Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia yang sehat,
berbagai penelitian mengungkapkan bahan kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan
berdampak pada tumbuh kembang anak. Anak yang kurang gizi akan tumbuh kecil, kurus,
dan pendek. Gizi kurang pada anak usia dini juga berdampak pada rendahnya kemampuan
kognitif dan kecerdasan anak, serta berpengaruh terhadap menurunnya produktifitas
anak(Depkes RI, 2014).
Gizi sembang bagi anak 0-2 tahun dimulai sejak konsepsi sampai 2 tahun pertama
lahir, masa ini adalah masa kritis, periode ini sel-sel otaknya sudah mencapai lebih dari 80%.
Kekurangan gizi pada masa kehidupan ini perlu perhatian serius. Pola makan dengan gizi
seimbang, bayi akan tumbuh dan berkembang secara optimal, termasuk kecerdasannya.
Kurang perhatian orang tua khususnya ibu pada periode kritis ini, kegagalan tumbuh kembang
optimal terbawa terus sampai dewasa secara permanen. Bila pola pemberian Asi tidak benar
atau MP-ASI tidak mencukupi zat gizi yang diperlukan tubuh, bayi akan mengalami
gangguan pertumbuhan (WHO 2010).
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus) dan kekurangan kedua-duanya.
(Nency, 2005).
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan
begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat
banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh
yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal,
jantung, dan gangguan hormonal. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada
anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala
yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya.
Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin,
Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi
tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat,
lemak dan tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada
KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar,
adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti
Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme
pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko
terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).
Menurut WHO 2016 terdapat proporsi anak dibawah 5 tahun dengan keadaan kurang
gizi mengalami penurunan angka presentase 10% yang terjadi antara tahun 1990-2015 yaitu
dari 25% menjadi 15%. Di Afrika terdapat penurunan relative kecil, yaitu dari 23 % pada
tahun 1990 menjdai 17 % pada tahun 2016. Pada periode yang sama di Asia terjadi penurunan
dari 32 % menjadi 18% dan di Amerika latin turun dari 8% menjadi 3%. Ini berarti angka
proporsi di Asia dan Amerika Latin sudah mencapai setengah angka target penurunan.
Walaupun secara keseluruhan proporsi kurang gizi di Asia sudah mendekati target namun
rata-rata kejadian gizi berlanjut dan menjadi tinggi di Asia Selatan sebesar 30 %
Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan
gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurang persediaan
pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Sebaliknya masalah gizi lebih dsebabkan
kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu dan disertai kurangnya pengetahuan
tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan(Almatsier, 2004). Berdasarkan hasil Riskesdas
pada Tahun 2016 diperoleh prevalensi gizi buruk juga mengalami perubahan yaitu dari 5,4 %
tahun 2010, 4,9 % pada tahun 2013 dan 5,7 % pada tahun 2016.
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat jumlah kasus gizi buruk pada tahun
2017 sebanyak 358 kasus, daerah yang kasus gizi buruknya yang meningkat adalah kabupaten
Pesisir Selatan dari 19 kasus Tahun 2016 menjadi 26 kasus gizi buruk pada tahun 2017, Tanah
Datar dari 20 Kasus tahun 2016 menjadi 38 kasus 2017, Sijunjung dari 20 kasus 2016 menjadi
42 kasus tahun 2017, Lima puluh kota dari 11 kasus tahun 2016 menjadi 12 kasus, dan Kota
Bukittinggi dari 1 kasus menjadi 7 kasus, Sementara gizi buruk tertinggi terdapat di Kota
Padang dengan jumlah 66 kasus dan diikuti Kabupaten Sijunjung dengan 42 kasus.
Menurut data ruang rawatan anak RSUD Sijunjung pada tahun 2015 angka kejadian gizi
ditemukan 5 orang, pada tahun 2016 ditemukan 5 orang gizi buruk, tahun 2017 meningkat
menjadi 20 kasus gizi buruk, dan bulan terkadiir pada tahun 2018 ditemukan 3 orang kasus
gizi buruk
Berdasarkan data diatas maka kelompok tertarik mengangkat kasus Gizi Buruk sebagai
bahan seminar di Ruang Rawatan Anak RSUD Sijunjung
2. TUJUAN
A. Umum:

Kelompok mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gizi Buruk di
Ruang Rawatan Anak RSUD Sijunjung tahun 2018

B. Khusus:
1) Mahasiswa menjelaskan konsep teoritis tentang gizi buruk
2) Mahasiwa mampu melakukan pengakajian pada pasien dengan gizi buruk
3) Mahasiswa mampu menegakkan diagnose keperawatan pada pasien dengan gizi
buruk
4) Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan gizi
buruk
5) Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
gizi buruk
6) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan gizi
buruk

BAB II
TEORITIS
A. PENGERTIAN

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan
oleh membusungnya perut (busung lapar). Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah
bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar
organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut
bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk.
Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut
(Pardede, J, 2006).

B. ETIOLOGI

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua
penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak
memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuhsehingga tidak bisa menyerap zat-
zat makanan secara baik.

Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:


1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC,HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.

C. KLASIFIKASI GIZI BURUK

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-


kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan
kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak
sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa
lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis


b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas

3. Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus disertai edemayang tidak mencolok.

D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:


1. Kelelahan dan kekurangan energy
2. Pusing
3. System kekebalan tubuh yang rendah
4. Kulit kering dan bersisik
5. Gusi mudah berdarah
6. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7. Berat badan kurang
8. Pertumbuhan yang lambat
9. Kelemahan otot
10. Perut kembung
11. Tulang mudah patah
12. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

E. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan
makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A,
vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi
rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi
vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih
hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini
terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang
gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja
terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf
motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan
protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL
dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit
ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh
kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka
terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel,
karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita
kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka
plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori
protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak
tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa
faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari
ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hischprung, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus
hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI
kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang
akan menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,
meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan
kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat
dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama
gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
F. WOC

G. KOMPLIKASI

Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral.
Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu
luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak.
Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang
sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung,
dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena
kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak
tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal
yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon
pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-
hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering
mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada
KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar,
adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti
Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme
pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko
terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).
1. Perubahan Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap
kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan
merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain
tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai
indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang
anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat
diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak
memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :

a) Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun
kronis, tumbuh kembang dan kesehatan
b) Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
c) Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.

2. Penilaian status gizi secara Antropometri


Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara
tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian
adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi
secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital
dan faktor ekologi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan
kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot
dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi
sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih
erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
d) Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan
X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain
Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

I. PENATALAKSANAAN

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi,
fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah
mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga
ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian
ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung
pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan
pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan
utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa
+2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek.
Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan
seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan
makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk
meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat
pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara
berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan
biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan
penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih
bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan
dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP
berat.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
a. Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan

pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui

berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2009).

b. Pengkajian pada anak dengan Kurang Energi Protein (KEP) dapat dijabarkan sebagai

berikut:

c. Data biografi
d. Sering terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin,

ras, tradisi dan kebiasaan turun temurun terutama mengenai makanan, dan lingkungan

fisik.
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sebelum sakit
Pernah menderita BBLR/penyakit infeksi/trauma/kanker. Kebiasaan berobat ke

Puskesmas/RS, dan adanya alergi.


b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama biasanya nafsu makan menurun. Proses terjadinya sakit diawali

pemberian asupan makanan yang kadar proteinnya kurang dalam waktu cukup lama/

adanya riwayat BBLR, penyakit infeksi, trauma, dan kanker.


c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga maupun penyakit

yang sedang diderita oleh anggota keluarga.


3. Riwayat kehamilan
Menjelaskan ada tidaknya kelainan pada waktu kehamilan, seperti pendarahan

pervagina, trauma, penyakit serta minum obat-obatan dan kebiasaan makan.


4. Riwayat kelahiran
Adanya riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
5. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
a. Pertumbuhan
1) BB saat lahir: Normalnya pada bayi lahir cukup bulan adalah 3280 sampai 3400

gram.
2) BB dan TB pada usia 6 bulan: Normalnya BB 7,4 kg dengan TB 66 cm.
3) BB dan TB pada usia 12 bulan: Normalnya BB 9,9 kg dengan TB 74,5 cm.
b. Perkembangan motorik
1) Dapat menghisap pada usia: normalnya umur 0-4 bulan.
2) Dapat menggenggam pada usia: normalnya sekitar 1 bulan.
3) Dapat tengkurap pada usia: normalnya pada usia 5 bulan.
4) Dapat duduk pada usia: Normalnya usia 7-8 bulan.
5) Dapat berdiri dengan bantuan pada usia: Normalnya pada usia 9 bulan.
6) Dapat berdiri sendiri pada usia: Normalnya pada usia 10 bulan.
6. Riwayat makanan
a. ASI: Normal pada usia 0-12 bulan.
b. Makanan tambahan: ya/tidak. Jenisnya berupa bubur/bubur susu dan lain-lain.
c. Pemberian vitamin: ya/tidak.
7. Riwayat imunisasi
a. BCG pada umur: Pemberian imunisasi BCG satu kali pada umur bayi umur 2 atau

3 bulan.
b. Polio pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah empat kali antara

umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu.


c. DPT pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali antara umur 2-

11 bulan dengan interval 4 minggu.


d. Hepatitis B pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B adalah tiga kali

pada usia antara 0-11 bulan.


e. Lain-lain: Imunisasi Campak, Tiphus abdominalis, dan lain-lain.
8. Observasi
a. Keadaan umum: kurus.
b. Tanda-tanda vital: TD, nadi, dan pernafasan menurun (pada marasmus) dan

takikardi, tekanan darah meningkat (pada kwasiokor).


9. Pemeriksaan fisik
a. Rambut: berwarna kusam, kering, tipis, mudah dicabut.
b. Wajah: membengkak, sembab (pada kwasiokor), wajah seperti orang tua (pada

marasmus), terdapat flek hitam di bawah mata,, pembesaran kelenjar parotis,

pembengkakan kelenjar gondok dan kelenjar parotis.


c. Mata: koncjungtiva pucat dan kering, kornea kering.
d. Bibir: kering.
e. Lidah: membengkak, kemerahan, kasar, papila atrofi.
f. Gigi: tanggal/ berlubang.
g. Gusi: mudah berdarah.
h. Kulit: kering, jaringan lemak bawah kulit berkurang/ hilang, pelagra (kulit kasar),

edema (pada kwasiokor).


i. Kuku: rapuh.
j. Ektremitas: adanya atropi tonus otot dan tidak dapat berjalan dengan baik, dapat

terjadi edema pada kwasiokor.


k. Jantung: ritme tak normal, adanya pembesaran jantung.
l. Perut: terdapat pembesaran hepar/ hepatomegali (biasanya ada penyakit lain).

10. Pola fungsi kesehatan


a. Kebutuhan nutrisi
Adanya mual, muntah, rasa haus, sakit mulut, kesukaran makan, masalah

pencernaan, berat badan menurun dan lain-lain.


b. Istirahat dan tidur:
Anak cengeng dan rewel dan kesulitan tidur.
c. Persepsi diri-konsep diri:
Anak gelisah.
d. Aktifitas
Anak lemas dan malas beraktifitas.
e. Personal Hygiene:
Karena anak lemas dan beraktifitas, sehingga untuk kebersihannya juga tidak

terpenuhi secara optimal.


11. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaaan Antropometri
Meliputi tinggi badan, berat badan, tebal lipatan kulit dan lengan.
1) Tinggi badan
Nilai tinggi badan normalnya pada anak:
a) Usia 0-6 bulan: 60 cm
b) Usia 6-12 bulan: 71 cm
c) Usia 1-3 tahun: 90 cm
d) Usia 4-6 tahun: 112 cm
2) Berat badan
3) Tebal lipatan kulit
Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan menggunakan

Skinfold Caliper. Bagian-bagian tubuh yang umumnya diukur adalah tricep, bicep,

subscapula dan suprailliac.


4) Lingkar lengan
b. Pemeriksaan laboratorium:
1) Hb
a) Usia 1-3 hari (normal: 14,5-22,5 g/dL)
b) Usia 2 bulan (normal: 9,0-14,0 g/dL)
2) Protein plasma, seperti albumin, transferrin, retinol yang mengikat protein.
c. Terapi diit:
1) Pemberian diet dengan protein.
2) Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan untuk


memasukkan dan mencerna nutrisi oleh karena factor biologis
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan nutrisi
tak adekuat
3. Defisit volume cairan tubuh b/d Kegagalan mekanisme pengaturan
4. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan menyeluruh
6. Resiko infeksi b/d malnutrisi
7. Cemas pada orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan
8. Kurang pengetahuan orang tua b/d keterbatasan kognitif,interpretasi
terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC
DX
KOLABORASI

1 Ketidakseimbangan nutrisiNOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : Nutrition Managemen
b/d Ketidakmampuan untuk  Nutritional Status : food and Fluid  Kaji adanya alergi maka
memasukkan dan mencerna Intake  Kolaborasi dengan ahl
nutrisi oleh karena factor  Nutritional Status : nutrient Intake untuk menentukan ju
biologis  Weight control kalori dan nutrisi
Kriteria Hasil : dibutuhkan pasien
 Adanya peningkatan berat badan sesuai Anjurkan pasien
dengan tujuan meningkatkan intake Fe
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien
badan meningkatkan protein
 Mampumengidentifikasi kebutuhan vitamin C
nutrisi  Berikan substansi gula
 Tidk ada tanda tanda malnutrisi  Yakinkan diet yang dim
 Menunjukkan peningkatan fungsi mengandung tinggi
pengecapan dari menelan untuk mencegah konstip
 Tidak terjadi penurunan berat badan  Berikan makanan
yang berarti terpilih (
dikonsultasikan dengan
gizi)
 Ajarkan pasien bagai
membuat catatan ma
harian.
 Monitor jumlah nutris
kandungan kalori
 Berikan informasi te
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan p
untuk mendapatkan n
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam
normal
 Monitor adanya penu
berat badan
 Monitor tipe dan ju
aktivitas yang
dilakukan
 Monitor interaksi anak
orangtua selama makan
 Monitor lingkungan s
makan
 Jadwalkan pengobatan
tindakan tidak selama
makan
 Monitor kulit kering
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, ra
kusam, dan mudah pata
 Monitor mual dan munt
 Monitor kadar albumin
protein, Hb, dan kadar H
 Monitor makanan kesuk
 Monitor pertumbuhan
perkembangan
 Monitor pucat, kemer
dan kekeringan jar
konjungtiva
 Monitor kalori dan
nuntrisi
 Catat adanya e
hiperemik, hipertonik
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berw
magenta, scarlet

2 Keterlambatan pertumbuhanNoc Nic


dan perkembangan b/d asupan  Growth and development, delayed  Kaji factor pen
nutrisi tidak adekuat  Nutrition imbalance less than body gangguan perkemb
 Requirements anak
Kriteria hasil :  Indentifikasi dan gu
- Anak berfungsi optimal sesuai sumber pendidikan
tingkatannya menfasilitasi perkemb
- Keluarga dan anak mampu
anak yang optimal
mengunakan oping terhadap Berikan perawatan
tantangan karena adanya konsisten
ketidakmampuan  Tingkatkan komu
- Keluarga mampu mendapatkan
verbal dan stimulsi takt
sumber-sumber sarana komunitas  Berikan instruksi ber
- Kematangan fisik : anita :
dan sederhana
perubahan fisik normal pada anita Berikan inforcement p
yang terjadi dengan transisi dan atas hasil yang dicapai a
masa kanak-kanak kedewasa  Dorong anak melak
- Kematangan fisik : pria perubahan
perawatan sendiri
fisik normal pada wanita yang Manajemen perilaku
terjadii dengan transisi dari masa yang sulit
kanak-kanan ke dewasa  Dorong anak melak
- Status nutrisi seimbang
sosialisasi dengan kelom
 Ciptakan lingkungan
aman
 Kaji keadekuatan a
nutrisi(misalnya kalori
gizi)
 Tentukan makanan
disukai anak
 Pantau kecendru
kenaikan dan penurunan
 Menyelesaikan penilaia
sesuai
 Memantau makanan/c
tertelan dan mengh
asupan kalori harian
 Memantau kesesuai pe
diet untuk mem
ebutuhan gizi sehari-ha
 Kolaborasi dengan ahli
jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
 Mendorong asupan ma
dan cairan tinggi ka
yang sesuai
 Memberikan pasien ting
 protein, tinggi k
makanan dan min
bergizi yang
dikonsumsi

3 Ketidakseimbangan Volume NOC: NIC :


Cairan  Fluid balance  Pertahankan catat
Berhubungan dengan:  Hydration intake dan output
Kegagalan mekanisme  Nutritional Status : Food and Fluid akurat
pengaturan Intake  Monitor status hid
Setelah dilakukan tindakankeperawatan kelembaban mem
selama…..defisit volume cairan teratasi mukosa, nadi adek
dengan kriteria hasil: tekanan darah
 Mempertahankan urine output ortostatik ), jika
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine diperlukan
normal  Monitor hasil lab
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh sesuai dengan rete
dalam batas normal cairan (BUN , Hm
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, ,osmolalitas urin,
Elastisitas turgor kulit albumin, total pro
baik,membran mukosa lembab,  Monitor vital sign
tidak ada rasa haus yang berlebihan setiap 15menit – 1
 Orientasi terhadap waktu dan tempat  Kolaborasi pembe
baik cairan IVMonitor
 Jumlah dan iramapernapasan dalam status nutrisi
batas normal Elektrolit, Hb, Hmt  Berikan cairan ora
dalam batas normal  Berikan penggant
 pH urin dalam batasnormalIntake nasogatrik sesuai
oral dan intravena adekuat output (50 –
100cc/jam)
 Dorong keluarga u
membantu pasien
makan
 Kolaborasi dokter
tanda cairan berle
muncul meburuk
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk
tranfusi
 Pasang kateter jik
perlu
 Monitor intake da
urin output setiap
jam

4 Kerusakan integritas kulit b/dNOC : NIC : Pressure


perubahan status nutrisi  Tissue Integrity : Skin and Mucous Management
Membranes  Anjurkan pasien
Kriteria Hasil : menggunakan pakaian
 Integritas kulit yang baik bisa longgar
dipertahankan (sensasi, elastisitas, Hindari kerutan
temperatur, hidrasi, pigmentasi) tempat tidur
 Tidak ada luka/lesi pada kulit  Jaga kebersihan kulit
 Perfusi jaringan baik tetap bersih dan kering
 Menunjukkan pemahaman dalam Mobilisasi pasien
proses perbaikan kulit dan posisi pasien) setiap du
mencegah terjadinya sedera sekali
berulang  Monitor kulit akan a
 Mampu melindungi kulit dan kemerahan
mempertahankan kelembaban kulit Oleskan lotion
dan perawatan alami minyak/baby oil pada
yang tertekan
 Monitor aktivitas
mobilisasi pasien
 Monitor status nutrisi p
 Memandikan pasien d
sabun dan air hangat
5 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan  Self Care :ADLs  Observasi adanya
Kelemahan
menyeluruh  Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
 Konservasi energi melakukan aktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Kaji adanya faktor yan
selama ….Pasien bertoleransi terhadap menyebabkan kelelahan
aktivitas dengan Kriteria Hasil :  Monitor nutrisi dan sum
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik energi yang adekuat
tanpa disertai peningkatan tekanan  Monitor pasien akan ad
darah, nadi dan RR kelelahan fisik dan emo
 Mampu melakukan aktivitas sehari secara berlebihan
hari (ADLs) secaramandiri  Monitor respon
 Keseimbangan aktivitas dan kardivaskuler terhadap
istirahat aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perub
hemodinamik)
 Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
 Kolaborasikan dengan
Tenaga
 Rehabilitasi Medik dala
merencanakan progran
yang tepat.
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivit
yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampu
fisik, psikologi dan sosi
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber ya
diperlukan untuk aktivi
yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatka
bantuan aktivitas sepert
kursi roda,krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk mem
jadwal latihan diwaktu
 Bantu pasien/keluarga u
mengidentifikasi kekura
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan pos
bagi yang aktif beraktiv
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motiv
diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, em
sosial dan spiritual
6 Resiko infeksi b/d malnutrisi NOC : NIC :
Immune Status Infection Control (Ko
Knowledge : Infection control infeksi)
Risk control  Bersihkan lingku
Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Pertahankan teknik iso
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
 Batasi pengunjung
timbulnya infeksi
perlu
Jumlah leukosit dalam batas normal
 Instruksikan
Menunjukkan perilaku hidup sehat
pengunjung untuk me
tangan saat berkunjun
setelah berku
meninggalkan pasien
 Gunakan
antimikrobia untuk
tangan
 Cuci tangan setiap seb
dan sesudah tin
kperawatan
 Gunakan baju, s
tangan sebagai
pelindung
 Pertahankan lingku
aseptik selama pemas
alat
 Ganti letak IV perife
line central dan dre
sesuai dengan pet
umum
 Gunakan kateter inter
untuk menurunkan in
kandung kencing
 Tingkatkan intake nut
 Berikan terapi anti
bila perlu
Infection Prote
(proteksi terhadap infek
 Monitor tanda dan
infeksi sistemik dan lok
 Monitor hitung granu
WBC
 Monitor kerentanan ter
infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung ter
penyakit menular
 Partahankan teknik a
pada pasien yang beresi
 Pertahankan teknik i
k/p
 Berikan perawatan
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan mem
mukosa terhadap kemer
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka /
bedah
 Dorong masukkan n
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
minum antibiotik
resep
 Ajarkan pasien dan kel
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mengh
infeksi
 Laporkan kecurigaan in
 Laporkan kultur positif
7 Cemas pada orang tua b/dSetelah dilakukan tindakan keperawatanAnxiety Reduction
perubahan status kesehatan selama 3 x 24 jam, cemas pasien Gunakan pendekatan
berkurangdengan kriteria hasil: menenangkan
 Anxiety Control  Nyatakan dengan
 Coping harapan terhadap p
 Vital Sign Status pasien
 Menunjukan teknik untuk mengontrol Jelaskan semua pro
cemas dan apa yang dira
 teknik nafas dalam
selama prosedur
 Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi
 Temani pasien
wajah tidak tegang
memberikan keamana
 Mengungkapkan cemas berkurang
 TTV dbn mengurangi takut
TD = 110-130/ 70-80 mmHg  Berikan informasi f
RR = 14 – 24 x/ menit mengenai diag
N = 60 -100 x/ menit tindakan prognosis
S = 365 – 375 0C  Dorong keluarga
menemani anak
 Lakukan back / neck r
 Dengarkan dengan
perhatian
 Identifikasi ti
kecemasan
 Bantu pasien men
situasi yang menimb
kecemasan
 Dorong pasien
mengungkapkan pera
ketakutan, persepsi
 Instruksikan p
menggunakan t
relaksasi
 Berikan obat
mengurangi kecemasa
8 Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease process  Kaji tingkat pengetahua
keterbatasan kognitif,  Kowledge : health Behavior pasien dan keluarga
interpretasi terhadap Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Jelaskan patofisiologi d
informasi yang salah, selama …. pasien menunjukkan penyakit dan bagaimana
kurangnya keinginan untuk pengetahuan tentang proses penyakit ini berhubungan dengan
mencari informasi, tidak dengan kriteria hasil: anatomi dan fisiologi,
mengetahui sumber-sumber  Pasien dan keluarga menyatakan dengan cara yang tepat.
informasi. pemahaman tentang penyakit,  Gambarkan tanda dan g
kondisi, prognosis dan program yang biasa muncul pada
pengobatan penyakit, dengan cara y
 Pasien dan keluargamampu tepat
melaksanakan prosedur yang  Gambarkan proses peny
dijelaskan secara benar dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu  Identifikasi kemungkina
menjelaskan kembali apa yang penyebab,dengan cara y
dijelaskan perawat/tim kesehatan tepat
lainnya  Sediakan informasi pad
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
 Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kema
pasien dengan cara yang
tepat
 Diskusikan pilihan terap
atau penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second op
dengan cara yang tepat
diindikasikan
 Eksplorasi kemungkina
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

K. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan yang merupakan kegiatan yang dilakukan


sesuaidengan rencana yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan
klien

L. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulandata subyektif dan


obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan
analisamasalah selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 9 Februari 2018: PortalKesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 9 Februari 2018: Republika Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/
November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta
Nurarif .A.H dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : MediAction
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai