Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KONSEP DIRI REMAJA

KELAS VIII DI SMP N 3 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

Maria Novita Salam1, Suharsono2, Thomas A.E. Amigo3

INTISARI

Latar Belakang: Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yang dimulai dari
fase anak menjadi dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, prilaku, kognitif, biologis dan emosi, Faktor lain
yang berkontribusi terhadap konsep diri remaja yaitu dukungan keluarga.

Tujuan : Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri remaja di SMP Negeri 3 Depok-Sleman
Yogyakarta
Metode Penelitian: Penelitian analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan total
sampling yaitu 129 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianálisis menggunakan Kendall
Tau
Hasil Penelitian: Ada hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri remaja (p = 0,000) dengan keeratan
rendah dan mempunyai hubungan yang positif ( = 0,240) yaitu hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan
dukungan keluarga dengan konsep diri remaja diketahui bahwa responden yang memiliki dukungan keluarganya
tinggi sebanyak 17,8% remaja memiliki konsep diri yang positif, responden yang memiliki dukungan keluarganya
sedang sebanyak 78,3% responen memiliki konsep diri positif, hal ini membuktikan dukungan keluarga sangat
penting dalam pembentukan konsep diri, walaupun hanya dalam kategori sedang dukungan keluarga sangat
berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri yang positif, hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain
yang mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri seperti lingkungan, hubungan kekerabatan serta tipe
kepribadian.
Kesimpulan: Ada hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri remaja kelas VIII di SMP N 3 Depok Sleman
Yogyakarta.

Kata Kunci : Dukungan keluarga, konsep diri, remaja

1
CORRELATION BETWEEN FAMILY SUPPORT AND
TEENAGE SELF CONCEPT AMONG VIII GRADERS
OF SMP N 3 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

Maria Novita Salam1, Suharsono2, Thomas A.E. Amigo3

ABSTRACT

Background: Teenage is a transition from childhood to adulthood, it begins from child phase into grown-up phase,
it is marked by physical, behavioral, cognitive, biological and emotional changes. Another factor which contributes
to the self-concept of teenagers is family support.

Aim : To determine the correlation between family support and teenage self-concept at SMP N 3 Depok-Sleman
Yogyakarta

Method of Research: Correlation analysis research with cross sectional approach using a total sampling of 129
respondents. The data collection uses a questionnaire and is analysed using the Kendall Tau
.
Result of Research: There is a connection between family support and teenage self concept (p = 0,000) with a low
closeness and a positive correlation ( = 0,240). Result of research shows that family support correlates with
teenage self concept, 17,8% respondents with high family support own a positive self concept, 78,3% respondents
with medium family support own a positive self concept, it proves that family support is essential in developing self
concept, even at medium category family support has influence in developing positive self concept, the reason for
this is that there are other factors which also influence the development of self concept, namely environment,
kinship, as well as personality type.

Conclusion : There is correlation between family support and teenage self concept among VIII graders at SMP N 3
Depok, Sleman, Yogyakarta.

Keywords : Family support, self concept, teenagers

2
PENDAHULUAN

Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yang di mulai dari
(5)
fase anak menjadi dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, prilaku, kognitif, biologis dan emosi.
Data demografi menunjukkan bahwa jumlah populasi remaja di Dunia merupakan populasi yang
besar. Menurut World Health Organization menyatakan bahwa sekitar seperlima dari penduduk dunia
merupakan remaja yang berumur 10 -19 tahun. Sekitar Sembilan ratus juta berada di negara yang sedang
berkembang. Data demografi di Amerika Serikat menunjukkan jumlah remaja berusia 10-19 tahun
berjumlah sekitar 15 % dari jumlah seluruh populasi sedangkan di Asia Pasifik remaja yang berusia 10-19
berjumlah sekitar 60% dari jumlah seluruh populasi. Jumlah populasi remaja di Indonesia menurut Biro
Pusat Statistik, kelompok umur 10 - 19 tahun berjumlah 22 %, yang terdiri dari 50,9 % remaja laki - laki
dan 49,1 % remaja perempuan. (10)
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki
beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode
transisional antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.(1) Dalam periode transisional pada remaja
ditandai dengan upaya mencari jati diri sehingga dapat menemukan banyak masalah yang berakibat buruk
bagi remaja itu sendiri.
Masa remaja merupakan masa yang bermasalah dan masa yang penuh hal yang mengejutkan oleh
karena itu masalah yang terjadi pada remaja merupakan masalah yang sulit diatasi terutama oleh remaja itu
sendiri. Masalah yang kerap kali dialami remaja seperti stres, perasaan takut untuk menentukan sikap
tertentu, mengalami kegelisahan dan seringkali merasa kuatir akan dirinya sendiri, kekuatiran yang
seringkali terjadi adalah gelisah, takut pada kesehatan fisik, mengeluh tentang berat badan, dan depresi.
Permasalahan yang dialami remaja mudah sekali terkena resiko putus sekolah, melakukan seks bebas pada
usia dini, minum obat terlarang, bersikap anti sosial dan menentang tradisi budaya di masyarakat. (10)
Situasi tersebut merupakan prilaku yang menyimpang yang dialami oleh remaja yang memiliki
konsep diri negatif, diketahui bahwa perilaku menyimpang pada remaja khususnya di kota cukup tinggi,
dimana terdapat perilaku merokok 73,1% (laki-laki), 12,2% (perempuan), miras 42,2%(laki-laki), 3%
(perempuan), pengguna napza 22,4% (laki-laki) dan 2,3% (perempuan), seks sebelum menikah 4,7% (laki-
laki) dan 3,2 % (Perempuan). Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) hingga tahun 2008
saja jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,2 juta orang, pengguna Napza 22,4% (laki-laki) dan
2,3% (perempuan).
Dari jumlah ini 32% adalah pelajar dan juga mahasiswa. Hal seperti ini banyak terjadi dari
ketidaksiapan remaja mengalami segala perubahan yang terjadi selama masa transisi dari anak-anak
menjadi dewasa. Selama masa transisi remaja mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri,
perasaan bahwa dirinya adalah manusia unik. Remaja mulai menyadari sifat-sifat yang melekat pada
dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang dikejarnya dimasa depan,
kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri.

3
Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku pada remaja adalah konsep diri yang merupakan
pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun
kekurangan diri, sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang
(11)
berhubungan dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil
pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dan orang terdekat, dan dengan realistis dunia.
Salah satu hal yang biasanya terjadi pada seorang remaja adalah gangguan konsep diri. Dalam
perkembangan konsep diri konsep diri dibagi menjadi dua yaitu konsep diri positif dan konsep diri
(4)
negative. Adapun remaja yang memiliki konsep diri positif mengenal betul siapa dirinya dan mau
menerima kekurangan serta kelebihan yang ada pada dirinya, remaja yang mengalami konsep diri negatif
meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak
kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup, cenderung
bersikap psimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya, individu yang memiliki konsep
diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika ia mengalami kegagalan akan menyalahkan
diri sendiri maupun menyalahkan orang lain. Dan remaja yang memiliki konsep diri negatif adalah remaja
yang mengalami masalah dalam menggapai konsep diri.
Seorang remaja yang mempunyai masalah dalam menggapai konsep diri membutuhkan dukungan
yang penuh dari keluarga tempat seorang remaja tinggal dan hidup. Keluarga merupakan salah satu
tumpuan remaja dalam menghadapi segala masalah yang remaja hadapai, dukungan keluarga inilah yang
memberikan motivasi dikala remaja itu mengalami rasa gejolak dalam diri mereka dalam menemukan
identitas. Dukungan keluarga tersebut berupa dukungan informasional yang berupa saran, dukungan
penilaian berupa bimbingan, dukungan instrumental berupa pertolongan praktis dan kongkrit, serta
dukungan emosional seperti kepercayaan dan perhatian. (6)
Dukungan keluarga yang positif memberi dampak positif pada perkembangan konsep diri remaja,
kurangnya dukungan sosial dari keluarga akan memicu seorang remaja merasa dirinya tidak dihargai
sebagai mahkluk yang utuh dan merasakan tersingkirkan dari kehidupan sosial dan cendrung memilki
konsep diri yang negatif. (10)
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMPN 3 Depok pada tanggal 6 Desember 2011
didapatkan data melalui wawancara pada 19 orang siswa dengan menggunakan pertanyaan tentang konsep
diri yaitu mengenai citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran, identitas diri dan dukungan sosial keluarga
terhadap pembentukan konsep diri remaja. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 19 siswa
didapatkan data yaitu lima orang siswa memiliki konsep diri negatif dan 14 orang siswa memiliki konsep
diri positif. Siswa yang mengalami harga diri yang rendah terhadap perubahan tubuh ada lima orang siswa,
pada umumnya siswa yang mengalami konsep diri negatif mengutarakan bahwa mereka merasa malu
dengan perubahan tubuh yang ada. Data lain yang didapatkan dari studi pendahuluan tersebut adalah
mengenai kedekatan mereka dengan orang tua, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
wawancara ternyata ada tiga orang remaja yang termasuk ke dalam kategori remaja yang mengalami
konsep diri negatif mengatakan bahwa ia merasa malu untuk menceritakan segala perubahan yang terjadi

4
pada orang tuanya Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan dukungan sosial keluarga dengan konsep diri remaja.

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional, Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel penelitian yang terdiri dari dukungan sosial keluarga dan
konsep diri remaja, kemudian dianalisis untuk mengetahui ada hubungan dukungan sosial keluarga
dengan konsep diri remaja di SMP N 3 Depok Sleman Yogyakarta.
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 3 Depok kelas VIII yang
berjumlah 139 orang. Tehnik sampling menggunakan total sampling dimana sampel yang digunakan
adalah sampel dari jumlah seluruh populasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa
dan siswi kelas VIII SMP N 3 Depok yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang
ditetapkan oleh peneliti.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1) Siswa/siswi kelas VIII yang terdaftar sebagai siswa aktif di SMPN 3 Depok tahun ajaran 2011/2012
2) Siswa/siswi kelas VIII yang tinggal dengan orang tua kandung
3) Bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
Siswa/siswi kelas VIII SMP N 3 Depok Sleman Yogyakarta yang tidak hadir pada saat penelitian.
3. Jenis dan Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan skunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner
dan data skunder diperoleh melalui pihak sekolah.
4. Pengelohan dan analisis data
Proses pengolahan mencakup langkah-langkah editing, coding, Procesing, Transfering Tabulating
dan analisis data. Pengkategorian variabel dukungan keluarga berdasarkan tiga yaitu tinggi, sedang,
rendah, dan pengkategorian konsep diri berdasarkan konsep diri positif dan konsep diri negatif.
Seluruh data yang terumpul kemudian dianalisis secara deskriptif. Uji statistik yang digunakan
adalah Kendall’s Tau untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri remaja SMP N
3 Depok Sleman Yogyakarta.

5
5. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Uji validitas yang dilakukan menggunakan rumus Pearson Product Moment yaitu :

Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi
∑Xi : Jumlah skor item
∑Yi : Jumlah skor total (item)
N : Jumlah responden
Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel :
df = n-2
Keterangan :
n = jumlah soal pada kuesioner

6. Analisa Data
a. Analisa univariat
Distribusi dan presentase dari dukungan keluarga dan konsep diri pada remaja. Rumus
analisa univariat :

Keterangan :
P = presentase
F = frekuensi
N = jumlah responden

b. Analisa Bivariate
Analisa bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. (7)
Pada penelitian ini untuk mencari korelasi digunakan uji korelasi kendall Tau. Rumus korelasi
(13)
kendall Tau :

keterangan :
= Koefisien korelasi Kendal Tau yang besarnya (-1<0<1)
= Jumlah rangking atas
= Jumlah rangking bawah
= Jumlah anggota sampel

6
Keeratan hubungan dihitung dengan menggunakan interpretasi koefisien korelasi yang dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut:
c. Tabel 3. 5 : Interprestasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Sumber : Sugiyono (2007)

7
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Distribusi frekuensi responden penelitian di SMP N 3 Yogyakarta disajikan pada
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi jenis kelamin remaja kelas VIII di SMP N 3 Depok Sleman
Yogyakarata tahun 2012.

Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase


Laki-laki 62 48.1
Perempuan 67 51,9
Jumlah 129 100
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa 48,% responden pada penelitian ini berjenis kelamin
laki-laki dan 51,9% berjenis kelamin perempuan, lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan
dibandingkan yang berjenis kelamin laki-laki
2. DUKUNGAN KELUARGA
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dukungan keluarga remaja kelas VIII di SMP N 3 Depok
Sleman Yogyakarta tahun 2012.

Dukungan Keluarga Frekuensi Presentasi (%)

Dukungan Emosional
Tinggi 88 68,2
Sedang 31 24,0
Rendah 10 7,8
Dukungan Instrumental
Tinggi 122 94,6
Sedang 7 5,4
Rendah 0 0
Dukungan Informasional
Tinggi 114 88,4
Sedang 15 11,6
Rendah 0 0
Dukungan Penghargaan
Tinggi 26 21,2
Sedang 73 56,6
Rendah 30 23,2
Dukungan Keluarga
Tinggi 104 80,6
Sedang 25 19,4
Rendah 0 0
Total responden 129 100
Sumber :data Primer 2012

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh data, bahwa 94,6% responden pada penelitian ini
merasakan bahwa dukungan instrumental yang diterima berada pada ketegori tinggi, 5,4% merasa
bahwa dukungan instrumental yang diterima dalam kategori sedang, keseluruhan dukungan
keluarga yang diterima responden berada dalam kategori tinggi yaitu 80,6 % dari seluruh jumlah
responden yang berjumlah 129 orang

8
3. KONSEP DIRI
Tabel 4.3. Distribusi frekuensi konsep diri remaja kelas VIII di SMP N 3 Depok
Sleman Yogyakarta tahun 2012.

Konsep Diri Frekuensi Presentasi (%)


Citra diri
Positif 124 96,1
Negatif 5 3,9

Ideal diri
Positif 128 99,2
Negatif 1 0,8
Harga diri
Positif 106 82,2
Negatif 23 17,2
Peran
B Positif 125 96,9
Negatif 4 3,1
Identitas diri
Positif 129 100
Negatif 0 0
Konsep diri
Positif 124 96,1
Negatif 5 3,9
Total responden 129 100
Sumber :data Primer 2012

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa 129 responden atau 100% responden memiliki
konsep diri positif pada aspek identitas diri dan dari total keseluruhan 96,1 % responden memiliki konsep
diri positif.
4. Hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri
Pada penelitian ini variabel bebas menggunakan skala ordinal dan variabel terikat juga
menggunakan skala ordinal maka digunakan uji statistic korelasi Kendall Tau pada taraf signifikasi
0,05 yang dilihat pada tabel berikut 4.4.

9
Tabel 4.4. Hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri remaja kelas VIII di SMP N 3
Depok Sleman Yogyakarta tahun 2012

Konsep diri
Dukungan Konsep diri Konsep diri Jumlah p value
keluarga positif negatif
f % F % F %
Tinggi 23 17,8 2 1,6 25 19,4
Sedang 101 78,3 3 2,3 104 80,6 0,240 0,000
Rendah 0 0 0 0 0 0
Total 124 96,1 5 3,9 129 100
Sumber : data primer 2012

Tabel 4.4 dapat diperoleh data bahwa responden yang memiliki dukungan keluarganya tinggi
dengan konsep diri positif sebanyak 23 orang responden (17,8%), responden dukungan
keluarganya sedang denagn konsep diri positfif sebanyak 101 responden (78,3 %), responden yang
memiliki dukungan keluarga yang diterimanya dengan kategori tinggi dengan konsep diri negatif
yaitu sebanyak 2 responden (1,6%), sedangkan responden dengan dukungan sosial keluarga dalam
kategori sedang dengan konsep diri negatif sebanyak 3 responden (2,3 %).
Dengan membandingkan hasil penelitian terhadap nilai taraf nyata  = 0,05 maka
dapat dijelaskan bahwa nilai signifikasi sebesar 0,000 lebih kecil dari α = 0,01 yang artinya ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan konsep diri yang dimiliki responden pada penelitian
ini. dengan nilai koefisien korelasi menunujukkan keeratan hubungan hubungan dalam kategori
rendah ( sebesar 0.240). Artinya semakin tinggi dukungan keluarga yang diberikan maka semakin
positif konsep diri yang terbentuk pada remaja.

10
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri remaja
diketahui bahwa responden yang memiliki dukungan keluarganya tinggi sebanyak 23 remaja memiliki
konsep diri yang positif, responden yang memiliki dukungan keluarganya sedang sebanyak 101 responen
memiliki konsep diri positif, hal ini membuktikan dukungan keluarga sangat penting dalam pembentukan
konsep diri, walaupun hanya dalam kategori sedang dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap
pembentukan konsep diri yang positif, hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain yang
mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri seperti lingkungan, hubungan kekerabatan serta tipe
kepribadian.
Hasil penelitian Wijayanti (2002), dengan judul hubungan komunikasi interpersonal antara orang
tua dan anak dengan konsep diri, bahwa ada hubungan signifikan yang positif antara komunikasi
interpersonal antara orang tua dan anak dengan konsep diri dengan kata lain semakin tinggi komunikasi
interpersonal antara orang tua dan anak semakin positif konsep diri pada anak.
Penelitian lain yang dilakukan Febriasari (2007) menyatakan bahwa dukungan sosial keluarga
dapat meningkatkan penyesuaian diri. Adanya dukungan sosial berkorelasi dengan penurunan pemondokan
ulang pasien gangguan mental berat. Konsep diri terbentuk berkaitan dengan hubungan individu dan
lingkungannya, sehingga dengan adanya dukungan keluarga remaja akan dapat menerima dirinya terhadap
perasaan dibutuhkan dengan tidak menghukum diri sendiri dan dapat mengekspresikan penolakan dirinya
dengan sesuatu yang diinginkan atau disenangi orang . (11)
Hasil penelitan yang dilakukan peneliti ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Wijayanti
(2002) dan Febriasari (2007) dimana ada hubungan yang positif antara dukungan keluarga dengan konsep
diri remaja, peneliti mengambil kesimpulan dukungan keluarga merupakan faktor yang penting dalam
pembentukan konsep diri remaja.
Dalam pembentukan konsep diri tidak hanya faktor individu mempengaruhi terbentuknya konsep
diri tetapi terbentuknya konsep diri yang positif dibutuhkan peran dan dukungan keluarga yang sangat
besar kepada anak agar anak termotivasi untuk mengembangkan konsep diri positif, hal ini juga
mempunyai kesamaan dengan hasil yang dilakukan peneliti mengenai dukungan keluarga dengan konsep
diri remaja di SMP N 3 Depok-Sleman, Yogyakarta, dimana dukungan keluarga dalam presentasi tinggi
begitu juga halnya dengan konsep diri.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga
memberikan peranan penting dalam pembentukan konsep diri positif pada anak terutama remaja, dukungan
yang baik akan memberikan dampak positif pada anak dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan
lingkungan.

11
Kesimpulan
1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan konsep diri yang dimiliki responden pada penelitian
ini dan keeratan hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri responden pada penelitian berada
dalam kategori rendah.
2. Mayoritas dukungan keluarga secara keseluruhan berada dalam kategori tinggi yang terdiri dari
dukungan informasional yaitu dalam kategori tinggi, dukungan penghargaan dalam kategori sedang,
dukungan instrumental dalam kategori tinggi, dukungan emosional dalam kategori tinggi.
3. Mayoritas responden memiliki konsep diri positif, citra diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas
diri dalam kategori positif.

Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka penulis memberikan saran dari hasil penelitian :
1. Bagi institusi pendidikan SMP N 3 Depok Sleman Yogyakarta
a. Kepala sekolah sebagai pemegang kebijakan
Sebagai pemegang kebijakan, kepala sekolah terus memantau perkembangan remaja di sekolah
dan bekerja sama dengan orang tua agar anak merasa diperhatikan dan merasa mendapat dukungan
dari guru dan orang tua.
b. Guru Bimbingan Konseling
Guru sebagai pengganti orang tua disekolah perlu melakukan pendampingan secara intensif
untuk anak-anak yang memiliki konsep diri yang negatif seperti, tawuran, sering membolos dan
berprilaku anti sosial agar lebih dibimbing dan diarahkan agar anak dapat membentuk konsep diri
yang positif.
2. Bagi anak sekolah.
konsep diri yang positif agar terciptanya pribadi yang baik.

3. Bagi peneliti selanjutnya.


Mengembangkan penelitian dengan melakukan penelitian pada variabel lain yang mempengaruhi
konsep diri remaja seperti lingkungan, hubungan keluarga, pola asuh, serta tipe kepribadian.

12
DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan : Pendekatan ekologi kaitannya dengan Konsep Diri dan
penyesuaian diri pada remaja, Bandung : PT.Retrika Aditama
Arikunto, S. 2004. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : PT. Renika Cipta.
Azwar, S. 2007 . Penyusunan Skala Psikologi, Jakarta : Pustaka Pelajar
Burns, R.B. 1993. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan & Perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta: Arcan.
Calhoun,F.& Acocella Joan Ross.(1990).Psikologi penyesuaian hubungan kemanusian.(edisi ketiga). Semarang :
IKIP Semarang press
Ferry Efendi dan Makhfudli (2009), Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori & praktek Dalam Keperawatan,
Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Saryono. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Bantul,Jogjakarta: Mitra Cendikia.
Sastroasmoro, S., & Ismail, S. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Soetjiningsih. (2010 ). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto

Stuart, G. W., & Sundeen, S. J. (2005). Principless and Practice of Psyhiatric Nursing, Edisi 5. St. Louis: Mosby
year Book Stuart.
Sudigdo Sastroasmoro & Sofyan Ismael. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian KLinis. Jakarta: Sagung Seto.
Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

13

Anda mungkin juga menyukai