Anda di halaman 1dari 10

Anamnesis

Berdasarkan Skenario, dengan alloanamnesa pada ibu sang anak dan diketahui bahwa anak tersebut
menderita demam disertai batuk dan pilek sejak 3 hari lalu dan muncul bintik-bintik merah mulai terlihat
di dahi, wajah, leher tanpa disertai rasa gatal.

Berdasarkan Anamnesis yang baik, dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal- hal berikut:
Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis),
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien
(Diagnosis Banding), Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(Faktor predisposisi dan Faktor Risiko), Kemungkinan penyebab penyakit (Etiologi), Faktor-faktor yang
dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (Faktor prognostik, termasuk upaya
pengobatan), Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya.

Pemeriksaan Fisik

TTV= Suhu 39oC, Pernafasan 24 kali/menit,

Di kulit terdapat makula erit….. , papula di dahi dan leher. Kelenjar getah bening tidak terlihat, mata
merah konjungtivitis tanpa disertai secret. Lidah tidak terdapat Stawberry Tongue.

Thoraks di inspeksi terdapat pergerakkan dada simetris,tidak ada retraksi sela iga, suara nafas vesikuler,
tidak terdapat wheezing.

Abdomen tampak datar, hepatomegali 2 cm dibawah arcus costae tepi tajam, konsentrasi kenyal,
terdapat nyeri tekan.

Pemeriksaan Klinis

Penegakan diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinik yang sangat berkaitan
yaitu demam, batuk, pilek, konjungtivitis, dan bercak kopliks yang muncul pada stadium prodromal.
Pada bercak koplik muncul 1-4 hari sebelum muncul ruam. Lesi kemerahan di mukosa pipi bagian dalam.
Measles muncul di kening, perbatasan rambut dan kening, dan belakang telinga. Pada saat muncul rum,
gejala-gejala mulai hilang (masa Exantemathous) kecuali batuk. Batuk itu berlangsung 10 hari. Makula
papula menyatu di daerah wajah bertahan kira-kira 5 hari.

Pemeriksaan Laboratorium

Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Di samping itu, pemeriksaan
laboratorium dapat juga digunakan sebagai petunjuk dalam pengelolaan kesehatan masyarakat di
lapangan. Prosedur diagnosis laboratorium terdiri dari :

Mendeteksi Virus
1. Ditemukannya virus pada sel mononuclear darah tepi, sekresi saluran pernapasan, swabs/usapan
konjungtiva, dan dalam urine (cairan sekresi). 2. Pemeriksaan sitologi secara langsung dari sel epitel
yang merasal dari nasofaring, mukosa bukalis, konjungtiva, dan urine untuk melihat sel raksasa dan
badan inklusi. 3. Pemeriksaan jaringan langsung merupakan hal yang paling penting untuk mendiagnosis
komplikasi SSPE, karena virus tidak dapat diisolasi dengan mudah dan juga untuk mendiagnosis
penderita dengan imunocompromized, karena respon antibody tidak terbentuk. 4. Polymerase Chain
Reaction (PCR) digunakan mendeteksi RNA virus pada gen yang dilindungi gen N,M, atau F.

Mendeteksi Antibodi

1. Metode serologis sering ditegakkan untuk diagnosis penyakit campak. Sampel serologis sebaiknya
diambil pada fase akut dan penyembuhan penyakit. Bila terjadi peningkatan titer empat kali antara
sampel pertama dan kedua, maka penderita dinyatakan positif menderita campak. Selain itu IgM yang
spesifik terhadap virus campak dapat dideteksi di dalam serum atau saliva dapat dideteksi pada
sebagian besar penderita 3 hari sesudah munculnya ruam pada kulit, mekipun IgM muncul bersamaan
dengan munculnya ruam pada kulit. Setelah itu IgM akan meningkat dengan cepat kemudian menurun
sehingga tidak dapat dideteksi sesudah 4-12 minggu.

IgG spesifik virus campak tertinggi ditemukan hampir dua minggu berikutnya. IgG juga sebaiknya
diperiksa pada sampel yang sama untuk mengetahui apakah ia sudah pernah terinfeksi sebelumnya atau
sudah mendapat imunisasi. 2. Teknik hemaglutinasi inhibisi dapat mendeteksi antibodi terhadap protein
H yang mempunyai hubungan langsung dengan tes netralisasi. 3. Teknik Dot immunobinding assay
untuk mendeteksi IgG spesifik terhadap campak di dalam serum, atau IgM, IgA dalam darah segar,
serum, dan saliva. Immunoassay enzim (EIA) digunakan untuk membedakan IgG dan IgM. Pengambilan
sampel yang tepat untuk pemeriksaan laboratorium:4 - Usapan tenggorokan dan air liur diambil dalam
enam minggu sesudah munculnya gejala untuk pemeriksaan antibody IgM spesifik campak dan
mendeteksi RNA virus. - Sampel darah diambil dalam enam minggu munculnya gejala untuk mendeteksi
antibody IgM spesifik virus dan RNA virus. - Umumnya diambil darah pada saat fase akut dan pada fase
konvelesen untuk mendeteksi antibody IgG, IgM spesifik campak.

Differential Diagnosis (Diagnosis Banding)

Diagnosa untuk campak dapat ditegakkan dari gejala klinis dapat dilihat dengan adanya koriza dan mata
meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki
ciri khas yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka. Pada stadium pedromal dapat
ditemukan di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomosis campak (bercak Koplik). Demam tetap
bertahan pada masa awal munculnya ruam-ruam. pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa (Giant
Cell) pada lapisan mukosa hidung dan pipi dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik.
Campak yang bermanifestasi tidak khas disebut campak atipikal; diagnosa bandingnya adalah rubela,
demam skarlatina, ruam akibat obat-obatan, eksantema subitum dan infeksi stafilokokus.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan penurunan jumlah sel darah putih dan peningkatan
limfosit melebihi netrofil. Pada campak yang tanpa komplikasi infeksi, LED dan CRP dalam jumlah
normal.
Kawasaki Disease

Demam panjang lebih dari 5 hari, pembesaran kelenjar getah bening uni lateran (satu sisi) 1,5cm dan
ada Strawberry Tongue, Trombosit meningkat >15.000

Alergi Obat

Papula besar dan timbul-timbul

Working Diagnosis

Dari DD/ di atas kita dapat menegakan WD/ bahwa anak ini terkena Campak. Hal tersebut sesuai dengan
demam pada anak yang berlangsung 3 hari lalu diikuti dengan munculnya bintik-bintik kemerahan pada
daerah muka yang merupakan ciri khas ruam- ruam pada campak.

Etiologi

Measles (Campak) penyebabnya adalah virus campak; virus RNA berutai tunggal negative. Hanya ada
satu serotipe. Virus ini mengkode enam protein struktural, termasuk dua glikoprotein transmembran,
fusi (F) dan hemaglutinin (H) yang memfasilitasi perlekatan ke sel pejamu dan masuknya virus. Antibodi
terhadap F dan H bersifat memberikan perlindungan. Variasi dari komposisi genetik virus ini sudah
diidentifikasikan dan menunjukan tidak ada pengaruhnya pada sistem imun.1,2

Epidemiologi1,2,5

Vaksin measles mengubah epidemiologi dari penyakit measles secara dramatis di seluruh dunia. Tetapi
untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit ini masih menjadi salah satu momok yang
menakutkan. Hal itu terbukti dari Survei Kesehatan Rumah Tangga; campak menduduki tempat ke-5
dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi dan tempat ke-5 juga dalam urutan 10 macam
penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun.

Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Wabah
terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita
banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah.

Pada zaman dahulu, campak di anggap normal dan harus dialami oleh setiap anak-anak. Mereka
beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan
bahwa semakin banyak ruam semakin bagus. Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat
keluarnya ruam. Kepercayaan seperti ini memudahkan penyebaran penyakit campak di Indonesia.2

Secara biologis, campak memiliki sifat ruam yang jelas, tidak diperlukan hewan perantara, tidak ada
penularan melalui serangga (vektor), adanya siklus musiman dengan periode bebas penyakit, tidak ada
penularan virus secara tetap, hanya memiliki satu serotipe dan adanya vaksin campak yang efektif.6
Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang penyakit campak,
walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.1

Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama daerah yang sulit dijangkau
oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi
wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus, kasus campak tidak terlihat
kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah
urban yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti
campak. Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakti campak.1

Transmisi6,7

CAMPAK. Virus campak masuk ke dalam tubuh manusia melalui droplet dalam jumlah besar atau
aerosol dalam jumlah kecil dengan jalur utamanya yaitu saluran pernapasan dan bisa juga melalui
mata. Virus campak dalam tubuh seorang pasien dapat bersifat infeksius atau dapat menularkan ke
orang lain dalam jangka waktu 3 hari sebelum ruam muncul sampai 4-6 hari setelahnya. Sebanyak 90%
orang yang terpapar virus ini bisa terkena panyakit campak. Kontak langsung tidak diperlukan karena
virus ini dapat bertahan di ruang tertutup dalam jangka waktu 1 jam. Virus ini tidak aktif dalam pH
rendah.1,2

Ketahanan virus ini dalam suhu rendah cukup tinggi. Pada suhu 370C waktu paruh usianya sekitar 1 jam,
pada suhu -700C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun sedangkan dalam lemari
pendingin dengan suhu 4-60C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini
hanya mampu bertahan selama 2 minggu dan dapat dengan mudah hancur oleh sinar ultraviolet.

Patologi

Infeksi measles menyebabkan nekrosis jaringan epitel saluran pernapasan dan diikuti dengan
pembekakkan kelenjar limfe. Measles memproduksi ruam-ruam kecil pada kulit dan membran mukosa
mulut. Histologi dari bercak-bercak menunjukkan endema intraseluler serta diskeratosis. Penggabungan
dari beberapa sel yang terinfeksi menghasilkan sebuah sel yang cukup besar dengan inti yang banyak.
Sel tersebut di kenal dengan Warthin-Finkeldey giant cells, hal tersebut merupakan pathognomokik
untuk penyakit measles.2,6

GAMBAR 1 ■ Warthin-Finkeldey giant cell. Sumber : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF. 2007. Nelson textbook of pediatrics. Ed. 18.

Patogenesis

Penularan Measles sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi
pada seseorang. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel
mononuklear kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Sel mononuklear yang terinfeksi
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-
supresor dan T- helper) yang rentan terhadap infeksi turut aktif membelah.2
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari
setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan
menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.6,7

Pada hari ke 9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan
timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran nafas diawali
dengan batuk pilek disertai dengan selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi
adalah proses peradangan epitel pada saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa
demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut
bercak Koplik, yang merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat delayed hipersensitivity terhadap antigen virus,
muncul ruam makulopapular pada hari ke 13-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi
humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.6

Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis
tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologi
menunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang
neurotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder
berupak bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat
terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

Secara singkat, patogenesis dari measles dapat dibagi ke dalam 4 fase :1,6

1. Stadium Inkubasi

Masa inkubasi adalah 8-12 hari sejak pemajanan sampai timbulnya gejala. Di tempat awal infeksi,
penggandaan virus sangat minimal dan jarang ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik local,
bebas maupun berhubungan dengan sel mononuclear, kemudian mencapai kelenjar getah bening
regional. Disini virus mulai memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke
sel jaringan limforetikular seperti limpa. Focus infeksi mulai terbentuk yaitu ketika virus masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva mata, saluran nafas, kulit
dan kandung kemih.

Sel mononuclear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak ―Warthin –
Finkeldey Giant Cell‖. Bersamaan dengan ini limfosit-T yang rentan infeksi juga turut aktif membelah,
sehingga timbul leucopenia disertai dengan limfositosis.

2. Stadium kataral (prodromal)

Stadium ini berlangsung pada hari ke-2 setelah infeksi awal (inkubasi) atau 14 hari setelah pemajanan.
Masa ini sangat infeksius. Manifestasi klinik yang pertama kali muncul adalah demam ringan sampai
sedang, malaise (lemas), fotofobia, batuk pilek disertai selaput konjungtiva yan tampak merah.
Selanjutnya respons imun yang terjadi adalah peradangan epitel saluran napas diikuti manifestasi klinik
berupa demam tinggi. Secara klinis gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering diduga sebagai
influenza.

Kemudian disusul dengan timbulnya bercak koplik yang patognomonik bagi campak. Bercak kopliks
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis
dan faring berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum.

Pada hari ke9-10, focus infeksi yang berada di epital saluran pernapasan dan konjungtiva akan
menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat ini virus dalam jumlah
banyak masuk kembali ke pembuluh darah sehingga menimbulkan parasitemia.

Kadang juga terdapat macula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi.

3. Stadium erupsi (exanthematous/eritematous)

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun sebagai akibat respons delayed hypersensitivity terhadap
antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat ini
antibody himoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami
defisit sel-T.

Pilek dan batuh makin bertambah. Mulai timbul exantema atau titik kemerahan di palatum durum dan
palatum molle. Kemudian eritema membentuk macula – papula disertai meningkatnya suhu badan.
Eritema muncul berturut-turut, dimulai dari belakang telinga, bagian atas lateral tengkuk, sepanjang
perbatasan rambut-kulit kepala (jidat), leher dan muka, tubuh, lengan serta kaki. Kadang terdapat
pendarahan ringan pada kulit, rasa gatal dan muka menjadi bengkak. Ruam mencapai anggota bawah
tubuh pada hari ke-3 setelah dimulainya demam. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan di daerah leher belakang. Juga disertai sedikit spleenomegali dengan diare dan muntah.

4. Stadium konvalesensi (Recovery)

Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi (bekas
yang berwarna lebih tua) yang lama-kelamaan akan hilang dengan sendirinya. Hiperpigmentasi ini juga
merupakan gejala patognomonik untuk campak. Pada penyakit lain dengan eritema atau eksantema,
ruam kulit dapat menghilang tanpa hiperpigmentasi. Selain itu, pada anak di Indonesia sering ditemukan
pula kulit yang bersisik. Suhu badan pun menurun sampai menjadi normal, kecuali bila ada komplikasi.

Manifestasi Klinik

Gejala klinis yang sangat berkaitan dengan campak yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan
demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas yaitu diawali dari
belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan
meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium
pedromal dapat ditemukan di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomosis campak (bercak
Koplik).1,2

Pada pasien yang gizi kurang ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien
sudah meniggal sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang
berkelanjutan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan
penunjang sekedar membantu; seperti pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa pada lapisan
mukosa hidung dan pipi dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang
bermanifestasi tidak khas disebut campak atipikal; diagnosa bandingnya adalah rubela, demam
skarlatina, ruam akibat obat-obatan, eksantema subitum dan infeksi stafilokokus. 1,2

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan penurunan jumlah sel darah putih dan peningkatan
limfosit melebihi netrofil. Pada campak yang tanpa komplikasi infeksi, LED dan CRP dalam jumlah
normal.

GAMBAR 2 ■ Koplik spot. Sumber : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. 2007. Nelson
textbook of pediatrics. Ed. 18.

GAMBAR 3 ■ Anak dengan measles di seluruh badan. Sumber : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF. 2007. Nelson textbook of pediatrics. Ed. 18.

GAMBAR 4 ■ Ruam pada wajah. Sumber : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. 2007.
Nelson textbook of pediatrics. Ed. 18. Pemeriksaan Laboratorium Campak6,7

a) Mendeteksi Virus Virus dapat ditemukan pada sel mononuklear darah tepi, sekresi saluran napas,
sabs/usapan konjugtiva, dan dalam urine. Tetapi virus sanagt sulit ditemukan, sehingga pemeriksaan
untuk menemukan virus juga jarang dilakukan sebagai satu- satunya pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis penyakit akut. Sel epitel yang berasal dari nasofaring, mukosa bukalis, konjungtiva atau urine,
dapat digunakan untuk pemeriksaan sitologi secara langsung untuk melihat sel raksasa dan badan
inklusi, dan juga untuk mendeteksi antigen menggunakan pewarnaan antibodi terhadap virus campak.
Pemeriksaan jaringan langsung merupakan hal yang paling penting untuuk mendiagnosis penyakit
susuan saraf pusat, karena virus tidak dapat diisolasi dengan mudah, dan juga untuk mendiagnosis
penderita dengan immunocompromised, karena respon antibodi tidak terbentuk.7 b) Mendeteksi
Antibodi Diagnosis penyakit campak paling sering ditegakkan dengan pemeriksaan serologi. Sampel
serologis sebaiknya diambil pada fase akut dan fase penyembuhan penyakit. Bila terjadi peningkatan
titer antibodi empat kali antara sampel pertama dan antibodi kedua, maka pederita dinyatakan positif
menderita campak. Tetapi bila IgM spesifik terhadap virus campak dapat dideteksi di dalam serum atau
saliva, ini merupakan petunjuk diagnostik yan baik. Sehingga jumlah spesimen yang dibutuhkan cukup
satu sampel. Antibodi IgM muncul bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit, dan pada sebagian
besar penderita dapat dideteksi 3 hari sesudah munculnya ruam pada kulit. Antibodi IgM cepat
meningkat dan kemudian menurun, sehingga tidak dapat dideteksi sesudah 4-12 minggu. Bila sampel
diambil 3 hari pertama munculnya ruam pada kulit, maka IgM positif sebanyak 70% kasus, dan bila
sampel diambil pada hati ketujuh maka senua kasus menunjukkan IgM positif kadar IgG spesifik virus
campak tertinggi ditemukan hampir dua minggu berikutnya. IgG juga sebaiknya diperiksa pada sampel
yang sama untuk mengetahui apakah ia sudah pernah diperiksa pada sampel yang sama untuk
mengetahui apakah ia sudah pernah terinfeski sebelumnya atau sudah mendapat imunisasi. Enzyme
immunoassay (EIA) digunakan untuk membedakan IgM dan IgG. Teknik pemeriksaan ini sudah
digunakan secara meluas karena sangat mudah dilakukan dengan virus atau dengan protein virus
campak rekombinanan. Untuk mendeteksi IgM digunakan metode antibody capture atau dengan
menghilangkan IgG dari serum terlebih dulu untuk meperoleh hasil yang lebih baik.

Komplikasi

Penyulit pada penderita measles yang menyebabkan komplikasi adalah sebagai berikut :1,2

Pneumonia. Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk,
meningkatnya frekuensi nafas dan adanya bronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan
virus, gejala pneumonia akan menghilang kecuali batuk yang masih dapat terus berlanjut sampai
beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak turun juga pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas
masih terus berlangsung, dapat diduga karena adanya bakteri yang telah menginvasi pada sel epitel
yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat
mempertegas diagnosis. Dinegara berkembang di mana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit
pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik. Otitis media Invasi
virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemia pada
fase predromal dan stadium erupsi. Jika terjadi infeksi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak
karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.

SSPE, Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan regeneratif susunan saraf pusat yang
jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang presisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada
anak yang pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Resiko terjadi SSPE
lebih besar pada usia yang lebih muda dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun gejala. Gejala SSPE
didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi
motorik, kejang umumnya mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antobodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada
terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
Laringitis akut Laringitis timbul karena adanya endema hebat pada mukosa saluran nafas yang
bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres pernafasan, sesak,
sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang. Kejang
demam Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar.
Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam. Ensefalitis Merupakan penyulit neurologik
yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbul ruam. Kejadian ensefalitis
sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis
dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat,
twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositisis
ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa
dalam batas normal. Enteritis Konjuntivitis Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang
ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-
kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigen dapat dideteksi pada lesi
konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion
dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat timbul pula pada ulkus kornea. Beberapa
anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase predromal. Keadaan ini akibat
invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan
protein (protein losing enteropathy) Sistem kardiovaskular Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa
perubahan gelombang T, kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. perubahan tersebut
bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis. Adenitis servikal Purpura
trombositopenik dan non-trombositopenik. Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus
dan kelainan kongenital bayi.

Penatalaksanaan

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori,
sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusit, ekspektoran dan
antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak degan penyakit penyulit, pasien perlu dirawat
inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU
per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.1,2

Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengawasi penyulit yang timbul, yaitu :1

Bronkopneumonia Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasi
dengan kloromfenikol 75 mg/kkBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan
pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai
infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh
karena uji tuberkulin biasanya negatif (alergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi
delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T terganggu fungsinya. Enteritis Pada keadaan
berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila
terdapat enteritis + dehidrasi. Otitis media Sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder,
sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis) Ensefalopi Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi
edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas
darah.

Pemberian Vitamin A

Banyak studi membuktikan bahwa pemberian vitamin A dosis tinggi pada penderita infeksi campak akut
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas, walaupun tidak ditemukan adanya gejala klinik
kekurangan vitamin A. Di daerah di mana banyak ditemukan kekutangan vitamin A dan xeriohthalmia,
pemberian vitamin A dapat mencegah terjadinya kebutaan yang disebabkan oleh kerusakan kornea
sebagai akibat menderita penyakit campak. WHO telah memberi rekomendasi agar setiap anak yang
menderita penyakit campak diberi vitamin A tambahan terutama di negara-negara dengan kematian 1%
atau lebih. Disarankan untuk memberikan sebanyak 400.000 IU pada semua umur.6

Prognosis

Pada awal abad ke 20, rata-rata terdapat 10 kematian per 1000 kasus dari campak. Dengan
perkembangan pengobatan yang cukup maju, kematian dapat ditekan menjadi 1 kematian per 1000
kasus campak. Kematian paling banyak disebabkan karena penyakit penyulit pneumonia. Sepanjang
pengobatan simtomatik dan kebutuhan gizi terpenuhi serta tidak ada penyulit yang cukup berarti maka
penderita campak bisa sehat kembali.1,2

Prevention

Sekarang telah tersedia vaksin measles secara monovalen atau gabungan dengan rubela (MR) atau
gabungan measles-mumps-rubela (MMR). Direkomendasikan vaksin pertama diberikan pada anak
berusian 12-15 bulan lalu diikut booster kedua pada usia 4—6 tahun. Tetapi pemberian vaksin pertama
pada usia 15 bulan lebih dianjurkan karena antibodi bayi dapat terbentuk dengan efektif. Sedangkan
bayi yang mendapat vaksin MMR sebelum usia 12 bulan harus mendapat 2 kali booster yaitu pada usia
12- 15 bulan dan 4-6 tahun. Dalam beberapa kasus, pemberian booster kedua dapat dilakukan 4 minggu
setelah vaksin pertama.

Anda mungkin juga menyukai