Askep Fraktur Femur
Askep Fraktur Femur
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur,
terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari
femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi
oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang
penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri
retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah
tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
Klasifikasi Fraktur
Patofisiologi Fraktur
Trauma
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring
dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh
terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila
tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan
metal.
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
• Mengurangi nyeri akibat spasme otot
• Memperbaiki dan mencegah deformitas
• Immobilisasi
• Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
• Mengencangkan pada perlekatannya.
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi
nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal
pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat perjalanan penyakit
• Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
• Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
• Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak
• Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
• Kehilangan fungsi
• Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
• Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
• Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
• Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
• Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
• Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang
yang fraktur sebelum dipindahkan
• Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
• Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
• Krepitasi
• Nadi, dingin
• Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
Diagnosa 1
Resiko terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
Intervensi
Indenpenden:
a)Observasi tanda-tanda vital.
b)Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya per darahan
c)Memberikan posisi supinasi
d)Memberikan banyak cairan (minum)
Kolaborasi:
a)Pemberian cairan per infus
b)Pemberian obat koagulan sia (vit.K, Adona) dan penghentian perdarahan dgn fiksasi.
c)Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)
Rasional:
a)Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
b)Untuk menentukan tindak an
c)Untuk mengurangi perdarahan dan mencegah kekurangan darah ke otak.
d)Untuk mencegah kekurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
e)Pemberian cairan perinfus.
f)Membantu proses pembekuan darah dan untuk menghentikan perdarahan.
g)Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
Diagnosa 2
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan
cemas
Intervensi
Independen:
a) Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri
(0-10)
b) Mempertahankan immobilisasi (back slab)
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas
Kolaborasi:
e) Pemberian obat-obatan analgesik
Rasional
a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
b) Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri.
d) Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan
dilakukan.
e) Mengurangi rasa nyeri
Diagnosa 3
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri,
immobilisasi.
Independen:
a) Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.
b) Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).
c) Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang
tidak.
e) Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
Kolaborasi:
Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proposional)
Diagnosa 4
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan
kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
Independen:
a) Menjelaskan tentang kelainan yang muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
b) Memberikan dukungan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh
bagian fisioterapi.
c) Memilah-milah aktifitas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
d) Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga
(home care)
e) Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
Rasional:
a) Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentukan pilihan.
b) Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses penyembuhan
sehingga keterlambatan penyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c) Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah
fisioterapi, perawat atau keluarga).
d) Membantu meng- fasilitaskan perawatan mandiri memberi support untuk mandiri.
e) Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu
disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.
Daftar Kepustakaan
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
GCS 13 – 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
GCS 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
- Kejang-kejang
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Syok
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cedera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh
darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa
jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral,
pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan
kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak,
hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Blood:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan
antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
1) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3) Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
6) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan
kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8) Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
Tujuan:
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi :
2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
Rasional : Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).
Rasional : Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang
membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan TIK.
5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat
mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan
berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
Rasional : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Rasional : Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume
darah serebral yang meningkatkan TIK.
11. Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif,
antipiretik.
Rasional : Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan
edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema
jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik
untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan
metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi:
2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi
jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter,
warna dan kekeruhan dari sekret.
Rasional : Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi
dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih
dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
cukup besar pada perfusi jaringan.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak
normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya
infeksi paru.
Rasional : Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan
terapi.
Rasional : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.
Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
Rasional : Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut
tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan
membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi :
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan
segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan kesadaran).
4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus
menerus. Observasi karakteristik sputum.
Rasional : Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko
terjadinya pneumonia, atelektasis.
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran
CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
Daftar Pustaka
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –
Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.