Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkolosis ( TBC atau TB ) adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh
bakteri Mikobatkterium tuberkolosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingah memerlukan waktu lama untuk pengobatanya. Bakteri ini lebih sering mengenfeksi
organ paru - paru di bandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh
dunia. Demikian pula di Indonesia, tuberkolosa / TBC merupakan masalah kesehatan, baik
dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun
diangnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati
urutan ketiga setelah india dan cina. Dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan
masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei kesehatan rumah tangga depkes RI tahun 1992 menunjukkan penyakit ke
dua penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 Global surveillance memperkirakan di
Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkolosis/TBC paru per tahun dengan 262.000 BTA
positif atau insidens rate. Kira – kira 130 per 100.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita
TBC paru pada tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul penderita TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat manit sekali satu oaring
meningal akibat TBC di indoinesia sehinga kita harus waspada sejalk dini & mendapatkan
informasi lengkap tentang TBC.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari TBC?
2. Bagaiman penyebab penyakit TBC ?
3. Bagaimana cara penularan TBC ?
4. Apa gejala gejala sesorang menderita TBC?
5. Bagaimana cara penanggulangan / pencegahan TBC?
6. Bagaimana cara pengobatan pasien TBC?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengathui pengertian dari TBC
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TBC
3. Untuk mengetahui cara penularan penyakit TBC
4. Untuk mengetahui gejala – gejala TBC
5. Untuk mengetahui cara penangulangan / pencegahan TBC
6. Untuk mengetahui cara pengobatan kepada penderita TBC

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuberkulosis ( TBC )


Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (Price dan Wilson, 2012). Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah
penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei)
saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut
terhirup oleh orang lain saat bernapas.(Widoyono, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan mycobakterium
tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama
menyerang parenkim paru.

B. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan

3
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi
penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
tersebut (Smeltzer,2009).

C. Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan
.keluhan yang terbanyak (Sudoyo,2009):

1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana badan
dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar
,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam
influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh
darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru dan takipneu.

4
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan
berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan turun),
sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur pada malam
hari (Price, 2012). Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang
timbul secara tidak teratur.
6. Takikardia

D. Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi


Menurut Somantri (2008), Sistem respirasi manusia terbagi menjadi dua, yaitu sistem
pernapasan bagian atas dan sistem pernapasan bagian bawah.

5
1. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas
 Saluran pernapasan bagian atas terbagi atas :
a. Lubang hidung (cavum nasi)
Hidung terbentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Bagian dalam
hidung merupakan lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat.
Rongga hidung mengandung rambut yang berfungsi sebagai penyaring kasar terhadap
benda asing yang masuk. Pada permukaan hidung terdapat epitel bersilia yang
mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap
benda asing yang masuk kedalam saluran pernapasan. Bagian luar dinding terdiri dari
kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri
dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),
yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka
nasalis superior. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu:
meatus superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati
oleh udara pernafasan sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak
yang disebut koana.
b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus berfungsi
untuk : membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang
tengkorak, mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13cm) yang letaknya bermula
dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulan
rawan krikoid. Berdasarkan letaknya,faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang
hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringo-
faring).
d. Laring
Laring sering disebut dengan ”voice box” dibentuk oleh struktur epiteliumlined yang
berhubungna dengan faring dan trakhea. Laring terletak dianterior tulang belakang ke-
4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring.
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup
oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan
yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah
bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan

6
didepan laringofaring dan bagian atas esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring ada 5
buah, terdiri dari sebagai berikut: cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun (Adam’s apple)
dan sangat jelas terlihat pada pria, cartilago epiglottis 1 buah, cartilago cricoidea 1 buah,
cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker.
 Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium
dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima
dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas
16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama
oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke
arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas
dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara).
c. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil
gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri
dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau
alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan
sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut

7
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh
dinding yang dinamakan pori-pori kohn. Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu
paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo
dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2
lobus (lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).

2. Fisiologi Sistem Pernafasan Respirasi


Fisiologi sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian ,yaitu respirasi eksternal dimana
proses pertukaran O2 dan CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirsai
internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & CO2di tingkat sel biokimiawi untuk
proses kehidupan. Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli
paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi
disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta
ransport O2 & CO2 melalui darah dan dari sel jaringan. Mekanik pernafasan Masuk
dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa
mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya
O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot
difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun (posisi diafragma datar),
selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar,
sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan
lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-
paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan
nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula
(melengkung) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan
ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar
dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.
Ventilasi selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap
air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.

8
Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara
dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena
permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara
difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah
O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus
sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding
alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan
dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg
mempengaruhi dari paru ke jaringan, yaitu:
a. Cardiac out put.
b. Jumlah eritrosit.
c. Exercise
d. Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah mengurangi transport O2
menurunkan CO.

b. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam
darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah natrium (98,5%)
sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm
plasma (1,5%). CO2 dalam ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai
bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung
dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 %, HbNHCO3
Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar
60 – 80%. Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme
ventilasi disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi:
 Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali
bernafas.
 Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat
dihirup setelah inhalasi normal.
 Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
 Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi
maksimal.

9
E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang
dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai
reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang
bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang
alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah,
basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini.

10
Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan
terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi
didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain
atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar
melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi
pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar
keorgan-organ lainnya (Price dan Wilson, 2012).

11
Pathway tuberculosis

12
F. Komplikasi
Menurut Sudoyo (2009) penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar
akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut.
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy 17
2. Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas ; Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis
(SOFT), kerusakan parenkim berat ; SOPT / fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi
pada TB milier dan kavitas TB

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks
paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat
juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai
tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis
baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit
masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan.

13
 Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG
dan Myobacteria patogen lainnya.
H. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
 Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
 Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

14
3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
 Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program
untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu
(1) masa pengobatan.

15
 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

NURSING CARE PLAN


Pengkajian
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain

16
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah
yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.

17
g. Pemeriksaan fisik
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
3) Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi : Suara ketok redup.
 Auskultasi :Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring.
4) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
5) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
6) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
7) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari–
hari yang kurang meyenangkan.
8) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
9) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

18
TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif Respiratory status : Airway suction
Ventilation Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan Respiratory status : tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi Airway patency Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran Aspiration Control sebelum dan sesudah
pernafasan untuk suctioning.
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil : Informasikan pada klien
jalan nafas. Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
batuk efektif dan suara suctioning
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih, tidak Minta klien nafas dalam
- Dispneu, Penurunan suara ada sianosis dan sebelum suction dilakukan.
nafas dyspneu (mampu Berikan O2 dengan
- Orthopneu mengeluarkan sputum, menggunakan nasal untuk
- Cyanosis mampu bernafas memfasilitasi suksion
- Kelainan suara nafas (rales, dengan mudah, tidak nasotrakeal
wheezing) ada pursed lips) Gunakan alat yang steril
- Kesulitan berbicara Menunjukkan jalan sitiap melakukan tindakan
- Batuk, tidak efekotif atau nafas yang paten (klien Anjurkan pasien untuk
tidak ada tidak merasa tercekik, istirahat dan napas dalam
- Mata melebar irama nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
- Produksi sputum pernafasan dalam dari nasotrakeal
- Gelisah rentang normal, tidak Monitor status oksigen
- Perubahan frekuensi dan ada suara nafas pasien
irama nafas abnormal) Ajarkan keluarga
Mampu bagaimana cara melakukan
Faktor-faktor yang mengidentifikasikan suksion
berhubungan: dan mencegah factor Hentikan suksion dan
- Lingkungan : merokok, yang dapat berikan oksigen apabila
menghirup asap rokok, menghambat jalan pasien menunjukkan
perokok pasif-POK, infeksi nafas bradikardi, peningkatan
- Fisiologis : disfungsi saturasi O2, dll.
neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi jalan Airway Management
nafas, asma. Buka jalan nafas,
- Obstruksi jalan nafas : guanakan teknik chin lift
spasme jalan nafas, sekresi atau jaw thrust bila perlu
tertahan, banyaknya mukus, Posisikan pasien
adanya jalan nafas buatan, untuk memaksimalkan
sekresi bronkus, adanya ventilasi
eksudat di alveolus, adanya Identifikasi pasien
benda asing di jalan nafas. perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila
perlu
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu

19
Keluarkan sekret
dengan batuk atau suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


Respiratory Status : Airway Management
Definisi : Kelebihan atau Gas exchange Buka jalan nafas,
kekurangan dalam oksigenasi Respiratory Status : guanakan teknik chin lift
dan atau pengeluaran ventilation atau jaw thrust bila perlu
karbondioksida di dalam Vital Sign Status Posisikan pasien
membran kapiler alveoli Kriteria Hasil : untuk memaksimalkan
Mendemonstrasikan ventilasi
Batasan karakteristik : peningkatan ventilasi Identifikasi pasien
Gangguan penglihatan dan oksigenasi yang perlunya pemasangan alat
Penurunan CO2 adekuat jalan nafas buatan
Takikardi Memelihara Pasang mayo bila
Hiperkapnia kebersihan paru paru perlu
Keletihan dan bebas dari tanda Lakukan fisioterapi
somnolen tanda distress dada jika perlu
Iritabilitas pernafasan Keluarkan sekret
Hypoxia Mendemonstrasikan dengan batuk atau suction
kebingungan batuk efektif dan suara Auskultasi suara
Dyspnoe nafas yang bersih, tidak nafas, catat adanya suara
nasal faring ada sianosis dan tambahan
AGD Normal dyspneu (mampu Lakukan suction
sianosis mengeluarkan sputum, pada mayo
warna kulit abnormal mampu bernafas Berika bronkodilator
(pucat, kehitaman) dengan mudah, tidak bial perlu
Hipoksemia ada pursed lips) Barikan pelembab
hiperkarbia Tanda tanda vital udara
sakit kepala ketika bangun dalam rentang normal Atur intake untuk
frekuensi dan kedalaman cairan mengoptimalkan
nafas abnormal keseimbangan.
Monitor respirasi
Faktor faktor yang dan status O2
berhubungan :

20
ketidakseimbangan perfusi Respiratory Monitoring
ventilasi Monitor rata – rata,
perubahan membran kedalaman, irama dan usaha
kapiler-alveolar respirasi
Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara nafas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan
otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas
utama
auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : Nutrition Management
food and Fluid Intake Kaji adanya alergi
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : makanan
cukup untuk keperluan Adanya peningkatan Kolaborasi dengan ahli
metabolisme tubuh. berat badan sesuai gizi untuk menentukan
dengan tujuan jumlah kalori dan nutrisi
Batasan karakteristik : Berat badan ideal yang dibutuhkan pasien.
- Berat badan 20 % atau lebih sesuai dengan tinggi Anjurkan pasien untuk
di bawah ideal badan meningkatkan intake Fe
- Dilaporkan adanya intake Mampu Anjurkan pasien untuk
makanan yang kurang dari mengidentifikasi meningkatkan protein dan
RDA (Recomended Daily kebutuhan nutrisi vitamin C
Allowance) Tidak ada tanda Berikan substansi gula
- Membran mukosa dan tanda malnutrisi Yakinkan diet yang
konjungtiva pucat Tidak terjadi dimakan mengandung tinggi
- Kelemahan otot yang penurunan berat badan serat untuk mencegah
digunakan untuk yang berarti konstipasi

21
menelan/mengunyah Berikan makanan yang
- Luka, inflamasi pada rongga terpilih ( sudah
mulut dikonsultasikan dengan ahli
- Mudah merasa kenyang, gizi)
sesaat setelah mengunyah Ajarkan pasien
makanan bagaimana membuat catatan
- Dilaporkan atau fakta makanan harian.
adanya kekurangan makanan Monitor jumlah nutrisi
- Dilaporkan adanya dan kandungan kalori
perubahan sensasi rasa Berikan informasi
- Perasaan ketidakmampuan tentang kebutuhan nutrisi
untuk mengunyah makanan Kaji kemampuan pasien
- Miskonsepsi untuk mendapatkan nutrisi
- Kehilangan BB dengan yang dibutuhkan
makanan cukup
- Keengganan untuk makan Nutrition Monitoring
- Kram pada abdomen BB pasien dalam batas
- Tonus otot jelek normal
- Nyeri abdominal dengan Monitor adanya
atau tanpa patologi penurunan berat badan
- Kurang berminat terhadap Monitor tipe dan jumlah
makanan aktivitas yang biasa
- Pembuluh darah kapiler dilakukan
mulai rapuh Monitor interaksi anak
- Diare dan atau steatorrhea atau orangtua selama makan
- Kehilangan rambut yang Monitor lingkungan
cukup banyak (rontok) selama makan
- Suara usus hiperaktif Jadwalkan pengobatan
- Kurangnya informasi, dan tindakan tidak selama
misinformasi jam makan
Monitor kulit kering dan
Faktor-faktor yang perubahan pigmentasi
berhubungan : Monitor turgor kulit
Ketidakmampuan pemasukan Monitor kekeringan,
atau mencerna makanan atau rambut kusam, dan mudah
mengabsorpsi zat-zat gizi patah
berhubungan dengan faktor Monitor mual dan
biologis, psikologis atau muntah
ekonomi. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor makanan
kesukaan
Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi

22
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4. Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik Kriteria Hasil : Monitor suhu sesering
diatas rentang normal Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal Monitor IWL
Batasan Karakteristik: Nadi dan RR dalam Monitor warna dan suhu
kenaikan suhu tubuh rentang normal kulit
diatas rentang normal Tidak ada Monitor tekanan darah,
serangan atau konvulsi perubahan warna kulit nadi dan RR
(kejang) dan tidak ada pusing, Monitor penurunan
kulit kemerahan merasa nyaman tingkat kesadaran
pertambahan RR Monitor WBC, Hb, dan
takikardi Hct
saat disentuh tangan Monitor intake dan
terasa hangat output
Berikan anti piretik
Faktor faktor yang Berikan pengobatan
berhubungan : untuk mengatasi penyebab
- penyakit/ trauma demam
- peningkatan metabolisme Selimuti pasien
- aktivitas yang berlebih Lakukan tapid sponge
- pengaruh Berikan cairan intravena
medikasi/anastesi Kompres pasien pada
- lipat paha dan aksila
ketidakmampuan/penur Tingkatkan sirkulasi
unan kemampuan untuk udara
berkeringat Berikan pengobatan
- terpapar dilingkungan untuk mencegah terjadinya
panas menggigil
- dehidrasi
- pakaian yang tidak tepat
Temperature regulation
Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan
RR
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi

23
Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan nadi

24
yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari perubahan
vital sign

5. Nyeri NOC : NIC :


Pain Level, Pain Management
Definisi : Pain control, Lakukan pengkajian
Sensori yang tidak Comfort level nyeri secara komprehensif
menyenangkan dan Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
pengalaman emosional yang Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
muncul secara aktual atau nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
potensial kerusakan jaringan nyeri, mampu faktor presipitasi
atau menggambarkan adanya menggunakan tehnik Observasi reaksi
kerusakan (Asosiasi Studi nonfarmakologi untuk nonverbal dari
Nyeri Internasional): mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
serangan mendadak atau mencari bantuan) Gunakan teknik
pelan intensitasnya dari Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik untuk
ringan sampai berat yang nyeri berkurang dengan mengetahui pengalaman
dapat diantisipasi dengan menggunakan nyeri pasien
akhir yang dapat diprediksi manajemen nyeri Kaji kultur yang
dan dengan durasi kurang dari Mampu mengenali mempengaruhi respon nyeri
6 bulan. nyeri (skala, intensitas, Evaluasi pengalaman
frekuensi dan tanda nyeri masa lampau
Batasan karakteristik : nyeri) Evaluasi bersama pasien
- Laporan secara verbal atau Menyatakan rasa dan tim kesehatan lain
non verbal nyaman setelah nyeri tentang ketidakefektifan
- Fakta dari observasi berkurang kontrol nyeri masa lampau
- Posisi antalgic untuk Tanda vital dalam Bantu pasien dan
menghindari nyeri rentang normal keluarga untuk mencari dan
- Gerakan melindungi menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati Kontrol lingkungan yang
- Muka topeng dapat mempengaruhi nyeri
- Gangguan tidur (mata seperti suhu ruangan,
sayu, tampak capek, sulit atau pencahayaan dan kebisingan
gerakan kacau, menyeringai) Kurangi faktor presipitasi
- Terfokus pada diri sendiri nyeri
- Fokus menyempit Pilih dan lakukan
(penurunan persepsi waktu, penanganan nyeri
kerusakan proses berpikir, (farmakologi, non
penurunan interaksi dengan farmakologi dan inter
orang dan lingkungan) personal)
- Tingkah laku distraksi, Kaji tipe dan sumber
contoh : jalan-jalan, menemui nyeri untuk menentukan
orang lain dan/atau aktivitas, intervensi
aktivitas berulang-ulang) Ajarkan tentang teknik
- Respon autonom (seperti non farmakologi

25
diaphoresis, perubahan Berikan analgetik untuk
tekanan darah, perubahan mengurangi nyeri
nafas, nadi dan dilatasi pupil) Evaluasi keefektifan
- Perubahan autonomic kontrol nyeri
dalam tonus otot (mungkin Tingkatkan istirahat
dalam rentang dari lemah ke Kolaborasikan dengan
kaku) dokter jika ada keluhan dan
- Tingkah laku ekspresif tindakan nyeri tidak berhasil
(contoh : gelisah, merintih, Monitor penerimaan
menangis, waspada, iritabel, pasien tentang manajemen
nafas panjang/berkeluh nyeri
kesah)
- Perubahan dalam nafsu Analgesic Administration
makan dan minum Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
Faktor yang berhubungan : derajat nyeri sebelum
Agen injuri (biologi, kimia, pemberian obat
fisik, psikologis) Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

26
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan mycobakterium
tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan
terutama menyerang parenkim paru. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit
ini sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Penyakit Tuberculosis ini
dapat menyebabkan mortalitas jika tidak ditangani, dicegah dan diobati dengan baik.
Pengobatan yang dilakukan pun harus dijalani dalam jangka waktu yang cukup lama
untuk mencapai penyembuhan yang maksimal. Orang yang menderita tuberculosis akan
mudah mengalami gangguan pada nutrisi, pernafasan dan beresiko terkena infeksi
lainnya. Pengobatan teratur akan mempercepat proses penyembuhan.

B. SARAN
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi. TBC adalah penyakit yang
dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat
secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke
klinik/puskesmas.
Penderita juga sebaiknya menggunakan masker mulut untuk melindungi diri dari
bakteri dari luar lainnya dan untuk mencegah penularan lanjutan pada orang-orang atau
keluarga di sekitarnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Brunner & Suddarth. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 1, alih
bahasa, Agung Waluyo et al ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta:
EGC.

Carpenito, L.J. (2013). Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, arif., (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK UI


Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. (2012) Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. ( 2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC
Somantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem pernapasan / Irman Somantri. Jakarta : Salemba Medika
Widoyono. (2008) .Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya.Jakarta : Erlangga.

28

Anda mungkin juga menyukai