Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selamat…! Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000


atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara
ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US
$ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor
tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000,
meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan
per kapita penduduk di atas US $ 30,000.

Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030.
Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa
negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis
saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk
Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika
US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia
harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-
benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai
sekarang masalah kemiskinan masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar
rakyat Indonesia.

Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga


kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual,
kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara
berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri
di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada

1
tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai
Negara Adidaya dan terkaya di dunia.

Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan


Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di
belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di
Negara Indonesia. Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang
memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan
minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam hal ini
kemiskinan tersebut meliputi sebagian Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia
tenggara dan Negara-negara pinggiran benua Asia.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami
dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang
terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan
diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi
dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari
kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan
pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.

B. Perumusan Masalah

Dalam tugas terstruktur individu ini, penyusun yang membahas mengenai masalah
kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan.
Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

“Apa yang menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia dan
bagaimana kebijakan pemerintah dalam menanganinya”.

2
C. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di Indonesia


ini adalah sebagai berikut:

1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal materi agar ikut
berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia untuk menghadapi kemiskinan yang
merupakan tantangan global dunia ketiga.
3. Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di
Indonesia.

D. Manfaat

A. Bagi Penulis

Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

A. Bagi pihak lain

Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan
permasalahan dan upaya penyelesaian kemiskinan di Indonesia.

E. Ruang Lingkup

Dalam penyusunan Makalah ini penyusun mengambil sampel ruang lingkup berupa
masyarakat Indonesia secara menyeluruh.

3
BAB II

METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan

Objek penulisan dalam tugas terstruktur individu ini adalah pengertian dan
permasalahan utama akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya dan upaya penyelesaian
yang telah dilakukan oleh pemerintah.

B. Dasar Pemilihan Objek

Kami memilih Objek Penulisan ini adalah karena Kemiskinan merupakan


permasalahan kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu, kemiskinan juga menjadi isu
sentral di belahan bumi manapun. Sebagai warga negara Indonesia, dalam mengentaskan
kemiskinan tidak hanya bertumpu pada bantuan pemerintah saja namun di zaman globalisasi
ini warga negara Indonesia dituntut untuk mempunyai kualitas SDM yang unggul sehingga
memungkinkan munculnya keunggulan individual yang dapat memberikan sumbangan
kepada kemakmuran individu dan masyarakat.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini yaitu masalah mengenai permasalahan dan upaya penuntasan
kemiskinan di Indonesia. Sebagai referensi juga diperoleh dari media berbagai media
informasi baik dari televisi, koran maupun situs web internet yang membahas mengenai
permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia.

D. Metode Analisis

4
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu
mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, menganalisis
permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif
pemecahan masalah

5
BAB III

ANALISIS PERMASALAHAN

A. Pembahasan

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-
negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada
era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di
Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang
mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka
umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai
kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan
terbaiknya.

1. Definisi

Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta
(harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan
sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa
kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di
mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja
dan upah yang diperoleh.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti


definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga
pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral.
Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena
minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun

6
pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan
ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah
ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga
mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih
dikenal dengan kemiskinan struktural.

Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal
tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga
mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di
penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga
mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan
aspirasi.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris
dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-
an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum
miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani
yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka
umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan,


terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an
Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar
penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi
bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta
orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,


kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut
apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk

7
memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan
namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin
kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak
mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain
yang membantunya.

1. Indikator-indikator Kemiskinan

Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail
indikator-indikator kemiskinan tersebut.

Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat


Statistika, antara lain sebagi berikut:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).

2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.

6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

8
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban
kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

1. Penyebab Kemiskinan

Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah


Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:

a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.

Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita


bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau
produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu
pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita
akan turun beriringan.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan


pendapatan per-kapita:

a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.

b) Politik ekonomi yang tidak sehat.

c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:

Rusaknya syarat-syarat perdagangan

Beban hutang

Kurangnya bantuan luar negeri, dan

Perang

9
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.

Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh
karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung
dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang
bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal

c. Biaya kehidupan yang tinggi.

Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat


dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya
kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh
karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan
banyaknya pengangguran.

d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.

Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan
keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber
pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak
negara.

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program


Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan
Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord
scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan
pembangunan dan menjadi salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah
negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier
Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah
Kamboja.

10
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun
ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).
Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01
juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika
periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%)
menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya
(2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005
dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006
penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%)
berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).

Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi
jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100
kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-
kapita per bulan.

1. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan
penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1
September 2006, yaitu sebagai berikut:

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi


kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan
pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan.

b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua
komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan
Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk

11
daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.

c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai
informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar
(SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-
masing komoditi pokok bukan makanan.

1. Tantangan Kemiskinan di Indonesia

Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya


tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan
masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana
yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia
pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari
Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan
Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari
Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih
besar dibanding negara ASEAN lainnya.

Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk
miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National
Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia
termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu
juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan
yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak
kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan
gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan
Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).

Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran
yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari

12
kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif
singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional
terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika
pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat
berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa
menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.

1. Kebijakan dan Program Pemerintah dalam Penuntasan Kemiskinan

Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan


penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional.
Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.

Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai


Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK)
telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders
pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah
membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama
penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi
kemiskinan.

Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:

a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air
bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii)
pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi
sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan
instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .

13
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan
untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan
revitalisasi industri.

c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan
antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk
tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis
bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.

Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan
diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998.
Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada
upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah
garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada
wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan,
ataupun haluan politik.

Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan
dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli
melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/
Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud
adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai
Tukar Beras”.

14
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita
terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam
artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka
kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya
kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit
sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika
terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini
masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan
mencapai hasil yang seminimal mungkin.
2. Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang
lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di
dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan
kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang
standarnya adalah standar global.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka

Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.

Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press

Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.

16

Anda mungkin juga menyukai