Anda di halaman 1dari 9

I

PENDAHULUAN

Berkembang pesatnya kegiatan ekonomi dan keuangan syari’ah telah menarikbanyak pihak
untuk mengetahui lebih dalam tentangnya. Bukan hanya kajian dari sisilandasan konseptual dan
penerapan fikihnya saja, namun juga berkaitan langsung dengandari sisi manajemen operasioal,
khususnya dalam pendokumentasian transaksi syari’ah.
Salah satu dari akad-akad atau transaksi yang termasuk dalam akad ekonomisyari’ah adalah
akad Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan,merupakan titipan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badanhukum yang harus dijaga dan
dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki. Transaksi wadi`ah termasuk akad Wakalah
(diwakilkan) yaitu penitip aset(barang/jasa) mewakilkan kepada penerima titipan untuk
menjaganya ia tidakdiperbolehkan untuk memanfaatkan barang/uang tersebut untuk keperluan
pribadi baikkonsumtif maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang itu
masihmilik mudi` (penitip).
Menurut prakteknya, wadi’ah terbagi 2 ( dua) yaitu :
1. wadi’ah amanah wadi’ah amanah, yaitu wadi’ah dimana uang/barang yang dititipkan hanya
boleh disimpan dan tidak boleh didaya gunakan. Si penerima titipan tidak bertanggung jawab atas
kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari
kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Contoh titipan
barang di pusat perbelanjaan.
2. wadi’ah yad dhamamah wadi’ah yad dhamamah, yaitu wadi’ah dimana si penerima titipan
dapat memanfaatkan barang titipan dengan seizin pemiliknya dan mejamin untuk mengembalika
titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendakinya. Hasil pemanfaatan
barang tidak wajib dibagi hasilkan dengan pemberi titipan. Namun penerima titipan boleh saja
memberikan bonus dan tidak boleh dijanjikan sebelumnya kepada pemilik barang.
II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN WADI’AH

Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yangbukan
pemiliknya untuk tujuan keamanan.Wadi’ah adalah akad penitipan dari pihak
yangmempunyai uang/barang titipan tesebut, dan yang dititipi menjadi penjamin
pengemalianbarang titipan. Dalam akad hendakya dijelaskan tujuan wadiah, cara
penyimpanan lamanyawaktu penitipan biaya yang dibebankan pada pemilik barang dan hal-
hal lain yang dianggap penting.
Pengertian wadi`ah menurut Syafii Antonio (1999) adalah titipan murni dari satupihak
kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dandikembalikan kapan
saja sipenitip mengkehendaki.Menurut Bank Indonesia (1999) adalah akad penitipan
barang/uang antara pihak yangmempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untukmenjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan
barang/uang.
Ada dua definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh, yaitu :
 Ulama madzhab hanafi mendefinisikan :‫ “تسليط الغير على حفظ ماله صارحا أو دللة‬mengikut
sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelasmaupun
isyarat”Umpamanya ada seseorang menitipkan sesuatu pada seseorang dan si penerima
titipanmenjawab ia atau mengangguk atau dengan diam yang berarti setuju, maka akad
tersebutsah hukumnya.
 Madzhab Hambali, Syafi’I dan Maliki ( jumhur ulama ) mendefinisikanwadhi’ah sebagai
berikut :
 ‫ “توكيل في حفظ مملوك على وجه مخصوص‬mewakilkan orang lain untuk memelihara harta
tertentu dengan cara tertentu “
 Tokoh – tokoh ekonomi perbankan berpendapat bahwa wadhi’ah adalah akad penitipan
barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.

2. DASAR HUKUM WADI’AH


Dalam hukum Islam, transaksi wadi`ah (penitipan) ini asalnya dibolehkan,
yaknisemua orang bebas memilih apa yang akan ia lakukan untuk menjaga yang ia
milikiuntuk dirinya sendiri. Namun terkadang, hukum menitipkan harta miliknya
menjadiwajib, bila pemilik barang tersebut takut tidak bisa menjaganya, atau
menghilangkan,atau khawatir menjadi rusak, sehingga ia menjumpai (mencari) orang
(pihak) yang dapatmenjaganya. Dan bagi seseorang yang merasa mampu menjaga barang
yang dititipkan,maka disunnahkan untuk menerima titipan itu. Pahala yang besar telah
menanti bagi sipelaku penerima titipan. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:”.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
Menerimanya, dan(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalahMaha mendengar lagi Maha
melihat”.
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akantetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlahkamu (para
saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya,
MakaSesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.[180] Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain
tidak percaya mempercayai.
Dasar hukum wadi’ah menurut hadis adalah“Tunaikanlah amanah yang
dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhiataniterhadap orang yang telah
mengkhianatimu” . H. R. Abu Dawud dan Tirmidzi

2. RUKUN WADI’AH
Rukun wadi’ah ada 4 1. pelaku yang terdiri atas pemilik barang/pihak yang
menitip (muwaddi) 2. pihak yan menyimpan (wadi’i/muswada) 3. objek wadi’ah berupa
barang yang dititipi (wadi’ah) 4. ijab qabul/serah terimaketentuan syari’ah, yaitu :
1. pelaku harus cakap hukum, baligh serta mampu menjaga serta memelihara
barang titipan.
2. objek wadi’ah, benda yan dititipkan tersebut jelas dan diketahui spesifikasinya
oleh pemilik dan penyimpan. 3. ijab Kabul/ serah terima, adalah pernyataan dan
ekspresi saling rida/ rela antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara
erbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi
modern.
Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak
dapatmembatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadiah terdapat
unsurpermintaan tolong, maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’.
Kalau iatidak mau, maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan. Namun kalau
wadii’ mengharuskan pembayaran, semacam biaya administrasimisalnya, maka akad
wadiah ini berubah menjadi “akad sewa” (ijaroh) dan mengandungunsur kelaziman.
Artinya wadii’ harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barangyang dititipkan.
Pada saat itu wadii’ tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihakkarena dia sudah
dibayar.
 Menurut HANAFIYAH rukun al-wadi’ah ada satu yaitu ada ijab dan Kabul
sedangkan yang lainya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut
HANAFIYAH dalam shighat ijab dianggap sah apabila ijab tersebut dilakukan
dengan perkataan yang jelas (sharih) maupun dengan perkataan samaran
(kinayah).
 Menurut SYAFIIYAH al-wadi’ah memiliki tiga rukun yaitu :
a. Barang yang dititipkan, syarat barang dititipkan adalah barang atau benda itu
merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’
b. Bagi orang yang menitipkan dan yang menerima titipan disyaratkan bagi penitip dan
penerima titipan sudah baligh, berakal serta syarat-syarat lain yang sesuai dengan syarat-
syarat berwakil
c. Sighat ijab dan Kabul al-wadi’ah, diosyaratkan pada ijab Kabul ini dimengeri oleh
kedua belah pihak, bak dengan jelas mauoun samar.

4. JENIS-JENIS WADI’AH

1. Wadi’ah amanah, yaitu wadi’ah dimana uang/barang yang dititipkan hanya boleh
disimpan dan tidak boleh didaya gunakan. Si penerima titipan tidak bertanggung jawab
atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan
akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan
tersebut. Contoh titipan barang di pusat perbelanjaan.
Skema wadi’ah yad al-amanah :
(1) Pihak yang menitipkan Penerima titipan (muwaddi’)
(2) (mustawda) Keterangan:
a) pihak yagn menitipkan menyepakati akad wadi’ah dengan penerimaan titipan
b) pihak yang menitipkan menyerahkan barang untuk disimpan oleh penerima titipan
3) penerima titipan menyerahkan barang kembali kepada pihak yang menitipkan ketika
diminta.
Akad wadi’ah yad al-amanah yang digunakan pada lembaga keuangan syariah,
khususnya bank syariah, adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima
titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan
perbuatan atau kelalaian penerima titipan. wadî’aħ yad al-amânaħ, yang diterapkan pada
produk simpanan yang tidak sering ditarik atau dipakai. Utuk itu Pihak penerima titipan
dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.
Dengan demikian si penitip tidak akan mendapatkan keuntungan dari titipannya,
bahkan dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi pihak perbankan.

2. Wadi’ah yad dhamamah, yaitu wadi’ah dimana si penerima titipan dapat memanfaatkan
barang titipan dengan seizin pemiliknya dan mejamin untuk mengembalika titipan
tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendakinya. Hasil pemanfaatan
barang tidak wajib dibagi hasilkan dengan pemberi titipan. Namun penerima titipan boleh
saja memberikan bonus dan tidak boleh dijanjikan sebelumnya kepada pemilik barang.
Akad wadi’ah yad dhamamah yang digunakan pada lembaga keuangan syariah,
khususnya bank syariah, adalah seperti safedeposit box, dan wadî’aħ yad al-dhamânaħ,
ditetapkan pada rekening giro. Adapun wadi’ah dalam bentuk yad adh-dhamanah pihak
bank dapat memanfaatkan dan menggunakan titipan tersebut, sehingga semua keuntungan
yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank adalah
penanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan bagi si penitip, ia akan
mendapatkan jaminan keamanan terhadap titipannya.
Tapi walaupun demikian pihak si penerima titipan yang telah menggunakan
barang titipan tersebut, tidak dilaranguntuk memberikan semacam insentif berupa bonus
dengan catatan tidak disyaratkansebelumnya dan jumlahnya tidak ditettapkan dalam
nominal persentase secaraadvance.Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
(DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, yang menyatakan bahwa ketentuan umum Giro
berdasarkan Wadi’ahialah:
1. Bersifat titipan
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan
3. . Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(‘athiya)yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Demikian juga dalam bentuk tabungan, bahwa ketentuan umum tabungan
berdasarkan Wadi’ah adalah
1. Bersifat simpanan,
2. Simpanan bias diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan,
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(‘athiya)yang bersifat sukarela dari pihak bank.(lihat Fatwa DSN No. 02/DSN-
MUI/IV/2000.)
Tetapi dewasa ini, banyak bank Islam yang telah berhasil
mengkombinasikanprinsip al-wadi’ah dengan prinsip al-mudharabah. Akibatnya pihak
bank dapatmenetapkan besarnya bonus yang diterima oleh penitip dengan
menetapkanpersentase.Seperti pada skema dibawah ini
 Menurut Muhammad Syafii Antonio dan Heri Sudarsono menyebutkan
wadî’aħyad al-dhamânaħ sebagai bentuk kedua dari wadî’aħ, di samping wadî’aħ
yad al-amânaħ, tanpa menyertakan dasar hukumnya.
 Adiwarman A. Karim jugamenyebutkan wadî’aħ yad al-dhamânaħ sebagai bentuk
keduadari wadî’aħ dan digunakan sebagai akad bagi produk giro oleh kebanyakan
bankSyariah. Untuk itu, ia menyebutkan bahwa implikasi hukumnya sama dengan
qardh,di mana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank
sebagai yangdipinjamkan.
Sebagai sandaran hukumnya, Adiwarman menyebutkan bahwa hal itu
mirip dengan yang dilakukan Zubayr bin Awwam ketika menerima titipan uang
dizaman Rasulullah SAW. Riwayat tersebut diceritakan oleh al-Bukhariy dan al-
Bayhaqiy, yangmenceitakan bahwa Zubayr bin Awwam pernah ditemui seseorang
untukdipercayakan sebagai muwadda’.
Akan tetapi ia menolaknya, kecuali kalau barangtersebut diserahkan
dengan cara salaf, karena ia merasa khawatir kalau-kalau bendatitipan itu hilang.
Terhadap permintaan Zubayr untuk mengalihkan akad itu menjadi akad salaf,
IbnHajar menjelaskan bahwa Zubayr baru bersedia menerima ”titipan” kalau
penitipnyamau menyerahkan sebagai tanggung jawab penuh. Kekhawatiran
Zubayr terhadapkehilangan harta titipan itu memberikan indikasi bahwa ia
termasuk orang yang kurang handal dalam memelihara harta.
Oleh karena itu ia berkesimpulan menerima harta itu dengan jaminan
adalah lebih baik bagi si pemiliknya, dan hal itu juga tidak akan merusak
kehormatannya. Ibn Baththal menambahkan, permintaan Zubayr menjadikan akad
itu sebagai salaf supaya ia memperoleh keuntungan bersih (penuh) dari usaha yang
dibiayai dengannya.

3. PERLAKUAN AKUNTANSI WADI’AH


Pencatatan akuntansi wadi’ah agi pihak pemilik barang dan bagi pihak penyimpanbarang
adalah sebagai berikut:
 Bagi pihak pemilik barang :
1. pada saat menyerahkan barang (menerima tanda penitipan barang) dan
membayar biaya penitipan (menerima tanda terima pembayaran) jurnal : Dr. beban
wadi’ah xxx kr. kas xxx jika biaya penitipan belum di bayar jurnal : Dr. beban
wadi’ah xxx kr. Utang xxx
2. pada saat mengambil barang dan membayar kekurangan biaya penitipan jurnal :
Dr. utang xxx Kr.kas xxxBagi pihak penyimpan barang 1. pada saat menerima
barang (mengeluarkan tanda terima barang) dan penerimaan pendapatan penitipan
(membuat tanda terima pembayaran). Jurnal : Dr. kas xxx Kr. Pendapatan wadi’ah
xxx 2. jika biaya penitipan belum dibayar jurnal : Dr. piutang xxx Kr. Pendapatan
wadi’ah xxx
3. pada saat penyerahkan barang dan menerima pembayaran kekurangan
pendapatan penitipan (mengeluarkan tanda peyerahan barang) jurnal : Dr. kas xxx
Kr. Piutang xxx
 Contoh giro wadi’wadi’ah :
Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat dengan
saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan
Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata
minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat
Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari
penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002.
Jawab :
Rp 1.000.000,- Bonus yang diterima = x Rp 20.000.000,- x 30 % Tn. Baris Rp
500.000.000,- (sebelum dipotong pajak) = Rp 12.000,- Dalam praktiknya
nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan(mudharib) biasanya bonus
untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuksimpanan tabungan dan
nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.
III
KESIMPULAN

Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yangbukan
pemiliknya untuk tujua keamanan. Wadi’ah adalah akad penitipan dari pihak yangmempunyai
uang/barang titipan tesebut, dan yang dititipi menjadi penjamin pengemalianbarang titipan.
Dalam akad hendakya dijelaskan tujuan wadiah, cara penyimpanan lamanyawaktu
penitipan biaya yang dibebankan pada pemilik barang dan hal-hal lain yang dianggap penting.
Rukun wadi’ah ada 4 :
1. pelaku yang terdiri atas pemilik barang/pihak yang menitip (muwaddi)
2. pihak yan menyimpan (wadi’i/muswada)
3. objek wadi’ah berupa barang yang dititipi (wadi’ah)
4. ijab qabul/serah terimaketentuan syari’ah, yaitu :
1. pelaku harus cakap hukum, baligh serta mampu menjaga serta memelihara
barang titipan.
2. objek wadi’ah, benda yan dititipkan tersebut jelas dan diketahui spesifikasinya
oleh pemilik dan penyimpan.
3. ijab Kabul/ serah terima, adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/ rela antara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara erbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Menurut prakteknya, wadi’ah terbagi 2 ( dua) yaitu
1. wadi’ah amanah
wadi’ah amanah, yaitu wadi’ah dimana uang/barang yang dititipkan hanya boleh
disimpan dan tidak boleh didaya gunakan. Si penerima titipan tidak bertanggung
jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara
titipan tersebut.
Contoh titipan barang di pusat perbelanjaan.
2. wadi’ah yad dhamamah wadi’ah yad dhamamah, yaitu wadi’ah dimana si penerima
titipan dapat memanfaatkan barang titipan dengan seizin pemiliknya dan mejamin
untuk mengembalika titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik
menghendakinya. Hasil pemanfaatan barang tidak wajib dibagi hasilkan dengan
pemberi titipan. Namun penerima titipan boleh saja memberikan bonus dan tidak
boleh dijanjikan sebelumnya kepada pemilik barang.

 16. DAFTAR Nurhayati, Sri. Dan Wasilah 2009. Akuntansi Syari’ah DiPUSTAKA
Indonesia.Jakarta: http://www.pa-pandan.net/index.php?Salemba Empat
view=article&catid=39%3Ahotnews&id=65%3Awdps&format=html&option=co
m_content&Itemid=61 pada tanggal 02 maret 2011 http://id.wikipedia.org/wiki/Wadiah pada
tanggal 02 maret 2011 http://www.ekisonline.co.cc/2010/04/menakar-ulang-wadia-yad-al-
dhamana_03.html pada tanggal 10 maret 2011 http://peni.staff.gunadarma.ac.id pada tanggal 22
maret 2011

Anda mungkin juga menyukai