Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 43 TAHUN DENGAN


PLEUROPNEUMONIA DENGAN SUSPEK
TUBERKULOSIS PARU

Disusun oleh:
Reyhan Calabro 2012730149

Pembimbing
dr. Muhammad Fachri, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
A. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Karyawan konveksi
Alamat : Jakarta
Status menikah : Menikah
Tanggal masuk ruangan : 18 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 18 September 2017
No. Rekam Medik : 244467

B. Anamnesis
Keluhan utama :
Batuk 3 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Jakarta Sukapura pada tanggal 18 September 2017 pukul 09.00 wib
dengan keluhan batuk dirasakan sejak 3 bulan yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, batuk dirasakan muncul terus menerus bahkan semakin
bertambah ketika malam hari, pasien mengatakan batuk mengganggu
pasien istirahat karena membuat pasien tidak dapat tidur. Lalu pasien juga
batuknya mengeluarkan darah segar ketika batuk, dahak dikatakan
berwarna putih dan berbusa. Selain itu nafas terasa berat dan sesak juga
dirasakan namun tidak dipengaruhi aktivitas serta istirahat.
Saat batuk, pasien mengeluh sakit pada bagian dada kanan saat
menarik nafas dalam dan apabila tidur harus diganjal 2 bantal dan miring
ke sebelah kiri. Selain itu pasien mengakui adanya penurunan berat badan,
keringat malam, mual, dan demam yang hilang timbul selama 3 bulan ini.
Karena tidak tahan dengan keluhannya pasien berobat ke rumah sakit
swasta dan harus dirawat selama ±7 hari.
Setelah dirawat ±7 hari di rumah sakit swasta lain, pasien
merasakan sesak nafas dengan nafas yang berat, sesak tidak berkurang
waktu istirahat maupun dengan perubahan posisi, selama di rawat di
rumah sakit swasta lain keluhan pasien tidak berkurang dan pasien tidak
mau makan, serta sesak nafas pasien bertambah berat maka pasien datang
ke IGD rumah sakit islam Jakarta Sukapura.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit paru-paru, maag kronis
diakui pasien sudah 3 tahun.

Riwayat Pengobatan :
Pasien berobat ke rumah sakit Firdaus.

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan :


Pasien menyangkal adanya riwayat keluhan yang sama, ataupun
batuk-batuk lama dalam anggota keluarga dan lingkungan sekitar
rumahnya.

Riwayat Psikososial:
Merokok : tidak pernah
Alkohol : tidak pernah
Kontak lama dengan lingkungan berasap dan berdebu: ada (pasien
salah satu perusahaan konveksi yang terpapar debu dan bahan kimia)

Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap obat, makanan
ataupun bahan tertentu lainnya.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign :
Tekanan Darah: 110/90 mmHg
Nadi : 98 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 33 kali/menit
Suhu : 37,3 0C

 Kepala
Mata : - Sklera ikterik (-/-)
- Conjuntiva anemis (-/-)
- Oedem palpebra (-/-)
- Pupil bulat isokor (+/+)
- Reflek cahaya (+/+)

 Leher
- Sikatrik (-)
- Massa (-)
- Kelenjar Getah Bening tidak membesar

 Paru
Pemeriksaan Depan :
Inspeksi :
- Retraksi dinding dada (+)
- Dinding dada tertinggal (+/-)

Palpasi :
- Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
- Nyeri tekan (+/-)
- Massa (-)
Perkusi :
- Redup di paru dextra pada ICS 5
- Sonor di paru sinistra

Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-/-)
- Rhonki (-/-)
- Pleural friction rub (+/-)

Pemeriksaan Belakang :
Inspeksi :
- Dinding dada kanan tertinggal
- Sikatrik (-)
- Benjolan (-)
Palpasi :
- Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
- Nyeri tekan (-/+)
- Massa (-)
Perkusi :
- Redup di paru dextra ICS 5
- Sonor di paru sinistra
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler dan melemah di paru kanan
- Wheezing (-/-)
- Rhonki (-/-)
- Pleural friction rub (-/+)

 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak teraba
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pinggang jantung ICS 2 kiri
Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal
Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavikula
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular murni, murmur (-),
gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Soepel, massa (-), nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani

 Ekstremitas
- Atas :
o Edema -/-
o Capillary Refill Time < 2 detik
o Akral hangat
- Bawah :
o Edema -/-
o Capillary Refill Time < 2 detik
o Akral hangat
D. Pemeriksaan Penunjang
 Senin, 18 September 2017
 Laboratorium :
o Sputum BTA (-/-/-)
o GDS : 96 mg/dl
Hematologi

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN


HEMATOLOGI
LED 33 mm/ 1 jam
HB 13,5 g/dl
LEUKOSIT 6,56 103/ul
ERITROSIT 4,87 Juta/mm3
HEMATOKRIT 41,5 %
TROMBOSIT 246 103/ul
MCV 85 Fl
MCH 28 Pg
MCHC 32 g/dl
DIFFERETIAL
BASOFIL 0 %
EOSINOFIL 4 %
EUTROFIL 70 %
LIMFOSIT 15 %
MONOSIT 11 %
SEROLOGI
WIDAL
S. Typhosa H NEG
S. Paratyphosa AH NEG
S. Paratyphosa BH NEG
S. Typhosa O NEG
S. Paratyphosa AO NEG
S. Paratyphosa BO NEG

 Radiologi
Rontgen thoraks

Interpretasi
Foto rontgen thorax atas nama Ny. S diambil tanggal 8 september
tahun 2017 di Unit Radiologi RS Firdaus dengan posisi Posterior
Anterior (PA) dengan ukuran film 35 x 35 cm.
Didapatkan :
- Posisi rontgen simetris : tampak os clavicula sejajar antara
dextra dan sinistra
- Ketajaman cukup : Tampak os vertebrae thorakal 1-4 dan
trakea berada ditengah
- Tampak os costae 6 memotong tengah garis diafragma
sinistra dan dextra tidak dapat dievaluasi.
- Tampak kubah diafragma sinistra tampak cembung dan
licin, diafragma dextra tidak dapat dievaluasi.
- Tampak sudut costophrenicus sinistra tajam dan sudut
costophrenicus dextra tumpul.
- Gambaran jantung ± 68 %
- Tampak bayangan inhomogen di lobus inferior paru
dextra.
- Tampak bercak infiltrate pada lobus bawah paru kanan.

Kesimpulan :
- Kardiomegali
- Penebalan pleura kanan
- TB paru aktif

 Elektrokardiografi
Tidak ada hasil

 Planning
Pemeriksaan PCR GeneXpert
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan widal dan GDS
Pemeriksaan elektrokardiografi

E. Diagnosis
- Pleuropneumonia
- Suspek TB paru dengan BTA (-) kasus baru

F. Tatalaksana
- O2 2-3 liter/menit
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Antasida tab 3x500 mg
- Ambroxol syr 3x1 Cth
G. Prognosis
Quo Ad vitam : dubia ad bonam
Quo Ad functionam : dubia ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam

Perkembangan Pasien
 Hari ke-1, Selasa 19 September 2017
Subjektif :
Pasien mengaku sesak masih ada, batuk berdahak yang kental
berwarna putih, badan terasa lemas dan nyeri dada sebelah kiri bagian
bawah.
Objektif :
Vital Sign :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 30 kali/menit
Suhu : 36,4 0C
Pemeriksaan Fisik Paru :
Inspeksi :
- Retraksi dinding dada (+)
Palpasi :
- Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
- Nyeri tekan (+/-)
Perkusi :
- Redup di paru dextra pada ICS 5
- Sonor di paru sinistra
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-/-)
- Rhonki (-/-)
- Pleural friction rub (+/-)
Evaluasi
Pemeriksaan BTA : Sewaktu : Negatif
Pagi : Negatif
Sewaktu : Negatif

Assesment:
- Pleuropneumonia
- Suspek TB paru dengan BTA (-) kasus baru

Terapi :
- O2 2-3 liter/menit
- IVFD Ringer Laktat 500 cc/10 jam
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 2x1gram
- Ambroxol syr 3x1 Cth
Evaluasi : GeneXpert (-)
 Hari ke-2, Rabu 20 September 2017
Subjektif :
Pasien merasa masih sesak hanya berkurang sedikit, batuk masih
ada, berdahak warna putih kental dan badan lemas.
Objektif :
Vital sign
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 23 kali/menit
Suhu : 36,4 0C
Pemeriksaan Fisik Paru :
Inspeksi :
- Retraksi dinding dada (+)
Palpasi :
- Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
- Nyeri tekan (+/-)
Perkusi :
- Redup di paru dextra pada ICS 5
- Sonor di paru sinistra
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-/-)
- Rhonki (-/-)
- Pleural friction rub (+/-)

Asassment:
- Pleuropneumonia

Terapi :
- O2 2-3 liter/menit
- IVFD Ringer Laktat 500 cc/10 jam
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 2x1gram
- Ambroxol syr 3x1 Cth

 Hari ke-3, Kamis 21 Sepember 2017


Subjektif :
Pasien merasa masih merasakan batuk tidak berdahak dan sesak menetap
Objektif :
Vital sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 83 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 21 kali/menit
Suhu : 36,1 0C
Pemeriksaan Fisik Paru :
Inspeksi :
- Retraksi dinding dada (+)
Palpasi :
- Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
- Nyeri tekan (+/-)
Perkusi :
- Redup di paru dextra pada ICS 5
- Sonor di paru sinistra
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-/-)
- Rhonki (-/-)
- Pleural friction rub (+/-)

Asassment:
- Pleuropneumonia

Terapi :
- O2 2-3 liter/menit
- IVFD Ringer Laktat 500 cc/10 jam
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 2x1gram
- Ambroxol syr 3x1 Cth

 Hari ke-4, Jumat 22 September 2017


Subjektif :
Pasien merasa masih merasakan batuk tidak berdahak dan sesak jauh
berkurang.
Objektif :
Vital sign
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 76 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 360C
Pemeriksaan Fisik Paru :
Inspeksi :
- Retraksi dinding dada (-)
Palpasi :
- Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
- Nyeri tekan (-/-)
Perkusi :
- Redup di paru dextra pada ICS 5
- Sonor di paru sinistra
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-/-)
- Rhonki (-/-)
- Pleural friction rub (+/-)

Asassment:
- Pleuropneumonia
Terapi :
- O2 2-3 liter/menit
- IVFD Ringer Laktat 500 cc/10 jam
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 2x1gram
- Ambroxol syr 3x1 Cth

 Hari ke-5, Sabtu 23 September 2017


Subjektif :
Pasien tidak merasakan keluhan apa-apa.
Objektif :
Vital Sign :
Tekanan Darah: 110/60 mmHg
Nadi : 76 kali/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 360C
Pemeriksaan Fisik Paru :
Inspeksi :
- Retraksi dinding dada (-)
Palpasi :
- Vocal fremitus menurun di basal paru kanan
- Nyeri tekan (-/-)
Perkusi :
- Redup di paru dextra pada ICS 5
- Sonor di paru sinistra
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing (-/-)
- Rhonki (-/-)
- Pleural friction rub (+/-)

Asassment:
- Pleuropneumonia
Terapi :
- O2 2-3 liter/menit
- IVFD Ringer Laktat 500 cc/10 jam
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 2x1gram
- Ambroxol syr 3x1 Cth
Pasien boleh pulang
Terapi :
- Levofloxacin 500 mg 2x1 tab
- Ambroxol tab 3x30 mg
Kontrol 1 minggu
TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA
A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit).

B. Klasifikasi
Berdasarkan sumber penularan, yaitu:
1) Pneumonia komuniti, pneumonia yang didapat di masyarakat
(Community Acquired Pneumonia)
2) Pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia)
3) Pneumonia Aspirasi
4) Pneumonia Imunocompromised
Berdasarkan penyebab, yaitu:
1) Pneumonia bakterial/tipikal : staphylococcus, streptococcus, hemofilus
influenza, klebsiella, pseudomonas, dll
2) Pneumonia atipical : mycoplasma, legionella dan chlamydia
3) Pneumonia virus
4) Pneumonia jamur
Berdasarkan predileksi, yaitu:
1) Pneumonia lobaris
2) Bronkopneumonia
3) Pleuropneumonia
4) Pneumonia interstitial

C. Gejala Klinis
1) Batuk-batuk bertambah
2) Perubahan karakteristik dahak/purulen
3) Suhu tubuh >380C (aksila)/riwayat demam
4) Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi (suara
napas bronkial dan ronki)
5) Leukosit >10.000 atau <4500

D. Patofisiologi
Infeksi pada paru – paru terjadi bila salah satu pertahanan tubuh
diubah ketika tubuh diserang oleh organisme virulen, agen yang
menyebabkan infeksi ini berasal dari inhalasi, atau melalui pembuluh
darah (endapan darah). Tubuh berusaha membersihkannya dengan respon
tubuh
Pneumonia oleh karena bakteri pada parenkim paru menyebabkan
konsolidasi bila terjadi pada lobular paru (bronkopneumonia), bisa terjadi
pada lobar maupun intertisial. Diawali tahap “Red hepatization” dengan
hiperemi oleh karena pembesaran pembuluh darah, timbul eksudat
intraalveolar, deposit fibrin, infiltrasi neutrofil. Tahap selanjutnya disebut
“Gray hepatization” di dominasi oleh deposit fibrin, disintegrasi sel
inflamasi secara progresif, kemudian terjadi resolusi (8-10 hari) dimana
eksudat yang muncul dibersihkan melalui mekanisme batuk dan
dihancurkan dengan enzim pencernaan. Konsolidasi dari jaringan paru
menurunkan lung compliance dan kapasitas vital paru, menyebabkan
hipoksemia dengan kompensasi meningkatkan aliran darah ke paru
sehingga kerja jantung menjadi meningkat. Apabila meluas ke rongga
pleura bisa menimbulkan empiema. Penebalan fibrosis terjadi pada tahap
resolusi.
Inokulasi patogen melalui inhalasi

Respon imun tubuh untuk clearing mechanism

Red hepatization

Gray hepatization

Resolusi (fibrosis paru)


E. Tingkat Keparahan Pneumonia
1. Sistem skoring PSI (Pneumonia Severity Index) berdasarkan PORT
Tabel 1. Sistem skoring PSI berdasarkan PORT
Karakteristik Pasien Skor
Faktor demografi
Umur : Laki-laki Umur (tahun)
Perempuan Umur (tahun) - 10
Perawatan di rumah Umur (tahun) + 10
Penyakit penyerta
Keganasan + 30
Penyakit hati + 20
Gagal jantung kongestif + 10
Penyakit cerebrovaskular + 10
Penyakit ginjal + 10
Temuan pemeriksaan fisik
Perubahan status mental + 20
Frekuensi nafas ≥30x/menit + 20
Tekanan darah sistolik ≤90 mmHg + 20
Suhu tubuh <350C atau >400C + 15
Denyut nadi >125x/menit + 10
Temuan laboratorium dan radiologi
pH darah arteri <7,35 + 30
Blood Urea Nitrogen >30 mg/dL + 20
Sodium <130 mg/dL + 20
Glukosa >250 mg/dL + 10
Hematokrit <30% + 10
Tekana parsial oksigen arteri ≤60 mmHg + 10
Efusi pleura + 10
Sumber: Barlett et al, 2000
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia merekomendasikan kriteria PSI
(Pneumonia Severy Index), sebagai berikut :
a) Skor PSI >70 maka indikasi rawat inap.
b) Skor PSI <70 maka pasien tetap di rawat inap bila dijumpai salah
satu kriteria dibawah ini :
1) Frekuensi nafas 30x/menit
2) PaO2/FiO2 <250 mmHg
3) Foto thorak menunjukkan infiltrat multilobus
4) Tekanan sistolik <90 mmHg
5) Tekanan diastolik <60 mmHg
c) Pneumonia pada pengguna NAFZA
Total poin yang didapatkan dasi PSI dapat digunakan untuk
menentukan risiko, kelas risiko, angka kematian dan jenis
perawatan.
Tabel 3. Derajat skor risiko PSI
Total Poin Risiko Kelas Risiko Angka Kematian Perawatan
Tidak diprediksi Rendah I 0,1% Rawat jalan
<70 II 0,6% Rawat jalan
71 – 90 III 2,8% Rawat
inap/jalan
91 – 130 Sedang IV 8,2% Rawat inap
>130 Berat V 29,2% Rawat inap
Sumber: Barlett et al, 2000

2. Skor CURB-65
Tabel 2. Skor CURB-65
Uji mental ≤ nilai 8 → skor 1
Confusion
Uji mental > nilai 8 → skor 0
Urea > 19 mg/dl → skor 1
Urea
Urea ≤ 19 mg/dl → skor 0
RR > 30x/ menit → skor 1
Respiratory rate
RR ≤ 30x/ menit → skor 0
BP < 90/ 60 mmHg → skor 1
Blood pressure
BP ≥ 90/ 60 mmHg → skor 0
Umur ≥ 65 tahun → skor 1
Umur
Umur  65 tahun → skor 0
Sumber: Lim et a., BTS 2009

Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan sistem skor CURB-


65 adalah sebagai berikut :
a) Skor 0-1 : risiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan
b) Skor 2 : risiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk di
rawat
c) Skor 3 : risiko kematian tinggi dan di rawat harus di tatalaksana
sebagai pneumonia berat
d) Skor 4 atau 5 : harus di pertimbangkan perawatan intensif
TUBERKULOSIS PARU
A. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity).
Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan
kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif.

B. Gejala Klinis
1. Gejala respiratorik :
Batuk berdahak 2 - 3 minggu.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang dahak keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum).
2. Gejala tambahan yang sering dijumpai:
a) Gejala respiratorik yaitu :
1) Batuk berdahak bercampur darah, batuk darah.
Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang
terkena lesi dan kemudian pecah. Batuk darah ini dapat hanya
ringan saja, sedang ataupun berat tergantung dari berbagai
faktor. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
2) Sesak napas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
3) Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
b) Gejala sistemik yaitu :
1) Badan lemah,
2) Nafsu makan menurun,
3) Berat badan turun,
4) Rasa kurang enak badan (malaise),
5) Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan
6) Demam meriang lebih dari sebulan.

C. Patofisiologi
1. Tuberkulosis primer
Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas
akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu
sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek primer atau
sarang fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer
limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks
primer. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
a) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-
garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada
lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan ±10% diantaranya
dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
c) Komplikasi dan menyebar secara:
1) Per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya
2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan
maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
3) Secara limfogen ke organ tubuh lainnya.
4) Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.
2. Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa.
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,
diabetes mellitus, AIDS, dan gagal ginjal. TB post-primer ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian
apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke
daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini
ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri
dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel-sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-
macam jaringan ikat. TB post-primer juga dapat berasal dari infeksi
eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah
kuman, virulensinya dan imunitas pasien.
Sarang dini dapat menjadi :
1. Di reabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan
cacat.
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh
dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus
diri menjadi keras menimbulkan perkapuran. Sarang dini
yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek
membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan
keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena
infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga
menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan
dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam
nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan
proses yang berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya.

Anda mungkin juga menyukai