Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

Endoftalmitis

Oleh :

Irfan Ghani Nasution 1740312431


Maulana Hafizd Mefid 1740312429
Tiya Taslisia 1410311074

Preseptor :
dr. Kemala Sayuti, SpM(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
PADANG
2018
Daftar isi

BAB 1. PENDAHULUAN 4
BAB 2. LAPORAN KASUS 7
BAB 3. DISKUSI 19

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


Daftar Gambar

Gambar 3.1 Pemeriksaan USG 22

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


BAB 1
PENDAHULUAN
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, mengenai
bagian anterior dan posterior mata biasanya akibat infeksi setelah trauma atau
bedah eksogen, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam
rongga mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif di dalam bola mata
akan memberikan abses di dalam badan kaca.1
Endoftalmitis adalah komplikasi yang jarang terjadi tetapi terlihat-
mengancam yang dapat terjadi setelah operasi okular atau trauma atau sebagai
konsekuensi dari infeksi sistemik. Kebanyakan kasus endoftalmitis disebabkan
oleh penyebab eksogen, 62% akibat dari bedah intraokular, 20% akibat trauma
tajam menembus bola mata, 10% akibat komplikasi bedah glaukoma dan
sebagian kecil akibat bedah keratoplasti, vitrektomi, implantasi lensa mata. Hanya
2-8% kasus endoftalmitis disebabkan oleh infeksi endogen. Endoftalmitis
endogen lebih jarang terjadi dan terjadi sekunder akibat penyebaran hematogen
dan menyebar dari sumber infektif jauh di dalam tubuh.2
Endoftalmitis akibat post operatif merupakan penyebab eksogen
terbanyak. Operasi katarak adalah operasi yang terbanyak menyebabkan
endoftalmitis dibanding operasi mata yang lain. 90% kasus endoftalmitis terjadi
setelah prosedur ini, dengan insiden dengan range 0.08% - 0.7%. Penelitian meta-
analisis menyebutkan bahwa terjadi peningkatan dua dekade terakhir.2
Permukaan okular dan adneksa dianggap sebagai sumber utama infeksi
pada endophthalmitis pasca operasi. Namun, agen yang terkontaminasi atau
peralatan bedah yang digunakan perioperatif juga dapat menjadi sumber infeksi.
Penempatan lensa intraokular sekunder tampaknya terkait dengan risiko tertinggi
untuk mengembangkan endophthalmitis (0,2% -0,37%) dan pars plana vitrektomi
dengan yang terendah (0,03% -0,05%). Faktor risiko pra operasi termasuk
kelainan kelopak mata, blepharitis, konjungtivitis, cannuliculitis, obstruksi duktus
lakrimal, pemakaian lensa kontak, dan prostesis okular pada sesama orbit.2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


Infeksi bakteri adalah penyebab paling umum endoftalmitis pasca operasi,
dan akun isolat Gram-positif untuk sebagian besar kasus. Infeksi jamur juga dapat
terjadi, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan cairan irigasi okular yang
terkontaminasi.2
Endoftalmitis adalah komplikasi penting cedera bola mata terbuka. Sekitar
20% dari kasus endophthalmitis adalah hasil dari trauma okular. Risiko untuk
mengembangkan endoftalmitis setelah menderita cedera bola mata terbuka
diperkirakan sekitar 7% . Terjadi Peningkatan faktor risiko untuk endoftalmitis
setelah cedera okular luka kotor, ruptur kapsul lensa, usia yang lebih tua,
presentasi awal dengan penundaan lebih dari 24 jam, dan adanya benda asing
intraokular. Bacillus dan Streptococcus adalah spesies umum yang ditemukan
dalam trauma tembus dengan benda asing intraokular. Hal ini penting karena
spesies Bacillus dikaitkan dengan infeksi yang lebih agresif dan sangat umum
pada benda asing intraokular.2
Sumber utama infeksi endoftalmitis endogen adalah di luar mata, tetapi di
dalam tubuh. Infeksi endogen atau endophtalmitis metastatic terjadi akibat
penyebaran kuman mealui peredaran darah yang berasal dari fokal infeksi
didaerah lain seperti caries gigi, septicemia atau sepsis.2
Normalnya blood-ocular barrier melindungi mata dari invasi
mikroorganisme. Pada Endogenous endoftalmitis, organisme dapat menembus
blood-ocular barrier dengan invasi langsung (contoh : septic emboli) atau dengan
merubah permeabilitas vaskuler endotel. Destruksi jaringan intraokular mungkin
berhubungan dengan invasi langsung mikroorganisme dan atau dari pelepasan
mediator inflamasi karena respon imun. Endoftalmitis dapat ditemukan adanya
nodule putih pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Juga dapat mengenai
berbagai tempat diseluruh jaringan mata, dimana yang utama adalah terbentuknya
eksudat purulen pada bola mata. Dapat menyebar ke jaringn lunak dari mata.
Sedangkan exogenous endophtalmitis disebabkan akibat tindakan prosedur
operasi yang mengganggu integritas dari bola mata (misalnya : operasi katarak,
glaukoma, radial keratotomi).3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Pasien dengan endoftalmitis bakterial akut biasanya terjadi dalam kurun
waktu 7 hari yang ditandai dengan nyeri sangat berat pada mata, kemerahan,
lakrimasi, fotofobia dan penurunan visus. Selain itu pada pasien juga
mengeluhkan kelopak mata terlihat merah dan bengkak, konjungtiva kemosis,
kornea udem, dan adanya gambaran ringform di kornea. Camera anterior terdapat
hipopion, pada iris yang terlihat terdapat udem, reflex pupil kekuningan akibat
dari eksudat purulent dari dalam vitreus atau cat eye reflex. Tekanan intraocular
meningkat pada fase awal. Pada kasus besar, badan siliar hancur sehingga tekanan
intraocular turun kembali.4 Bila sudah terlihat hipopion keadaan sudah lanjut
sehingga prognosa lebih buruk.
Terapi untuk endoftalmitis adalah Terapi antibiotik, Terapi Steroid,
Supportive terapi yaitu Siklopegik: atropine 1% atauhomatropin 2 % eyedrops.
Kemudian terapi bedah Vitrectomi operasi dilakukan jika pasien tidak mengalami
perbaikan dengan terapi medikamentosa dalam 48-72 jam atau ketika pasien
dating dengan infeksi yang berat dengan visus presepsi cahaya. Vitrektomi
membantu menghilangkan organisme yang menginfeksi, toksin atau enzim yang
terdapat pada vitreus yang terinfeksi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


BAB 2
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
 Nama : Tn. N
 Usia : 38 tahun
 Alamat : Kampung pinang
 Pekerjaan : Karyawan di pabrik sepatu
B. Anamnesis
 Keluhan Utama:
Mata kanan merah dan nyeri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
 Riwayat penyakit sekarang:
 Mata kanan merah dan nyeri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
 Awalnya mata merah sejak 1 minggu yang lalu, diikuti rasa gatal dan
nyeri beberapa hari setelahnya
 Tampak warna putih pada bagian hitam mata kanan sejak 1 minggu
yang lalu
 Mata mengeluarkan kotoran yang banyak
 Pasien merasakan penglihatan mata kanan berkurang sejak 1 minggu
yang lalu dan dirasakan semakin berkurang dalam 3 hari ini
 Riwayat menetes mata dengan air daun sirih sejak 3 hari yang lalu
 Riwayat menetes mata dengan obat tetes mata (-)
 Penglihatan silau (-), penglihatan ganda (-)
 Riwayat trauma pada mata pasien (-), riwayat operasi mata (-), nyeri
kepala (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu:
 Tidak ada riwayat keluhan mata merah sebelumnya pada pasien
 Riwayat penyakit diabetes mellitus (-), keganasan (-), infeksi HIV (-).
 Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


C. Status Oftalmikus
Status Oftalmikus Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus tanpa koreksi 1/∞ proyeksi. Benar 20/20

Visus dengan koreksi - -

Refleks fundus Sulit dinilai (+)

Silia/ supersilia Trichiasis (-) Trichiasis (-)


Madarosis (-)
Madarosis (-)

Palpebra superior Edem (-) Edem (-)


dan inferior Hiperemis (-)
Hiperemis (-)

Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Hiperemis (-)


Papil (-)
Papil (-)
Folikel (-)
Folikel (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Kongjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva Injeksi konjungtiva (-)


(+) Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (+)

Sklera Putih Putih

Kornea Ulkus (+) di sentral, Ø Bening


9-10 mm, kedalaman
2⁄ stroma,
3
epitelialisasi (+),
maserasi (+)

COA Dangkal, hipopion (+) Cukup dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


1 mm

Iris Sulit dinilai Coklat

Pupil Sulit dinilai Bulat, RP +/+, Ø 3 mm

Lensa Sulit dinilai Jernih

Korpus Vitreum Sulit dinilai Jernih

Fundus: Keruh, sulit dinilai

 Media Jernih
 Papil optik
Bulat, batas tegas
 Retina
Pendarahan dan
 P. darah eksudat (-)
Retina
Aa:vv = 2:3
 Makula

Refleks Fovea (+)

Tekanan Bulbus N+1 Normal


Okuli

Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho

Gerak Bulbus Okuli Bebas Bebas

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


Foto mata pasien:

D. Pemeriksaan mata khusus


USG, hasil: vitreus keruh, retina intak.
E. Pemeriksaan mikrobiologi
 Kultur cairan vitreous
 Kultur kerokan kornea
F. Diagnosis kerja
- Endoftalmitis Eksogenous OD
- Ulkus kornea sentralis e.c. susp. bakteri dan jamur OD
G. Diagnosis banding
- Endoftalmitis endogenous OD
- Ulkus kornea sentralis e.c. susp. bakteri OD

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


H. Anjuran terapi
 Ceftriaxone inj 2x1/IV
 Ceftriaxone fortified tiap jam OD
 LFX ed tiap jam OD
 Fluconazole ed/ jam OD
 Glaucon 4 x 250
 Aspar K 2x1 tab
 EDTA ed 6x1 OD
 Tetrasiklin 4 x 250
 Rencana: injeksi ceftriaxone intravitreal + injeksi ceftriaxone dan
fluconazole intrakamera + injeksi fluconazole subkonjungtiva.

FOLLOW UP PASIEN
Hari rabu 3 Juli 2018
Status Oftalmikus
Status Oftalmikus Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus tanpa koreksi 1/∞ proyeksi. Benar 20/20

Visus dengan koreksi - -

Refleks fundus Sulit dinilai (+)

Silia/ supersilia Trichiasis (-) Trichiasis (-)


Madarosis (-)
Madarosis (-)

Palpebra superior Edem (-) Edem (-)


dan inferior Hiperemis (-)
Hiperemis (-)

Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Hiperemis (-)


Papil (-)
Papil (-)
Folikel (-)
Folikel (-)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Kongjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva Injeksi konjungtiva (-)


(+) Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (+)

Sklera Putih Putih

Kornea Ulkus (+) di sentral, Ø Bening


9-10 mm, kedalaman
2⁄ stroma,
3
epitelialisasi (+),
maserasi (+)

COA Dangkal, hipopion (+) Cukup dalam


1 mm

Iris Sulit dinilai Coklat

Pupil Sulit dinilai Bulat, RP +/+, Ø 3 mm

Lensa Sulit dinilai Jernih

Korpus Vitreum Sulit dinilai Jernih

Fundus: Keruh, sulit dinilai

 Media Jernih
 Papil optik
Bulat, batas tegas
 Retina
Pendarahan dan
 P. darah eksudat (-)
Retina
Aa:vv = 2:3
 Makula

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


Refleks Fovea (+)

Tekanan Bulbus N+1 Normal


Okuli

Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho

Gerak Bulbus Okuli Bebas Bebas

 Assessment: endoftalmitis eksogenous OD + ulkus kornea sentralis OD


e.c. susp. bakteri dan jamur, post injeksi ceftriaxone intravitreal + injeksi
ceftriaxone dan fluconazole intrakamera + injeksi fluconazole
subkonjungtiva.
 Terapi:
 Ceftriaxone inj 2x1/IV (H-2)
 Ceftriaxone fortified tiap jam OD
 LFX ed tiap jam OD
 Fluconazole ed/ jam OD
 Glaucon 4 x 250
 Aspar K 2x1 tab
 EDTA ed 6x1 OD
 Tetrasiklin 4 x 250

Hari kamis 4 Juli 2018


Status Oftalmikus
Status Oftalmikus Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus tanpa koreksi 1/∞ proyeksi. Benar 20/20

Visus dengan koreksi - -

Refleks fundus Sulit dinilai (+)

Silia/ supersilia Trichiasis (-) Trichiasis (-)


Madarosis (-)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


Madarosis (-)

Palpebra superior Edem (-) Edem (-)


dan inferior Hiperemis (-)
Hiperemis (-)

Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Hiperemis (-)


Papil (-)
Papil (-)
Folikel (-)
Folikel (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Kongjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva Injeksi konjungtiva (-)


(+) Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (+)

Sklera Putih Putih

Kornea Ulkus (+) di sentral, Ø Bening


9-10 mm, kedalaman
2⁄ stroma,
3
epitelialisasi (+),
maserasi (+)

COA Dangkal, hipopion (+) Cukup dalam


1 mm

Iris Sulit dinilai Coklat

Pupil Sulit dinilai Bulat, RP +/+, Ø 3 mm

Lensa Sulit dinilai Jernih

Korpus Vitreum Sulit dinilai Jernih

Fundus: Keruh, sulit dinilai

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


 Media Jernih
 Papil optik
Bulat, batas tegas
 Retina
Pendarahan dan
 P. darah eksudat (-)
Retina
Aa:vv = 2:3
 Makula

Refleks Fovea (+)

Tekanan Bulbus N+1 Normal


Okuli

Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho

Gerak Bulbus Okuli Bebas Bebas

 Assessment: endoftalmitis eksogenous OD + ulkus kornea sentralis OD


e.c. susp. bakteri dan jamur, post injeksi ceftriaxone intravitreal + injeksi
ceftriaxone dan fluconazole intrakamera + injeksi fluconazole
subkonjungtiva.
 Terapi:
 Ceftriaxone inj 2x1/IV (H-3)
 Ceftriaxone fortified tiap jam OD
 LFX ed tiap jam OD
 Fluconazole ed/ jam OD
 Glaucon 4 x 250
 Aspar K 2x1 tab
 EDTA ed 6x1 OD
 Tetrasiklin 4 x 250

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Hari Jumat 5 Juli 2018
Status Oftalmikus
Status Oftalmikus Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus tanpa koreksi 1/∞ proyeksi. Benar 20/20

Visus dengan koreksi - -

Refleks fundus Sulit dinilai (+)

Silia/ supersilia Trichiasis (-) Trichiasis (-)


Madarosis (-)
Madarosis (-)

Palpebra superior Edem (-) Edem (-)


dan inferior Hiperemis (-)
Hiperemis (-)

Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Hiperemis (-)


Papil (-)
Papil (-)
Folikel (-)
Folikel (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (+) Hiperemis (-)

Kongjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva Injeksi konjungtiva (-)


(+) Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (+)

Sklera Putih Putih

Kornea Ulkus (+) di sentral, Ø Bening


9-10 mm, kedalaman
2⁄ stroma,
3
epitelialisasi (+),
maserasi (+)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


COA Dangkal, hipopion (+) Cukup dalam
1 mm

Iris Sulit dinilai Coklat

Pupil Sulit dinilai Bulat, RP +/+, Ø 3 mm

Lensa Sulit dinilai Jernih

Korpus Vitreum Sulit dinilai Jernih

Fundus: Keruh, sulit dinilai

 Media Jernih
 Papil optik
Bulat, batas tegas
 Retina
Pendarahan dan
 P. darah eksudat (-)
Retina
Aa:vv = 2:3
 Makula

Refleks Fovea (+)

Tekanan Bulbus N+1 Normal


Okuli

Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho

Gerak Bulbus Okuli Bebas Bebas

 Assessment: endoftalmitis eksogenous OD + ulkus kornea sentralis OD


e.c. susp. bakteri dan jamur, post injeksi ceftriaxone intravitreal + injeksi
ceftriaxone dan fluconazole intrakamera + injeksi fluconazole
subkonjungtiva.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


 Terapi:
 Ceftriaxone inj 2x1/IV (H-4)
 Ceftriaxone fortified tiap jam OD
 LFX ed tiap jam OD
 Fluconazole ed/ jam OD
 Glaucon 4 x 250
 Aspar K 2x1 tab
 EDTA ed 6x1 OD
 Tetrasiklin 4 x 250

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


BAB III
DISKUSI
Pasien ini datang dengan keluhan mata kanan yang merah dan nyeri sejak
tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan penglihatan yang
berkurang sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan semakin berkurang
dalam tiga hari ini. Keluhan berkurangnya penglihatan ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal seperti, kelainan pada media refraksi bola mata, kelainan
vaskularisasi retina, onkologi atau diabetik. Penurunan penglihatan pasien yang
disertai adanya mata merah dan nyeri dapat menyingkirkan kemungkinan adanya
kelainan vaskularisasi retina dan diabetik. Hal ini juga didukung oleh tidak adanya
riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus pada pasien.
Keluhan mata pasien yang bersifat monokular juga menurunkan kemungkinan
penyebab sistemik pada penurunan penglihatannya.1
Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah tampak warna mutih pada
bagian hitam bola mata yang disertai keluarnya kotoran yang banyak dari mata
kanan pasien. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis pada ulkus kornea dimana
ditemukan adanya area putih yang kekuningan dengan bentuk oval atau ireguler
pada permukaan bola mata. Keluarnya kotoran yang banyak menunjukkan adanya
sekret mukopurulen yang disebabkan oleh inflamasi supuratif pada ulkus kornea
bakterialis. Hal ini menunjang diagnosis ulkus kornea dengan suspek etiologi
bakteri pada pasien.1,2,3
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri pada
mata kanannya. Nyeri dan kemerahan pada mata merupakan manifestasi dari
adanya inflamasi yang terjadi pada mata. Gejala ini dapat ditemukan pada keratitis
herpetik, konjungtivitis bakterial akut, ulkus kornea, iritis, skleritis dan trauma
pada mata. Gejala nyeri yang berat pada mata juga dapat ditemukan pada penyakit
endoftalmitis yang merupakan suatu inflamasi pada struktur di dalam bola mata
yang melibatkan kamera okuli anterior dan posterior yang disebabkan oleh infeksi
bakteri atau jamur. Keluhan nyeri pada mata kanan pasien ini diduga disebabkan
oleh adanya endoftalmitis dan ulkus kornea suspek bakterialis. Dugaan
terdapatnya endoftalmitis diperkuat oleh adanya riwayat meneteskan air daun sirih

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


pada mata yang telah mengalami ulkus kornea pada tiga hari sebelum masuk
rumah sakit.2,4,5
Endoftalmitis pada pasien ini diduga disebabkan oleh ulkus kornea yang
tidak diobati yang diperparah dengan riwayat menetes mata dengan air daun sirih
sehingga ini termasuk ke dalam endoftalmitis eksogen. Endoftalmitis eksogen
umumnya disebabkan oleh infeksi pasca operasi intraokuler, trauma tembus bola
mata atau ulkus kornea yang mengalami perforasi.2 Pada pasien ini belum
ditemukan gejala perforasi pada ulkus korneanya. Gejala perforasi yang dimaksud
adalah terdapatnya rasa nyeri dan rasa sekresi air mata yang berlebihan. Gejala ini
harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan slit lamp dan pemeriksaan Seidel.
Diagnosis definitif dari perforasi ulkus kornea dapat ditegakkan bila ditemukan
adanya prolaps jaringan uvea dan ditemukan hasil pemeriksaan Seidel positif.
Pemeriksaan Seidel dikatakan positif bila zat pewarna fluorescen terencerkan oleh
aquous humor yang bocor dari kornea yang mengalami perforasi dan
ditemukannya zat berwarna hijau terang mengelilingi sisi yang perforasi. Pada
pasien ini hanya ditemukan gejala impending perforasi pada pemeriksaan slit lamp
sehingga tidak dilakukan pemeriksaan Seidel. Gejala impending yang ditemukan
pada pasien adalah didapatkan kamera okuli anterior yang dangkal dan adanya
lipatan membran descemet yang menonjol di dasar ulkus atau yang disebut
sebagai descemetocele.6,7
Tidak ditemukannya perforasi pada ulkus kornea pasien, belum menutup
kemungkinan bahwa sumber penyebaran mikroba penyebab endoftalmitisnya
adalah dari ulkus kornea tersebut. Dalam suatu studi disebutkan bahwa terdapat
beberapa faktor risiko yang menyebabkan suatu ulkus kornea infeksi dapat
berkembang menjadi endoftalmitis yaitu, pemakaian kortikosteroid topikal,
keratitis fungi, ulkus kornea perforasi dan keratitis infeksi yang disebabkan karena
luka operasi sebelumnya. Pemakaian kortikosteroid topikal merupakan faktor
risiko terbesar yang menyebabkan suatu ulkus kornea berkembang menjadi
endoftalmitis, yaitu ditemukan sebanyak 76% dari total kasus yang diteliti. Faktor
risiko ini tidak ditemukan pada pasien karena tidak ada riwayat menetes mata
dengan obat tetes mata.8

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


Faktor risiko yang diduga berperan pada pasien ini yaitu adanya keratitis
fungi. Hal ini disebabkan karena adanya riwayat menetes mata dengan air daun
sirih pada mata kanan pasien yang sudah mengalami ulkus kornea. Menurut
Henry et al., jamur seperti jenis Fusarium memiliki kemampuan untuk melakukan
penetrasi pada kornea yang intak. Oleh karena itu, kemungkinan besar sumber
endoftalmitis pasien ini adalah suatu penyebaran eksogen yang berasal dari ulkus
kornea yang terinfeksi oleh jamur.8
Pada pasien ini gambaran klinis dari ulkus korneanya tidak spesifik untuk
jamur. Tidak ditemukan gambaran yang merupakan patognomonis dari suatu
ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur seperti tepi ulkus yang mirip bulu,
adanya lesi-lesi satelit dan hipopion yang tidak rata. Hanya riwayat menetes mata
dengan air dari daun tanaman yang menunjang untuk menegakkan ulkus kornea
karena jamur. Hal ini diduga karena riwayat menetes air daun sirih yang baru
dilakukan sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit, sedangkan ulkus kornea
pasien sudah ada sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Kemungkinan
besar penderita ini mengalami ulkus kornea dengan penyebab campuran antara
bakteri dan jamur dengan dugaan jamur sebagai penyebab endoftalmitis karena
kemampuan penetrasinya terhadap kornea yang intak.8,9
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah
pemeriksaan pencitraan dan mikrobiologi. Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan
adalah pemeriksaan Ultrasonografi (USG) mata. Hasil yang dapat ditemukan dari
pemeriksaan USG pada endoftalmitis adalah gambaran hipoekoik yang mobile
pada vitreous, pembentukan membran vitreous, opasifikasi vitreous berupa
gambaran titik-titik putih (dot echoes) dan penebalan lapisan retina atau
koroid.10,11 Gambar berikut merupakan hasil pemeriksaan USG pasien yang
menunjukkan adanya kekeruhan pada vitreous dengan retina yang intak:

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


Gambar 3.1 USG mata pasien

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG mata


pada pasien tersebut, maka dapat ditegakkan diagnosis kerja endoftalmitis
eksogen OD dan ulkus kornea sentralis e.c. susp. bakteri dan jamur OD. Diagnosis
banding dari penyakit pasien adalah endoftalmitis endogenous OD dan ulkus
kornea sentralis e.c. susp. bakteri OD. Endoftalmitis endogenous OD menjadi
diagnosis banding karena sumber mikroba penyebab endoftalmitis yang belum
pasti dari ulkus kornea pasien. Hal ini disebabkan karena ulkus kornea yang
belum mengalami perforasi. Ulkus kornea sentralis e.c. susp bakteri OD menjadi
diagnosis banding karena gambaran klinis ulkus yang lebih sesuai dengan
gambaran ulkus kornea bakteri. Anjuran pemeriksaan yang dilakukan pada pasien
ini adalah pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur dari cairan aquous dan
vitreous mata kanan pasien untuk menegakkan diagnosis definitif dari penyakit
pasien.11
Sebelum kuman spesifik diidentifikasi, diberikan antibiotik empirik
spektrum luas, yang dapat digunakan adalah vankomisin dan aminoglikosida atau
sefalosporin generasi tiga. Pemberian antibiotik intravena adalah pilihan untuk
tatalaksana endoftalmitis eksogen. namun, kebanyakan antibiotik sistemik tidak
mencapai konsentrasi yang efektif untuk terapi infeksi berat pada mata seperti

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


endoftalmitis. Untuk meningkatkan konsentrasi antibiotik pada daerah yang
mengalami infeksi dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik intravitreal.
Antibiotik subkonjuntiva dapat bermanfaat untuk infeksi pada segmen anterior
mata. Pemberian fluorokuinolon generasi ketiga dan keempat topikal seperti
levofloxacin dan moxifloxacin dapat mengatasi sebagian besar bakteri yang sering
menyebabkan endoftalmitis dan dapat berpenetrasi dengan baik pada mata,
sehingga pemberian antibiotik topikal dapat membantu. Pada pasien diberikan
antibiotik ceftriaxone intravena 2x1 gr dan levofloxacin eye drop tiap jam OD.
Pasien juga telah mendapat antibiotik injeksi ceftriaxone intravitreal dan
intrakamera OD.6,8 Selain pengobatan antibiotika, pada pasien ini diberikan
Fluconazole eye drop OD.
Terapi lainnya meliputi Glaucon, Aspar-K, EDTA dan Tetrasiklin.
Pemberian glaucon (asetazolamid) untuk menurunkan tekanan intraokuler, dalam
kasus ini sebagai profilaksis agar tidak terjadi peningkatan tekanan intraokuler
yang disebabkan oleh eksudasi vitreus. Aspar-K diberikan sebagai suplemen
Kalium pada gejala yang disertai keseimbangan abnormal dari elektrolit jantung,
hati, tetraplegi periodik hipokalemia yang disebabkan pemberian jangka panjang
obat diuretika antihipertensi, adenokortikosteroid, digitalis dan insulin. EDTA dan
Tetrasiklin bekerja sebagai anti kolagenase, menghambat terjadinya maserasi
jaringan kornea.12
Komplikasi akibat injeksi intravitreal sebagai penatalaksanaan
endoftalmitis antara lain: opasifikasi kornea dan kerusakan retina, serta infark
makula ec gentamisin. Prognosis endoftalmitis bervariasi tergantung pada tingkat
keparahan infeksi, organisme yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang
dari peradangan dan jaringan parut. Kasus ringan endoftalmitis dapat memiliki
hasil visual yang sangat baik. Kasus yang parah dapat menyebabkan tidak hanya
dalam kehilangan penglihatan, tapi akhirnya hilang seluruh mata. Faktor prognosis
terpenting adalah visus pada saat diagnosis dan agen penyebab. Prognosis
endoftalmitis endogen secara umum lebih buruk dari eksogen karena jenis
organisme yang menyebabkan endoftalmitis endogen biasanya lebih virulen.6,9,10

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


DAFTAR PUSTAKA
1. Soohoo J. Evaluation of vision loss. BMJ Publ Gr Ltd 2018. 2017;
2. Khurana A. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. New Delhi: NEW
AGE INTERNATIONAL (P) LIMITED, PUBLISHERS; 2007. 89-99 p.
3. American Academy of Ophthalmology Cornea/External Disease Panel.
External disease and cornea. 2013.
4. American Academy of Ophthalmology. Intraocular inflammation and
uveitis section 9. In: Basic and clinical science course. EBO; 2016. p. 244.
5. Cronau H, Kankanala R, Mauger T. Diagnosis and management of red eye
in primary care. Am Fam Physician. 2010;81(2):137–44.
6. Rose L, Cheung N. Management of descemetocele and corneal perforation
[Internet]. 2018 [cited 2018 Jul 19]. Available from:
http://eyewiki.aao.org/Management_of_Descemetocele_and_Corneal_Perf
oration
7. Stelton C. Seidel test [Internet]. 2017 [cited 2018 Jul 20]. Available from:
http://eyewiki.aao.org/Seidel_Test
8. Henry C, Flynn Jr H, Miller D, Forster R, Alfonso E. NIH Public Access.
2012;119(12):2443–9.
9. World Health Organization, Asia RO for S-E. Guidelines for the
Management of Corneal Ulcer at Primary, Secondary & Tertiary Care
health facilities in the South-East Asia Region. World Heal Organ Reg Off
South-East Asia. 2004;1–36.
10. Kohanim S, Daniels AB, Huynh N, Eliott D, Chodosh J. Utility of ocular
ultrasonography in diagnosing infectious endophthalmitis in patients with
media opacities. Semin Ophthalmol. 2012;27(5–6):242–5.
11. Lim J, Hossain K, Tripathy K, Kamjoo S, Shah V. Endophthalmitis
[Internet]. 2018. Available from: http://eyewiki.aao.org/Endophthalmitis
12. Ralph RA. Tetracyclines and the treatment of corneal stromal ulceration: A
review. Cornea. 2000;19(3):274–7.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24

Anda mungkin juga menyukai