kemudian
yang kemudian berada di tangan laki-laki.
dianggap sebagai penyakit, kotoran, atau
Ketiga, sifat-sifat yang terkait dengan
sesuatu yang harus dihindari anggapan
tersebut di satu pihak merupakan kejahatan PMS (pre-menstrual syndrome) yang telah
dan pihak yang membangun citra tersebut menjadi kesepakatan umum secara
sebagai pelaku kejahatan kalau anggapan langsung telah membatasi akses kaum
itu kemudian merugikan kaum perempuan. perempuan dalam kegiatan produktif yang
Di lain pihak, citra dan pencitraan itu harus memungkinkan terjadinya pemupukan basis
diakui memiliki rasionalisasi dan kebenaran- kekuasaan bagi kaum perempuan atau
nya sendiri. kadang-kadang bagi kelangsungan hidup
perempuan. Tidak hanya nilai-nilai dalam
Kesimpulan masyarakat yang kemudian berperan dalam
mengatur berlangsungnya proses
Berbagai artikulasi menstruasi dan pengingkaran akses perempuan, tetapi juga
berbagai bentuk simbolik yang dapat dilihat berbagai institusi struktural dalam
pada mitos yang berlaku dalam masyarakat masyarakat telah mengambil manfaat bagi
paling tidak memperlihatkan empat hal penolakan keberadaan perempuan dalam
penting. Pertama, hubungan menstruasi dunia kerja.
dengan berbagai sifat buruk dan dihindari Keempat, konstruks perempuan yang
secara sosial menunjukkan suatu kejahatan
selalu terkait dengan persoalan rahim atau
yang bersifat simbolis dalam memosisikan
mengalami histeria dalam proses metabolis-
dan memberi peran terhadap perempuan.
me tubuhnya telah menyebabkan kerugian
Perempuan yang mengalami menstruasi
yang besar di pihak perempuan karena tidak
tidak memiliki tempat yang layak, apalagi
ada cita-cita bersama untuk menjamin
proteksi, dalam masyarakat dan tidak diberi
peran yang sesuai dengan haknya. kesejahteraan perempuan atau paling tidak
Kebudayaan dan agama dalam hal ini telah pengakuan terhadap adanya peristiwa
memberikan sumber bagi konstruksi biologis yang normal (menstruasi) dalam
seksualitas semacam ini dan melegitimasi kehidupan perempuan. Ada kecenderungan
hubungan-hubungan struktural yang yang luas di mana menstruasi telah
melemahkan perempuan. Berbagai pihak dan dijauhkan dari kenyataan biologisnya sendiri
institusi dalam masyarakat telah menjadi sehingga menjadi suatu kenyataan sosial
kekuatan yang justru anti-emansipasi dan simbolis yang maknanya ditentukan
terhadap perempuan. melalui serangkaian hubungan kekuasaan.

40 Humaniora Volume XIV, No. 1/2002


Mitos Menstruasi: Konstruksi Budaya Atas Realitas Gender

Dari keempat proses tersebut tampak Good, Byron, 1994. Medicine, Rationality,
bahwa posisi dasar perempuan yang lemah and Experience: An Anthropological Per-
telah menjadi objek dalam proses konstruksi, spective. Cambridge: Cambridge Univer-
bukan hanya seksualitas, tetapi juga struktur sity Press.
kekuasaan itu sendiri. Pada saat perempuan
Gottlieb, Alma, 1982. “Sex, Fertility and Men-
mengalami menstruasi, yang sesungguhnya
struation Among The Beng of the Ivory
merupakan proses biologis yang normal,
Coast: A Symbolic Analysis”. Africa, 52:
berbagai penilaian dan tindakan diciptakan
4: 34-47.
oleh berbagai pihak sebagai sarana per-
tukaran sosial dan negosiasi kekuasaan. Hays, Terence & Hays, Patricia.,1982.
Proses semacam ini tidak hanya disebabkan “Opposition and Complementary of the
oleh adanya bias-bias dalam budaya dan Sexes in Ndumba Initiation”, in Gilbert
interpretasi agama, tetapi juga oleh politik H. Herdt, Rituals of Manhood: Male
kepentingan yang cenderung mereproduksi Initiation in Papua New Guinea. Ber-
kekuasaan dengan sendirinya sehingga nilai keley: University of California Press.
dan norma atau berbagai pranata sosial
Kessler, Evelyn S., 1976. Women: An
kemudian dimanfaatkan dengan cara
Anthropological Views. New York: Holt,
pemitosan sifat-sifat negatif menstruasi.
Rinehart and Winston.
Meskipun kata Foucault, kekuasaan itu selalu
mendapatkan lawan tanding, dalam hal ini Kramarae, Cheris & Treichler, Paula A., 1985.
tandingan yang dapat melakukan redefinisi A Feminist Dictionary. Boston: Pandora
terhadap menstruasi dan rekonstruksi realitas Press.
seksual perempuan belumlah sebanding.
Lupton, Deborah, 1994. Medicine as Cul-
ture: Illness, Disease, and the Body
DAFTAR PUSTAKA
in Western Societies. London: SAGE
Abdullah, Irwan, 1997. “Dari Domestik ke Publications.
Publik: Jalan Panjang Pencarian Morris, David B., 1993. Culture of Pain.
Identitas Perempuan”, dalam Irwan Berkeley: University of California Press.
Abdullah (ed.), Sangkan Paran Gender.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roseman, Marina, 1993. Healing Sounds
From The Malaysian Rainforest: Temiar
———————, 2000. Seks, Gender, dan Music and Medicine. Berkeley: Univer-
Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta: sity of California Press.
Tarawang Press.
Umar, Nasaruddin. 1993. “Teologi Mens-
Delaney, Janice et al., 1976. The Curse: A truasi: Antara Mitologi dan Kitab Suci”,
Cultural History of Menstruation. New dalam Ulumul Qur’an, Vol. 6, No.2.
York: A Sunrise Book E.P. Dutton & Co.
Foucault, M., 1990. The History of Sexuality.
London: Penguin Books.

Humaniora Volume XIV, No. 1/2002 41

Anda mungkin juga menyukai